Bab 13 Kakak yang Manis
by Ally Jane
17:12,Jan 22,2021
Dira mau tak mau merasa bersalah juga setelah mendengar cerita Indi tentang apa yang terjadi di lantai departemen kreatif pagi tadi.
“Tapi, benarkah anak bernama Jay itu adik dari Jeremy Lewis, Bu?” tanya Indi penasaran.
Dira mengangguk.
“Apa karena itu, Bu Dira membiarkannya masuk ke perusahaan dan membuat kacau bahkan di hari pertamanya bekerja?” Indi menatap Dira protes.
Dira menggeleng.
“Lalu, apa alasan Bu Dira membawanya kemari?” tanya Indi heran.
“Aku hanya ingin menjaganya,” aku Dira.
Indi tampak bingung mendengar jawaban Dira.
“Dia tumbuh tanpa orang tua. Dan tampaknya dia bermusuhan dengan kakak dan kakeknya. Dengan kata lain, di luar sana dia sendirian. Aku tahu bagaimana rasanya itu dan aku sedikit lebih beruntung dari dia karena hubunganku dengan kakekku tidak seburuk itu. Tapi, dia tidak begitu,” urai Dira.
Indi menghela napas. “Tapi, tetap saja, Bu. Dia sudah mempermalukan Pak Biru berkali-kali pagi tadi. Bahkan, sekarang dia masih tidur di tengah ruangan tim kreatif.”
“Biru bahkan bisa menanganiku. Dia pasti bisa menangani Jenna,” tukas Dira. “Meski aku merasa bersalah juga padanya.”
“Bu Dira dan anak itu berbeda, Bu. Bu Dira hanya bersikap ketus dan lebih dingin dari orang lain. Tapi, Bu Dira tidak pernah mengganggu orang lain dengan sikap Bu Dira. Tapi, anak itu …”
“Apa kau barusan menyebutku ketus dan dingin?”
Indi mundur selangkah, menjaga jarak dari meja kerja Dira. “Bu Dira pastinya juga sudah sadar akan itu, kan, tentang Bu Dira?”
Dira mendengus tak percaya. “Kau beruntung aku tidak menyerahkan Jenna di bawah pengawasanmu. Jadi, kau harus baik-baik di depanku agar tak bernasib sama seperti Biru.”
Indi berdehem, lalu membuka jurnal yang selalu dibawanya di tangan dan membaca, “Jadwal Bu Dira setelah makan siang nanti ada sedikit perubahan karena rapat mingguan tadi pagi dipindahkan jadwalnya siang ini atas permintaan Bu Dira tadi. Setelah rapat …”
“Ah, batalkan semua jadwal setelah rapat,” Dira menyela. “Pindahkan besok saja. Sore ini aku akan pulang lebih cepat karena ada janji dengan Jeremy. Aku lupa memberitahumu tadi karena kedatangan Jenna yang cukup mengejutkanku.”
Indi meringis. “Saya juga terkejut. Dari penampilannya, saya pikir dia pria, Bu.”
Dira mengangguk setuju. “Jika bukan karena berkas yang dikirim Kakek tentang Jenna, aku juga pasti akan berpikir dia pria. Bahkan Biru pun menganggapnya begitu.” Dira tak dapat menahan senyum geli meski ia merasa kasihan juga pada Biru. “Tapi, Jenna tidak benar-benar akan melaporkan Biru untuk kasus pelecehan, kan?” Dira penasaran.
“Semoga tidak, Bu,” sahut Indi. “Tapi … saya rasa kita tidak bisa tenang dulu jika berurusan dengan adik Pak Jeremy itu.”
Dira manggut-manggut. “Kau harus selalu mengawasinya juga. Pastikan dia tidak dalam masalah.”
“Bu, menurut saya, Jenna Lewis tidak dalam masalah. Justru, dialah yang membuat masalah,” koreksi Indi.
Dira tersenyum geli. “Benar juga. Kalau begitu, tetaplah waspada. Kita tak tahu siapa lagi yang akan dia tuntut.”
Indi menghela napas berat.
“Bonusmu akan kutambah selama Jenna tak mendapat masalah,” Dira berkata.
“Baik, Bu!” sahut Indi penuh semangat. “Kalau begitu, saya akan pergi untuk mengecek Jenna dulu, lalu …”
“Ah, tidak perlu,” cegah Dira seraya berdiri. “Ini sudah waktunya makan siang. Aku yang akan mengeceknya sendiri.”
Lebih tepatnya, Dira penasaran dengan kekacauan apa lagi yang telah diberikan Jenna pada Biru.
***
Jenna meregangkan tubuh dan perlahan membuka mata. Saat itu juga, tatapan matanya bertemu dengan mata yang tadi pagi menyambut kedatangannya dengan hangat. Dirandra Bahtiar.
Jenna berdehem dan perlahan menurunkan kakinya dari meja. Bisa kacau jika dia dipecat sekarang. Bisa-bisa kakeknya benar-benar akan mengurung Jenna di rumah. Jenna merinding membayangkan itu.
“Semalam aku tidak cukup tidur dan aku sudah harus ke kantor pagi-pagi sekali, jadi aku kurang tidur,” Jenna beralasan.
Dira tersenyum dan mengangguk. “Kalau kau sudah cukup tidur, ayo kita makan siang,” ajak Dira.
Jenna mengerutkan kening bingung. Apa itu langkah awal sebelum wanita itu memecat Jenna?
Jenna menarik selimut yang menutupi tubuhnya sambil berdiri, kemudian melempar selimut itu ke meja. Namun, Dira mengambil selimut itu dan melipatnya.
“Jika kau tidak ingin dikurung kakekmu di rumah atau dipaksa duduk di kelas dan belajar, kau harus bekerja keras di sini, Jenna,” ucap wanita itu santai.
Ah, jadi dia juga sudah tahu alasan Jenna berada di sini?
“Aku belum pernah bekerja, jadi tidak banyak yang aku tahu tentang itu,” Jenna beralasan.
“Kau tidak perlu khawatir. Biru akan mengajarimu dengan baik,” sahut wanita itu dengan nada optimis.
Jenna sedikit heran juga mendapati sikap wanita itu padanya. Pasalnya, begitu Jenna mendengar kabar tentang pernikahan kakaknya dan Dirandra Bahtiar, Jenna mencari tahu tentang wanita itu. Dirandra Bahtiar adalah versi wanita dari Jeremy Lewis. Dengan kata lain, dia begitu dingin. Namun, apa ini?
Informasi yang didapat Jenna itu adalah informasi yang salah, atau Dirandra Bahtiar yang berdiri di depannya ini adalah Dirandra Bahtiar yang berbeda? Namun, wanita itu mengenali Jenna sebagai adik Jeremy. Benar, dia wanita yang akan menikah dengan kakaknya. Lalu, apa ini? Kepribadian ganda?
“Kita makan siang di kafetaria kantorku saja tidak apa-apa, kan?” tanya wanita itu.
Jenna menyelipkan kedua tangan ke saku belakang celana jeans-nya dan mengangguk cuek. “Tidak masalah.”
“Bersama Biru juga, tidak masalah, kan?” tanya wanita itu lagi.
Jenna sudah akan menolak, tapi Dira sudah memanggil Biru. Jenna menoleh ke belakang, ke meja tempat Biru berada di ujung ruangan. Pria itu mendongak dari laptopnya untuk menatap Dira.
“Ayo makan siang bersama kami!” ajak Dira.
Biru menatap Jenna, lalu kembali menatap Dira. “Saya masih harus menyelesaikan laporan untuk rapat mingguan setelah ini, Bu,” tolak Biru.
“Aku tahu kau sudah menyelesaikannya sejak tadi pagi, jadi ayo makan siang dulu,” Dira berkeras.
Jenna melihat Biru tampak menghela napas pasrah dan akhirnya menutup flip laptopnya dan menghampiri Dira. Biru melirik Jenna sekilas, tapi tak menatapnya. Dia sepertinya masih kesal.
“Tadi pagi, aku belum sempat menjelaskan situasi Jenna padamu,” Dira berkata.
“Um … omong-omong,” Jenna menyela, membuat Dira menatapnya. “Bisakah kau tidak memanggilku seperti itu? Aku lebih suka dipanggil Jay.”
Dira tersenyum. “Aku memanggilmu Jenna karena namamu Jenna. Kecuali jika kau bisa meyakinkan kakekmu untuk mengubah namamu di Kartu Keluarga.”
Jenna mendesis kesal dalam hati. Sekarang ia mulai bisa melihat sosok Jeremy dari Dira. Sosok yang tak kenal kompromi dan merasa dirinya paling benar. Pantas saja dia cocok dengan Jeremy.
Mereka memang pasangan yang serasi.
***
“Tapi, benarkah anak bernama Jay itu adik dari Jeremy Lewis, Bu?” tanya Indi penasaran.
Dira mengangguk.
“Apa karena itu, Bu Dira membiarkannya masuk ke perusahaan dan membuat kacau bahkan di hari pertamanya bekerja?” Indi menatap Dira protes.
Dira menggeleng.
“Lalu, apa alasan Bu Dira membawanya kemari?” tanya Indi heran.
“Aku hanya ingin menjaganya,” aku Dira.
Indi tampak bingung mendengar jawaban Dira.
“Dia tumbuh tanpa orang tua. Dan tampaknya dia bermusuhan dengan kakak dan kakeknya. Dengan kata lain, di luar sana dia sendirian. Aku tahu bagaimana rasanya itu dan aku sedikit lebih beruntung dari dia karena hubunganku dengan kakekku tidak seburuk itu. Tapi, dia tidak begitu,” urai Dira.
Indi menghela napas. “Tapi, tetap saja, Bu. Dia sudah mempermalukan Pak Biru berkali-kali pagi tadi. Bahkan, sekarang dia masih tidur di tengah ruangan tim kreatif.”
“Biru bahkan bisa menanganiku. Dia pasti bisa menangani Jenna,” tukas Dira. “Meski aku merasa bersalah juga padanya.”
“Bu Dira dan anak itu berbeda, Bu. Bu Dira hanya bersikap ketus dan lebih dingin dari orang lain. Tapi, Bu Dira tidak pernah mengganggu orang lain dengan sikap Bu Dira. Tapi, anak itu …”
“Apa kau barusan menyebutku ketus dan dingin?”
Indi mundur selangkah, menjaga jarak dari meja kerja Dira. “Bu Dira pastinya juga sudah sadar akan itu, kan, tentang Bu Dira?”
Dira mendengus tak percaya. “Kau beruntung aku tidak menyerahkan Jenna di bawah pengawasanmu. Jadi, kau harus baik-baik di depanku agar tak bernasib sama seperti Biru.”
Indi berdehem, lalu membuka jurnal yang selalu dibawanya di tangan dan membaca, “Jadwal Bu Dira setelah makan siang nanti ada sedikit perubahan karena rapat mingguan tadi pagi dipindahkan jadwalnya siang ini atas permintaan Bu Dira tadi. Setelah rapat …”
“Ah, batalkan semua jadwal setelah rapat,” Dira menyela. “Pindahkan besok saja. Sore ini aku akan pulang lebih cepat karena ada janji dengan Jeremy. Aku lupa memberitahumu tadi karena kedatangan Jenna yang cukup mengejutkanku.”
Indi meringis. “Saya juga terkejut. Dari penampilannya, saya pikir dia pria, Bu.”
Dira mengangguk setuju. “Jika bukan karena berkas yang dikirim Kakek tentang Jenna, aku juga pasti akan berpikir dia pria. Bahkan Biru pun menganggapnya begitu.” Dira tak dapat menahan senyum geli meski ia merasa kasihan juga pada Biru. “Tapi, Jenna tidak benar-benar akan melaporkan Biru untuk kasus pelecehan, kan?” Dira penasaran.
“Semoga tidak, Bu,” sahut Indi. “Tapi … saya rasa kita tidak bisa tenang dulu jika berurusan dengan adik Pak Jeremy itu.”
Dira manggut-manggut. “Kau harus selalu mengawasinya juga. Pastikan dia tidak dalam masalah.”
“Bu, menurut saya, Jenna Lewis tidak dalam masalah. Justru, dialah yang membuat masalah,” koreksi Indi.
Dira tersenyum geli. “Benar juga. Kalau begitu, tetaplah waspada. Kita tak tahu siapa lagi yang akan dia tuntut.”
Indi menghela napas berat.
“Bonusmu akan kutambah selama Jenna tak mendapat masalah,” Dira berkata.
“Baik, Bu!” sahut Indi penuh semangat. “Kalau begitu, saya akan pergi untuk mengecek Jenna dulu, lalu …”
“Ah, tidak perlu,” cegah Dira seraya berdiri. “Ini sudah waktunya makan siang. Aku yang akan mengeceknya sendiri.”
Lebih tepatnya, Dira penasaran dengan kekacauan apa lagi yang telah diberikan Jenna pada Biru.
***
Jenna meregangkan tubuh dan perlahan membuka mata. Saat itu juga, tatapan matanya bertemu dengan mata yang tadi pagi menyambut kedatangannya dengan hangat. Dirandra Bahtiar.
Jenna berdehem dan perlahan menurunkan kakinya dari meja. Bisa kacau jika dia dipecat sekarang. Bisa-bisa kakeknya benar-benar akan mengurung Jenna di rumah. Jenna merinding membayangkan itu.
“Semalam aku tidak cukup tidur dan aku sudah harus ke kantor pagi-pagi sekali, jadi aku kurang tidur,” Jenna beralasan.
Dira tersenyum dan mengangguk. “Kalau kau sudah cukup tidur, ayo kita makan siang,” ajak Dira.
Jenna mengerutkan kening bingung. Apa itu langkah awal sebelum wanita itu memecat Jenna?
Jenna menarik selimut yang menutupi tubuhnya sambil berdiri, kemudian melempar selimut itu ke meja. Namun, Dira mengambil selimut itu dan melipatnya.
“Jika kau tidak ingin dikurung kakekmu di rumah atau dipaksa duduk di kelas dan belajar, kau harus bekerja keras di sini, Jenna,” ucap wanita itu santai.
Ah, jadi dia juga sudah tahu alasan Jenna berada di sini?
“Aku belum pernah bekerja, jadi tidak banyak yang aku tahu tentang itu,” Jenna beralasan.
“Kau tidak perlu khawatir. Biru akan mengajarimu dengan baik,” sahut wanita itu dengan nada optimis.
Jenna sedikit heran juga mendapati sikap wanita itu padanya. Pasalnya, begitu Jenna mendengar kabar tentang pernikahan kakaknya dan Dirandra Bahtiar, Jenna mencari tahu tentang wanita itu. Dirandra Bahtiar adalah versi wanita dari Jeremy Lewis. Dengan kata lain, dia begitu dingin. Namun, apa ini?
Informasi yang didapat Jenna itu adalah informasi yang salah, atau Dirandra Bahtiar yang berdiri di depannya ini adalah Dirandra Bahtiar yang berbeda? Namun, wanita itu mengenali Jenna sebagai adik Jeremy. Benar, dia wanita yang akan menikah dengan kakaknya. Lalu, apa ini? Kepribadian ganda?
“Kita makan siang di kafetaria kantorku saja tidak apa-apa, kan?” tanya wanita itu.
Jenna menyelipkan kedua tangan ke saku belakang celana jeans-nya dan mengangguk cuek. “Tidak masalah.”
“Bersama Biru juga, tidak masalah, kan?” tanya wanita itu lagi.
Jenna sudah akan menolak, tapi Dira sudah memanggil Biru. Jenna menoleh ke belakang, ke meja tempat Biru berada di ujung ruangan. Pria itu mendongak dari laptopnya untuk menatap Dira.
“Ayo makan siang bersama kami!” ajak Dira.
Biru menatap Jenna, lalu kembali menatap Dira. “Saya masih harus menyelesaikan laporan untuk rapat mingguan setelah ini, Bu,” tolak Biru.
“Aku tahu kau sudah menyelesaikannya sejak tadi pagi, jadi ayo makan siang dulu,” Dira berkeras.
Jenna melihat Biru tampak menghela napas pasrah dan akhirnya menutup flip laptopnya dan menghampiri Dira. Biru melirik Jenna sekilas, tapi tak menatapnya. Dia sepertinya masih kesal.
“Tadi pagi, aku belum sempat menjelaskan situasi Jenna padamu,” Dira berkata.
“Um … omong-omong,” Jenna menyela, membuat Dira menatapnya. “Bisakah kau tidak memanggilku seperti itu? Aku lebih suka dipanggil Jay.”
Dira tersenyum. “Aku memanggilmu Jenna karena namamu Jenna. Kecuali jika kau bisa meyakinkan kakekmu untuk mengubah namamu di Kartu Keluarga.”
Jenna mendesis kesal dalam hati. Sekarang ia mulai bisa melihat sosok Jeremy dari Dira. Sosok yang tak kenal kompromi dan merasa dirinya paling benar. Pantas saja dia cocok dengan Jeremy.
Mereka memang pasangan yang serasi.
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved