Bab 4 Syarat dan Ketentuan Pernikahan

by Ally Jane 17:07,Jan 22,2021
Jeremy mengambil kertas hasil print berisi syarat pernikahan dari Dira. Ia duduk di atas ranjang, bersandar di kepala tempat tidur. Dia sudah akan tidur setelah selesai mengecek daftar karyawan untuk cabang kafe barunya di kantor Dira tadi, ketika mendapat email dari Dira tentang syarat dan ketentuan pernikahan wanita itu.
Jeremy mengibaskan selembar kertas di tangannya itu dan mengangkatnya hingga tulisan itu sejajar dengan pandangannya, dan mulai membaca.
Syarat dan ketentuan kesepakatan pernikahan.
1. Urus urusan masing-masing.
2. Urus perasaan masing-masing.
3. Tidak ada skandal dengan wanita atau pria lain.
4. Tidak ada sentuhan di luar keperluan ‘pasangan sempurna’ di depan orang lain.
5. Tidak ada pelanggaran privasi.
6. Tidak ada pelanggaran kepemilikan. Milikku bukan milikmu, dan sebaliknya.
7. Tidak akan pernah ada perceraian.
8. Urusan tentang anak kita adalah urusanku.
9. Tidak ada rahasia yang akan merugikan atau menyulitkan satu sama lain.
10. Kesepakatan ini berlaku selamanya.
Jeremy membaca sepuluh daftar syarat dan ketentuan dari Dira itu berkali-kali. Tidak ada syarat dan ketentuan yang akan merugikannya. Jeremy merentangkan tangan ke meja kecil di samping tempat tidur, membuka laci pertama dan mengambil sebuah bolpoin dari sana.
Jeremy mengambil bantal dan menggunakannya sebagai alas untuk menulis di balik kertas itu.
1. Kesepakatan ini bersifat rahasia.
2. Kita akan berbagi musuh.
3. Jangan merepotkanku.
Jeremy membaca tiga poin itu dan mengangguk-angguk puas. Hanya itu yang dibutuhkan Jeremy, selain menjadi pasangan sempurna, yang sudah disebutkan Dira di syaratnya.
Merasa sudah cukup dengan syarat dan ketentuan pernikahannya dengan Dira, Jeremy meletakkan kertas berisi syarat dan ketentuan itu di meja samping tempat tidur, ditimpa bolpoinnya, lalu ia berbaring dan menarik selimut hingga ke dadanya. Jeremy benar-benar sudah akan tidur ketika ponselnya berdering.
Jeremy mengerang kesal dan menyambar ponsel di sampingnya. Nama Aga muncul di layar ponselnya. Kenapa dia menelepon malam-malam begini? Padahal, besok Jeremy berniat memberinya kejutan dan meledeknya dengan posisinya yang terancam oleh calon istri Jeremy.
“Kau benar-benar akan menikah?” Itu adalah pertanyaan pertama Aga.
Jeremy kembali duduk mendengar itu. “Siapa yang memberitahumu?”
“Itu ada di semua berita, Bodoh,” maki Aga. “Tapi … kau serius dengan cucu Bahtiar?”
Jeremy mendecak kesal. Kakeknya tak sabar sekali mengumumkan itu. Malam ini pasti Egi tidak bisa tidur. Yah, tapi itu juga lebih baik. Jeremy selalu suka jika Egi menderita.
“Tentu serius,” jawab Jeremy.
Di seberang, Aga tiba-tiba tertawa. “Wah, aku tak percaya, kau benar-benar kalah dari kakekmu untuk urusan yang satu itu,. Dijodohkan? Ayolah, Bung!” Aga kembali tertawa.
Jeremy mendengus kesal. “Tertawalah selagi bisa,” tukasnya. “Jika kau tahu orang seperti apa calon istriku itu, kau pasti akan gemetar ketakutan, Bodoh.”
“Wow, wow, wow, apa ini? Seorang Jeremy Lewis takut pada seorang wanita?” Aga kembali meledeknya.
“Bukan aku, tapi kau. Wanita itu punya ambisi yang luar biasa dalam pekerjaannya. Kau sudah lihat sendiri informasi yang kudapatkan tentangnya kemarin. Dia tergila-gila dengan perusahaan. Bahtiar memberinya kebebasan dengan perusahaan sendiri, tapi perusahaan itu berkembang pesat hingga tak akan ada yang berani menentangnya meski Bahtiar tiba-tiba menunjuk wanita itu sebagai pimpinan grup perusahaannya,” urai Jeremy.
“Menurutmu, wanita seperti itu akan membiarkan perusahaan kakekku begitu saja ketika dia bisa memilikinya?” Giliran Jeremy yang tertawa kini. “Kau akan menemukan lawanmu, Bung. Maaf, aku memang tidak tertarik dengan perusahaan, tapi calon istriku sepertinya adalah lawan yang harus kau waspadai,” Jeremy memberi peringatan.
“Kau terlalu meremehkanku,” ucap Aga, jelas terdengar gusar. Lalu, telepon ditutup.
Jeremy tersenyum puas karena berhasil membuat Aga kesal. Sebenarnya, Aga adalah sahabat yang paling disyukuri Jeremy keberadaannya. Karena Aga yang bekerja keras di perusahaan, maka Jeremy bisa mengejar impiannya tanpa harus dipusingkan masalah perusahaan. Aga jugalah satu-satunya orang yang mendukung dan membantu Jeremy mewujudkan impiannya.
Aga adalah satu-satunya orang yang ada di samping Jeremy ketika seluruh dunia memusuhinya. Ah, tidak juga. Egi juga. Hanya dua orang itu yang cukup gila untuk membela Jeremy di depan Thomas Lewis yang begitu berkuasa.
***
Dalam perjalanan menuruni tangga menuju ruang makan, Dira mengecek email masuk dari Jeremy di ponselnya. Syarat dari pria itu tidak banyak, hanya ada tiga.
1. Kesepakatan ini bersifat rahasia.
2. Kita akan berbagi musuh.
3. Jangan merepotkanku.
Bukan hal sulit. Dira juga tidak tega memberitahu kakeknya tentang kesepakatan mereka ini. Mengenai musuh … well, sepertinya hanya kakek Jeremy yang harus mereka waspadai.
Poin ketiga membuat Dira mendengus tak percaya. Apa pria itu meledek Dira? Siapa yang merepotkan siapa? Dira merepotkan pria itu? Tidak sudi. Dira tak pernah merepotkan orang lain seumur hidupnya. Tidak sudi.
“Bu Dira!” Seruan itu datang dari Indi yang sepertinya baru masuk ke rumah kakeknya tepat saat Dira tiba di anak tangga terbawah.
Sekretaris Dira itu tampak berantakan, rambutnya belum disisir, lipstick-nya seperti digores asal-asalan di bibirnya, sementara napasnya tampak ngos-ngosan.
“Kau tampak baru kembali dari perang,” singgung Dira santai.
“Saya memang baru kembali dari medan perang, Bu. Apa-apaan dengan berita pernikahan itu?” Indi menghampiri Dira, tampak kesal. “Bu Dira mau menikah?”
“Apa kau kesal karena aku akan menikah?”
“Saya kesal karena Bu Dira tak mengatakan apa pun pada saya tentang itu!” sembur Indi. “Saya terbangun karena serangan telepon reporter yang menanyakan kebenaran berita pernikahan Bu Dira dengan Pak Jeremy Lewis. Saya pikir, hubungan Bu Dira dan Pak Jeremy hanya hubungan kerja sama kafe.”
Dira menghela napas dramatis. “Aku sedang mempertimbangkan untuk memecatmu karena kau datang sepagi ini untuk mengomeliku tentang masalah seperti itu. Tidakkah kau seharusnya membereskan itu sebagai sekretarisku?”
“Saya harus mengecek kebenarannya sebelum membereskannya!” Indi masih tampak kesal.
“Itu benar.” Suara itu datang dari pintu ruang makan. Kakek Dira yang sepertinya sudah ada di ruang makan sampai keluar, sepertinya mendengar keributan itu. “Dira akan menikah dengan Remy. Malam ini kami akan makan malam bersama dua keluarga untuk menentukan tanggal pertunangan dan pernikahan,”
Indi tampak terkejut dan langsung membungkuk hormat pada kakek Dira. “Maaf, Pak, karena saya membuat ribut di rumah Pak Bahtiar sepagi ini,” ucap Indi.
“Kau seharusnya meminta maaf padaku lebih dulu,” protes Dira.
Indi menatap Dira kesal. “Saya baru saja menerima peluru tanpa memakai rompi peluru untuk Bu Dira. Dan sekarang, saya harus pergi untuk mengonfirmasi berita itu. Permisi,” pamit Indi dengan tak ramah. Namun, sekretarisnya itu tersenyum pada kakek Dira ketika pamit.
“Temperamennya semakin lama semakin parah saja,” gerutu Dira sepeninggal Indi.
“Itu karena dia terlalu lama mendampingimu,” sahut kakeknya.
Dira berdehem. “Apa Kakek yang mengumumkan berita itu?” tanyanya.
Kakeknya menggeleng. “Thomas yang melakukannya. Dia khawatir Jeremy akan berubah pikiran.”
Dira mendengus pelan. Berubah pikiran? Tidak mungkin. Pria itu sama seperti Dira. Sama seperti Dira yang paling benci waktunya tersita untuk hal sia-sia seperti perjodohan dan berpikir pernikahan adalah solusi paling mudah dan praktis bagi mereka berdua. Jeremy dan Dira berada di kapal yang sama kini.
Mereka sama-sama menginginkan pernikahan ini. Dengan syarat dan ketentuan masing-masing, tentunya.
***

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

65