Bab 8 Menjadi Pasangan Sempurna

by Ally Jane 17:10,Jan 22,2021
Setelah dengan keren mengundang semua teman SMA-nya ke pesta pernikahan mereka, Jeremy membawa Dira pergi dari kafenya. Begitu mereka berada di dalam mobil Jeremy, Jeremy mengembuskan napas keras-keras, lega. Oke, itu tadi pertunjukan yang bagus.
“Pertunjukan yang bagus,” komentar Dira di sebelahnya, persis seperti apa yang baru dipikirkan Jeremy.
“Jadi, kurang lebih seperti itulah simulasi pertunjukan yang harus kita mainkan di depan orang-orang,” ucap Jeremy tanpa menatap Dira.
“Boleh aku tanya sesuatu?” tanya wanita yang duduk di sebelahnya itu.
Jeremy menoleh, menunggu.
“Bagaimana kau bisa mengatakan hal-hal seperti itu? Apa kau berbohong tentang kau tak punya wanita lain itu?” tanya Dira. “Wanita yang dijodohkan dengan sahabatmu itu … apa dia orangnya?”
Jeremy mendengus mendengar itu. “Kau akan segera bertemu dengan wanita itu.”
Dira menghela napas. “Ingat, tidak ada rahasia.”
“Ya, tidak ada rahasia. Aku hanya perlu waktu untuk menemukannya agar kalian bisa bertemu,” tandas Jeremy.
“Tapi …” Dira menatap Jeremy dengan kening berkerut heran, “sungguh, aku penasaran. Dari mana kau belajar mengatakan hal-hal menjijikkan seperti tadi? Sejujurnya, aku nyaris muntah di dalam sana tadi.”
Jeremy berdehem. Jangankan Dira, Jeremy pun harus menahan mual di perutnya ketika mengucapkan kata-kata bodoh seperti itu.
“Kau pikir, aku masuk dalam pernikahan ini tanpa persiapan apa pun?”
“Persiapan apa, misalnya?”
“Persiapan menjadi pasangan yang sempurna,” jawab Jeremy. “Kau bisa menemukannya di buku-buku, internet. Aku selama seminggu terakhir menyempatkan diri untuk mempelajari itu,” akunya.
Dira ternganga menatapnya. “Kau … mempelajari hal seperti itu?”
“Tidakkah kau seharusnya juga melakukan itu?” cela Jeremy. “Kita berada di kapal yang sama, ingat?”
Dira mengerjap. “Ya, kau benar, tapi …”
“Jadi, lakukan saja seperti yang kulakukan,” tukas Jeremy, menolak bantahan.
Dira berdehem. “Baiklah, aku akan mempelajari hal-hal seperti itu juga,” jawab wanita itu.
Jeremy mengangguk puas dan kembali menatap ke depan, lalu menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya meninggalkan pelataran luas kafenya. Bukan hanya Jeremy saja yang harus menjadi idiot demi peran pasangan sempurna. Dira juga seharusnya melakukannya. Enak saja dia membiarkan Jeremy menjadi idiot sendirian.
***
Minggu pagi itu, Dira menelepon Indi untuk masuk kerja ke kantor. Dira duduk di kafe milik Jeremy yang ada di lantai satu gedung kantornya dan berseru memanggil Indi yang sudah berlari ke lift. Indi berhenti di lift dan menoleh ke kafe, celingukan sesaat sebelum menemukan Dira. Indi bergegas menghampiri Dira dan berdiri di samping mejanya.
“Bu Dira ada meeting di sini pagi ini?” tanya Indi. “Apa ini meeting yang saya tidak tahu?”
“Ya,” jawab Dira. “Meeting denganmu. Duduklah.”
Indi tampak bingung, tapi dia menurut dan duduk di kursi di depan Dira. “Ada apa, Bu?” tanya Indi penasaran.
Dira berdehem. “Kau … punya kekasih, kan?”
Indi mengangguk was-was. “Apa pekerjaan saya kurang maksimal dan Bu Dira ingin saya putus dengan kekasih saya agar saya lebih fokus bekerja?” tanya Indi takut-takut.
Dira menggeleng cepat. “Tidak, bukan itu. Aku … ada beberapa hal yang ingin kutanyakan mengenai hal itu.”
“Tentang kekasih saya?”
Dira menggeleng lagi. “Tentang menjadi pasangan kekasih.”
Indi melongo. “Maksud Bu Dira …”
“Bagaimana caranya menjadi pasangan kekasih yang sempurna?” tanya Dira.
Indi mengerjap cepat. “Bu Dira … punya kekasih?”
Dira mendengus tak percaya. “Jeremy Lewis,” sebut Dira. “Apa kau lupa?”
“Tapi … dia kan, bukan hanya kekasih, tapi calon suami Bu Dira …”
“Ya, memang! Tapi, kau tahu tentang kesepakatanku dengannya. Kami harus menunjukkan pernikahan yang sempurna,” tandas Dira. “Jadi, kami sepakat tentang menjadi pasangan sempurna di depan semua orang. Kemarin dia sudah menunjukkan padaku kemampuannya, jadi aku tidak boleh kalah. Karena itu, hari ini tugasmu adalah mengajariku bagaimana caranya agar aku bisa menjadi pasangan yang sempurna.”
Indi mengerutkan kening. “Pasangan yang sempurna itu … memangnya menurut Bu Dira yang seperti apa?”
“Yang selalu tampak romantis dan baik-baik saja di depan semua orang, hingga membuat semua orang memperhatikan mereka karena iri dan kagum,” sahut Dira.
Indi manggut-manggut.
“Memangnya, kau pikir pasangan sempurna itu yang bagaimana?” Dira balik bertanya.
Indi tampak berpikir sejenak, lalu menjawab, “Yang selalu tersenyum bersama, bahagia, dalam situasi apa pun.”
Dira mendengus tak percaya. “Dalam situasi apa pun?”
Indi mengangguk. “Meski kehujanan, kelaparan, kesakitan, tapi tetap bersama dan bahagia.”
Dira tergelak mendengar itu. “Mana ada hal seperti itu? Mana ada orang yang bahagia ketika kehujanan, kelaparan, dan kesakitan? Kecuali orang itu sudah gila.”
Indi meringis. “Bu Dira seperti ini, makanya semua orang menyebut Bu Dira berhati dingin.”
“Kau harus bertemu dengan Jeremy, kalau begitu,” tukas Dira penuh percaya diri. “Jika dibandingkan dia, aku ini orang yang berhati hangat.”
Indi meringis tak percaya.
“Kau benar-benar harus bertemu dengannya. Selama satu jam saja kau duduk bersamanya, kau akan tahu betapa parahnya pria itu. Jika kau menyebut aku berhati dingin, pria itu mungkin tidak punya hati. Kau bisa mencoba membedah tubuhnya, jika kau tak percaya,” lanjut Dira.
Indi tersenyum geli.
“Apa aku mengatakan hal yang lucu?” sengit Dira. “Kenapa kau malah tersenyum?”
Indi berdehem dan menetralkan ekspresinya. “Bukan begitu, Bu. Hanya saja … ini pertama kalinya saya mendengar Bu Dira membicarakan orang lain selain Pak Bahtiar. Bu Dira kan, selama ini tak pernah tertarik pada siapa pun.”
Dira mengerutkan kening. “Kau pikir aku membicarakan Jeremy karena aku tertarik padanya?” dengusnya kesal.
Indi berdehem lagi. “Jadi, Bu Dira tadi ingin menjadi pasangan sempurna, kan?”
“Ah, benar. Itu. Katakan padaku, bagaimana caranya,” tuntut Dira. “Tapi, jangan berani-berani lagi kau menyebutkan tentang kehujanan, kelaparan, dan kesakitan bisa tetap bahagia. Tidak ada seorang pun yang bahagia dalam situasi itu. Kau mengerti?”
Indi mengangguk kecil.
“Sekarang, katakan padaku, bagaimana cara menunjukkan pada orang-orang tentang menjadi pasangan sempurna. Pasangan yang selalu dipuja-puja dan dikagumi orang-orang,” tuntut Dira.
Indi kemudian bersandar di kursinya dan menyilangkan lengan di dada. “Baiklah. Saya akan memulai memberitahu cara-caranya, jadi Bu Dira siap-siap mencatat saja.”
Dira mengangguk dan sudah mengeluarkan ponselnya, bersiap untuk mencatat di notes ponselnya, tapi kemudian tersadar sesuatu. Dira menatap Indi tajam.
“Bukankah itu tugasmu? Mencatat hal penting untukku?” sengit Dira.
Indi seketika mendekat ke meja dan mengeluarkan jurnal dan bolpoin dari tas kecil yang selalu dibawanya.
“Oke, jadi, poin pertama untuk menjadi pasangan sempurna. Menjadi pasangan yang romantis, seperti yang tadi Bu Dira bilang,” sebut Indi sembari menulis di jurnalnya.
Dira memperhatikan tulisan Indi dan manggut-manggut. Ia sudah melihat bagaimana Jeremy melakukannya.
“Jadi, itu bukan hanya tentang skinship, tapi juga menggunakan kata-kata manis. Iya, kan?” tebak Dira.
Indi menatap Dira kaget. “Bu Dira belajar dari mana?”
“Jeremy sudah menunjukkannya padaku kemarin. Bisa kau sebutkan lebih rinci macam-macam kata-kata yang sebaiknya kugunakan untuk itu?” tanya Dira.
“Um … mungkin bisa dimulai dengan panggilan sayang, Bu,” usul Indi.
“Ah, panggilan sayang … aku sudah pernah mendengar beberapa orang memanggil Sayang, dan sebagainya. Aku kemarin juga memanggil Jeremy dengan cara kakekku biasa memanggilnya, sepertinya nama kecilnya. Apa itu tidak apa-apa? Rasanya akan aneh saja jika aku memanggilnya ‘Sayang’, ‘Baby’, dan sebagainya.”
Indi meringis. “Tapi, saya pikir akan lebih romantis jika Bu Dira menggunakan panggilan sayang.”
Dira menghela napas. “Baiklah, akan kupertimbangkan. Selain itu?”
“Yang kedua …” Indi menuliskan poin berikutnya dan Dira memperhatikan.
Dira tak percaya, ia harus belajar giat hanya untuk menjadi pasangan sempurna.
***

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

65