Bab 7 Pesta Pertama

by Ally Jane 17:10,Jan 22,2021
Dira mendapati dirinya lagi-lagi beruntung ketika melihat penampilan sempurna Jeremy dalam balutan stelan krem yang dipilihkannya. Warna yang serasi dengan gaun selutut yang dikenakan Dira.
“Apa kita sudah selesai?” tanya Jeremy yang tampaknya sudah cukup lama menunggu Dira di ruang tunggu butik itu.
Dira melihat bagian samping kerah kemeja Jeremy yang tidak terlipat rapi dan mendekat pada pria itu. Dira mengulurkan tangan dan merapikan kerah kemeja pria itu.
“Sekarang sudah,” jawab Dira. “Tapi, apa ada tamu undangan yang harus aku kenal di sana nanti?” Dira mendongak menatap Jeremy.
“Hanya satu orang yang kukenal cukup dekat di pesta itu nanti,” jawab Jeremy. “Aga, sahabatku. Kami sangat dekat. Dia bekerja di perusahaan kakekku.”
“Apa dia tahu tentang rahasia kita?” Dira memastikan.
“Aku belum memberitahunya tentang itu. Tapi, untuk sementara kurasa dia tidak perlu tahu. Aku sedikit membuatnya kesal kemarin, jadi aku belum bisa yakin apa dia akan berada di pihakku,” jawab Jeremy.
Dira mendengus tak percaya. “Kau memang tampak pandai mencari musuh.”
Jeremy balas mendengus. “Apa itu berarti, kau menganggapku musuh sebelum ini?”
Dira mengangguk tanpa ragu. “Tapi, kuharap kita bisa bekerja sama dengan baik untuk ke depannya,” ucap Dira.
“Apa aku bahkan punya pilihan selain itu?” sahut Jeremy. “Kita berada di kapal yang sama sekarang.”
Dira mengangguk setuju, lalu melangkah mundur. “Ya. Jika aku tenggelam, kau juga akan tenggelam. Rasanya tidak begitu buruk mengetahui bahwa aku tidak akan tenggelam sendirian.”
Jeremy mendengus pelan, lalu menawarkan lengannya pada Dira. Dira menggaet lengan pria itu, lalu mereka melangkah meninggalkan butik, menuju pesta pertama mereka sebagai pasangan.
***
Aga tampak terkejut ketika melihat Jeremy datang bersama Dira ke kafe tempat acara pesta pertunangan entah siapa itu. Jeremy sempat membaca nama Zion dan Natasha, tapi ia tak merasa mengenal nama itu. Sejujurnya, sejak dulu Jeremy tak punya banyak teman. Selain Aga.
Teman satu-satunya sekaligus sahabatnya itu sampai mengucek mata berkali-kali melihat Jeremy. Terhibur dengan reaksi sahabatnya itu, Jeremy mengajak Dira menghampiri Aga untuk memperkenalkan mereka.
“Dira, kenalkan, ini Aga, sahabatku,” Jeremy berbicara pada Dira.
Wanita itu mengulurkan tangan pada Aga yang masih tampak terkejut. Jeremy sampai harus menyenggol Aga.
“Ini Dira, calon istriku,” Jeremy memperkenalkan pada Aga.
Aga akhirya menjabat tangan Dira dan menyebutkan namanya, “Aga.”
“Dira,” sahut Dira. “Boleh aku tahu kenapa kau begitu terkejut melihatku bersama calon suamiku? Apa jangan-jangan … dia punya wanita lain selain aku?”
Aga gelagapan dan menggeleng cepat, membuat Jeremy tak dapat menahan senyum gelinya.
“Bu-bukan begitu. Aku hanya … well, selama ini dia tak tampak tertarik pada wanita, jadi …”
“Apa itu rahasia yang seharusnya aku tidak tahu?” Dira menoleh pada Jeremy.
Jeremy mendengus geli, lalu merangkul pinggang wanita itu. “Tidak ada rahasia,” ucapnya. “Tidak ada wanita lain, atau pria lain.”
“Dude, what the …” Aga melotot ngeri dengan tatapan tertuju pada Jeremy.
Jeremy lagi-lagi tersenyum geli melihat reaksi Aga, puas.
“Jangan bilang, sahabatmu ini cemburu, Remy,” celetuk Dira.
Jeremy agak terkejut mendengar cara Dira memanggilnya. Hanya keluarganya yang menggunakan nama panggilan kecilnya itu. Bahkan, Aga pun tidak menggunakan panggilan itu.
“Maaf, jangan salah paham,” Aga menanggapi. “Aku hanya tak terbiasa melihat anak ini bersikap seperti ini. Seringkali kupikir dia adalah bongkahan es dari kutub selatan. Oh, dan sejujurnya, aku sempat berpikir jika dia benar-benar tak tertarik pada wanita.”
Jeremy sudah akan mendebat itu ketika mendengar dengusan geli Dira. Jeremy menatap wanita itu dan mendapati wanita itu tersenyum. Jeremy baru tahu jika wanita itu bisa tersenyum juga. Jeremy tak pernah melihat Dira tersenyum sebelumnya.
***
Ketika pasangan yang bertunangan di acara itu menghampiri Jeremy, Dira, dan Aga, diiringi tatapan semua undangan di kafe itu, Dira tahu, ia sudah melakukan hal bagus dengan datang ke acara ini bersama Jeremy. Mereka mendapatkan publikasi yang mereka inginkan.
Terlebih, Dira sempat melihat ada salah satu teman kuliahnya di sana. Mereka datang ke pesta yang tepat, ke lingkungan yang tepat, untuk publikasi. Sekarang, Dira hanya harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk menunjukkan pada mereka tentang kesempurnaan hubungannya dengan Jeremy.
Pasangan pemilik acara itu, Zion dan Natasha, yang namanya tertera di papan yang dipajang di depan dengan tulisan yang estetik, menyapa Jeremy.
“Sepertinya, ini pertama kalinya kita bertemu setelah lulus SMA, ya?” tanya Zion.
Jeremy mengangguk, lalu melirik Aga.
“Ah, aku beberapa kali bertemu Zion di pesta perusahaan,” Aga menjelaskan pada Jeremy. “Ketika dia memberitahuku akan bertunangan di salah satu kafe cabangmu, dia memintaku mengundangmu juga.”
“Kau tak mengatakan apa pun padaku, malah asistenku yang memberitahuku tadi pagi,” desis Jeremy kesal.
Aga meringis. “Aku lupa, Bung.” Aga menepuk pundak Jeremy.
“Kau pasti takut jika aku datang membawa calon istriku, kan?” sahut Jeremy dengan senyum meledek.
Aga berdehem.
Zion tergelak dan menanggapi, “Benar juga. Kulihat di acaraku ini, hanya Aga yang datang sendiri.”
“Sebenarnya, dia sudah dijodohkan,” celetuk Jeremy. “Hanya saja, dia dijodohkan dengan orang yang sulit diatur.” Jeremy mendengus geli.
Aga mendecak kesal. “Tidakkah kau seharusnya membantuku tentang itu?” ucapnya pada Jeremy.
Jeremy mengedik cuek.
Dira mengerutkan kening heran. Siapa wanita yang dijodohkan dengan Aga? Apa itu ada hubungannya dengan Jeremy?
“Kau orang yang paling dekat dengannya, tak bisakah kau mencoba berbicara dengannya?” Aga protes pada Jeremy.
Jeremy kembali mengedik. “Kau tahu dia terlalu tangguh, karena itu aku melepasnya.”
Dira mengernyit. Apa wanita itu adalah wanita masa lalu Jeremy? Namun, kenapa pria itu tak mengatakan apa pun tentang itu?
“Omong-omong, kudengar pesta pertunangan kalian akan dilaksanakan minggu depan,” singgung Zion.
Jeremy mengangguk. Tangannya meraih tangan Dira dan menggenggamnya, lalu mengangkat tangan mereka dan berkata, “Aku sudah tidak sabar untuk memasang cincin di jari ini agar semua orang tahu jika dia milikku.”
Dira nyaris melotot mendengar kata-kata Jeremy itu. Dari mana pria itu belajar kata-kata menjijikkan seperti itu? Bahkan, Aga mengernyit jijik melihat Jeremy, meski Zion dan Natasha tersenyum geli.
“Semua orang juga sudah tahu jika dia milikmu, Bung,” celetuk Aga. “Kakekmu memastikan semua orang tahu tentang itu.”
“Apa itu berarti, kau akan masuk ke perusahaan kakekmu setelah menikah, Jer?” tanya Zion.
Jeremy mengangkat alis. “Untuk apa?”
Zion menatap Dira dan Jeremy bergantian. “Eyyy … semua sudah tahu jika itu hanya pernikahan bisnis.”
Jeremy mendengus geli. “Maaf, tapi bagiku tidak.” Jeremy merangkul bahu Dira. “Aku tidak seperti kalian. Aku membangun Jazz Café dengan kemampuanku sendiri. Aku menikah bukan karena bisnis. Tapi, karena aku memang ingin wanita ini ada di hidupku untuk selama-lamanya.”
Oh, perut Dira mendadak mual mendengar kata-kata Jeremy itu. Dari mana sebenarnya pria itu belajar kata-kata menjijikkan begitu? Ini sangat bertolak belakang dengan sifat dingin yang selalu dilihat Dira darinya.
Tidak ada patung es yang sanggup berbicara semanis itu. Well, kecuali Jeremy, mungkin.
***

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

65