Bab 19 #Perbedaan saat sediri dan pacaran

by Hyoki 12:27,Feb 18,2021


“dek tumben ada dirumah”
Kata Cici begitu membuka pintu rumahku. Membuatku mengerutkan dahi, mendengar kata-katanya.
“adek memang selalu dirumah kok”
Jawabku,
“Adek tuh bukan lagi homebody sekarang. Sebulan ini juga aku susah banget buat bisa keluar bareng adek”
Ungkap Cici.
Apa aku seperti itu? kalau kuingat lagi, memang aku jadi lebih banyak menghabiskan waktu diluar bersama Mas Galih, jikapun aku berada dirumah Mas Galih juga pasti datang menemaniku. Sudah seperti lem yang menempel padaku Mas Galih selama sebulan pacaran ini.
“oh iya dek buku baru terbitan Haru udah ada yang baru loh, gimana mau sekalian beli sama aku”
Tanya Cici kemudian.
“iya? Tapi uang belanjaku bulan ini udah aku abisin buat beli itu”
Kataku, sedikit menyesal karena tak bisa membeli buku bulanan dari penerbit yang jadi favoritku. Padahal bulan lalu aku menunggu buku itu louncing. Tapi sekarang uangnya malah aku habiskan membeli beberapa make up dan pakaian baru untuk kupakai saat keluar bersama Mas Galih.
“yah, Adek padahal dulu nggak pernah kelewat buat beli buku baru, sekarang malah beli baju sama make up, bener ternyata pacaran itu bisa merubah orang ya?”
Ungkap Cici.
“aku? aku berubah begitu?”
Tanyaku, bertanya apa benar-benar berubah sejak menjadi pacar Mas Galih. kulihat tumpukan baju dan paket yang masih belum ku buka. Isinya sangat berbeda dengan aku yang dulu.
Sekarang aku seperti perempuan kebanyakan, membeli make up, tas, sepatu, baju. Kulihat juga beberapa kamera yang dulu selalu menjadi temanku.
“udah coba resep cake yang kemaren itu?”
Tanya Cici lagi. aku hanya mengelengkan kepala, dengan muka masam. Aku jadi semakin sadar, sudah lama aku tak menyentuh dapurku dan peralatan masakku. Karena selalu makan bersama Mas Galih. beberapa kali memang aku memsakan untuk Mas Galih, tapi tetap saja rasanya berbeda saat aku harus memasak untuk bereskperimen dengan masakanku sendiri.
Mengapa aku jadi berbeda begini.
“Ci, apa aku berubah banget ya?”
Tanyaku, jadi sedikit khwatir soal perbedaan diriku yang sekarang dan yang dulu.
“iya, dulu kumpul bersama denganku, Linda dan Mas Rafa jadi satu-satu waktumu untuk dihabiskan bersama. Tapi sekarang Adek punya Mas Galih. tapi itu normal kok namanya juga pacaran. Pasti bakal lebih banyak waktu yang dihabiskan bareng pacarkan”
Jawab Cici.
“jadi nggak papa kan?”
Tanyaku memastikan lagi, aku jadi bertanya-tanya apa semua itu baik untukku, maksudku perbeadaan dan perubahanku. Meski aku mendengar itu hal yang normal tapi tetap saja jadi sadar ada yang berubah itu, rasanya tak enak.
“nggak papa, kalo gitu gimana kalo kita pergi ke toko buku terus ke kafe tempat biasa”
Ucap Cici, membuatku merasa lebih baik, rasanya sudah lama aku tak pergi bersamanya, ah mungkin aku yang berlebihan, padahal itu baru sebulan. Tapi entah kenapa aku sangat merindukan pergi keluar bersama sahabatku yang satu ini.
Aku memeluk Cici kemudian, aku merasa aku sangat merindukannya tiba-tiba. Kenapa aku jadi melupakan teman seperti ini saat setelah berpacaran. Berjalan keluar bergandengan tangan. Berlama-lama ditoko buku, dan lanjut menghabiskan soreku di kafe. Linda dan Mas Rafa juga ku ajak datang dan berkumpul bersama.

“wiih, ada Adek nih, kirain udah lupa kumpul sama kita, gimana seru pacaran sama Mas Galih?”
Tanya Mas Rafa, sedikit menyindirku.
“iih Mas Galih mah, Adek tuh kemerin-kemarin-“
Tak menyelesaikan kata-kataku,
“sibuk pacaran, udah sampe mana pacarannya, Adekmah nggak seru ah, jarang carita sama kita-kita”
“apa yang harus adek ceritain? Adek sama Mas Galih pacaran kaya orang biasanya kok, nggak ada yang special”
Jawabku, ya karena aneh rasanya dan apa yang harus diceritakan, aku tak tahu. Tak ada hal yang special atau hal-hal baru. Selain dari hanya selalu kesana kesani bersama.
“tapi adek makin sini makin cantic loh, asli deh. Sejak pacaran Adek makin cantic”
Lagi Mas Rafa, mengatakan hal yang aneh.
“engga, ah Adek dari dulu kaya gini-gini aja deh perasaan”
Jawabku, meski ada sedikit senang dipuji lebih cantic dihatiku.
“iya loh, Adek sekarang lebih cantikan, lebih perhatiin penampilan, belanjaannya aja baju, sepatu, make up, jadi aku nggak ada temen lagi beli buku deh”
Tambah Cici.
“iih Cici mah, Adek nggak gitu yaa”
Sangkalku, namun sayangnya memang aku jadi seperti yang dikatakan Cici.
“oooh, Adek, jadi bener nih sekarang udah pacaran bikin Adek jadi perempuan beneran”
Linda meledekku. Aku hanya mengerutkan bibirku, tak suka mendengar kata-katanya.
“lah, emang Adek dulu bukan perempuan?”
Tanyaku, sebal menjadi bahan bullyan teman-temanku ini.
“bukan, bukan gitu dek. Tapi sekarang Aura perempuannya, cantiknya lebih memancar gitu. Lebih perhatiin penampilan, pake make up, terus tau gak, bikin cowok-cowok iri. Banyak temen-temn Mas yang bilang Adek bisa pacaran tuh, pada nyesel nggak deketin Adek lebih awal”
Jelas Mas Rafa.
“iih, kalian tuh, udahan ah bahas itunya”
Kataku, meminta mereka menyudahi topik yang aku tak suka ini.
“cerita dong Dek, kemana aja ngedate sama Mas Galih, ngapain aja, udah sampe mana?”
Tanya Linda, melantur. Memang manusia yang satu ini, selalu bikin aku naik darah.
“hus, dikira aku ngapain aja sama Mas Galih. tadi aku udah bilang nggak ada yang special Cuma paling jalan-jalan, makan bareng, nonton sama kaya pasangan biasanya”
Ceritaku, memang seperti itu, tapi mereka yang mendengarnya menunjukan rasa tak puasnya.
“bukan itu maksudnya Adek, baik atau perhatiannya gimana, so sweetnya gitu, momen yang bikin jantung kamu dag dig dug gitu looh”
Tanya Linda lagi dengan nada gemas padaku.
“ooh, apa ya. Mas Galih emang perhatian banget sama aku. sering nemenin aku nulis naskah atau edit video di kafe terus kasih lotion tangan buat aku. anter-jemput aku, gantiin aku masak kalo main kerumah, nemenin main bareng Gege. Apa lagi ya gitu deh pokonya”
Ceritaku akhirnya, ada semurat senyum akhirnya dari wajah mereka setelah mendengar ceritaku.
“terus-terus, kalo jalan gandengan nggak? Kalo dingin dipakein jaketnya Mas Galih nggak? Pas Masak bareng jailin colek-colek tepung kaya didrama-drama nggak?”
Aku dihujani pertanyaan-pertanyaan aneh tanpa jeda tarikan napas darinya.
“iya, gitu deh pokonya kayak orang pacaran biasanya”
Jawabku singkat, malu saat momenku dengan Mas Galih tertebak oleh Linda.
“hahh sudah kuduga Mas Galih tuh idaman nggak kaya Mas Rafa”
Ucap Linda, dan membuat Mas Rafa mendelik tak suka.
“Dek, gituan belum”
Lagi, pertanyaan Linda kali ini melewati batas. Pipiku dibuat merah karenanya.
“iiih Linda. Udah ah, apasih bahas gituan kaya gitu”
Kataku, dengan nada meninggi.

“rasanya gimana Dek. Aduh parah kok jadi aku yang baper sih disini”
Ucap Cici setelah mendengar ceritaku, kupikir dirinya membaca buku tanpa mendengar atau tertarik dengan ceritaku.
“gitu aja pertama iya, tapi kesini-sini mulai agak gimana ya"
Kataku. Linda, Mas Rafa, dan Cici terheran mendengarnya.
“sekarang nggak ada deg deg-an gitu. Atau perasaan berbunga-bunga atau kepingin berhentiin waktu gitu Dek. Kok nggak seru banget”
Protes Linda. memang seperti itu. belakangan aku dan Mas Galih jadi sangat monoton. padahal awal benget apa lagi waktu di Malang itu sweet banget.
“Dek, Kamu manusia apa robot sih. masa kamunya biasa gini responnya”
Tambah kekasih Linda mengungkapkan keheranannya atas perasaanku.
“adek suka kok waktu diperhatiin, suka waktu pas Mas Galih sikapnya baik banget sama Adek. tapi buat perasaan kaya yang kalian tanyain, mungkin ehmm apa ya, aku nggak tau”
Belaku akhirnya.
“Dek jujur deh suka nggak sih sama Mas Galih?”
Tanya Cici memastikan perasaan yang sesungguhnya aku masih tak yakin dengan itu.
“suka, Adek suka Mas Galih. Mas Galih baik, perhatian, ganteng, tapi kadang”
Jawabku, dengan tidak menyelesaikan kalimatku
“apa, kadang apa?”
Tanya Mas Rafa
“aku tuh jadi sadar, pacaran tuh ribet. Aku harus pilih baju yang mana buat keluar sama Mas Galih, karena rasanya aneh aja gitu pacaran sama seorang dokter gaya aku masih kaya dulu. terus ada nggak enak juga kalo ada temen cowok gitu yang nanya, dan soal makan juga sekarang aku jadi ikutin menu kesukaannya Mas Galih, termasuk jadwal aku biar bisa bareng sama Mas Galih. aku nyaman sama sikapnya Mas Galih, tapi aku juga malah nggak nyaman kaya aku nggak jadi diri sendiri”
Ceritaku yang sesungguhnya tentang perasaanku.
“hah, kok bisa sih Dek”
Tanya Cici setelah tahu perasaanku yang sesungguhnya.
“iya, tadinya aku pikir Cuma perasaan aku aja aku yang mulai berubah, tapi setelah tadi kita ketemu, aku makin sadar kalo aku berubah banyak, nggak liat baju aku sekarang? dulu mana pernah aku pake warna manis gini, pasti warnya yang abu, putih, item, cream. Dulu juga aku lebih focus sama diri aku sendiri, ngabisin waktu buat hobi aku sendiri, tapi sekarang aku hampir nggak punya waktu buat itu, termasuk jalan bareng kalian. lebih banyak sama Mas Galih”
Lanjut ceritaku.
“Dek sayangkan sama Mas Galih?”
Tanya Linda, membuatku memikirkan perasaan lagi diriku pada Mas Galih.
Tak sempat kujawab, Mas Galih menelponku
“iya Mas, apa? Didepan?”
Tanyaku, saat kutahu Mas Galih datang menjemputku dan tengah berdiri didepan kafe.
“oh iya, aku liat, aku kesana”
Jawabku, dan menutup telponya.
“ehm Adek duluan udah dijemput”
Pamitku, maski tak enak pada mereka, dan aku juga masih betah, ingin menghabiskan waktu bersama mereka.
“ya dek, hati-hati. Nanti kita ngobrol lagi”
Ucap Mas Rafa.
“daah”
Kataku sekali lagi, dan berdiri berjalan keluar pintu menghampiri Mas Galih.

Sepanjang perjalan kerumahku, aku jadi memikirkan hubunganku kembali.
Apa hubungan ini benar, apa keputusanku untuk jadi kekasihnya itu benar kulakukan?
Kutatap lama Mas Galih, duduk disampingku dan tengah mengemudi.
Tampan. Hanya itu kesimpulan setelah lama kupandangi Mas Galih. ingin memastikan lebih jauh, soal yang tadi dibicarakan teman-temanku. Akhirnya aku yang dengan konyolnya melakukan percobaan dengan hatiku ini.
Tanganku menyentuh dan memegang tangan Mas Galih. mengusapnya. Namun masih tak ada reaksi apapun, soal getaran-getaran yang tadi Mas Rafa katakan. Apa aku ini robot, mengapa aku tak mengalami perasaan apapun saat memegang laki-laki tampan seperti Mas Galih.
“kenapa? Adek mau goda Mas ya? Dari tadi liatin Mas lama terus sekarang pegang tangan Mas kaya gini”
Tanya Mas Galih sadar sikapku yang tiba-tiba jadi seperti ini. dan sayangnya Mas Galih salah mengartikan sikapku. Tak ada maksudku untuk menggodanya. sungguh.
“kenapa? Mas Galih nggak suka Adek pegang kaya gini?”
Tanyaku, sekaligus memastikan perasaannya padaku.
“suka, suka benget. Tiba-tiba dipegang tangan Adek kaya gini tuh bikin jantung Mas deg deg-an gimana gitu”
Jawab Mas Galih. membuat mataku berkedip berkali-kali, tak percaya. Mas Galih merasakan perasaan yang tadi lama kubicarakan dengan teman-temanku, dan disini hanya aku yang tak merasakan itu.
Aku hanya tersenyum mendengar jawaban Mas Galih itu. bahkan kini Mas Galih membenarkan tanganku dengan membuatnya seperti terjalin bersama tangannya. Mencium tanganku kemudian. Manis sekali perlakuan Mas Galih padaku, selalu begitu Mas Galih banyak sekali menunjukan rasa cintanya padaku. Bahkan terakhir Mas Galih menunggu satu jam lamanya hanya untuk bisa makan siang bersamaku saat aku harus ada rapat hari itu. Mas Galih selalu menjagaku, memperhatikanku, memberikan banyak cintanya padaku. Mengapa aku tak tersentuh, maksudku aku terharu dan berterimakasih juga menghargai semua sikapnya itu, tapi hatiku, mengapa masih tak bisa merasakan getaran cintanya padaku.
“love you Dek, Mas sayang banget sama Adek”
Ucap Mas Galih. mendengarnya mengungkapkan perasaannya padaku seperti itu, aku jadi bertanya pada diriku, apa aku menyayangi Mas Galih, apa aku memilki cinta dihatiku untuk kekasihku ini.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

55