Bab 1 Prolog #Sayang, cantik tapi kok masih sendiri

by Hyoki 09:03,Feb 18,2021
#Hubungan manusia yang terasa lebih seperti perlombaan.


Brakkk
Suara gebrakan meja keras terdengar, yang karena akulah si pelakunya. Ya, aku kesal dan tak bisa menahan lagi hingga menggebrak meja dengan kerasnya. Membuat suasana malam kumpul keluarga juga orang terdekatku hening seketika.
“stop! Stop tanya Adek soal laki-laki, stop bikin Adek harus ikutin pertemuan sama laki-laki, stop kenalin Adek sama laki-laki, dan stop bandingin Adek sama orang-orang diluar sana yang udah bareng laki-laki!”
Hahh hah hahhh
Masih mengatur napas yang terengah-engah, setelah mengucapkan itu semua. Akhirnya semua rasa dongkol dihatiku pecah. Semua mata fokus menatapku, kaget sepertinya atas apa yang baru saja kulakukan dan kukatan. Tak percaya mungkin, karena aku dikenal dengan sosok yang sedikit kalem dan lembut hanya saja karena mereka, keluarga dan orang-orang terdekatku tak pernah melihatku bersama dengan seorang pria diusiaku yang sudah 22 tahun ini, membuatku harus meledak malam itu.
Setiap kali aku bertemu dengan keluargaku, dan teman-temanku. Apa yang menjadi topik mereka selalu saja tentang laki-laki, hubungan, pacaran hingga kapan rencana pernikahan.
“Dek, kapan kamu bawa calon untuk dikenalkan pada nenek?”
“Dek, kamu tuh cari pacar sana atau Mas kenalin sama temen Mas biar gak jones”
“Dek, ketemu anaknya temen tante yuk, siapa tau aja suka. Ganteng loh anaknya temen tante itu”
“Dek, cantik-cantik kok masih sendiri aja sih. Sepupumu yang seusia denganmu sudah bertunangan kemarin kamu kapan?”
“Dek, mau ibu jodohkan dengan keluarganya temen Bapak?”
Sampai ibuku juga ikut berkata begitu.

Aahh! frustasi aku dibuatnya. Pertanyaan seperti itu tak pernah absen setiap tahunnya apa lagi saat hari raya kemarin. Dan gilanya aku meledak tak karuan saat malam kumpul bersama semua orang. Lagi pula siapa yang tahan terus-menerus didesak seperti itu. Memangnya suatu keharusan aku punya pacar? atau haruskah aku bersama laki-laki? Kalau tidak memang kenapa? Aku sendiri saat inipun hidupku baik-baik saja, atau sedikit tidak baik-baik saja jika kalian semua terus mendesakku. Aku baru saja lulus kuliah dan baru saja berusia 22 tahun. Tapi sudah ditanya hal-hal seperti itu. Memang sepertinya ada getar-getir soal ketakutan keluargaku jika nantinya aku masih sendiri samapai diusiaku sampai 25 tahun yang sudah harus dinikahkan, sebuah tradisi kolot yang masih bertahan.
Meski aku tahu alasannya dari mana. Adat, budaya, dan norma yang seperti tak disahkan, bahwa perempuan diusia sekian harus sudah bersama seseorang. Bahkan yang paling aku tak suka adalah ada anggapan jika wanita itu masih sendiri diusia yang hampir mencapai 30an, selalu saja terdengar bisik-bisik dan obrolan yang tak enak. Seperti alasan bahwa perempuan itu kurang baik, kurang menarik hingga tak ada laki-laki yang melirik.
Padahal wanita memiliki hidup yang seharusnya bisa lebih dari mendampingi dan jadi pendamping seorang laki-laki.
Belum lagi menjadi sebuah beban jika harus berkumpul bersama seperti hari raya, pertanyaan siapa, bagaimana suatu hubungan itu masih bisa diakali. Namun ketika sampai membanding-bandingkan dengan orang lain dan hubungan yang telah dijalaninya, itu terlalu berlebihan. Aku jujur tak bisa menerimanya, harga diriku sedikit terluka karenanya. Sejak kapan hubungan dan pernikahan itu diperlombakan? Seperti orang yang sudah memilki kekasih itu berarti sudah jauh lebih bahagia, dan yang masih sendiri itu digambarkan seperti orang yang tertinggal dalam kehidupan bersosial. Bahwa memiliki kekasih itu lebih baik dari pada mereka yang tidak memiliki kekasih, bahwa yang sedang menjalin sebuah hubungan itu lebih bahagia dari pada mereka yang masih sendiri.
Kupikir tak ada yang tahu bagaimana perasaan dan hati seseorang. bahagia itu tak ada standar dan pengukurannya dalam kehidupan seseorang. Meski bisa jadi ketika kita bersama seseorang mungkin ada yang bisa menemani dan diajak berbagi, tapi tetap saja suatu hari masalah akan tetap harus mereka hadapi. Mereka, berdua, dua pemikiran dan dua kepala. Ah aku tak yakin dengan itu aku bisa, karenanya aku lebih memilih sendiri dulu hingga saat ini.

#Sayang, cantik tapi kok masih sendiri

“taraa. Ini dia”
Ucapku, sangat antusias membawa masakan yang siap kusajikan pada teman-temanku.
“wah ini gyoza yang viral itu, amazing kamu bikin sendiri dek?
Kata Cika, atau biasa yang kupanggil Cici yang terdengar sama antusiasnnya denganku, terpukau mungkin dengan apa yang kumasak atau mungkin karena teman sipitku ini sangat suka makan.
“ini, coba, awas masih panas atau sini Adek tiupin dulu”
Huuuu
Akhirnya aku meniupi salah satu Gyoza panas yang kuambil sendiri dengan sumpitku dan kusuapi padanya saat panasnya mulai sedikit hilang.
“aaaa”
Ucapku lagi membuat mulut Cici terbuka dan siap memakan suapanku.
“Dek, loh ya kamu tuh baik, cantik, jago masak dan perhatian kayak gini tapi masih aja sendiri, gak mau nyari atau punya pacar gitu?”
Tanya Mas Rafa padaku, dan aku hanya mengacuhkannya karena topik itu menjadi sangat sensitive untukku.
“iya loh Dek, pasti yang jadi pacar kamu bakal ngerasa beruntung banget, cari pacar yuk atau aku aja yang cariin gimana? Pasti nggak ada yang mau nolak perempuan cantik plus baik kaya kamu deh”
Lagi, Linda menimpali ucapan Mas Rafa semakin memanaskan suasana yang aku tak suka jika arah pembicarannya mulai ke “cari pacar”
“iya Dek, nih liat Linda aja yang kaya gini bentukannya bisa dapet pacar kaya Mas, masa kamu kalah sih”
Balas Mas Rafa, sedikit berlebihan mengatai kekasihnya itu. dan mendapat pukulan akhirnya dari Linda.
“aw sakit sayang”
Katanya, meringis setelah mendapat pukulan dari kekasihnya itu.
“kalian itu, bikin Adek keliatan kaya yang ngenes banget deh, padahal Adek baik-baik aja kok, nggak punya pacar. Adek bahagia sendiri kaya gini”
Akhirnya aku menaggapi obrolan mereka.
Ah, namaku Kadek Kirana Putri. Ayahku asli Bali, namun sudah lama tinggal di Surabaya, semenjak menikahi ibuku, dan memiliki anaknya ini. dan aku selalu dipanggil Adek, karena aku juga bungsu dalam keluargaku, jadilah orang-orang terutama teman-teman dekatku memanggilku Adek.
“hey, Dek liat ini temen Mas, ganteng baik lagi, ini liat instagramnya”
Ucap Mas Rafa, memperlihatkan layar ponselnya padaku, aku lelah dengannya. Sikapnya yang selalu berusaha menjodohkanku itu, bahkan selalu memperkenalku dengan teman-temannya saat bertemu, Ouh membuatku malu.
“Ini Gilang ya, Dek coba deh kenalan sama dia, kamu pasti suka”
Lagi, Linda mendukung kekasihnya itu, sepertinya mereka memang ditakdirkan berjodoh.
“hey, berhenti dong jodoh-jodohin adek kaya gitu, jangan paksa dia”
Kata Cici mengehentikan aksi Mas Rafa dan Linda,
“aku tuh cuma kasian aja, sayang loh Adek udah dewasa, cantik, baik lagi, tapi nggak punya pacar kerjaannya cuma rebahan gak ada kerjaan dirumah kalo waktu luang”
Ungkap Mas Rafa, membela aksinya itu
“iih, Mas Rafa sok tau deh, Adek tuh banyak kerjaan tau”
Belaku, tak ingin dianggap jomblo yang tak punya kesibukan.
“tau tuh, Mas Rafa sok tahu, huu”
Kata Cici, satu-satunya orang yang mengerti diriku.
“emangnya ngapainnya aja dek?”
“ikut kelas barista, main bareng Gege (anjing puddle punyaku), nonton drama korea, belajar masak, terus ikut komunitas film sama cinematography buat di upload di Youtube. Belum lagi kerjaan aku jadi illustrator sekaligus Author itu super sibuk tau dan adek nggak punya waktu buat cari pacar atau pacaran”
Ceritaku,
“wah, aku baru tahu Adek sesibuk itu, tapi berhenti jadi perempuan sibuk atau jadi wanita karir nanti susah dapet pacar trus jomblo seumur hidup”
Balas Linda setelah mendengar ceritaku. Aku hanya terperanga, bagaimana dia bisa berpikir aneh begitu.
“iya, kamu tuh Dek sempurna tapi cuma satu kekurangan kamu, jomblo alias nggak punya pacar”
Wah pasangan ini benar-benar selalu bikin aku naik darah.
“hey, tunggu sejak kapan nggak punya pacar itu jadi kekurangan seseorang. No! it’s a big No! lagian aku itu bukan jomblo aku itu single, dan itu bukan kekurangan. Itu pi-li-han, okey”
Kataku, jelasku dan terangku pada pilihanku menjadi sendiri.
“terserah kamu Dek, tapi coba ketemu Gilang nanti ya, aku temenin ke butik terus kesalon dulu biar tambah cantik pas ketemu Gilang”
Tutup Linda.
Aku tak tahan lagi dengan mereka, kenapa semua orang seperti ini, terus mendorong aku. Kesal ku suapi saja mereka dengan gyoza masakanku tadi, berharap bisa menyumpal mulut mereka.
Aku tak mengerti mengapa mereka semua terus ingin membuatku punya pacar. Padahal menjalin hubungan dengan laki-laki, yang entah aku tak tahu siapa dan bagaimana orangnya bukankah itu terlalu berbahaya. Ketakutan terbesarku bagaimana jika orang itu, laki-laki yang menjadi pacarku itu bukan orang yang tepat untukku, bahkan lebih jauh lagi terpikir banyak laki-laki yang memanfaatkan hubungan berpacaran demi keuntungan mereka sendiri. Ah banyak sekali bayangan buruk dikepalaku.
Tapi terpikir pula olehku, bagaimana jika sampai nanti aku berumur, aku menjadi perempuan yang menua sendiri lalu kesepian. Aku tentu tak mau jadi seperti itu.
Meski aku selalu berkata aku wanita mandiri, aku terlalu sibuk untuk mejalin hubungan, dan tak mau merasakan menjadi bodoh akibat jatuh cinta, tetap saja aku takut merasa kosong dan kesepian. Beruntung sampai saat ini aku tak pernah benar-benar merasakan semua itu, karena aku selalu saja mempunyai kegiatan positif yang bisa kulakukan.
Jujurku, saat kulihat pasangan mesra dan tengah berbahagia dihadapanku seperti yang Linda dan Mas Rafa lakukan, dalam hatiku selalu bertanya, bisakah aku menjadi seperti mereka? bisakah aku merasakan cinta yang sedang mereka rasakan?
Ada sedikit inginku merasakannya juga, mungkin aku sudah teracuni mereka yang selalu mendesakku.
Hingga malamnya aku menerima pesan dari Bapakku, sebuah foto undangan pernikahan sepupuku yang baru kemarin melangsungkan pertunangannya, dan kini udangan pernikahannya sudah disebarkan. Sangat cantik foto kedua pasangan itu, namun yang menjadi perhatianku…
From: Bapak
Dek, sepupumu akan meninkah minggu ini, Bapak harap kamu gak datang sendiri ya, Bapak juga ingin segera melihat fotomu dalam undangan seperti itu, karena bapak sudah semakin tua Bapak harap kamu juga secepatnya punya pasangan ya Dek
-
Ahh, mengapa ini terasa menjadi beban? Punya pasangan? Haruskah aku mencobanya?
Setelah membaca pesan dari Bapakku, aku duduk memikirkan kembali hidupku. Soal tujuan dan lainnya termasuk pasangan, perlahan aku memikirnya dengan serius soal mencari pasangan dalam salah satu tujuan hidupku.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

55