Bab 5 #First kiss

by Hyoki 10:11,Feb 18,2021
“Adek”
Ucapnya, Mas Galih bergeser ke sampingku, mengambil tanganku.
“berhenti godain Mas”
Kata Mas Galih, matanya menatapku, entah kenapa aku seperti melihat api dari sana.
“Mas apa sih, siapa yang-“
Mas Galih membungkam mulutku dengan bibirnya, tangannya yang memegang tangaku tadi kini menyentuh leherku yang jenjang menurutnya, jari-jarinya menyentuh area di belakang telingaku. Ia menyesap bibir bawahku dalam. aku harus memiringkan kepalaku mencari celah agar tidak kehabisan napas.
“Mas..”
Panggilku tanganku berada di dadanya, sedikit mendorongnya jauh. Aku tak mau lagi berebut oksigen dengannya. ibu jarinya mengusap bibirku yang di buat terasa bengkah olehnya.
“Adek”
Panggilnya, dengan suaranya yang rendah dan serak. Aku tak menyangka akan secepat ini, padahal baru satu hari pacaran dan aku sudah melakukan ciuman seperti ini. besok-besok mungkin aku akan berakhir di kamarku dengan bertelanjang bersamanya.
No! No! Adek, jangan mikir yang aneh-aneh!
Aku tak bisa menjawab panggilannya, tenggorokanku terasa sangat kering. Aku meraih gelasku dan meneguk kasar minumanku. Mas Galih menertawakan suara yang kuhasilkan saat aku berusaha menelan air itu dengan susah payah.
Tangannya mengusap lembut puncak kepalaku, tubuhnya semakin condong dan akhirnya memelukku. Kepalaku di biarkan bersandar di dadanya. Dapat ku rasakan dan ku dengar detak jantungnya. Tanganku yang selalu penasaran itu, menyentuh dada yang berdetak itu.
Aku bisa merasakan jantungnya berada dalam telapak tanganku. Mataku membulat, aku menatap pemilik dada kokoh itu. untunglah aku dan Mas Galih makan bukan di meja makan, melainkan lesahan di karpet ruang tengah. Mas Galih membuatku bersandar pada sofa yang berada di belakangku, tangannya mulai menyentuh leherku lagi, wajahnya semakin maju dan semakin dekat denganku. aku memperhatikan bibirnya, seperti sangat kelaparan mulut Mas Galih saat sebelum meraup bibirku. Decakan suara ciuman itu bahkan terdengar jauh lebih keras dari tadi. Mas Galih menekan tengukku untuk memperdalam ciumannya. Aku berusaha mengimbanginya, saat lidahnya menerobos masuk kedalam ronggaku, aku hanya membiarkannya menyapa apa yang ada didalamnya. Aku menyesap lidahnya, bibirnya.
“akhh”
Desahnya terdengar sangat sexy. Untuk pertama kalinya aku mendengar suara seperti itu, serak sekali. Entah Mas Galih menikmatinya atau kesakitan karena ulahku.
Ceklek
“Dek Mas Mau-“
Tiba-tiba saja Mas Rafa muncul membuka pintu rumahku, berdiri didepanku Mas Galih yang tadi sedang berciuman di atas karpet putihku, aku yang hampir di buat terbaring oleh Mas Galih.
Tak ada yang bergerak. Akupun hanya bisa mengulum bibirku sendiri yang pasti sudah sangat merah merekah itu. aku menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal, kikuk. bagaimana bisa sahabatku melihat aku yang telah berciuman dengan kekasihku.
“Mas Rafa”
Sapaku akhinya,
“oh, Mas nanti telpon kamu lagi, Mas pergi dulu”
Ucapnya sebelum meninggalkan susu strowbery di meja di sampingku. Sedikit berlari Mas Rafa pergi ke arah pintu. Wajahnya yang seperti itu, aku tak pernah melihat ekspresi Mas Rafa yang seperti itu, datar, beberapa kali aku mendengar geretakan giginya, tatapan matanya yang sedikit bergetar. Apa Mas Rafa terkejut dengan apa yang kulakukan? pasti, begitu. Aku saja yang di cium Mas Galih sangat kaget. Tapi kenapa aku membiarkan Mas Galih kedua kalinya menciumku malam ini.
“siapa?”
Tanya Mas Galih, tatapannya sangat serius. Aku bingung, kenapa semua orang harus menampilkan tatapan seperti itu.
“itu Mas Galih, inget Linda yang waktu itu makan bareng? Itu pacarnya, Mas Rafa. Linda, Mas Rafa, Cici, dan aku bersahabat udah lama banget. Mas Rafa tinggal di samping”
Mendengar itu Mas Galih tiba-tiba ada raut terkejut lebih dari saat Mas Rafa muncul tadi.
“kenapa?”
“enggak”
Mas Galih kemudian memainkan tanganku dan jari-jariku, tangannya membelai wajahku. Aku menirukan apa yang Mas Galih lakukan. Akupun mendekap wajah Mas Galih dengan kedua tanganku. Memandanginya lekat. Namun Mas Galih lagi-lagi memajukan wajahnya yang kupegangi itu. berbeda, kali ini aku tak membiarkan bibirnya melahap bibirku lagi, aku menjauhkannya dan kepalaku juga sedikit menjauh mundur darinya.
“udah Mas, gak puas ciumin adek?”
“enggak, Mas kecanduan”
Jawabnya, aku langsung beridiri dan mengambil jaket Mas Galih yang di bukanya tadi saat sampai di rumahku.
“pakai ini dan cepet pulang yaa”
Kataku, aku tersenyum mengatakannya, meski yang kulakukan itu adalah sebuah pengusiran.
“jahat banget si Dek, padahal masih pengen”
Mas Galih cemberut,
“aiguuu, lucu sekali pacarku ini. Besok Mas Galih kerja jadi cepet pulang, tidur”
Kataku, menarik tubuh Mas Galih yang malas berdiri. Mas Galih tetap menggenggam tanganku sampai didepan mobilnya.
Cup
Di keningku, Mas Galih mangecupku disana.
“dah, tidur, kunci pintumu”
Ucap Mas Galih.
“iya iya Mas, udah pulang sana”
Kataku, Mas Galih masuk ke dalam mobilnya dan mulai menyalakan mesinnya. Tak lama Mas Galih melaju dan sudah berjalan jauh dari area rumahku. Saat aku akan berbalik, seseorang menatapku dengan tangannya yang dilipat di dadanya. Ekspresinya sangat masam.
“apa Mas Rafa? Adek baru selesai pacaran”
Kataku sambil berjalan masuk kerumahku, Mas Rafa mengikutiku dari belakang.
“Dek”
“apa?”
“tapi pacaran itu gak sampe kayak gitu, gimana kalo kamu sampe di apa-apain?”
“tapi yang apa-apain itukan pacar Adek, jadi gak papa”
“itu apa-apa! Kamu bisa terluka!”
Mas Rafa membentakku.
“Mas gak mau liat kamu terluka, liat ini”
Kata Mas Rafa, menyentuh bibirku, dekat sekali. Bibirku memang tadi sempat di kulum dan di hisap sangat kuat oleh Mas Galih, satu titik bengkak disana, warnanya lebih gelap dari pada area bibirku yang lainnya.
“ahk”
Meski Mas Rafa cukup pelan menyentuh bibirku itu, tapi rasanya jadi sedikit berkedut.
“perihkan?”
aku hanya menyirit
“sekali lagi Mas liat kamu sampe di apa-apain sama orang itu, Mas habisin tu orang”
Kata Mas Rafa sangat emosi.
“Mas Rafa tuh kenapa sih? Kemarin bilangnya Adek harus pacaran, bahkan sampe mau adain syukuran, dorong-dorong Adek supaya deket sama cowok. Giliran Adek udah pacaran-“
“karena Mas pikir, Mas gak akan liat kamu kaya gitu sama cowok lain, Mas- Mas itu..Mas Cuma gak rela”
Putusnya, nada suaranya semakin turun, dan hampir tak terdengar. Mas Rafa kemudian membuka susu strowbery yang dibawanya tadi, menusuknya dengan sedotannya dan memberikannya padaku. Akupun hanya menerimanya dan meminumnya begitu saja. Mas Rafa memang setiap malam memberiku susu strowberi. Selalu.
“makasih Mas, Adek tau Mas Rafa khawatir sama Adek, tapi Adek gak papa kok”
Ucapku, memgang tangannya sedari tadi di kepalkannya itu. Mas Rafa menatapku, tatapan teduhnya. Aku tersenyum padanya, Mas Rafa memelukku.
“jangan kayak gitu lagi, jangan sampe terluka lagi”
Katanya, sambil mengacak-acak rambutku.
“Mas Rafa? Adek?”
Kata Cici yang melihat aku di peluk Mas Rafa, melebih-lebihkan reaksinya, tapi itu pemandangan yang biasa karena Mas Rafa memang selalu sedekat itu denganku. Mas Rafa sudah sama seperti Mas Rama bagiku, Mas-ku sendiri, kakakku.
“Liat si Adek!”
Mas Rafa mendorongku, dan menyodorkan wajahku pada Cici yang masih berjalan mengahiriku dan Mas Rafa.
“sampe bengkak gini”
“diapain?? Di gigit?”
Tanya Cici, reakasinya sama anehnya.
“iya kegigit kayanya tadi waktu dicium-“
Aku keceplosan, kenapa aku harus menceritakan ituu!! Cici langsung membungkam mulutnya, matanya membulat, hampir loncat dari kepalanya.
“sehari pacaran langsung kissing??”
Kata Cici dengan volume yang over itu.
“sutt orang komplek udah pada tidur juga”
Kataku,
“Cerita-cerita, tadi ngapain aja”
Kata Cici, dan setelah itu aku Mas Rafa dan Cici duduk di carpet, menaruh meja di samping ruangan. Menurunkan beberapa bantal dan cemilan. Aku mulai menceritakan hariku bersama pacar baruku. Mas Rafa masih dengan ekspresi tak sukanya, ia hanya memindah-mindahkan channel TV-ku.
“Mas Rafa katanya mau nonton After2, kenapa masih belum di puter filmnya”
Ucapku mengingatkan pacar Linda yang sedang di luar kota itu. Linda sedang sibuk dengan kegiatan modelnya, pemotetan dan foto shoot selalu membuatnya sibuk.
“ah lupa”
Santai. Aku melanjutkan ceritaku dengan Cici sampai malam. Sampai akhirnya aku mengantuk dan tertidur diruang tengah bersama Mas Rafa dan Cici, yang tidur sudah terlelap di sofa memeluk Gege.
“Dek, Mas olesin salep, kalo perih bilang ya”
Ucapnya padaku yang sudah sangat mengantuk itu, mataku bahkan sudah terpejam saat Mas Rafa mengoleskan itu. jarinya kurasakan begitu lembut, di bibirku.
“biar aku hapus dia dari bibirmu”
Sepertinya aku bermimpi. Tapi aku mendengar itu, dan sesuatu yang lebih lembut dari sebuah jari tangan menyentuh bibirku. Entahlah aku mengantuk.

*
“ehmm”
Lenguhku saat bangun, bibirku agak kaku. Aku mengingat apa yan terjadi semalam. Tanganku menyentuh bibirku yang jadi seperti ada lapisan keras di atasnya.
“Mas Rafa”
Kataku saat melihatnya masih tertidur di sampingku, tangannya menjadi bantalan tidurku semalaman. Cici yang masih tidur di sofa sambil memeluk Gege.
“Adek”
Panggil Mas Rafa, tidak membuka matanya. Namun tangannya yang malah memelukku, kakinya yang ia tumpangkan di tubuhku. Aku terkunci olehnya.
“Mas Rafa berat ah”
Aku berusaha menyingkirkan tangannya yang berotot itu dari tubuhku.
“bentar aja”
Jawabnya dengan suara seraknya.
“hahh”
Aku yang juga malah ikut jadi merasa malas untuk bergerak, berbalik menghadap tubuh Mas Rafa. Bersembunyi di dadanya.
“Mas Rafa anget”
Aku mulai melantur.
“hemmm”
Mendengar perkataanku tadi Mas Rafa jadi lebih erat melingkarkan tangannya di tubuhku. Merasa sangat nyaman dalam pelukan Mas Rafa ini. tak lama aku tertidur kembali.
“aduh pacarku malah peluk Adek jadinya, sini biar aku peluk”
Suara Linda. Aku dan Mas Rafa langsung bangun begitu mendengar perkataannya.
“Lindaaa, kapan pulang?? Seharusnya kamu liat aku semalem”
“kenapaaa??
Tanya Linda yang memeluk Mas Rafa dari belakang. Posisinya sangat aneh jika dilihat. Mas Rafa memelukku, dan Linda memeluk Mas Rafa dari belakang. Itu seperti tiga orang dalam sebuah kisah yang menyedihkan. Tapi bukan itu yang terjadi.
“Adek di cium Mas Galih sampe bengkak gini”
Kataku, menyodorkan bibirku yang bengkak pada Linda yang terhalang tubuh Mas Rafa. Aku harus menaikan kepalaku agar Linda bisa melihatnya.
“wah, liar juga Si dokter hewan”
Kata Linda. Mas Rafa yang masih enggan membuka matanya, menekan kepalaku untuk kembali tertidur di lengannya.
“Mas Rafa pacarmu itu di belakang, jadi lepasin Adek”
“males ah, pengen peluk Adek aja, pacar Mas sibuk mulu, pergi-pergi mulu”
Kata Mas Rafa.
“mulai deh, berantem ininih pasti nanti”
Kata Cici dari atas sofa.
“Cici bantu Adek keluar dari masalah mereka”
“sini-sini”
Kata Cici.
“Lepasin Adek!”
Akhirnya aku memukul-mukuli tangan Mas Rafa yang melingkar di perutku. Namun Mas Rafa semakin mengeratkannya. Aku tak kehabisan akal, akhirnya aku menggelitiki perut Mas Rafa.
"aaah ah Geli, Adek Geli”
Kata Mas Rafa, akhirnya melepaskan pelukannya. Linda yang memandangi tingkahku dan Mas Rafa hanya bisa menggeleng tak percaya.
“mana yang pacar sama mana yang cuma temen gak ada bedanya”
Kata Linda.
“aku pergi beli sarapan buat kita dulu ya, di supermarket depan. Mas Rafa yogurt blackberry sama sari roti kan? Linda mau apa?”
Tanyaku
“ehm, aku samain saja”
Ucap Linda, aku mengangguk, pergi kekamar dan mengambil dompetku dan tali Gege.
“aku pergi bareng Gege”
Kataku sambil membuka pintu dan memakai sendalku. Tak lama aku pergi, dan saat kembali Cici sedang bermain ayunan di taman rumahku.
“loh kok sendiri di sini?”
“di dalem lagi ribut kayaknya”
Jawab Cici
“ribut?”
“anehkan?”
“iya, setahuku mereka sweet-sweet aja selama ini”
Memang hanya itu yang kutahu, selain memang Mas Rafa yang bekerja lebih banyak di studio fotonya sebagai pothographer dan Linda mulai bekerja untuk salah satu perusahaan yang menaungi banyak model, ia jadi memiliki banyak pekerjaan. Mungkin karena jadi tak ada waktu untuk Mas Rafa, jadinya agak sedikit renggang di antara keduanya. Sebelumnya Mas Rafa dan Linda bersama karena Mas Rafa selalu dimintai memotret foto Linda untuk sebuah majalah. Dan entah bagaimana mereka akhirnya berpacaran dua tahun lamanya.
Brakk
Linda membanting pintu rumahku, dan keluar menaiki mobilnya. Ia melaju dengan sangat cepat keluar dari komplek perumahan.
“kayaknya masalah besar nih”
Ucap CIci.
“Dek, aku langsung balik aja deh ya”
“loh kok gitu, aku gimana??”
Tanyaku pada Cici yang akan pulang kerumahnya yang berada di kompleks perumahan di ujung jalan.
“lah masuk kerumahmu Dek, suruh Mas Rafa pulang.”
“ah iya, itukan rumahku”
Sadarku,
“ini sarapanmu”
Aku memberikan susu dan sandwich untuk Cici.
“thanks Dek”
Kata Cici sebelum benar-benar pergi. Aku masih menarik bajunya, enggan untuk membiarkannya pergi.
“masuk Dek”
Kata Cici yang mendorongku sampai ke depan pintu rumahku.
“tapi-“
Belum sempat aku selesai bicara Cici sudah berlari jauh dari rumahku.
Aku akhirnya membuka pintu rumahku, aku harap mereka tak membantingkan semua barang-barang di rumahku. Dan saat kulihat semua masih utuh. Mataku tertuju pada Mas Rafa yang sedang duduk di sofa. Memandang ke arah halaman belakang rumahku.
“Mas, ini sarapannya”
“ehm, thank you Dek”
Mas Rafa mulai memakan rotinya dengan gigitan yang besar, kulihat selainya tertinggal di sisi bibirnya.
“pelan-pelan Mas, kebiasaan deh”
Kataku sambil mengusap selai yang belepotan di bibirnya.
“kamu juga kaya gini sama pacarmu itu?”
Tiba-tiba saja aku teringat pada pacarku.
“ehmm, enggak, mungkin belum, atau kerena pacarku makannya nggak belepotan kaya Mas Rafa”
Ledekku padanya. Mas Rafa tersenyum juga akhirnya setelah tadi wajahnya ia tekuk.
“ah Mas Rafa!”
Mas Rafa mengoleskan selai rotinya pada pipiku.
“Adek juga belepotan tuh liat”
Kata Mas Rafa dengan sangat tak berdosa,
“inikan gara-gara Mas Rafa”
“sini-sini Mas Bersihin”
Tangannya meraih wajahku, kupikir Mas Rafa akan mengusapnya tapi malah mengemuti pipiku.
“aaaa!!! Mas Rafamah, masa pipiku juga dimakan”
Protesku sambil memukul pelan dada Mas Rafa yang masih belum melepaskan pipiku yang masih di emutinya.
“manis loh Dek, Mas Rafa baru tahu pipimu itu enak kayak gitu”
Jawabnya.
“ih, Mas Rafa kanibal, bikin Adek takut aja”
Kataku, menjauh dari Mas Rafa. Namun Mas Rafa yang jahil terus mendekat kearahku. Aku berlari kearah dapur, Mas Rafa menjulurkan tangannya seolah akan menangkapku. Akhirnya aku berlari ke kamarku, tetap saja Mas Rafa mengikutiku bahkan kini aku dan Mas Rafa berguling-guling di atas kasurku. Mas Rafa begitu dekat denganku, kalau sudah bertemu selalu saja seperti dua bocah TK seperti itu.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

55