Bab 11 Part 11
by Dinda Tirani
09:21,Apr 26,2024
Aku pun hanya mengangguk pelan dengan perasaan penuh bersalah. Sementara, suamiku kembali menghembuskan napas dan menjatuhkan kepalanya ke telapak tangan kanannya. Kemudian, ia pun berdiri dan berjalan mondar-mandir. Hal itu dilakukannya ketika dia perlu menenangkan diri.
Tidak lama kemudian, suamiku pun langsung duduk kembali.
“Memang kamu kenapa bisa sampai selingkuh? Apakah ada yang kurang dari aku?” Tanya suamiku.
“Kenapa kamu begitu baik?” Tanyaku dengan penuh emosi.
“Maksudnya?” Tanya suamiku.
“Istri kamu itu baru aja jujur kalo dia selingkuh! Kamu nggak marah? Kamu nggak mencela aku?! Kamu nggak bilang ke aku betapa terkutuknya aku ini??!! Bahkan, kamu nggak mukulin aku?? Aku udah siap kok terima segala macam hujatan dan kekerasan dari kamu!!” Kataku dengan penuh emosi.
“Kenapa begitu?” Tanya suamiku.
“Kenapa begitu??! Karena aku emang pantes dapet itu semua dari kamu?!!” Kataku.
“Oke, makasih karena kamu sadar akan betapa terkutuknya perbuatan kamu. Tapi aku tanya sama kamu. Apa menurut kamu, aku ini seorang suami yang menyelesaikan permasalahan dengan menghujat dan memukuli istrinya sendiri? Aku memang tadi hampir melempar guci ke kamu. Dan aku minta maaf, karena aku begitu dikuasai amarah. Untunglah hati nuraniku masih ngingetin aku bahwa itu salah. Dan aku terpaksa melemparkan guci itu ke tembok demi melampiaskan amarahku. Aku minta maaf kalo itu ngebuat kamu takut.” Kata suamiku.
Ah... Mendengar perkataan suamiku, air mata langsung membanjiri pipiku. Aku begitu tak kuasa menahan tangis. Di saat seperti ini, bisa-bisanya dia berkata demikian. Bisa-bisanya dia berkata bahwa ada hal yang kurang dari dirinya sebagai suamiku. Bahkan, bisa-bisanya dia meminta maaf atas perbuatannya yang membuatku takut. Padahal, menurutku dia memiliki hak untuk melakukan itu semua padaku. Aku pun langsung menangis sejadi-jadinya. Aku begitu sedih dan terharu. Sedih karena sudah membuat suamiku merasakan hal itu, dan juga terharu karena suamiku begitu hebat. Aku yakin, tidak ada suami lain seperti suamiku ini. Meskipun demikian, aku ini memang orang yang begitu bodoh, karena masih bimbang untuk memutuskan apakah akan memilih Indra atau suamiku. Aku pun meluapkan seluruh emosiku lewat tangisan yang begitu kencang.
Setelah emosiku sedikit mereda, suamiku kembali memintaku untuk duduk. Aku pun duduk di sofa tempatku duduk tadi.
“Jadi gimana? Kenapa kamu bisa selingkuh?” Tanya suamiku.
Aku pun menceritakan semuanya sampai cukup detail. Dari kehampaanku karena suamiku tidak bisa memuaskan diriku, sampai akhirnya Indra datang dalam hidupku. Dari awalnya yang hanya sebatas hubungan profesional antar rekan kerja, sampai curhat ke hal-hal pribadi. “Hadiah ulang tahun” yang diberikan oleh Indra, dan hadiah-hadiah ciuman yang terus diberikan kepadaku. Dari akhirnya jalan berdua dengan Indra ke Puncak, sampai akhirnya terjadi hubungan terlarang itu di losmen Puncak. Dan juga sampai tiga hari lalu, dimana aku kembali melakukan hubungan terlarang itu lagi dengan Indra di Hotel Four Season. Semuanya kuceritakan, tidak ada satu pun kebohongan yang kusembunyikan.
Mendengar pengakuanku, suamiku tampaknya cukup terpukul. Ia pun tampak terhanyut dalam pikirannya. Aku bisa merasakan hal ini berlangsung dengan cukup lama. Mungkin sampai bermenit-menit lamanya.
“Jadi, sekarang mau gimana? Apa kamu mau lanjut sama aku, atau kamu mau pergi sama si Indra itu? Jujur, walaupun dengan sangat terpaksa, kalau kamu memutuskan untuk pergi sama si Indra, aku akan mengikhlaskan kamu dengan berat hati.” Kata suamiku.
“Mengenai hal itu...” Perkataanku terputus di tengah-tengah.
Suamiku pun mengerti, dan menungguku dengan sabar.
“Jujur. Aku masih bingung memutuskan. Sayang, percayalah bahwa perasaan cinta aku sama kamu masih sama kaya dulu. Tapi, di satu sisi, di hatiku yang lain, aku juga cinta sama Indra.” Kataku dengan berat.
“Oke. Lalu?” Tanya suamiku.
“Sorry nih aku mau nanya dulu sama kamu. Apa kamu masih mau sama aku?” Tanyaku.
“Apa aku masih mau sama kamu atau ga, itu tergantung jawaban kamu. Karena, percuma aja kalo aku masih mau sama kamu, tapi kamunya udah ga mau lanjut. Ga akan berhasil. Malah bakal nimbulin masalah baru.” Kata suamiku.
Luar biasa, begitu bijaksana suamiku ini.
“Sayang, si Indra pengen ketemu sama kamu. Pengen ngomong sama kamu.” Kataku.
“Buat apa??” Tanya suamiku.
“Entahlah. Aku sendiri juga nggak tahu apa yang mau dia omongin ke kamu.” Kataku.
“Kapan?” Tanya suamiku.
“Dia akan ngikutin jadwal kamu.” Kataku.
“Yaudah, besok aja.” Kata suamiku.
“Terus, kapan kamu bisa memutuskan?” Tanya suamiku.
“Aku...” Jujur. Aku sendiri masih tidak bisa memutuskan, bahkan aku tidak bisa memberi kepastian mengenai kapan aku bisa memutuskan.
“Oke. Aku ngerti kalo kamu belom bisa mutusin. Yaudah, hari udah malem. Ayo, tidur.” Kata suamiku sambil mengajakku ke kamar.
Aku pun pergi ke kamar bersama suamiku. Sampai di kamar, suamiku langsung berbaring dan mengambil selimut, kemudian dia membaringkan tubuhnya menghadap keluar tempat tidur. Aku pun langsung mengambil tempat ranjangku, dan membaringkan tubuhku. Saat aku melihat ke kenan, ke arah suamiku, aku melihat punggung suamiku. Aku bisa merasakan, bahwa emosi dalam hatinya begitu berkecamuk.
Aku pun mengambil HP-ku, dan memberitahu Indra untuk datang ke rumahku besok. Indra pun langsung menyetujuinya. Setelah itu, aku meletakkan HP-ku dan memejamkan mataku berusaha untuk tidur. Namun, sulit sekali aku tidur. Sepanjang malam, aku terus terjaga.
***
Aku mendengar suara mesin mobil yang sedang berhenti di depan rumahku. Tidak lama kemudian, mesin mobil itu pun dimatikan. Tanpa melihat, aku tahu bahwa mobil itu adalah mobil milik Indra. Kemudian, suara bel rumahku pun berbunyi.
“Ajak dia masuk.” Kata suamiku kepadaku.
Setelah mendapat izin dari suamiku, aku pun langsung berdiri dan beranjak keluar. Di depan pintu pagar, aku melihat Indra sudah berdiri dan menunggu dibukakan pintu. Setelah melihatku, dia tampak tersenyum. Aku pun juga membalas senyumannya. Setelah itu, aku berjalan ke pintu pagar, dan membukakan pintunya. Aku pun mempersilakan dia masuk.
Sesampainya di dalam, aku merasakan suasana yang cukup mencekam. Aku bisa merasakan aura kemarahan suamiku yang begitu memancar. Aku pun bisa melihat Indra sedikit bergidik karenanya. Indra pun langsung melangkah kearah suamiku, dan menyalaminya sambil memberi hormat dengan membungkukkan badan. Untungnya, suamiku masih mau menerima jabat tangannya, walau kelihatan sekali dengan sangat terpaksa.
“Lalu, mau apa kamu kesini?” Tanya suamiku.
“Begini, Mas Hendri. Saya yakin, Ci Lisa udah ngasihtau semuanya ya ke Mas Hendri.” Kata Indra.
Oh iya, mungkin pembaca bingung. Kenapa Indra memanggilku cici, tapi memanggil suamiku dengan panggilan Mas dan bukan koko? Itu semua karena aku sendiri adalah warga Indonesia keturunan Cina, sedangkan suamiku sendiri adalah orang asli Indonesia dari Jawa, karena itu dia dipanggil dengan sebutan Mas.
“Terus?” Tanya suamiku.
“Pertama-tama, saya mau minta maaf. Saya lah yang memulai menjerumuskan Ci Lisa dalam perselingkuhan.” Kata Indra.
Suamiku langsung menutup matanya. Kemudian, ia langsung berdiri dan mendorong tubuh Indra dengan cepat. Indra yang berbadan tegap dan kekar itu pun langsung terdorong dengan mudah dan membentur tembok. Aku sendiri kaget, apakah tenaga suamiku sekuat itu? Suamiku pun langsung menggenggam pundak Indra, dan hendak melancarkan tinju yang sepertinya sekuat tenaga ke pipi kanan Indra. Aku pun hendak berteriak, tapi suaraku tidak bisa keluar saking semuanya terjadi begitu cepat. Akan tetapi, suamiku menghentikan tinjunya persis sebelum tinjunya hanya berjarak beberapa senti dari pipi Indra. Mereka pun sama-sama saling terdiam.
“Kenapa diem aja?” Tanya suamiku.
“Saya ga bisa melakukan apapun.” Kata Indra.
“Mau sok jadi orang baik kamu?” Tanya suamiku.
Bersambung
Tidak lama kemudian, suamiku pun langsung duduk kembali.
“Memang kamu kenapa bisa sampai selingkuh? Apakah ada yang kurang dari aku?” Tanya suamiku.
“Kenapa kamu begitu baik?” Tanyaku dengan penuh emosi.
“Maksudnya?” Tanya suamiku.
“Istri kamu itu baru aja jujur kalo dia selingkuh! Kamu nggak marah? Kamu nggak mencela aku?! Kamu nggak bilang ke aku betapa terkutuknya aku ini??!! Bahkan, kamu nggak mukulin aku?? Aku udah siap kok terima segala macam hujatan dan kekerasan dari kamu!!” Kataku dengan penuh emosi.
“Kenapa begitu?” Tanya suamiku.
“Kenapa begitu??! Karena aku emang pantes dapet itu semua dari kamu?!!” Kataku.
“Oke, makasih karena kamu sadar akan betapa terkutuknya perbuatan kamu. Tapi aku tanya sama kamu. Apa menurut kamu, aku ini seorang suami yang menyelesaikan permasalahan dengan menghujat dan memukuli istrinya sendiri? Aku memang tadi hampir melempar guci ke kamu. Dan aku minta maaf, karena aku begitu dikuasai amarah. Untunglah hati nuraniku masih ngingetin aku bahwa itu salah. Dan aku terpaksa melemparkan guci itu ke tembok demi melampiaskan amarahku. Aku minta maaf kalo itu ngebuat kamu takut.” Kata suamiku.
Ah... Mendengar perkataan suamiku, air mata langsung membanjiri pipiku. Aku begitu tak kuasa menahan tangis. Di saat seperti ini, bisa-bisanya dia berkata demikian. Bisa-bisanya dia berkata bahwa ada hal yang kurang dari dirinya sebagai suamiku. Bahkan, bisa-bisanya dia meminta maaf atas perbuatannya yang membuatku takut. Padahal, menurutku dia memiliki hak untuk melakukan itu semua padaku. Aku pun langsung menangis sejadi-jadinya. Aku begitu sedih dan terharu. Sedih karena sudah membuat suamiku merasakan hal itu, dan juga terharu karena suamiku begitu hebat. Aku yakin, tidak ada suami lain seperti suamiku ini. Meskipun demikian, aku ini memang orang yang begitu bodoh, karena masih bimbang untuk memutuskan apakah akan memilih Indra atau suamiku. Aku pun meluapkan seluruh emosiku lewat tangisan yang begitu kencang.
Setelah emosiku sedikit mereda, suamiku kembali memintaku untuk duduk. Aku pun duduk di sofa tempatku duduk tadi.
“Jadi gimana? Kenapa kamu bisa selingkuh?” Tanya suamiku.
Aku pun menceritakan semuanya sampai cukup detail. Dari kehampaanku karena suamiku tidak bisa memuaskan diriku, sampai akhirnya Indra datang dalam hidupku. Dari awalnya yang hanya sebatas hubungan profesional antar rekan kerja, sampai curhat ke hal-hal pribadi. “Hadiah ulang tahun” yang diberikan oleh Indra, dan hadiah-hadiah ciuman yang terus diberikan kepadaku. Dari akhirnya jalan berdua dengan Indra ke Puncak, sampai akhirnya terjadi hubungan terlarang itu di losmen Puncak. Dan juga sampai tiga hari lalu, dimana aku kembali melakukan hubungan terlarang itu lagi dengan Indra di Hotel Four Season. Semuanya kuceritakan, tidak ada satu pun kebohongan yang kusembunyikan.
Mendengar pengakuanku, suamiku tampaknya cukup terpukul. Ia pun tampak terhanyut dalam pikirannya. Aku bisa merasakan hal ini berlangsung dengan cukup lama. Mungkin sampai bermenit-menit lamanya.
“Jadi, sekarang mau gimana? Apa kamu mau lanjut sama aku, atau kamu mau pergi sama si Indra itu? Jujur, walaupun dengan sangat terpaksa, kalau kamu memutuskan untuk pergi sama si Indra, aku akan mengikhlaskan kamu dengan berat hati.” Kata suamiku.
“Mengenai hal itu...” Perkataanku terputus di tengah-tengah.
Suamiku pun mengerti, dan menungguku dengan sabar.
“Jujur. Aku masih bingung memutuskan. Sayang, percayalah bahwa perasaan cinta aku sama kamu masih sama kaya dulu. Tapi, di satu sisi, di hatiku yang lain, aku juga cinta sama Indra.” Kataku dengan berat.
“Oke. Lalu?” Tanya suamiku.
“Sorry nih aku mau nanya dulu sama kamu. Apa kamu masih mau sama aku?” Tanyaku.
“Apa aku masih mau sama kamu atau ga, itu tergantung jawaban kamu. Karena, percuma aja kalo aku masih mau sama kamu, tapi kamunya udah ga mau lanjut. Ga akan berhasil. Malah bakal nimbulin masalah baru.” Kata suamiku.
Luar biasa, begitu bijaksana suamiku ini.
“Sayang, si Indra pengen ketemu sama kamu. Pengen ngomong sama kamu.” Kataku.
“Buat apa??” Tanya suamiku.
“Entahlah. Aku sendiri juga nggak tahu apa yang mau dia omongin ke kamu.” Kataku.
“Kapan?” Tanya suamiku.
“Dia akan ngikutin jadwal kamu.” Kataku.
“Yaudah, besok aja.” Kata suamiku.
“Terus, kapan kamu bisa memutuskan?” Tanya suamiku.
“Aku...” Jujur. Aku sendiri masih tidak bisa memutuskan, bahkan aku tidak bisa memberi kepastian mengenai kapan aku bisa memutuskan.
“Oke. Aku ngerti kalo kamu belom bisa mutusin. Yaudah, hari udah malem. Ayo, tidur.” Kata suamiku sambil mengajakku ke kamar.
Aku pun pergi ke kamar bersama suamiku. Sampai di kamar, suamiku langsung berbaring dan mengambil selimut, kemudian dia membaringkan tubuhnya menghadap keluar tempat tidur. Aku pun langsung mengambil tempat ranjangku, dan membaringkan tubuhku. Saat aku melihat ke kenan, ke arah suamiku, aku melihat punggung suamiku. Aku bisa merasakan, bahwa emosi dalam hatinya begitu berkecamuk.
Aku pun mengambil HP-ku, dan memberitahu Indra untuk datang ke rumahku besok. Indra pun langsung menyetujuinya. Setelah itu, aku meletakkan HP-ku dan memejamkan mataku berusaha untuk tidur. Namun, sulit sekali aku tidur. Sepanjang malam, aku terus terjaga.
***
Aku mendengar suara mesin mobil yang sedang berhenti di depan rumahku. Tidak lama kemudian, mesin mobil itu pun dimatikan. Tanpa melihat, aku tahu bahwa mobil itu adalah mobil milik Indra. Kemudian, suara bel rumahku pun berbunyi.
“Ajak dia masuk.” Kata suamiku kepadaku.
Setelah mendapat izin dari suamiku, aku pun langsung berdiri dan beranjak keluar. Di depan pintu pagar, aku melihat Indra sudah berdiri dan menunggu dibukakan pintu. Setelah melihatku, dia tampak tersenyum. Aku pun juga membalas senyumannya. Setelah itu, aku berjalan ke pintu pagar, dan membukakan pintunya. Aku pun mempersilakan dia masuk.
Sesampainya di dalam, aku merasakan suasana yang cukup mencekam. Aku bisa merasakan aura kemarahan suamiku yang begitu memancar. Aku pun bisa melihat Indra sedikit bergidik karenanya. Indra pun langsung melangkah kearah suamiku, dan menyalaminya sambil memberi hormat dengan membungkukkan badan. Untungnya, suamiku masih mau menerima jabat tangannya, walau kelihatan sekali dengan sangat terpaksa.
“Lalu, mau apa kamu kesini?” Tanya suamiku.
“Begini, Mas Hendri. Saya yakin, Ci Lisa udah ngasihtau semuanya ya ke Mas Hendri.” Kata Indra.
Oh iya, mungkin pembaca bingung. Kenapa Indra memanggilku cici, tapi memanggil suamiku dengan panggilan Mas dan bukan koko? Itu semua karena aku sendiri adalah warga Indonesia keturunan Cina, sedangkan suamiku sendiri adalah orang asli Indonesia dari Jawa, karena itu dia dipanggil dengan sebutan Mas.
“Terus?” Tanya suamiku.
“Pertama-tama, saya mau minta maaf. Saya lah yang memulai menjerumuskan Ci Lisa dalam perselingkuhan.” Kata Indra.
Suamiku langsung menutup matanya. Kemudian, ia langsung berdiri dan mendorong tubuh Indra dengan cepat. Indra yang berbadan tegap dan kekar itu pun langsung terdorong dengan mudah dan membentur tembok. Aku sendiri kaget, apakah tenaga suamiku sekuat itu? Suamiku pun langsung menggenggam pundak Indra, dan hendak melancarkan tinju yang sepertinya sekuat tenaga ke pipi kanan Indra. Aku pun hendak berteriak, tapi suaraku tidak bisa keluar saking semuanya terjadi begitu cepat. Akan tetapi, suamiku menghentikan tinjunya persis sebelum tinjunya hanya berjarak beberapa senti dari pipi Indra. Mereka pun sama-sama saling terdiam.
“Kenapa diem aja?” Tanya suamiku.
“Saya ga bisa melakukan apapun.” Kata Indra.
“Mau sok jadi orang baik kamu?” Tanya suamiku.
Bersambung
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved