Bab 10 Part 10
by Dinda Tirani
09:20,Apr 26,2024
“Ya terus tergantung ama jawaban cici. Kalo cici bilang masih mao lanjut, ya aku akan coba lanjut. Tapi kalo cici bilang nggak mao lanjut, ya udah cerai aja.” Kata Indra.
“Mungkin nggak Ndra kalo suami cici itu bakalan mukul cici?” Tanyaku.
“Mungkin aja.” Kata Indra.
“Waduh. Gawat juga ya.” Kataku.
“Ya namanya emosi marah, apa aja mungkin dilakuin. Jujur, aku sih juga gitu. Itu karena saking cintanya dia sama cici, terus merasa dikhianatin. Ya akibatnya emosi marah yang timbul juga lebih besar.” Kata Indra.
“Waah... Kamu ternyata bijaksana juga ya.” Kataku sambil mencubit pipinya.
“Iya doongg. Aku gitu hehehe.” Kata Indra sambil mencium pipiku.
Ah, aku makin tersipu-sipu karena pipiku dicium oleh Indra. Ia menciumnya begitu lembut dan penuh kasih sayang. Baiklah, aku akan memutuskan pilihanku sekarang.
“Ndra.” Kataku.
“Kenapa, ci?” Tanya Indra.
“Lagi yuk, Ndra. Kali ini, keluarin sperma kamu di dalem. Cici ngasih izin.” Kataku.
Mendengar hal itu, Indra pun terkejut.
“Se... serius nih ci?” Tanya Indra.
“He eh.” Kataku sambil mengangguk.
Indra tampak begitu berseri-seri mendengar perkataanku.
“Makasih, ci. Tapi, aku juga baru tersadar dari pembicaraan panjang kita. Rasanya nggak adil buat suami cici kalo aku ngelakuin sekarang. Gimana pun juga, dia itu suami sah cici lho. Paling tidak, kalo emang akan berkompetisi buat dapetin cici, dia yang lebih berhak dapet start duluan.” Kata Indra.
“Yakiin?” Tanyaku sambil menggoda.
“Udah yakin, ci. Udah please, jangan goda aku. Nanti aku ga tahan, malah beneran kejadian lagi.” Kata Indra sambil tersenyum.
Ah, baiklah. Berkat ini, aku mendapat keyakinan tentang apa yang harus aku ambil.
“Oke deh, Ndra. Cici bakal pulang, dan nyari waktu buat ngasihtau suami cici.” Kataku.
“Lho, cici ngetes aku doang ya?” Tanya Indra.
“Hehehe. Iya, Ndra.” Kataku sambil tersenyum.
“Waduh, apa yang terjadi nih kalo tadi aku ga lulus ujian?” Tanya Indra.
“Ya kalo itu sih jelas. Pilihan cici bakal jatuh sama suami cici.” Kataku.
“Huff... untung aku lulus.” Kata Indra dengan lega.
Harus kuakui, bahwa cinta Indra kepadaku itu betul-betul unik dan tulus. Unik, karena bisa-bisanya dia memperebutkan seorang wanita yang sudah bersuami. Dan perebutan itu hendak dilakukan dengan suami si wanita itu. Tidak hanya itu, dia juga menghormati dan menghargai suamiku, yang statusnya adalah suami sahku ini. Tulus, karena aku percaya bahwa dia betul-betul tulus menyayangiku, dan bahkan sudah siap kalah jika memang akhirnya dia kalah. Aku sendiri tidak tahu, apakah aku melenceng dari jalan yang sudah ditetapkan untukku? Atau memang ini adalah jalan yang seharusnya kutempuh?
“Ci, kalo cici udah kasihtau sama suami cici, tolong kasihtau suami cici, kalo aku mao ketemu ya.” Kata Indra.
“Iya, Ndra.” Kataku.
“Oh iya, Ndra. Sebelum pulang, aku numpang mandi ya disini.” Kataku.
“Silakan.” Kata Indra.
Aku pun mengambil seluruh pakaianku, dan membawanya ke kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi, aku langsung membasahi tubuhku, dan juga menyabuninya, dan langsung berbilas. Setelah selesai, aku pun mengenakan seluruh pakaianku. Saat keluar dari kamar mandi, aku hanya menoleh ke Indra untuk melambaikan tanganku. Indra pun juga melambaikan tangan kepadaku. Aku pun membuka pintu kamar, dan kembali menutupnya dengan cepat.
Entah, kapan aku akan memberitahu suamiku masalah ini. Sepertinya, akan menjadi hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Akan tetapi, aku memang harus melakukannya. Aku masih mencintai suamiku, karena itu dia pun harus tahu masalah ini. Aku tidak tega untuk membiarkannya hidup dalam kebohongan. Aku tidak akan mengharapkan maaf dari suamiku, karena perbuatanku sungguh terkutuk dan tercela. Jika suamiku menuntut cerai, baiklah, itu keputusannya dan aku harus menghormatinya.
Di satu sisi, aku pun juga begitu mencintai Indra, sama seperti suamiku sendiri. Indra pun juga memiliki perasaan yang sama padaku. Karena itu, aku juga memutuskan untuk memberinya kesempatan, walaupun tidak seharusnya aku melakukan hal itu.
...
Setelah selesai makan di meja, aku pun segera membereskan perlengkapan makan aku dan suamiku, dan kemudian membawanya ke dapur untuk menyucinya. Hari ini adalah waktu yang kutentukan untuk mengakui perselingkuhanku dengan Indra kepada suamiku. Sebelumnya, aku sudah terlebih dahulu memberitahu suamiku bahwa ada yang hendak kubicarakan, dan suamiku pun menyetujuinya.
Sambil mencuci piring, jatungku berdebar-debar dengan sangat kencang. Memang aku sudah siap untuk memberitahukan kenyataan yang sebenarnya kepada suamiku, tetapi aku juga sangat takut sekali. Bagaimana tidak? Yang namanya ngaku ke pasangan kalo kita udah selingkuh, itu pastinya tidak mudah kan? Aku pun jadi berharap kegiatan mencuci piring ini akan berlangsung selamanya. Akan tetapi, sial sekali, piring terakhir pun tiba. Sambil mencucinya, jantungku berdebar-debar semakin kencang saja. Hingga akhirnya, seluruh perabotan makan sudah selesai kucuci, dan aku pun menuju ruang keluarga. Disitu, suamiku sedang duduk di sofa. Aku pun menghampirinya, dan duduk di sofa yang berseberangan dengan sofa tempat ia duduk.
“Katanya mao ngomong. Mao ngomong apa, honey?” Tanya suamiku.
Aku pun tersenyum. Honey... mungkin itu adalah panggilan sayang terakhir yang akan kudengar. Setelah aku mengatakan semuanya, apakah kamu masih akan memanggilku honey, sayang? Biarlah waktu yang menentukan.
“Aku nggak akan basa-basi. Langsung to the point aja ya, sayang.” Kataku.
Melihat aku yang begitu serius, suamiku langsung mengambil posisi duduk dengan serius. Sepertinya ia menyadari bahwa hal yang hendak kubicarakan ini sangatlah serius dan tidak main-main.
“Iya. Ada apa?” Tanya suamiku dengan serius.
“Sayang. Aku udah berdosa. Terhadap Tuhan, terhadap kamu, terhadap orang tuaku, orang tua kamu, dan seluruh keluarga besar kita.” Kataku.
Mendengar hal itu, suamiku langsung mengernyitkan alisnya.
“Sayang, aku udah selingkuh dari kamu.” Kataku.
Tampak ekspresi yang sangat terkejut di wajah suamiku.
“Ka... kamu serius?” Tanya suamiku dengan begitu serius.
Aku pun hanya mengangguk pelan. Melihat hal itu, suamiku langsung menjatuhkan dahinya ke telapak tangan kanannya. Ia pun menghembuskan napas yang sangat panjang.
Tiba-tiba, ia langsung menatapku tajam dengan penuh amarah. Ia langsung mengambil hiasan guci yang ada di meja sebelah tempat ia duduk, dan hendak melemparkannya kepadaku. Jujur, aku terlalu lemah untuk langsung melihat hal itu. Akan tetapi, aku juga tidak kuasa untuk menghindar atau melindungi diriku. Maka, aku menutup mataku dan pasrah saja. Jika memang guci itu mengenai kepalaku dan membuatku tewas, maka itu berarti ganjaran yang pantas kudapatkan atas perbuatanku itu.
Satu detik... Tiga detik... Lima detik... Sepuluh detik aku menunggu, tapi tidak ada tanda apapun. Aku pun membuka mataku. Aku melihat suamiku hendak menahan dirinya untuk melempar guci itu kepadaku. Kemudian, dia menghembuskan napas panjang, dan berusaha mengatur napasnya. Lalu, ia melemparkan guci itu dengan kencang ke tembok di sebelah kirinya. Guci itu langsung pecah seketika menjadi pecahan yang kecil-kecil dan terjatuh ke lantai. Aku pun tersentak dengan hal itu.
“Sama siapa kamu selingkuh?” Tanya suamiku sambil menghembuskan napas.
“Kamu inget, dulu ada asmen aku yang namanya Indra?” Tanyaku.
“Sama dia?” Tanya suamiku.
“Iya...” Jawabku singkat.
“Udah sampe mana kamu selingkuh?” Tanya suamiku.
“Layaknya kayak suami-istri.” Jawabku singkat.
“Sampe berhubungan badan?” Tanya suamiku.
Bersambung
“Mungkin nggak Ndra kalo suami cici itu bakalan mukul cici?” Tanyaku.
“Mungkin aja.” Kata Indra.
“Waduh. Gawat juga ya.” Kataku.
“Ya namanya emosi marah, apa aja mungkin dilakuin. Jujur, aku sih juga gitu. Itu karena saking cintanya dia sama cici, terus merasa dikhianatin. Ya akibatnya emosi marah yang timbul juga lebih besar.” Kata Indra.
“Waah... Kamu ternyata bijaksana juga ya.” Kataku sambil mencubit pipinya.
“Iya doongg. Aku gitu hehehe.” Kata Indra sambil mencium pipiku.
Ah, aku makin tersipu-sipu karena pipiku dicium oleh Indra. Ia menciumnya begitu lembut dan penuh kasih sayang. Baiklah, aku akan memutuskan pilihanku sekarang.
“Ndra.” Kataku.
“Kenapa, ci?” Tanya Indra.
“Lagi yuk, Ndra. Kali ini, keluarin sperma kamu di dalem. Cici ngasih izin.” Kataku.
Mendengar hal itu, Indra pun terkejut.
“Se... serius nih ci?” Tanya Indra.
“He eh.” Kataku sambil mengangguk.
Indra tampak begitu berseri-seri mendengar perkataanku.
“Makasih, ci. Tapi, aku juga baru tersadar dari pembicaraan panjang kita. Rasanya nggak adil buat suami cici kalo aku ngelakuin sekarang. Gimana pun juga, dia itu suami sah cici lho. Paling tidak, kalo emang akan berkompetisi buat dapetin cici, dia yang lebih berhak dapet start duluan.” Kata Indra.
“Yakiin?” Tanyaku sambil menggoda.
“Udah yakin, ci. Udah please, jangan goda aku. Nanti aku ga tahan, malah beneran kejadian lagi.” Kata Indra sambil tersenyum.
Ah, baiklah. Berkat ini, aku mendapat keyakinan tentang apa yang harus aku ambil.
“Oke deh, Ndra. Cici bakal pulang, dan nyari waktu buat ngasihtau suami cici.” Kataku.
“Lho, cici ngetes aku doang ya?” Tanya Indra.
“Hehehe. Iya, Ndra.” Kataku sambil tersenyum.
“Waduh, apa yang terjadi nih kalo tadi aku ga lulus ujian?” Tanya Indra.
“Ya kalo itu sih jelas. Pilihan cici bakal jatuh sama suami cici.” Kataku.
“Huff... untung aku lulus.” Kata Indra dengan lega.
Harus kuakui, bahwa cinta Indra kepadaku itu betul-betul unik dan tulus. Unik, karena bisa-bisanya dia memperebutkan seorang wanita yang sudah bersuami. Dan perebutan itu hendak dilakukan dengan suami si wanita itu. Tidak hanya itu, dia juga menghormati dan menghargai suamiku, yang statusnya adalah suami sahku ini. Tulus, karena aku percaya bahwa dia betul-betul tulus menyayangiku, dan bahkan sudah siap kalah jika memang akhirnya dia kalah. Aku sendiri tidak tahu, apakah aku melenceng dari jalan yang sudah ditetapkan untukku? Atau memang ini adalah jalan yang seharusnya kutempuh?
“Ci, kalo cici udah kasihtau sama suami cici, tolong kasihtau suami cici, kalo aku mao ketemu ya.” Kata Indra.
“Iya, Ndra.” Kataku.
“Oh iya, Ndra. Sebelum pulang, aku numpang mandi ya disini.” Kataku.
“Silakan.” Kata Indra.
Aku pun mengambil seluruh pakaianku, dan membawanya ke kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi, aku langsung membasahi tubuhku, dan juga menyabuninya, dan langsung berbilas. Setelah selesai, aku pun mengenakan seluruh pakaianku. Saat keluar dari kamar mandi, aku hanya menoleh ke Indra untuk melambaikan tanganku. Indra pun juga melambaikan tangan kepadaku. Aku pun membuka pintu kamar, dan kembali menutupnya dengan cepat.
Entah, kapan aku akan memberitahu suamiku masalah ini. Sepertinya, akan menjadi hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Akan tetapi, aku memang harus melakukannya. Aku masih mencintai suamiku, karena itu dia pun harus tahu masalah ini. Aku tidak tega untuk membiarkannya hidup dalam kebohongan. Aku tidak akan mengharapkan maaf dari suamiku, karena perbuatanku sungguh terkutuk dan tercela. Jika suamiku menuntut cerai, baiklah, itu keputusannya dan aku harus menghormatinya.
Di satu sisi, aku pun juga begitu mencintai Indra, sama seperti suamiku sendiri. Indra pun juga memiliki perasaan yang sama padaku. Karena itu, aku juga memutuskan untuk memberinya kesempatan, walaupun tidak seharusnya aku melakukan hal itu.
...
Setelah selesai makan di meja, aku pun segera membereskan perlengkapan makan aku dan suamiku, dan kemudian membawanya ke dapur untuk menyucinya. Hari ini adalah waktu yang kutentukan untuk mengakui perselingkuhanku dengan Indra kepada suamiku. Sebelumnya, aku sudah terlebih dahulu memberitahu suamiku bahwa ada yang hendak kubicarakan, dan suamiku pun menyetujuinya.
Sambil mencuci piring, jatungku berdebar-debar dengan sangat kencang. Memang aku sudah siap untuk memberitahukan kenyataan yang sebenarnya kepada suamiku, tetapi aku juga sangat takut sekali. Bagaimana tidak? Yang namanya ngaku ke pasangan kalo kita udah selingkuh, itu pastinya tidak mudah kan? Aku pun jadi berharap kegiatan mencuci piring ini akan berlangsung selamanya. Akan tetapi, sial sekali, piring terakhir pun tiba. Sambil mencucinya, jantungku berdebar-debar semakin kencang saja. Hingga akhirnya, seluruh perabotan makan sudah selesai kucuci, dan aku pun menuju ruang keluarga. Disitu, suamiku sedang duduk di sofa. Aku pun menghampirinya, dan duduk di sofa yang berseberangan dengan sofa tempat ia duduk.
“Katanya mao ngomong. Mao ngomong apa, honey?” Tanya suamiku.
Aku pun tersenyum. Honey... mungkin itu adalah panggilan sayang terakhir yang akan kudengar. Setelah aku mengatakan semuanya, apakah kamu masih akan memanggilku honey, sayang? Biarlah waktu yang menentukan.
“Aku nggak akan basa-basi. Langsung to the point aja ya, sayang.” Kataku.
Melihat aku yang begitu serius, suamiku langsung mengambil posisi duduk dengan serius. Sepertinya ia menyadari bahwa hal yang hendak kubicarakan ini sangatlah serius dan tidak main-main.
“Iya. Ada apa?” Tanya suamiku dengan serius.
“Sayang. Aku udah berdosa. Terhadap Tuhan, terhadap kamu, terhadap orang tuaku, orang tua kamu, dan seluruh keluarga besar kita.” Kataku.
Mendengar hal itu, suamiku langsung mengernyitkan alisnya.
“Sayang, aku udah selingkuh dari kamu.” Kataku.
Tampak ekspresi yang sangat terkejut di wajah suamiku.
“Ka... kamu serius?” Tanya suamiku dengan begitu serius.
Aku pun hanya mengangguk pelan. Melihat hal itu, suamiku langsung menjatuhkan dahinya ke telapak tangan kanannya. Ia pun menghembuskan napas yang sangat panjang.
Tiba-tiba, ia langsung menatapku tajam dengan penuh amarah. Ia langsung mengambil hiasan guci yang ada di meja sebelah tempat ia duduk, dan hendak melemparkannya kepadaku. Jujur, aku terlalu lemah untuk langsung melihat hal itu. Akan tetapi, aku juga tidak kuasa untuk menghindar atau melindungi diriku. Maka, aku menutup mataku dan pasrah saja. Jika memang guci itu mengenai kepalaku dan membuatku tewas, maka itu berarti ganjaran yang pantas kudapatkan atas perbuatanku itu.
Satu detik... Tiga detik... Lima detik... Sepuluh detik aku menunggu, tapi tidak ada tanda apapun. Aku pun membuka mataku. Aku melihat suamiku hendak menahan dirinya untuk melempar guci itu kepadaku. Kemudian, dia menghembuskan napas panjang, dan berusaha mengatur napasnya. Lalu, ia melemparkan guci itu dengan kencang ke tembok di sebelah kirinya. Guci itu langsung pecah seketika menjadi pecahan yang kecil-kecil dan terjatuh ke lantai. Aku pun tersentak dengan hal itu.
“Sama siapa kamu selingkuh?” Tanya suamiku sambil menghembuskan napas.
“Kamu inget, dulu ada asmen aku yang namanya Indra?” Tanyaku.
“Sama dia?” Tanya suamiku.
“Iya...” Jawabku singkat.
“Udah sampe mana kamu selingkuh?” Tanya suamiku.
“Layaknya kayak suami-istri.” Jawabku singkat.
“Sampe berhubungan badan?” Tanya suamiku.
Bersambung
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved