Bab 12 Part 12
by Dinda Tirani
17:16,May 08,2024
Sesampainya di kebun milik Bu Ainun, kami pun langsung berkenalan dan dengan cepat menjadi akrab.
Bu Ainun orang nya supel. Bahkan agak cenderung cerewet. Maklum lah, ibu-ibu seusia nya memang kalau sudah ngobrol susah untuk berhenti.
Sambil memandu ku berkeliling kebun nya, Bu Ainun bercerita banyak hal. Dari mulai gosip-gosip di Cicilok, hingga ke kehidupan keluarga nya.
Bu Ainun sekarang umur nya 49 tahun. Beliau merupakan istri dari seorang kiai kampung yang paling tersohor di desa Cicilok.
Keluarga mereka cukup disegani. Selain banyak juga warga Cicilok yang bekerja untuk Bu Ainun, kebanyakan penduduk desa pun rajin mengaji dengan Haji Eman, suami nya.
Ada selisih 20 tahun antara usia Bu Ainun dengan usia suami nya. Bu Ainun memang istri kedua Pak Haji, istri pertama nya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Karena ada selisih usia yang sangat jauh, pantas saja Bu Ainun perlu mencari kontol tambahan untuk memuaskan hasrat nya.
Menjelang menopause, sepertinya gairah Bu Ainun masih saja menggebu-gebu. Sayang, Pak Haji yang sudah sepuh seperti nya sudah tidak kuat untuk memuaskan Bu Ainun di ranjang.
Selesai sudah kami berkeliling kebun. Laporan pun sudah ku kirimkan ke Mamah.
Mendapatkan laporan dariku, seperti nya Mamah tidak ada masalah untuk menunjuk kebun milik Bu Ainun sebagai supplier nya. Bu Ainun pun langsung kegirangan mendapatkan kabar itu.
Sebagai balas budi, Bu Ainun mengajak ku ke saung yang ada di balik kebun bunga milik nya. Letak nya bersampingan dengan sebuah curug kecil yang agak tersembunyi. Tempat favorit Bu Ainun kalau sedang ingin sendirian.
Suasana di saung itu begitu nyaman. Kicauan burung dan suara gemericik air membuat suasana makan liwet sore itu menjadi semakin hangat. Ditambah dengan obrolan-obrolan seru Bu Hajah yang selingi becandaan khas wanita berumur. Tak sadar, rantangan yang di bawa Bu Ainun tadi telah habis kami santap.
"Sering kesini bareng Pak Haji dong Bu?" tanyaku sambil membakar rokok ku sehabis makan. Bu Ainun masih sibuk merapikan rantangan yang ia bawa tadi.
"Ahh.. si Bapak mah sibuk Kang.. jam segini juga paling dia lagi ngajar ngaji anak-anak. Maleman dikit udah siap-siap ceramah. Ga sempet si Bapak nemenin Ibu kemari.." jawabnya sambil menghela nafas.
Sebagai satu-satu nya kiai dan guru ngaji di Cicilok, jadwal Pak Haji memang lumayan padat. Ternyata selain nafsu nya yang memang tinggi, Bu Ainun di hinggapi rasa kesepian dari sang suami.
Bu Ainun tampak termenung memandangi pemandangan curug di sebelahku. Tatapannya sendu, seakan merindukan kehangatan yang sudah lama tidak ia peroleh.
"Deuh gimana sih Pak Haji. Punya istri cantik kaya Bu Hajah malah di anggurin" celetukku asal. Bu Ainun tersenyum mendengar celetukanku barusan.
"Cantik darimana atuh kang, yang ada mah Ibu udah peot. Pak Haji aja udah ga pernah bilang Ibu cantik.." ujarnya lagi penuh kesedihan. Kasian Bu Hajah, di saat masa-masa menjelang tua malah ia makin merasakan kesepian.
"Ah, kalo saya jadi Pak Haji mah Bu, Bu Hajah bakal saya kekep terus ga boleh kemana-mana.." ujarku kepadanya. Mata ku mencuri-curi pandang ke tetek nya yang besar itu. Enak juga ya ngekep tetek gede punya Bu Hajah..
"Akang teh daritadi ngelirik kemana sih.. Banyak atuh kang yang masih muda di Cicilok mah.." ternyata lirikanku daritadi tertangkap oleh ujung mata Bu Ainun. Wah.. ketangkep basah nih..
"Hampura ya Bu.. atuh gede pisan ga konsen saya ngobrol nya juga daritadi" jawabku segan dengan sindiran Bu Hajah barusan. Dia hanya terkikik berhasil membuat ku merasa tidak enak.
"Gede tapi si Bapak ga doyan mah buat apaan kang.." kembali Bu Hajah menjawab dengan lirih. Apakah ini suatu undangan untuk ku?
"Saya mah doyan kalo dikasih Bu Hajah.." ujarku yang berhasil membuatnya lumayan terkejut. Mungkin tak terpikirkan kalau bos muda seperti ku akan menggodanya.
"Hush.. gini-gini kan saya Hajah kang.. jangan gitu atuh becanda nya, ga enak kalo ada yang denger.." Bu Ainun seakan memperingati ku dengan sopan.
"Hajah tapi kok mau sama kuli sih Bu? Hehehe" ledekku kepadanya. Muka sendu Bu Ainun langsung berubah kaget. Mungkin dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Bu Ainun terlihat panik memandang ke arahku.
"Maksud akang apa ya.." intonasi nya berubah menjadi serius.
"Daripada saya capek ngejelasin, mendingan kita nonton ini aja Bu.." ujarku sambil mengeluarkan handphone ku.
Video nya dengan Ujang langsung ku putar. Tangan nya langsung refleks menutup mulut nya karena terkejut. Bu Ainun kehilangan kata-kata untuk mengeles.
"Tuh, ngiri ih saya sama si Ujang. Jadi kepengen saya Bu.." godaku sambil tetap memutar video nya itu. Bu Ainun semakin bingung dan ketakutan.
"Apus atuh kang.." ujar Bu Ainun memelas. Dengan barang bukti sekuat ini, percuma kalau dia putar otak mencari alasan.
"Saya mah gimana sogokan Bu Hajah aja.." aku melirik ke arah Bu Hajah yang tampak kebingungan. Jelas Bu Hajah mengerti maksud ku. Bu Hajah tampak bimbang.
"Tapi janji ya kang nanti dihapus.." ujarnya memelas. Status keluarga nya lebih penting daripada segalanya. Apa jadinya kalau video ku ini menyebar di Cicilok? Bisa ditalak dan diusir suami nya pasti...
"Iya janji Bu.." jawabku menenangkan nya. Bu Hajah hanya menghela nafas nya panjang.
"Akang mau saya ngapain? Pindah ke rumah akang aja atuh, ga enak kalo disini kalo diliat orang.." kembali wajah memelas itu memohon pengertianku. Nafsu ku yang sudah tertahan daritadi sepertinya tidak bisa diajak kompromi.
"Disini aja Bu, kita cepet aja. Buka dulu baju Bu Hajah.." ujarku cepat.
Tanpa menunggu nya bergerak, aku langsung menelanjangi tubuh ku sendiri.
Baru kali ini aku bermain di luar, agak ngeri juga kalau ada yang liat, makanya aku ingin bermain cepat sebelum ada yang memergoki kami.
Ga lucu kan kalo tadi aku merekam Bu Hajah, nanti malah aku yang di rekam orang lain?
Melihatku telanjang, Bu Ainun langsung melotot ketika mata nya memandang arah selangkangan ku.
Torpedo ku yang masih setengah tiang sudah terlihat besar dibanding milik Pak Haji maupun Ujang. Walaupun sepertinya Bu Hajah posisi nya sebagai korban, tapi sepertinya dia mendapatkan rejeki nomplok kalau bisa merasakan batang sebesar ini untuk memuaskan hasrat nya.
Tak ingin membuat ku jengkel lama menunggu, Bu Hajah langsung menarik retsleting gamis nya turun.
Dengan sekali tarikan, gamis panjang itu pun langsung tanggal dari tubuhnya. Tubuh Bu Hajah yang putih, kini hanya ditutupi dalamannya saja.
Ceklek..
Beha nya pun terlepas..
Tetek jumbo Bu Hajah langsung terpampang jelas di depan mata ku. Bentuk nya yang besar seperti melon membuat ku semakin bernafsu ingin mencaplok nya. Meskipun sudah agak turun, tetap saja tetek ini begitu menggiurkan untuk ku santap.
Hingga akhirnya celana dalam Bu Hajah terlepas.
Kini terpampang tubuh bugil seorang Hajah di depan ku. Lipatan lemak terlihat menutupi beberapa bagian tubuhnya. Keriput dan selulit juga ada di perut dan lengan nya. Tapi tetap saja, tubuh bugil Bu Hajah begitu seksi untuk seumuran nya.
Hmm.. Bu Hajah kayaknya seumuran Mamah..
Entah kenapa aku terlintas tubuh Mamah ku dikepalaku.
Membayangkan tubuh dan kemolekan Mamah ku memang sangat gampang. Bayangkan saja Wulan Guritno, kecantikan dan keseksian Mamah tidak jauh beda dengan dia.
Di umur nya yang hampir kepala 5, Mamah ku memang masih rajin perawatan, gym dan yoga. Duh.. kok jadi ngebayangin Mamah sih..
Aku pun mengembalikan fokus ku ke Bu Hajah yang kini sedang duduk sibuk menutupi area sensitif nya dengan tangannya.
Cupp...
Kucium lembut bibir Bu Hajah. Bibir nya masih diam belum merespon ku.
Kukulum bibir nya yang berlipstik merah itu. Mulut nya mulai menganga sedikit.
Slurppp..
Bersambung
Bu Ainun orang nya supel. Bahkan agak cenderung cerewet. Maklum lah, ibu-ibu seusia nya memang kalau sudah ngobrol susah untuk berhenti.
Sambil memandu ku berkeliling kebun nya, Bu Ainun bercerita banyak hal. Dari mulai gosip-gosip di Cicilok, hingga ke kehidupan keluarga nya.
Bu Ainun sekarang umur nya 49 tahun. Beliau merupakan istri dari seorang kiai kampung yang paling tersohor di desa Cicilok.
Keluarga mereka cukup disegani. Selain banyak juga warga Cicilok yang bekerja untuk Bu Ainun, kebanyakan penduduk desa pun rajin mengaji dengan Haji Eman, suami nya.
Ada selisih 20 tahun antara usia Bu Ainun dengan usia suami nya. Bu Ainun memang istri kedua Pak Haji, istri pertama nya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Karena ada selisih usia yang sangat jauh, pantas saja Bu Ainun perlu mencari kontol tambahan untuk memuaskan hasrat nya.
Menjelang menopause, sepertinya gairah Bu Ainun masih saja menggebu-gebu. Sayang, Pak Haji yang sudah sepuh seperti nya sudah tidak kuat untuk memuaskan Bu Ainun di ranjang.
Selesai sudah kami berkeliling kebun. Laporan pun sudah ku kirimkan ke Mamah.
Mendapatkan laporan dariku, seperti nya Mamah tidak ada masalah untuk menunjuk kebun milik Bu Ainun sebagai supplier nya. Bu Ainun pun langsung kegirangan mendapatkan kabar itu.
Sebagai balas budi, Bu Ainun mengajak ku ke saung yang ada di balik kebun bunga milik nya. Letak nya bersampingan dengan sebuah curug kecil yang agak tersembunyi. Tempat favorit Bu Ainun kalau sedang ingin sendirian.
Suasana di saung itu begitu nyaman. Kicauan burung dan suara gemericik air membuat suasana makan liwet sore itu menjadi semakin hangat. Ditambah dengan obrolan-obrolan seru Bu Hajah yang selingi becandaan khas wanita berumur. Tak sadar, rantangan yang di bawa Bu Ainun tadi telah habis kami santap.
"Sering kesini bareng Pak Haji dong Bu?" tanyaku sambil membakar rokok ku sehabis makan. Bu Ainun masih sibuk merapikan rantangan yang ia bawa tadi.
"Ahh.. si Bapak mah sibuk Kang.. jam segini juga paling dia lagi ngajar ngaji anak-anak. Maleman dikit udah siap-siap ceramah. Ga sempet si Bapak nemenin Ibu kemari.." jawabnya sambil menghela nafas.
Sebagai satu-satu nya kiai dan guru ngaji di Cicilok, jadwal Pak Haji memang lumayan padat. Ternyata selain nafsu nya yang memang tinggi, Bu Ainun di hinggapi rasa kesepian dari sang suami.
Bu Ainun tampak termenung memandangi pemandangan curug di sebelahku. Tatapannya sendu, seakan merindukan kehangatan yang sudah lama tidak ia peroleh.
"Deuh gimana sih Pak Haji. Punya istri cantik kaya Bu Hajah malah di anggurin" celetukku asal. Bu Ainun tersenyum mendengar celetukanku barusan.
"Cantik darimana atuh kang, yang ada mah Ibu udah peot. Pak Haji aja udah ga pernah bilang Ibu cantik.." ujarnya lagi penuh kesedihan. Kasian Bu Hajah, di saat masa-masa menjelang tua malah ia makin merasakan kesepian.
"Ah, kalo saya jadi Pak Haji mah Bu, Bu Hajah bakal saya kekep terus ga boleh kemana-mana.." ujarku kepadanya. Mata ku mencuri-curi pandang ke tetek nya yang besar itu. Enak juga ya ngekep tetek gede punya Bu Hajah..
"Akang teh daritadi ngelirik kemana sih.. Banyak atuh kang yang masih muda di Cicilok mah.." ternyata lirikanku daritadi tertangkap oleh ujung mata Bu Ainun. Wah.. ketangkep basah nih..
"Hampura ya Bu.. atuh gede pisan ga konsen saya ngobrol nya juga daritadi" jawabku segan dengan sindiran Bu Hajah barusan. Dia hanya terkikik berhasil membuat ku merasa tidak enak.
"Gede tapi si Bapak ga doyan mah buat apaan kang.." kembali Bu Hajah menjawab dengan lirih. Apakah ini suatu undangan untuk ku?
"Saya mah doyan kalo dikasih Bu Hajah.." ujarku yang berhasil membuatnya lumayan terkejut. Mungkin tak terpikirkan kalau bos muda seperti ku akan menggodanya.
"Hush.. gini-gini kan saya Hajah kang.. jangan gitu atuh becanda nya, ga enak kalo ada yang denger.." Bu Ainun seakan memperingati ku dengan sopan.
"Hajah tapi kok mau sama kuli sih Bu? Hehehe" ledekku kepadanya. Muka sendu Bu Ainun langsung berubah kaget. Mungkin dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Bu Ainun terlihat panik memandang ke arahku.
"Maksud akang apa ya.." intonasi nya berubah menjadi serius.
"Daripada saya capek ngejelasin, mendingan kita nonton ini aja Bu.." ujarku sambil mengeluarkan handphone ku.
Video nya dengan Ujang langsung ku putar. Tangan nya langsung refleks menutup mulut nya karena terkejut. Bu Ainun kehilangan kata-kata untuk mengeles.
"Tuh, ngiri ih saya sama si Ujang. Jadi kepengen saya Bu.." godaku sambil tetap memutar video nya itu. Bu Ainun semakin bingung dan ketakutan.
"Apus atuh kang.." ujar Bu Ainun memelas. Dengan barang bukti sekuat ini, percuma kalau dia putar otak mencari alasan.
"Saya mah gimana sogokan Bu Hajah aja.." aku melirik ke arah Bu Hajah yang tampak kebingungan. Jelas Bu Hajah mengerti maksud ku. Bu Hajah tampak bimbang.
"Tapi janji ya kang nanti dihapus.." ujarnya memelas. Status keluarga nya lebih penting daripada segalanya. Apa jadinya kalau video ku ini menyebar di Cicilok? Bisa ditalak dan diusir suami nya pasti...
"Iya janji Bu.." jawabku menenangkan nya. Bu Hajah hanya menghela nafas nya panjang.
"Akang mau saya ngapain? Pindah ke rumah akang aja atuh, ga enak kalo disini kalo diliat orang.." kembali wajah memelas itu memohon pengertianku. Nafsu ku yang sudah tertahan daritadi sepertinya tidak bisa diajak kompromi.
"Disini aja Bu, kita cepet aja. Buka dulu baju Bu Hajah.." ujarku cepat.
Tanpa menunggu nya bergerak, aku langsung menelanjangi tubuh ku sendiri.
Baru kali ini aku bermain di luar, agak ngeri juga kalau ada yang liat, makanya aku ingin bermain cepat sebelum ada yang memergoki kami.
Ga lucu kan kalo tadi aku merekam Bu Hajah, nanti malah aku yang di rekam orang lain?
Melihatku telanjang, Bu Ainun langsung melotot ketika mata nya memandang arah selangkangan ku.
Torpedo ku yang masih setengah tiang sudah terlihat besar dibanding milik Pak Haji maupun Ujang. Walaupun sepertinya Bu Hajah posisi nya sebagai korban, tapi sepertinya dia mendapatkan rejeki nomplok kalau bisa merasakan batang sebesar ini untuk memuaskan hasrat nya.
Tak ingin membuat ku jengkel lama menunggu, Bu Hajah langsung menarik retsleting gamis nya turun.
Dengan sekali tarikan, gamis panjang itu pun langsung tanggal dari tubuhnya. Tubuh Bu Hajah yang putih, kini hanya ditutupi dalamannya saja.
Ceklek..
Beha nya pun terlepas..
Tetek jumbo Bu Hajah langsung terpampang jelas di depan mata ku. Bentuk nya yang besar seperti melon membuat ku semakin bernafsu ingin mencaplok nya. Meskipun sudah agak turun, tetap saja tetek ini begitu menggiurkan untuk ku santap.
Hingga akhirnya celana dalam Bu Hajah terlepas.
Kini terpampang tubuh bugil seorang Hajah di depan ku. Lipatan lemak terlihat menutupi beberapa bagian tubuhnya. Keriput dan selulit juga ada di perut dan lengan nya. Tapi tetap saja, tubuh bugil Bu Hajah begitu seksi untuk seumuran nya.
Hmm.. Bu Hajah kayaknya seumuran Mamah..
Entah kenapa aku terlintas tubuh Mamah ku dikepalaku.
Membayangkan tubuh dan kemolekan Mamah ku memang sangat gampang. Bayangkan saja Wulan Guritno, kecantikan dan keseksian Mamah tidak jauh beda dengan dia.
Di umur nya yang hampir kepala 5, Mamah ku memang masih rajin perawatan, gym dan yoga. Duh.. kok jadi ngebayangin Mamah sih..
Aku pun mengembalikan fokus ku ke Bu Hajah yang kini sedang duduk sibuk menutupi area sensitif nya dengan tangannya.
Cupp...
Kucium lembut bibir Bu Hajah. Bibir nya masih diam belum merespon ku.
Kukulum bibir nya yang berlipstik merah itu. Mulut nya mulai menganga sedikit.
Slurppp..
Bersambung
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved