Bab 5 LIMA

by Veedrya 09:57,Apr 01,2021
Bunyi kesiap nafas dari belakangnya membuatnya bertindak cepat menyeret Naya keluar dari apoteknya ke kedai kopi di seberang jalan. Karena sudah lewat jam makan siang, suasana disana tidak terlalu ramai. Rhea menariknya ke meja di pojokan yang jauh dari orang-orang.
“Nggak usah ganjen sesumbar gue calon istri lo!” Cetusnya begitu dia duduk. Kesal.
“Kenapa? Kan nyatanya lo emang calon istri gue.”
“Gue belom bilang gue setuju. Apalagi setelah tau keputusan lo kemaren.” Dia menjawab judes.
“And as i recall perfectly, you didn’t refuse either.” Asem! Sepertinya Naya tau betul Rhea tidak bisa menolak titah orang tuanya. Dan dia memanfaatkannya dengan baik.
“Lo mau pesen apa? Kebetulan gue juga belum makan. Abis ini harus ke klinik bokap lo yang di Bantul.”
Dia menyebutkan pesanannya tanpa melihat buku menu yang diangsurkan Naya, membuat lelaki itu mengangkat sebelah alisnya. Bodo amat!
“Jangan galak-galak kenapa, sih?” Naya mengingatkan.
“Ya gara-gara siapa juga? Bikin males!”
Naya menghembuskan nafasnya pelan. Semalam karena terlalu shock, dia tidak sempat menyusul Rhea tepat waktu. Saat dia keluar dari restoran setelah membersihkan sisa tropical breeze yang disiramkan padanya, Rhea sudah berjalan jauh. Dan saat dia tiba di tempat terakhir dia melihat Rhea dengan mobilnya, gadis itu sudah menghilang.
Maunya sih langsung menghubungi, dia masih punya manner, dan dia benar-benar ingin perjodohan ini berjalan lancar. Dia butuh sesuatu dari Papa Rhea. Dan dia harus mendapatkannya walaupun harus rela dijodohkan dengan gadis bar-bar ini. Tapi dia tidak punya nomor ponsel Rhea. Mau tanya sama Baim, takut diinterogasi macam-macam.
Dia tidak ingin berbohong. Dia ingin Rhea tau situasinya. Dia tidak mencintai Rhea, tapi dia menginginkan perjodohan ini untuk mendapatkan sesuatu. Hatinya masih setia untuk Soraya, gadis pujaannya sejak tiga tahun yang lalu, yang belum tahu tentang berita perjodohan ini. Dia belum ingin memberitahukannya dalam waktu dekat.
Dia mempersilahkan Rhea untuk berbuat yang sama jika dia mau. Tapi dia berjanji, dia akan memperlakukan Rhea dengan selayaknya. Yah, kalau harus menikah, setidaknya mereka harus berteman, kan?
Rhea tersentak saat Naya mengangsurkan ponselnya.
“Kasih gue nomor lo. Biar gue bisa antisipasi situasi kaya semalem. Sori semalem gue nggak nganter lo pulang, tapi gue punya alasan bagus.”
Rhea meradang. Cowok ini!! Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa lelaki ini care, sekaligus nggak care sama sekali sama dia. Jadi nyesel tadi muji-muji dia ganteng.
“Come on, Rhea. Stop playing hard to get.”
“Gue nggak playing hard to get!”
“Childish kalo gitu? Gini deh,” dia menambahkan sebelum Rhea sempat menyanggah. “Let’s compromise. Gue butuh perjodohan ini, dan seperti yang gue bilang, gue nggak berniat buat nolak. And I will persuade you too if you refuse. Jadi, mari kita bikin ini mudah, nggak muluk-muluk lah. Paling nggak kita jadi temen.”
Temen gundulmu!
Rhea menahan diri karena waiters sedang mengantar pesanan mereka. Kenapa, sih waiters-waiters ini hobi banget nongol kalo giliran gue yang ngomong?
“Kenapa gue harus nurutin lo?”
“Jadi lo bener mau nolak?”
Rhea keki dipandangi dengan intens seperti itu oleh Naya. Walaupun dia memang tidak ada rencana untuk menolak, tapi kan Naya nggak perlu tau!
“Lagian kok lo egois banget! Lo nggak mau nolak perjodohan ini dan lo nggak mau mutusin pacar lo. Selingkuh kok jadi budaya!” Dia menyeruput kopinya cepat hingga tinggal separo.
“Hei, lo juga boleh kalau mau! Gue nggak larang lo.”
Rhea mendengus kasar. Naya masih santai memakan club sandwich nya, tidak terpengaruh dengan sikap Rhea.
“Gue nggak mau. Menurut gue, orang yang selingkuh itu yang nggak punya martabat.”
Tegasnya. Iya, dia nggak suka konsep berbagi pasangan. Berbagi, oke. Dia selalu berbagi sepanjang hidupnya, tapi pasangan? Hell no!
Naya malah tertawa. “Lo punya pendirian yang oke. Tapi gini, ya. Sora ini, udah duluan sama gue. Kita jalan udah tiga tahun. Trus lo dateng, karena perjodohan. Dia lebih lama sama gue, gue udah nyaman sama dia, dan gue belom tau siapa lo. Jadi menurut gue, mencari zona nyaman itu manusiawi kan?”
Rhea kehabisan kata-kata. Dia nggak bisa membantah karena dia belum pernah menjalin hubungan sebelumnya. Dan yang Naya siratkan disini adalah yang datang terakhir adalah perusak hubungan. Dia, kebetulan adalah pendatang dalam hubungan Naya dan pacarnya.
“Apasih yang lo incer dari bokap sampe mau di jodohin kaya gini?” Dia butuh pengalih
perhatian.
“Apasih yang lo mau dari bokap lo sampe rela dijodohin?”
Rhea benar-benar sebal luar biasa. “Kalau ada orang nanya, itu dijawab. Bukan malah balik nanya. Manner!”
Lagi-lagi Naya tertawa. Cewek di depannya ini menarik sekali. Setelah itu,seperti teringat sesuatu, dia melirik jam tangannya dan mengelap mulutnya. Gila, ngelap mulut aja cakep begitu! Rhea tidak terima karena dalam hati malah terus menerus mengagumi Naya.
“Kita lanjutin lain kali ya, gue harus buru-buru ke Bantul. Nomor lo, please.”
Dengan berat hati Rhea meraih ponsel Naya dan mengetikkan nomornya. Dia bersumpah lain kali nggak akan lepasin Naya dengan gampang kaya hari ini.
***
Rumah sepi saat Rhea pulang. Dia mencari keberadaan Mama karena dilihatnya mobil Mama terparkir bersebelahan dengan mobil Raya di garasi.
“Mbak, Mama mana?” Tanyanya pada Mbak Yati yang sedang mengelap meja dapur.
“Mama barusan berangkat sama Mas Baim. Jemput Neng Raya katanya, Neng.”
Ah, jadi Raya sudah selesai pemeriksaannya. Syukurlah, dia tidak harus menginap di rumah sakit.
“Ya udah, deh. Makasih. Mbak!”
“Neng Rhea nggak makan? Saya siapin?”
Rhea menggeleng, lalu naik ke atas.
Raya terlahir dengan anemia aplastik - kelainan pada tulang belakang yang tidak dapat memproduksi sel darah baru. Saat masih bayi, dia sangat pendiam, dan sering terlihat membiru karena kekurangan darah. Sebaliknya Rhea terlahir sehat, tidak kurang suatu apapun.
Sebagai dokter, Papa dan Mama tentu mengusahakan agar anaknya sembuh. Terlebih, Raya adalah anak perempuan yang dinanti. Pasti bingung, kenapa Raya dinanti tapi Rhea nggak. Karena Raya yang terlahir lebih dulu. Di keluarga Papa yang masih amat konvensional, anak laki-laki adalah raja, apalagi jika dia adalah anak pertama. Lalu anak kedua, perempuan, adalah ratunya. Mereka yang akan memimpin keluarga . Sisanya? Yah, semacam Rhea ini, ada tapi tak terlihat.
Terlebih karena Raya terlahir sakit dan Rhea sehat. Maka alasan untuk lebih care pada Raya lebih besar. Tidak ada yang akan menyalahkan jika Raya lebih diperhatikan daripada Rhea, karena Raya sakit, Rhea sehat.
Saat itu, teknologi kedokteran belum semaju sekarang. Papa dan Mama berusaha kesana kemari demi kesembuhan Raya. Lalu saat umurnya dua tahun, seorang hematolog (dokter ahli darah) asal Finlandia mengontak Papa dan memberi informasi bahwa Raya bisa di sembuhkan. Dengan cangkok tulang sumsum.
Dan ide cerdik Papa pun muncul. Karena Raya dan Rhea sepantaran, terlebih mereka saudara kembar sekandung, kemungkinan berhasilnya pasti akan sangat tinggi.
Setelah diputuskan, kedua saudari itu akhirnya memasuki ruang operasi di hari ulang tahun mereka yang ketiga. Rhea yang aktif uring-uringan saat harus puasa untuk prosedur operasi. Mama yang harus merawat Raya tidak sempat menjenguknya, dan Papa yang tidak suka suara berisik meminta suster memindahkan Rhea ke ruang isolasi. Sendirian. Semalaman. Menyisakan trauma panjang yang tidak diantisipasi oleh siapapun bagi gadis kecil itu, hingga sekarang. Rhea tidak pernah menjadi prioritas mereka. Dari dulu, hingga mungkin sampai kapanpun.
Operasi panjang yang dijadwalkan pagi harinya terancam gagal karena Rhea demam tinggi, efek menangis semalaman. Tapi dapat dilakukan sore harinya setelah keadaannya membaik. Papa sangat bersikeras operasi dilakukan secepatnya.
Satu ruas tulang sum-sum berpindah dari Rhea ke Raya hari itu.
Mereka berdua keluar dari ruang operasi dengan selamat dan sehat. Raya tidak pernah lagi merasakan pusing dan mual karena kekurangan darah. Mereka berdua tumbuh dengan aktif, belum menyadari bahwa meskipun serupa, kasih yang mereka terima dari sekeliling tak pernah sama.
Tapi mereka bahagia. Mereka tumbuh saling melengkapi dan menyayangi. Raya yang disayang semua orang, dan Rhea yang mengejar di belakangnya.
Hingga Rhea mendapatkan symptom pertamanya di hari dia pertama kali mendapatkan menstruasinya. Mimpi buruknya dimulai sejak saat itu.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

100