Bab 11: Bantu Aku Mengenakan Sepatu
by Michael Bosley
16:07,Dec 05,2024
Tiba-tiba, Emma tersadar dari lamunannya. Sambil menggertakkan giginya, dia langsung mendorong Andreas dan berusaha untuk menjauh.
Andreas menghela napas panjang, lalu segera meminta maaf. Kemudian, pandangan matanya tertuju pada pengharum mobil yang tergantung di ventilasi AC. Dengan suara pelan, dia bertanya, "Dari mana kamu mendapatkan benda ini?"
"Itu hadiah yang diberikan Karina semalam," ujar Emma tanpa pikir panjang.
Namun, dia langsung sadar akan apa yang baru saja dia katakan dan raut wajahnya pun berubah drastis. Dia buru-buru menurunkan jendela, mengambil gantungan parfum itu dan melemparnya keluar.
Angin segar menerpa masuk dan suhu di dalam mobil langsung menurun. Keduanya terdiam dan suasana pun menjadi canggung.
Emma merapikan rambutnya yang acak-acakan dan mencoba memecah suasana canggung dengan berkata, "Kamu ... kamu tidak apa-apa?"
Andreas menghapus sisa lipstik Emma yang menempel di bibirnya, lalu menjawab, "Aku tidak apa-apa. Maaf, tadi aku ...."
"tidak masalah. Kalau begitu, kamu ...." Emma menyela ucapan Andreas, tetapi tidak tahu harus berkata apa lagi.
Saat ini, Andreas sudah kembali tenang. Jadi, dia pun berkata, "Aku akan mengantarmu pulang."
"Kamu mau mengantarku pulang?" tanya Emma dengan nada penuh keterkejutan.
"Dengan kondisimu sekarang, apa kamu masih bisa menyetir?" tanya Andreas tanpa memberi ruang bagi Emma untuk berdebat.
Emma mulai menyadari ada yang aneh dengan tubuhnya. Meskipun kesadarannya sudah pulih, efek obatnya masih terasa. Wajahnya terasa panas, tubuhnya lemas, dan kakinya sama sekali tidak berdaya. Sudah jelas bahwa dirinya tidak akan bisa menyetir. Jika dia tetap nekat, dia khawatir situasinya akan sama seperti semalam.
Andreas segera turun dari mobil. Ketika membuka pintu pengemudi, dia melihat Emma tidak mengenakan alas kaki. Dengan sigap, dia mengambil sepasang sepatu hak tinggi dari kursi belakang dan menyerahkannya kepada Emma.
Emma merasa kesulitan untuk membungkuk, lalu dengan ragu-ragu dia berkata, "Ma … maaf, apa kamu bisa membantuku mengenakan sepatunya?"
Andreas terkejut dengan permintaan tersebut. Wanita ini memintanya untuk membantu mengenakan sepatu? Ini adalah pengalaman baru baginya!
Namun, dia tetap bersikap tenang. Saat berjongkok, dia meraih pergelangan kaki Emma yang halus. Kaki ramping itu terasa hangat dan mulus. Dengan jarak sedekat itu, Andreas bahkan bisa melihat dengan jelas pembuluh darah biru yang samar-samar terlihat di bawah kulit putih Emma. Meskipun telah mempersiapkan diri, mereka berdua sama-sama merasakan getaran aneh saat kulit mereka bersentuhan.
Andreas segera dapat mengendalikan dirinya, sementara Emma tampak masih tertegun. Sentuhan tangan besar Andreas bagai sengatan listrik yang membuatnya terkejut. Bahkan setelah berdiri, dia masih merasa agak bingung.
Selama perjalanan pulang, keduanya memilih untuk diam.
Saat tiba di tempat tujuan, Emma merasa canggung dan tidak tahu harus berkata apa. Namun, ketika melihat Andreas hendak pergi, dia segera bertanya, "Setelah ini mau ke mana?"
Dengan nada suara yang tenang, Andreas menjawab, "Aku akan mencari anggota keluarga Hart."
Begitu mendengar jawaban tersebut, Emma kembali menunjukkan sikap tegasnya dan berkata, "Apa kamu tidak mendengar apa yang baru saja aku sampaikan?"
Andreas menghentikan langkahnya, lalu berkata tanpa menoleh, "Aku mendengarnya, tapi aku tidak bisa memenuhi permintaan itu. Aku tahu kamu sudah tunangan dan aku tidak memiliki kapasitas untuk memberikan komitmen atau tanggung jawab padamu. Jika kamu yakin bahwa Xander adalah jodoh yang tepat, maka aku tidak akan menghalangimu. Tapi, kamu tentu sudah melihat sendiri betapa bajingannya sikap pria itu!"
"Apa yang kamu katakan memang benar. Seorang putri dari keluarga Golding sepertimu memang tidak pantas bersanding denganku yang hanyalah seorang sopir. Aku memang tidak memiliki kemampuan untuk memberimu kehidupan yang mewah. Tapi, aku bisa memberimu kebebasan dan melindungimu dari segala bentuk tekanan. Pertanyaannya adalah, apa Xander bisa memberikan kebahagiaan yang kamu inginkan? Jika kamu menghabiskan sisa hidup bersama seseorang seperti dia, apa kamu yakin akan merasa bahagia?"
Emma tampak terharu mendengar ucapan Andreas, lalu bergumam lirih, "Kebahagiaan? Sungguh suatu kemewahan yang terasa jauh dari jangkauan."
Andreas menoleh dan menatap tajam ke arah Emma. "Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang susah untuk dijangkau. Semuanya tergantung pada seberapa keras kita berusaha meraihnya."
Terpengaruh oleh perkataan Andreas, Emma pun menanggapi dengan nada serius, "Andreas, sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan?"
Andreas tidak memberikan penjelasan langsung, tetapi malah balik bertanya, "Aku hanya ingin bertanya satu hal. Jika pengaruh keluarga Hart sudah tidak ada lagi, apa kamu yakin mampu menghadapi Xander dan seluruh keluarga Vanderbilt?"
Dengan nada percaya diri, Emma menjawab, "Keluarga Vanderbilt pada dasarnya hanyalah keluarga kelas menengah. Mereka bisa sebesar sekarang karena bernaung di bawah keluarga Hart. Aku yakin Xander tidak akan berani bertindak gegabah jika tidak ada lagi dukungan dari keluarga Hart. Dengan kemampuan yang kumiliki, peluang kita untuk menang melawan keluarga Vanderbilt adalah lima puluh lima puluh."
"Baiklah, kalau begitu aku akan membantumu menyelesaikan permasalahan dengan keluarga Hart. Setelah itu, aku akan memberikan kesempatan padamu untuk menentukan sendiri apa kamu mau menerima pinangan dari keluarga Vanderbilt atau tidak."
Emma berusaha mencerna ucapan Andreas bahkan setelah pria itu menghilang dari pandangannya. Dia sangat memahami reputasi Xander sebagai seorang pria hidung belang yang terkenal di kalangan sosialita. Riwayat hubungannya yang singkat dengan banyak wanita menjadi bukti akan hal tersebut.
Sejatinya, Emma sangat menentang pernikahannya dengan Xander. Namun, karena latar belakang keluarganya, dia tidak memiliki kebebasan untuk menentukan masa depannya sendiri. Upaya perlawanan yang sudah sering dia lakukan di masa lalu selalu berakhir sia-sia. Itulah sebabnya dia bingung saat mendengar ucapan Andreas. Sebagai seorang sopir yang hidup pas-pasan, apakah Andreas bisa mengubah keadaan ini?
Belum sempat merenungkan situasi tersebut lebih lanjut, telepon genggamnya tiba-tina berdering nyaring.
Emma langsung melirik identitas sang penelepon. Seketika itu juga, kepalan tangannya mengencang perlahan diikuti dengan helaan napas panjang. Situasi yang telah dia antisipasi akhirnya tiba!
Bersamaan dengan kepulangan Emma ke kediaman keluarga Golding, Andreas menelepon seseorang dan berkata dengan nada lembut, "Selamat ulang tahun."
Saat mendengar ucapan tersebut, Vivian langsung meminta semua orang untuk menjauh dan bertanya dengan penuh semangat, "Jadi, apa yang tadi di bandara itu memang kamu? Aku yakin sekali aku tidak salah lihat."
Saat melihat Andreas terdiam, emosi Vivian menjadi tidak stabil. "Kalau begitu, kenapa kamu sembunyi dan menghindar dariku?"
Andreas berusaha untuk meredakan ketegangan dan berkata dengan agak bercanda, "Penampilanku kurang rapi dan aku takut akan membuatmu malu, Nona Vivian."
"Kamu seharusnya tahu kalau aku tidak menginginkan kedudukan tinggi di keluarga Hart. Yang aku inginkan hanyalah menjadi pendamping hidupmu."
Andreas merasa agak canggung mendengar kata-kata tersebut. Kemudian, dia pun langsung menyampaikan tujuannya menelepon Vivian. "Aku ingin minta tolong padamu."
Dengan nada yang sulit ditafsirkan, Vivian segera menanggapi, "Minta tolong apa? Kamu tidak perlu canggung seperti itu. Langsung saja katakan padaku apa yang kamu inginkan."
"Apa kamu mengenal seseorang bernama Thomas?" tanya Andreas.
Vivian berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Apa orang yang kamu maksud adalah putra keluarga Golding yang tinggal di Alverton?"
Ketika Andreas membenarkan, nada bicara Vivian berubah menjadi dingin. "Apa dia sudah menyakitimu? Jika memang benar seperti itu, aku bisa menghancurkan seluruh keluarga Golding di Alverton!"
Terkejut dengan respons Vivian, Andreas buru-buru menjelaskan, "Bukan itu maksudku. Aku dengar kabar bahwa Thomas sudah menyinggung salah satu anggota keluarga Hart. Jika masalahnya tidak terlalu serius, apa kamu bersedia menjadi penengah?"
Dengan nada ragu, Vivian kemudian bertanya, "Memangnya apa yang sudah dilakukan Thomas sampai membuatmu tiba-tiba meneleponku dan membelanya?"
Andreas terdiam sejenak, lalu bertanya, "Apa permasalahan ini akan menimbulkan kesulitan bagimu?"
Dengan nada tegas yang bisa dirasakan meskipun melalui sambungan telepon, Vivian berkata, "Tidak perlu khawatir tentang hal itu. Katakan saja apa yang kamu inginkan dariku."
Andreas menarik napas panjang, kemudian berkata, "Bantu aku meredakan masalah ini agar tidak makin membesar."
Vivian langsung menyanggupi dan berkata, "Baiklah, aku akan membantumu. Tapi, aku punya satu syarat."
Andreas menghela napas panjang, lalu segera meminta maaf. Kemudian, pandangan matanya tertuju pada pengharum mobil yang tergantung di ventilasi AC. Dengan suara pelan, dia bertanya, "Dari mana kamu mendapatkan benda ini?"
"Itu hadiah yang diberikan Karina semalam," ujar Emma tanpa pikir panjang.
Namun, dia langsung sadar akan apa yang baru saja dia katakan dan raut wajahnya pun berubah drastis. Dia buru-buru menurunkan jendela, mengambil gantungan parfum itu dan melemparnya keluar.
Angin segar menerpa masuk dan suhu di dalam mobil langsung menurun. Keduanya terdiam dan suasana pun menjadi canggung.
Emma merapikan rambutnya yang acak-acakan dan mencoba memecah suasana canggung dengan berkata, "Kamu ... kamu tidak apa-apa?"
Andreas menghapus sisa lipstik Emma yang menempel di bibirnya, lalu menjawab, "Aku tidak apa-apa. Maaf, tadi aku ...."
"tidak masalah. Kalau begitu, kamu ...." Emma menyela ucapan Andreas, tetapi tidak tahu harus berkata apa lagi.
Saat ini, Andreas sudah kembali tenang. Jadi, dia pun berkata, "Aku akan mengantarmu pulang."
"Kamu mau mengantarku pulang?" tanya Emma dengan nada penuh keterkejutan.
"Dengan kondisimu sekarang, apa kamu masih bisa menyetir?" tanya Andreas tanpa memberi ruang bagi Emma untuk berdebat.
Emma mulai menyadari ada yang aneh dengan tubuhnya. Meskipun kesadarannya sudah pulih, efek obatnya masih terasa. Wajahnya terasa panas, tubuhnya lemas, dan kakinya sama sekali tidak berdaya. Sudah jelas bahwa dirinya tidak akan bisa menyetir. Jika dia tetap nekat, dia khawatir situasinya akan sama seperti semalam.
Andreas segera turun dari mobil. Ketika membuka pintu pengemudi, dia melihat Emma tidak mengenakan alas kaki. Dengan sigap, dia mengambil sepasang sepatu hak tinggi dari kursi belakang dan menyerahkannya kepada Emma.
Emma merasa kesulitan untuk membungkuk, lalu dengan ragu-ragu dia berkata, "Ma … maaf, apa kamu bisa membantuku mengenakan sepatunya?"
Andreas terkejut dengan permintaan tersebut. Wanita ini memintanya untuk membantu mengenakan sepatu? Ini adalah pengalaman baru baginya!
Namun, dia tetap bersikap tenang. Saat berjongkok, dia meraih pergelangan kaki Emma yang halus. Kaki ramping itu terasa hangat dan mulus. Dengan jarak sedekat itu, Andreas bahkan bisa melihat dengan jelas pembuluh darah biru yang samar-samar terlihat di bawah kulit putih Emma. Meskipun telah mempersiapkan diri, mereka berdua sama-sama merasakan getaran aneh saat kulit mereka bersentuhan.
Andreas segera dapat mengendalikan dirinya, sementara Emma tampak masih tertegun. Sentuhan tangan besar Andreas bagai sengatan listrik yang membuatnya terkejut. Bahkan setelah berdiri, dia masih merasa agak bingung.
Selama perjalanan pulang, keduanya memilih untuk diam.
Saat tiba di tempat tujuan, Emma merasa canggung dan tidak tahu harus berkata apa. Namun, ketika melihat Andreas hendak pergi, dia segera bertanya, "Setelah ini mau ke mana?"
Dengan nada suara yang tenang, Andreas menjawab, "Aku akan mencari anggota keluarga Hart."
Begitu mendengar jawaban tersebut, Emma kembali menunjukkan sikap tegasnya dan berkata, "Apa kamu tidak mendengar apa yang baru saja aku sampaikan?"
Andreas menghentikan langkahnya, lalu berkata tanpa menoleh, "Aku mendengarnya, tapi aku tidak bisa memenuhi permintaan itu. Aku tahu kamu sudah tunangan dan aku tidak memiliki kapasitas untuk memberikan komitmen atau tanggung jawab padamu. Jika kamu yakin bahwa Xander adalah jodoh yang tepat, maka aku tidak akan menghalangimu. Tapi, kamu tentu sudah melihat sendiri betapa bajingannya sikap pria itu!"
"Apa yang kamu katakan memang benar. Seorang putri dari keluarga Golding sepertimu memang tidak pantas bersanding denganku yang hanyalah seorang sopir. Aku memang tidak memiliki kemampuan untuk memberimu kehidupan yang mewah. Tapi, aku bisa memberimu kebebasan dan melindungimu dari segala bentuk tekanan. Pertanyaannya adalah, apa Xander bisa memberikan kebahagiaan yang kamu inginkan? Jika kamu menghabiskan sisa hidup bersama seseorang seperti dia, apa kamu yakin akan merasa bahagia?"
Emma tampak terharu mendengar ucapan Andreas, lalu bergumam lirih, "Kebahagiaan? Sungguh suatu kemewahan yang terasa jauh dari jangkauan."
Andreas menoleh dan menatap tajam ke arah Emma. "Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang susah untuk dijangkau. Semuanya tergantung pada seberapa keras kita berusaha meraihnya."
Terpengaruh oleh perkataan Andreas, Emma pun menanggapi dengan nada serius, "Andreas, sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan?"
Andreas tidak memberikan penjelasan langsung, tetapi malah balik bertanya, "Aku hanya ingin bertanya satu hal. Jika pengaruh keluarga Hart sudah tidak ada lagi, apa kamu yakin mampu menghadapi Xander dan seluruh keluarga Vanderbilt?"
Dengan nada percaya diri, Emma menjawab, "Keluarga Vanderbilt pada dasarnya hanyalah keluarga kelas menengah. Mereka bisa sebesar sekarang karena bernaung di bawah keluarga Hart. Aku yakin Xander tidak akan berani bertindak gegabah jika tidak ada lagi dukungan dari keluarga Hart. Dengan kemampuan yang kumiliki, peluang kita untuk menang melawan keluarga Vanderbilt adalah lima puluh lima puluh."
"Baiklah, kalau begitu aku akan membantumu menyelesaikan permasalahan dengan keluarga Hart. Setelah itu, aku akan memberikan kesempatan padamu untuk menentukan sendiri apa kamu mau menerima pinangan dari keluarga Vanderbilt atau tidak."
Emma berusaha mencerna ucapan Andreas bahkan setelah pria itu menghilang dari pandangannya. Dia sangat memahami reputasi Xander sebagai seorang pria hidung belang yang terkenal di kalangan sosialita. Riwayat hubungannya yang singkat dengan banyak wanita menjadi bukti akan hal tersebut.
Sejatinya, Emma sangat menentang pernikahannya dengan Xander. Namun, karena latar belakang keluarganya, dia tidak memiliki kebebasan untuk menentukan masa depannya sendiri. Upaya perlawanan yang sudah sering dia lakukan di masa lalu selalu berakhir sia-sia. Itulah sebabnya dia bingung saat mendengar ucapan Andreas. Sebagai seorang sopir yang hidup pas-pasan, apakah Andreas bisa mengubah keadaan ini?
Belum sempat merenungkan situasi tersebut lebih lanjut, telepon genggamnya tiba-tina berdering nyaring.
Emma langsung melirik identitas sang penelepon. Seketika itu juga, kepalan tangannya mengencang perlahan diikuti dengan helaan napas panjang. Situasi yang telah dia antisipasi akhirnya tiba!
Bersamaan dengan kepulangan Emma ke kediaman keluarga Golding, Andreas menelepon seseorang dan berkata dengan nada lembut, "Selamat ulang tahun."
Saat mendengar ucapan tersebut, Vivian langsung meminta semua orang untuk menjauh dan bertanya dengan penuh semangat, "Jadi, apa yang tadi di bandara itu memang kamu? Aku yakin sekali aku tidak salah lihat."
Saat melihat Andreas terdiam, emosi Vivian menjadi tidak stabil. "Kalau begitu, kenapa kamu sembunyi dan menghindar dariku?"
Andreas berusaha untuk meredakan ketegangan dan berkata dengan agak bercanda, "Penampilanku kurang rapi dan aku takut akan membuatmu malu, Nona Vivian."
"Kamu seharusnya tahu kalau aku tidak menginginkan kedudukan tinggi di keluarga Hart. Yang aku inginkan hanyalah menjadi pendamping hidupmu."
Andreas merasa agak canggung mendengar kata-kata tersebut. Kemudian, dia pun langsung menyampaikan tujuannya menelepon Vivian. "Aku ingin minta tolong padamu."
Dengan nada yang sulit ditafsirkan, Vivian segera menanggapi, "Minta tolong apa? Kamu tidak perlu canggung seperti itu. Langsung saja katakan padaku apa yang kamu inginkan."
"Apa kamu mengenal seseorang bernama Thomas?" tanya Andreas.
Vivian berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Apa orang yang kamu maksud adalah putra keluarga Golding yang tinggal di Alverton?"
Ketika Andreas membenarkan, nada bicara Vivian berubah menjadi dingin. "Apa dia sudah menyakitimu? Jika memang benar seperti itu, aku bisa menghancurkan seluruh keluarga Golding di Alverton!"
Terkejut dengan respons Vivian, Andreas buru-buru menjelaskan, "Bukan itu maksudku. Aku dengar kabar bahwa Thomas sudah menyinggung salah satu anggota keluarga Hart. Jika masalahnya tidak terlalu serius, apa kamu bersedia menjadi penengah?"
Dengan nada ragu, Vivian kemudian bertanya, "Memangnya apa yang sudah dilakukan Thomas sampai membuatmu tiba-tiba meneleponku dan membelanya?"
Andreas terdiam sejenak, lalu bertanya, "Apa permasalahan ini akan menimbulkan kesulitan bagimu?"
Dengan nada tegas yang bisa dirasakan meskipun melalui sambungan telepon, Vivian berkata, "Tidak perlu khawatir tentang hal itu. Katakan saja apa yang kamu inginkan dariku."
Andreas menarik napas panjang, kemudian berkata, "Bantu aku meredakan masalah ini agar tidak makin membesar."
Vivian langsung menyanggupi dan berkata, "Baiklah, aku akan membantumu. Tapi, aku punya satu syarat."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved