Bab 8: Berlutut
by Michael Bosley
16:06,Dec 05,2024
Emma merasa terpaksa memberi penjelasan, "Seperti yang baru saja kamu dengar, alasan dia menyinggung keluarga Hart adalah karena ...."
Namun, Xander menyela dengan satu gerakan tangan. "Nggak peduli. Intinya cuma aku yang bisa membantu dia sekarang. Kalau keluarga Hart nggak mau menyerah, hidup saudaramu itu akan berakhir. Bukan hanya itu, seluruh keluarga Golding juga akan terjerat masalah besar! Aku sudah memberi kesempatan ini padamu dan aku nggak akan menawarkan dua kali. Terserah kamu mau ikut aku ke rumah keluarga Vanderbilt atau nggak!"
Emma, yang biasanya begitu tegas, kini tampak ragu. Setelah beberapa saat, wajahnya memucat dan suaranya semakin pelan. "Aku … aku nggak enak badan hari ini. Nggak bisa kalai ...."
Xander terkekeh sinis seraya sedikit menunduk di kursi. Dengan tatapan penuh arti, dia melirik Andreas melalui kaca spion mobil. "Nggak enak badan? Ya sudah, gampang. Buka baju saja, terus berlutut di depanku."
Emma hampir tidak percaya apa yang dia dengar. "Apa?"
Xander memegang dagu Emma dengan kasar, api kebencian terlihat jelas di matanya. Dengan nada penuh tekanan, dia mengulang kata-kata itu, "Kubilang berlutut, berlutut!"
Emma menggenggam tangannya erat-erat, tidak bisa menahan rasa malu yang luar biasa. Penghinaan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya membuat air mata yang sejak lama tertahan akhirnya jatuh. Di hadapan orang luar seperti Andreas, bisa-bisanya dia dilecehkan seperti ini.
Pada saat yang sama, terdengar suara ban mobil yang menghentak keras!
Mobil yang melaju cepat itu bergerak dengan liar, meliuk ke sana kemari, melewati jalur secara berbahaya. Sesaat kemudian, mobil mereka sudah meninggalkan iring-iringan jauh di belakang.
Beberapa saat kemudian, mobil pun berhenti mendadak dan pintu belakang mobil dibuka dengan kasar!
Angin sejuk menyapa wajah Xander. Sebelum Xander sempat mengucapkan sepatah kata pun, seseorang sudah mencengkeram kerah bajunya dengan kuat!
Emma tidak sempat menghapus air matanya. Ekspresinya berubah drastis saat dia berteriak, "Andreas, apa-apaan kamu? Lepaskan dia!"
Andreas sama sekali tidak menghiraukannya. Dengan gerakan kasar, dia menarik keluar Xander dari mobil!
Emma segera membuka pintu mobil dan berteriak cemas. "Andreas, lepaskan dia! Apa kamu nggak dengar, ha?"
Xander menatap Emma dengan jijik seraya berteriak, "Diam! Baru saja aku merasa kalian berdua ada apa-apa, ternyata benar. Karina benar, ternyata kamu, wanita tua dari keluarga Golding, bisa seenaknya berbuat begini! Bahkan seorang sopir pun bisa naik ke ranjangmu! Kamu memang pelacur!"
"Dan kamu, sopir sewaan bajingan! Lumayan juga, kamu punya nyali, tapi apa kamu selancang itu mempermalukan seorang Xander Vanderbilt? Tunggu saja, kamu dan wanita jalang ini nggak akan bisa lolos ...."
Namun, sebelum kata-kata itu selesai keluar, pandangan Xander mendadak gelap, dan sebuah pukulan keras mendarat di pipinya, disusul beberapa pukulan lagi yang menghantam perut bawahnya. Wajahnya berubah kesakitan, tubuhnya membungkuk, dan semua kata-katanya terhenti begitu saja.
Emma tertegun melihat kejadian itu, seolah-olah dunia runtuh di sekitarnya. Rasa dingin merayapi tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Gila, orang ini berani memukul Xander?
Andreas tidak ragu sedikit pun. Dia menarik kerah Xander dan mengangkatnya dari tanah, "Xander, dengar baik-baik! Orang yang memulai semua kekacauan ini adalah Karina. Aku seorang pria, jadi aku nggak perlu membela diriku sendiri. Kalau kamu mau balas dendam pada keluarga Smith, itu memang pantas. Kalau kamu mau datang mencari masalah denganku, itu juga sepenuhnya masuk akal. Bagaimanapun caramu, aku akan menghormatimu sebagai pria sejati!"
"Tapi Emma adalah orang yang paling dirugikan di sini. Apa kamu pikir dia mau semua ini terjadi? Sebagai tunangannya, bukannya harus mencari tahu kejadian sebenarnya dan menghibur dia? Tapi sebaliknya, kamu malah melecehkan tunanganmu di depan orang luar sepertiku! Aku memang cuma seorang sopir, tapi aku jijik sekali denganmu!"
Emma menatap Andreas dengan tatapan kosong. Seolah ada belenggu dalam hatinya yang baru saja terlepas oleh kata-kata Andreas.
Andreas melanjutkan dengan tegas, "Ingat baik-baik, namaku Andreas Malcolm, orang asli Alverton. Dengan kemampuanmu, Pak Xander, seharusnya nggak sulit untuk mencari tahu asal-usulku! Aku akan membawa Emma pergi dan mengantarnya kembali ke keluarga Golding dengan selamat. Kalau mau balas dendam padaku, datang saja! Terlepas dari hukum atau cara apa pun, seorang pria harus bertanggung jawab atas tindakannya. Aku, Andreas Malcolm, akan menunggu kedatanganmu!"
"Aku juga bisa menilai sepertinya kamu nggak kekurangan sentuhan wanita, ya. Emma, tunanganmu sendiri pun sepertinya nggak kamu pedulikan. Kalau kamu benar-benar peduli, putuskan saja pertunangan dengan keluarga Golding supaya kami bisa bahagia bersama. Itu yang seharusnya dilakukan seorang pria sejati, bukan malah membuat wanitanya semakin tersiksa!"
"Sekali saja berani menyakiti Emma lagi, Xander, jangan salahkan aku. Aku akan mendatangimu lagi dan nggak akan cuma memukulimu seperti ini lagi!"
Setelah mengucapkan itu, Andreas tidak menunggu jawaban dan langsung berbalik pergi. Dia mendekat ke sisi Emma, suaranya semakin tegas, "Masuk ke mobil!"
Emma yang sempat bingung akhirnya menjawab, "Mau ke mana?"
Andreas menatap matanya dengan serius. "Kuantar pulang."
Emma merasa tenang dan aura dominannya mulai kembali. "Nggak perlu!"
Andreas mulai kehilangan kesabarannya, suaranya terdengar tegas saat berkata, "Mau ikut atau nggak?"
Emma mendorongnya menjauh dan dengan tegas berkata, "Sana. Kamu nggak berhak ikut campur urusanku!"
Andreas tidak mengucapkan sepatah kata pun dan mengabaikan perlawanan Emma. Dengan kasar, dia mengangkat tubuh wanita itu dan memasukkannya ke dalam mobil.
"Apa yang kamu lakukan?" Emma merasa putus asa dan mulai memukul-mukulnya, tinjunya menghujani, kakinya menendang liar, bahkan sepatu hak tingginya terjatuh.
Andreas sama sekali tidak peduli. Dia membuka pintu mobil penumpang dan dengan cepat memasukkan Emma ke dalam. Setelah mengencangkan sabuk pengaman, suaranya terdengar dingin, "Kalau berani keluar dari mobil, aku akan kembali buat menghajar Xander sampai dia nggak bisa bergerak. Coba saja kalau nggak percaya."
Emma yang biasanya tangguh, kini terkejut dengan sikap dominan Andreas. Saat dia terdiam, pintu mobil dibanting dengan keras!
Andreas memutar lewat depan mobil dan mengambil sepatu hak tinggi yang terjatuh di tanah. Setelah kembali ke kursi pengemudi, dia melemparkan sepatu itu ke belakang dan mobil pun melaju dengan cepat hingga mesinnya terdengar meraung.
Emma melihat ke kaca spion, memperhatikan kemarahan dan kebencian yang jelas terlihat di wajah Xander. Hatinya semakin mencelus dan dia hampir histeris berteriak, "Kamu benar-benar gila! Aku bilang biarkan saja! Jangan campuri urusanku!"
Andreas mengerutkan kening, "Gila? Jadi kamu mau aku diam saja dan membiarkan bajingan itu melecehkanmu?"
Dengan marah, Emma menjawab, "Tadi boleh saja kamu memukul Karina, tapi tahu nggak siapa yang baru saja kamu pukul? Dia itu Xander Vanderbilt! Cucu tertua dari keluarga Vanderbilt. Kalau dia bicara satu kata saja, kamu mungkin nggak akan bisa hidup besok. Berani-beraninya kamu memukul dia?"
Andreas menanggapi dengan nada sinis, "Jadi kamu mau aku cuma diam saja? Biarkan dia melecehkanmu sambil duduk-duduk?"
Emma semakin keras berkata, "Apa pun yang terjadi, dia itu tunanganku. Kamu cuma sopir! Apa hakmu ikut campur dalam urusan kami?"
Andreas terkejut dengan nada bicaranya dan membalas dengan tajam, "Kalau aku nggak ikut campur, kamu mau dihina terus-terusan? Atau justru kamu senang dilecehkan seperti itu? Kalau begitu, apa aku salah karena sudah merusak momen kalian?"
Wajah Emma memerah karena marah dan tanpa berkata-kata lagi dia berteriak, "Kamu … Dasar berengsek!"
Begitu selesai bicara, dia mengangkat tangannya dan memberi tamparan keras di wajah Andreas.
Namun, Xander menyela dengan satu gerakan tangan. "Nggak peduli. Intinya cuma aku yang bisa membantu dia sekarang. Kalau keluarga Hart nggak mau menyerah, hidup saudaramu itu akan berakhir. Bukan hanya itu, seluruh keluarga Golding juga akan terjerat masalah besar! Aku sudah memberi kesempatan ini padamu dan aku nggak akan menawarkan dua kali. Terserah kamu mau ikut aku ke rumah keluarga Vanderbilt atau nggak!"
Emma, yang biasanya begitu tegas, kini tampak ragu. Setelah beberapa saat, wajahnya memucat dan suaranya semakin pelan. "Aku … aku nggak enak badan hari ini. Nggak bisa kalai ...."
Xander terkekeh sinis seraya sedikit menunduk di kursi. Dengan tatapan penuh arti, dia melirik Andreas melalui kaca spion mobil. "Nggak enak badan? Ya sudah, gampang. Buka baju saja, terus berlutut di depanku."
Emma hampir tidak percaya apa yang dia dengar. "Apa?"
Xander memegang dagu Emma dengan kasar, api kebencian terlihat jelas di matanya. Dengan nada penuh tekanan, dia mengulang kata-kata itu, "Kubilang berlutut, berlutut!"
Emma menggenggam tangannya erat-erat, tidak bisa menahan rasa malu yang luar biasa. Penghinaan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya membuat air mata yang sejak lama tertahan akhirnya jatuh. Di hadapan orang luar seperti Andreas, bisa-bisanya dia dilecehkan seperti ini.
Pada saat yang sama, terdengar suara ban mobil yang menghentak keras!
Mobil yang melaju cepat itu bergerak dengan liar, meliuk ke sana kemari, melewati jalur secara berbahaya. Sesaat kemudian, mobil mereka sudah meninggalkan iring-iringan jauh di belakang.
Beberapa saat kemudian, mobil pun berhenti mendadak dan pintu belakang mobil dibuka dengan kasar!
Angin sejuk menyapa wajah Xander. Sebelum Xander sempat mengucapkan sepatah kata pun, seseorang sudah mencengkeram kerah bajunya dengan kuat!
Emma tidak sempat menghapus air matanya. Ekspresinya berubah drastis saat dia berteriak, "Andreas, apa-apaan kamu? Lepaskan dia!"
Andreas sama sekali tidak menghiraukannya. Dengan gerakan kasar, dia menarik keluar Xander dari mobil!
Emma segera membuka pintu mobil dan berteriak cemas. "Andreas, lepaskan dia! Apa kamu nggak dengar, ha?"
Xander menatap Emma dengan jijik seraya berteriak, "Diam! Baru saja aku merasa kalian berdua ada apa-apa, ternyata benar. Karina benar, ternyata kamu, wanita tua dari keluarga Golding, bisa seenaknya berbuat begini! Bahkan seorang sopir pun bisa naik ke ranjangmu! Kamu memang pelacur!"
"Dan kamu, sopir sewaan bajingan! Lumayan juga, kamu punya nyali, tapi apa kamu selancang itu mempermalukan seorang Xander Vanderbilt? Tunggu saja, kamu dan wanita jalang ini nggak akan bisa lolos ...."
Namun, sebelum kata-kata itu selesai keluar, pandangan Xander mendadak gelap, dan sebuah pukulan keras mendarat di pipinya, disusul beberapa pukulan lagi yang menghantam perut bawahnya. Wajahnya berubah kesakitan, tubuhnya membungkuk, dan semua kata-katanya terhenti begitu saja.
Emma tertegun melihat kejadian itu, seolah-olah dunia runtuh di sekitarnya. Rasa dingin merayapi tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Gila, orang ini berani memukul Xander?
Andreas tidak ragu sedikit pun. Dia menarik kerah Xander dan mengangkatnya dari tanah, "Xander, dengar baik-baik! Orang yang memulai semua kekacauan ini adalah Karina. Aku seorang pria, jadi aku nggak perlu membela diriku sendiri. Kalau kamu mau balas dendam pada keluarga Smith, itu memang pantas. Kalau kamu mau datang mencari masalah denganku, itu juga sepenuhnya masuk akal. Bagaimanapun caramu, aku akan menghormatimu sebagai pria sejati!"
"Tapi Emma adalah orang yang paling dirugikan di sini. Apa kamu pikir dia mau semua ini terjadi? Sebagai tunangannya, bukannya harus mencari tahu kejadian sebenarnya dan menghibur dia? Tapi sebaliknya, kamu malah melecehkan tunanganmu di depan orang luar sepertiku! Aku memang cuma seorang sopir, tapi aku jijik sekali denganmu!"
Emma menatap Andreas dengan tatapan kosong. Seolah ada belenggu dalam hatinya yang baru saja terlepas oleh kata-kata Andreas.
Andreas melanjutkan dengan tegas, "Ingat baik-baik, namaku Andreas Malcolm, orang asli Alverton. Dengan kemampuanmu, Pak Xander, seharusnya nggak sulit untuk mencari tahu asal-usulku! Aku akan membawa Emma pergi dan mengantarnya kembali ke keluarga Golding dengan selamat. Kalau mau balas dendam padaku, datang saja! Terlepas dari hukum atau cara apa pun, seorang pria harus bertanggung jawab atas tindakannya. Aku, Andreas Malcolm, akan menunggu kedatanganmu!"
"Aku juga bisa menilai sepertinya kamu nggak kekurangan sentuhan wanita, ya. Emma, tunanganmu sendiri pun sepertinya nggak kamu pedulikan. Kalau kamu benar-benar peduli, putuskan saja pertunangan dengan keluarga Golding supaya kami bisa bahagia bersama. Itu yang seharusnya dilakukan seorang pria sejati, bukan malah membuat wanitanya semakin tersiksa!"
"Sekali saja berani menyakiti Emma lagi, Xander, jangan salahkan aku. Aku akan mendatangimu lagi dan nggak akan cuma memukulimu seperti ini lagi!"
Setelah mengucapkan itu, Andreas tidak menunggu jawaban dan langsung berbalik pergi. Dia mendekat ke sisi Emma, suaranya semakin tegas, "Masuk ke mobil!"
Emma yang sempat bingung akhirnya menjawab, "Mau ke mana?"
Andreas menatap matanya dengan serius. "Kuantar pulang."
Emma merasa tenang dan aura dominannya mulai kembali. "Nggak perlu!"
Andreas mulai kehilangan kesabarannya, suaranya terdengar tegas saat berkata, "Mau ikut atau nggak?"
Emma mendorongnya menjauh dan dengan tegas berkata, "Sana. Kamu nggak berhak ikut campur urusanku!"
Andreas tidak mengucapkan sepatah kata pun dan mengabaikan perlawanan Emma. Dengan kasar, dia mengangkat tubuh wanita itu dan memasukkannya ke dalam mobil.
"Apa yang kamu lakukan?" Emma merasa putus asa dan mulai memukul-mukulnya, tinjunya menghujani, kakinya menendang liar, bahkan sepatu hak tingginya terjatuh.
Andreas sama sekali tidak peduli. Dia membuka pintu mobil penumpang dan dengan cepat memasukkan Emma ke dalam. Setelah mengencangkan sabuk pengaman, suaranya terdengar dingin, "Kalau berani keluar dari mobil, aku akan kembali buat menghajar Xander sampai dia nggak bisa bergerak. Coba saja kalau nggak percaya."
Emma yang biasanya tangguh, kini terkejut dengan sikap dominan Andreas. Saat dia terdiam, pintu mobil dibanting dengan keras!
Andreas memutar lewat depan mobil dan mengambil sepatu hak tinggi yang terjatuh di tanah. Setelah kembali ke kursi pengemudi, dia melemparkan sepatu itu ke belakang dan mobil pun melaju dengan cepat hingga mesinnya terdengar meraung.
Emma melihat ke kaca spion, memperhatikan kemarahan dan kebencian yang jelas terlihat di wajah Xander. Hatinya semakin mencelus dan dia hampir histeris berteriak, "Kamu benar-benar gila! Aku bilang biarkan saja! Jangan campuri urusanku!"
Andreas mengerutkan kening, "Gila? Jadi kamu mau aku diam saja dan membiarkan bajingan itu melecehkanmu?"
Dengan marah, Emma menjawab, "Tadi boleh saja kamu memukul Karina, tapi tahu nggak siapa yang baru saja kamu pukul? Dia itu Xander Vanderbilt! Cucu tertua dari keluarga Vanderbilt. Kalau dia bicara satu kata saja, kamu mungkin nggak akan bisa hidup besok. Berani-beraninya kamu memukul dia?"
Andreas menanggapi dengan nada sinis, "Jadi kamu mau aku cuma diam saja? Biarkan dia melecehkanmu sambil duduk-duduk?"
Emma semakin keras berkata, "Apa pun yang terjadi, dia itu tunanganku. Kamu cuma sopir! Apa hakmu ikut campur dalam urusan kami?"
Andreas terkejut dengan nada bicaranya dan membalas dengan tajam, "Kalau aku nggak ikut campur, kamu mau dihina terus-terusan? Atau justru kamu senang dilecehkan seperti itu? Kalau begitu, apa aku salah karena sudah merusak momen kalian?"
Wajah Emma memerah karena marah dan tanpa berkata-kata lagi dia berteriak, "Kamu … Dasar berengsek!"
Begitu selesai bicara, dia mengangkat tangannya dan memberi tamparan keras di wajah Andreas.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved