Bab 1: Malam yang Penuh Gairah

by Michael Bosley 16:06,Dec 05,2024
"Turun dari tempat tidurku. Pergi sekarang juga!"

Wanita itu mengangkat tangannya dan menyiramkan segelas air dingin ke wajah seorang pria.

Andreas Malcolm menatap wanita itu dengan penuh amarah. Namun, tepat pada saat itu, dia melihat bekas ciuman di leher wanita tersebut. Andreas langsung menelan kembali kata-kata yang hampir dia lontarkan.

Sejak keluar dari militer, Andreas bekerja sebagai sopir pribadi. Wanita yang ada di depannya saat ini adalah klien Andreas. Semalam, wanita itu mabuk berat dan menginap di vila pribadi yang sangat mewah. Saking kayanya, wanita itu bahkan mengendarai Porsche Cayenne. Mengingat status sosial mereka sekarang, sepertinya tidak mungkin Andreas bisa bertemu dengan wanita itu. Namun, takdir punya rencana lain.

Sebelum Andreas bisa mengingat apa yang terjadi semalam, sebuah tamparan mendarat di wajahnya.

Merasa jengkel karena sudah terlibat dalam masalah ini, Andreas tak bisa menahan diri dan bertanya dengan nada marah, "Kenapa kamu memukulku?"

Wanita itu mengulangi ucapannya, "Aku bilang pergi dari sini, apa kamu tidak dengar?"

Andreas mengerutkan kening. "Lalu bagaimana dengan kejadian semalam? Apa kita harus berpura-pura bahwa semua itu tidak pernah terjadi?"

Wanita itu mengangkat alisnya dengan angkuh, wajahnya dingin dan penuh penghinaan. "Apa, kau mau aku bertanggung jawab?"

Andreas mengangguk, "Tentu saja tidak ada yang menginginkan ini, tapi bagaimanapun juga, aku seorang pria..."

Wanita itu langsung menyela dengan nada meremehkan, "Pria? Jadi apa? Dengarkan baik-baik, namaku Tina, Wakil Presiden Grup Tang. Gaji bulananmu sebagai sopir bahkan lebih rendah dari sopir pribadiku. Apa yang akan kau tanggung jawabkan?"

Andreas tertegun sejenak, lalu tersenyum pahit. Wanita itu benar. Tidak peduli betapa gemilangnya masa lalu Andreas, sekarang dia hanyalah seorang sopir biasa. Masa percobaannya bahkan belum selesai. Jika bukan karena kebutuhan uang yang mendesak, dia tidak akan bekerja siang malam dan terlibat cinta satu malam dengan wanita seperti Emma.

Sebelum Andreas sempat menjawab, Emma menundukkan kepalanya dengan ampuh dan menarik selimut dari tempat tidur.

Udara dingin langsung menerpa wajah Andreas, membuat pria itu buru-buru menyelimuti dirinya sambil mengumpat, "Kamu gila, ya?"

Emma menyeringai dan berkata dengan nada penuh ejekan. "Di depanku, sebaiknya kamu berhenti sok jantan. Apa salahnya dengan perempuan? Apa kami harus tunduk pada kalian, laki-laki? Tidak akan pernah, tidak seumur hidup! Aku, Emma Golding, tidak akan pernah tunduk pada siapa pun!"

Emma langsung membuka dompetnya dan melemparkan setumpuk uang seratus ribuan ke arah Andreas. Gerakannya tampak santai, seperti memberi sedekah kepada pengemis.

Andreas merasa terhina, suaranya menjadi lebih dalam. "Apa maksudmu dengan ini?"

Emma menjawab dengan nada dingin. "Kamu sudah mengantarku dan aku membayarmu. Itu upahmu, ada masalah?"

Andreas tidak tahan dengan sikap superior wanita itu. Dengan kesal, dia berkata, "Yang bertanggung jawab membayarku adalah perusahaan ojek daring!"

Andreas segera bangkit dari tempat tidur dan mengenakan pakaiannya di hadapan Emma, seolah ingin membalas dendam. Dia bahkan tidak berusaha mengenakan pakaian di tempat lain, seakan-akan Emma tidak ada di sana.

Namun, Emma tetap tenang. "Perusahaan ojek daring membayar jasamu mengemudikan mobil. Tapi, aku membayarmu untuk jasa yang lain."

Andreas tidak langsung menangkap maksudnya. Akan tetapi, sesaat kemudian wajahnya berubah gelap dan dia berteriak dengan marah, "Emma, kamu pikir aku ini apa?"

Emma menjawab dengan nada datar, "Kamu memiliki tujuh tahun pengalaman mengemudi. Jadi, kamu cukup 'berpengalaman', 'kan?"

Andreas dengan cepat mengancingkan kemejanya sambil menyeringai sinis. "Aku sudah melihat banyak wanita, tapi kamu adalah wanita yang paling cabul!"

Emma tertawa sinis. "Munafik!"

Andreas melotot. "Siapa yang munafik?"

Emma tidak mau kalah. Dia berkata dengan tatapan tajam, "Kamu! Ini namanya standar ganda. Pria bisa bermain-main dengan wanita tanpa dihakimi, tapi wanita malah dicap buruk kalau melakukan hal yang sama? Siapa yang buat aturan itu?"

Andreas berusaha mengingat kejadian semalam. "Tapi, tadi malam bukan kali pertama kamu melakukannya, 'kan?"

Emma menjawab dengan santai, "Semalam adalah kali pertama aku melakukannya. Pertama kali dalam malam itu."

Andreas merasa jijik. Begitu selesai mengikat sepatunya, dia lalu mengangguk singkat. "Baiklah, kau menang. Aku pergi."

Emma melempar uang ke arahnya. "Ambil itu. Aku puas dengan kemampuan 'mengemudimu'. Lain kali akan kutelepon lagi."

Andreas berusaha menjaga harga dirinya. Dia menjawab dengan nada dingin, "Tadi malam itu cuma uji coba, gratis."

Setelah menyelesaikan ucapannya, dia pergi meninggalkan vila. Begitu pintu tertutup, notifikasi muncul di ponselnya. Sebuah rating satu bintang dengan alasan "bau badan pengemudi".

Andreas menatap lantai tiga vila tersebut, lalu mengumpat dalam hati. Perempuan itu pasti sengaja memberinya penilaian buruk!

Begitu Andreas pergi, sikap kuat Emma langsung luntur. Tubuhnya lemas dan kakinya terasa sakit. Setiap detail kejadian semalam terus menghantuinya. Saat menarik selimut, matanya tertuju pada noda merah mencolok di seprai, kontras dengan kamarnya yang biasanya bersih. Giginya terkatup, tangannya mengepal dan wajahnya pucat pasi. Air matanya hampir tumpah, tapi ia berusaha menahannya.

Emma nyaris tidak bisa memercayai bahwa dalang di balik semua ini adalah sahabatnya sendiri, seseorang yang tumbuh besar bersamanya dan telah dia anggap seperti saudaranya sendiri.

Jika saja minumannya tidak dicampuri sesuatu tadi malam, bagaimana mungkin Emma, seseorang yang menjaga kesucian selama lebih dari dua puluh tahun, bisa begitu mudah menyerahkan dirinya kepada seorang sopir yang bahkan namanya saja tidak dia ketahui?

Pandangan Emma tertuju pada jam dinding, hatinya berdesir. Tiga jam lagi pesawat pria itu akan mendarat dan dia tak menyangka akan dikhianati oleh sahabat terdekatnya di saat-saat krusial.

Namun, apa yang bisa dia lakukan sekarang? Menyerah? Dia sudah menunggu pria itu selama dua tahun penuh dan sekarang keluarga Golding sedang berada dalam bahaya. Hanya pria itulah yang bisa menyelamatkan mereka dari kehancuran!

Jika Emma menyerah sekarang, dia mungkin akan kehilangan bukan hanya cinta, tapi juga segalanya. Dia akan hancur berkeping-keping dan seluruh keluarga Golding akan musnah, tak ada yang luput!

Sembari menekan semua emosi negatif, Emma berjalan menuju kamar mandi dan melepas pakaiannya yang tersisa. Sesaat kemudian, air shower membasahi tubuhnya dan uap hangat memenuhi ruangan, menyembunyikan sosoknya yang sempurna.

Sambil menghela napas panjang, Emma mengelap uap di cermin dan menatap bayangannya. Sambil menggigit bibir, kepercayaan diri dan kekuatannya perlahan kembali. Bagi orang luar, dia adalah putri keluarga Golding yang anggun, CEO glamor yang menjaga kejayaan keluarga Golding. Akan tetapi, siapa yang tahu berapa banyak usaha dan keringat yang telah dia curahkan?

Emma tahu dia tak bisa mundur, tak ada jalan keluar. Apa pun rencana yang menunggunya, dia hanya bisa menghadapinya dengan berani!

Mereka pikir bisa membuatnya tunduk dengan trik kotor ini? Mimpi!

Saat Emma keluar dari kamar mandi, ponsel di meja berdering. Dia berjalan ke jendela dengan tubuh yang masih telanjang dan dengan tenang menjawab telepon.

Suara wanita yang familier dan penuh kasih sayang terdengar dari ujung telepon, "Emma, apa kamu sudah bangun? Aku khawatir kamu akan bangun kesiangan. Pesawat Kak Xander akan segera mendarat. Jangan lupa pakai baju yang bagus, aku akan menjemputmu."

Emma menolak. "Tidak perlu, kita langsung bertemu di bandara saja."

Wanita di ujung telepon pura-pura khawatir. "Tapi, semalam kamu minum terlalu banyak. Apa kamu masih bisa menyetir?"

Emma menyipitkan mata dan menjawab dengan suara sinis. "Tidak masalah. Aku akan memanggil sopir!"

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

608