Bab 4: Berjuang Demi Cinta
by Michael Bosley
16:06,Dec 05,2024
Andreas menunjukkan sisi kuat dan dominannya sejenak, tetapi segera kembali ke sikapnya yang biasa.
Emma juga akhirnya sadar. "Dasar gila!"
Andreas dengan tenang menjawab, "Aku nggak gila!"
Emma menghujaninya dengan pertanyaan. "Nggak gila, ha? Apa kamu tahu seberapa kuat pengaruh keluarga Hart di Alverton? Mereka benar-benar penguasa dunia bisnis. Mereka itu bukan keluarga kaya dan berpengaruh biasa. Kalau bukan karena aku punya hubungan dengan Xander, mungkin keluarga Hart sudah bertindak!"
"Apanya yang serahkan saja padamu? Kamu itu cuma sopir. Kamu kira bisa lebih dihormati dibanding orang-orang dari keluarga Vanderbilt? Kalau kamu memang sehebat itu, mana mungkin bisa dipecat cuma karena satu ulasan buruk?"
Melihat Andreas terdiam, Emma tidak merasa tenang sama sekali, malah suaranya semakin tajam, "Kalau mau tetap hidup, sebaiknya jangan sampai orang-orang dari keluarga Vanderbilt tahu apa yang kamu bilang tadi. Aku sudah bilang sebelumnya, jangan mimpi! Aku nggak mungkin bisa jadi kekasihmu!"
Andreas bertanya lagi, "Kalau masalah keluarga Golding sudah selesai, apa masih nggak mungkin?"
Emma terkekeh sinis, sorot matanya menajam. "Kamu serius mau aku jadi kekasihmu? Oke, anggaplah masalah keluarga Golding selesai, anggap juga aku sudah gila dan setuju berpacaran denganmu, kamu mau kasih makan aku pakai apa? Pakai uang hasil kerja keras sebagai sopir?"
Andreas tetap teguh pendirian. "Pertama, aku nggak merasa jadi sopir itu memalukan. Kedua, aku nggak seburuk yang kamu bayangkan. Asalkan kamu mau memberi aku sedikit waktu, aku akan menemukan jalan keluar dari masalah ini."
Emma bertanya lagi dengan ekspresi tak percaya bertanya, "Apa yang membuatmu yakin aku akan meninggalkan Xander dan mengorbankan segalanya untukmu yang miskin dan mempertaruhkan masa depanku sendiri?"
Andreas menjawab dengan serius, "Berhubung yang semalam sudah terjadi, apa kamu masih punya pilihan lain? Aku nggak bisa menjamin apa pun, tapi kalau kamu memilihku, setidaknya kamu nggak perlu tunduk kepada siapa pun. Kamu bisa hidup bebas tanpa harus merendah di hadapan siapa pun!"
Emma refleks menggigit bibir. "Apa jaminannya?"
Andreas menatapnya intens. "Jaminannya adalah seluruh hidupku. Apa itu cukup?"
Emma tertegun sejenak, lalu perlahan mendekat sebelum berbisik-bisik, "Kamu jatuh cinta padaku? Haha, Andreas, nggak mungkin kamu jatuh cinta padaku cuma karena kejadian cinta satu malam itu, 'kan?"
Andreas menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Ini bukan hasil cinta satu malam. Aku sudah pernah kencan dengan banyak wanita, tapi tetap saja aku merasa harus bertanggung jawab karena kejadian semalam. Aku ini seorang pria, jadi aku nggak bisa membiarkan kamu menanggung semuanya sendirian."
Emma tiba-tiba mendongak. "Jadi, apa aku harus berterima kasih padamu?"
Tanpa memberi kesempatan Andreas untuk menjawab, Emma menginjak kaki Andreas dengan kuat sambil menggertakkan gigi, lalu berkata, "Andreas, dengar baik-baik, ya. Ada banyak pria yang suka padaku. Walau aku buta sekalipun, seorang Emma Golding tetap nggak akan tertarik padamu! Kamu mau tanggung jawab? Coba berkaca dulu sebelum sembarangan bicara!"
"Satu hal lagi. Aku ingatkan, kamu itu sekarang cuma sopirku. Di mata orang lain, kamu itu nggak lebih dari anjing peliharaanku! Kalau nanti kamu masih berani bicara dengan nada seperti itu di depan Xander, aku jamin kamu nggak akan melihat matahari besok!"
Setelah mengatakan itu, Emma cepat-cepat berbalik dan tanpa menoleh lagi berbaur di antara kerumunan!
Andreas merasa sakit dan hampir tidak bisa berdiri tegak dan wajahnya berubah merah. Setelah beberapa saat, dia tertawa kesal dan mengumpat, "Wanita ini kuat sekali!"
Setelah itu, Andreas kembali ke mobil, kali ini mengenakan jaket dan memegang setengah bungkus rokok. Dia punggungnya ada tulisan yang menunjukkan pekerjaannya sebagai sopir, dia jadi terlihat sangat kontras dengan para pengawal berpakaian hitam di sekitar dan menarik perhatian beberapa orang yang lewat.
Namun, Andreas sama sekali tidak memperdulikan pandangan aneh orang-orang di sekitarnya. Dia mengambil sebatang rokok dan mencoba menyalakannya. Angin yang kencang di bandara dan pemantik murah yang tidak tahan angin membuatnya kesulitan menyalakan rokok.
Diiringi satu tarikan napas, api pun menyala dan asap mulai mengepul.
Andreas mengusap dagunya yang kasar dengan janggut tipis seraya menatap kerumunan. Emma yang mengenakan gaun merah di sana tampak sangat mencolok, ditambah dengan aura luar biasa yang membuatnya menjadi pusat perhatian seketika. Namun entah kenapa, punggung kurusnya yang terlihat tangguh itu membuat Andreas merasakan rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan.
Emma sama sekali tidak peduli dengan bisikan di belakangnya dan menatap pesawat yang perlahan turun dari udara.
Tidak lama kemudian, seorang wanita mendekat dan berkata dengan nada lembut, meskipun topiknya sangat pribadi, "Emma, pria yang kamu bawa kemarin itu lumayan menarik. Bagaimana? Kamu menikmati waktu bersama dia?"
Emma tersenyum sinis. "Cepat sekali kamu membuka kartu, ya?"
Wanita itu menghela napas seolah melepaskan beban yang bersarang di dadanya. "Iya, sudah waktunya. Aku sudah nggak bisa berpura-pura lagi. Aku sudah menunggu bertahun-tahun untuk hari ini. Aku sudah hampir bisa menginjakkanmu sepenuhnya di bawah kakiku, Emma. Aku benar-benar nggak bisa menunggu lebih lama lagi!"
Kali ini, barulah Emma menoleh, "Karina, aku menganggapmu seperti saudariku sendiri. Kenapa kamu melakukan ini?"
Karina menyahut sambil mengangkat bahu, "Mungkin karena aku sudah nggak mau terus-terusan jadi bayanganmu, Emma. Kamu paham, 'kan? Tiap ada kamu, nggak ada yang pernah memperhatikan gadis bernama Karina!"
Emma mengernyit. Sorot matanya seolah menembus ke dalam Karina. "Apa ini ada kaitannya dengan Xander? Kalau kamu benar-benar suka dia, aku bisa mundur saja. Kenapa harus pakai cara seperti ini?"
Karina terkekeh getir. "Mundur? Lihat, ini yang membuatmu dibenci orang. Aku yang suka, jadi harus aku yang berjuang sendiri! Kenapa aku harus menunggu kamu mundur karena kasihan padaku? Apa karena kamu pikir aku ini nggak layak bersaing denganmu?"
Senyum Emma memudar. "Nggak peduli aku suka atau nggak, kalau kamu memang suka Xander, aku pasti akan bantu karena kita sudah lama bersama sampai kamu kuanggap saudara. Tapi kamu malah mau merebut dia dari tanganku tanpa pernah bilang apa-apa? Apa kamu pikir aku ini gampang ditipu? Kasihan, katamu? Haha, Karina, aku nggak pernah meremehkanmu, tapi memang sih, kalau seorang Emma Golding nggak mengalah, kamu nggak akan bisa merebut milikku!"
Karina tersenyum cerah, menatap Emma dengan intens. "Kamu benar, aku memang nggak sepadan bersaing denganmu. Tapi setelah mencari masalah dengan keluarga Hart dan mengkhianati keluarga Vanderbilt, bisa-bisa kamu masih berani berkata seperti itu?"
Sebelum Emma bisa membalas, Karina tampaknya baru ingat sesuatu, "Oh, ya, aku lupa memberitahumu, adik bodohmu yang membuat masalah dengan keluarga Hart, itu juga karena aku yang menyarankan!"
Emma menundukkan kepala, mengepalkan tangannya. "Kenapa?"
Karina hampir histeris. "Kenapa? Kalau nggak bisa menjelekkan keluarga Golding, dari mana keluarga Smith bisa terkenal? Jujur saja, sejak kecil aku memang iri padamu. Semua yang kamu dapatkan dengan mudah ada semua yang diusahakan oleh seorang Karina mati-matian tapi nggak pernah bisa terwujud. Kalau kamu nggak menghargai milikmu, jangan salahkan aku kalau aku merebut yang memang seharusnya jadi milikku!"
Emma perlahan mendongak, lalu berkata dengan suara yang sangat serius, "Sebagai saudarimu, hari ini aku akan memberitahumu satu hal yang sangat sederhana."
Sementara itu, pesawat sudah mendarat dan mulai melambat di landasan.
Karina menoleh dari pesawat dan bertanya, "Apa?"
Emma menyipitkan mata. Setiap kata yang diucapkan penuh penekanan, "Ada beberapa hal yang meskipun aku, Emma, nggak hargai, tapi nggak akan pernah bisa disentuh sedikit pun oleh wanita murahan seperti dirimu!"
Saat itu juga, suara tamparan yang keras terdengar di seluruh tempat!
Emma juga akhirnya sadar. "Dasar gila!"
Andreas dengan tenang menjawab, "Aku nggak gila!"
Emma menghujaninya dengan pertanyaan. "Nggak gila, ha? Apa kamu tahu seberapa kuat pengaruh keluarga Hart di Alverton? Mereka benar-benar penguasa dunia bisnis. Mereka itu bukan keluarga kaya dan berpengaruh biasa. Kalau bukan karena aku punya hubungan dengan Xander, mungkin keluarga Hart sudah bertindak!"
"Apanya yang serahkan saja padamu? Kamu itu cuma sopir. Kamu kira bisa lebih dihormati dibanding orang-orang dari keluarga Vanderbilt? Kalau kamu memang sehebat itu, mana mungkin bisa dipecat cuma karena satu ulasan buruk?"
Melihat Andreas terdiam, Emma tidak merasa tenang sama sekali, malah suaranya semakin tajam, "Kalau mau tetap hidup, sebaiknya jangan sampai orang-orang dari keluarga Vanderbilt tahu apa yang kamu bilang tadi. Aku sudah bilang sebelumnya, jangan mimpi! Aku nggak mungkin bisa jadi kekasihmu!"
Andreas bertanya lagi, "Kalau masalah keluarga Golding sudah selesai, apa masih nggak mungkin?"
Emma terkekeh sinis, sorot matanya menajam. "Kamu serius mau aku jadi kekasihmu? Oke, anggaplah masalah keluarga Golding selesai, anggap juga aku sudah gila dan setuju berpacaran denganmu, kamu mau kasih makan aku pakai apa? Pakai uang hasil kerja keras sebagai sopir?"
Andreas tetap teguh pendirian. "Pertama, aku nggak merasa jadi sopir itu memalukan. Kedua, aku nggak seburuk yang kamu bayangkan. Asalkan kamu mau memberi aku sedikit waktu, aku akan menemukan jalan keluar dari masalah ini."
Emma bertanya lagi dengan ekspresi tak percaya bertanya, "Apa yang membuatmu yakin aku akan meninggalkan Xander dan mengorbankan segalanya untukmu yang miskin dan mempertaruhkan masa depanku sendiri?"
Andreas menjawab dengan serius, "Berhubung yang semalam sudah terjadi, apa kamu masih punya pilihan lain? Aku nggak bisa menjamin apa pun, tapi kalau kamu memilihku, setidaknya kamu nggak perlu tunduk kepada siapa pun. Kamu bisa hidup bebas tanpa harus merendah di hadapan siapa pun!"
Emma refleks menggigit bibir. "Apa jaminannya?"
Andreas menatapnya intens. "Jaminannya adalah seluruh hidupku. Apa itu cukup?"
Emma tertegun sejenak, lalu perlahan mendekat sebelum berbisik-bisik, "Kamu jatuh cinta padaku? Haha, Andreas, nggak mungkin kamu jatuh cinta padaku cuma karena kejadian cinta satu malam itu, 'kan?"
Andreas menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Ini bukan hasil cinta satu malam. Aku sudah pernah kencan dengan banyak wanita, tapi tetap saja aku merasa harus bertanggung jawab karena kejadian semalam. Aku ini seorang pria, jadi aku nggak bisa membiarkan kamu menanggung semuanya sendirian."
Emma tiba-tiba mendongak. "Jadi, apa aku harus berterima kasih padamu?"
Tanpa memberi kesempatan Andreas untuk menjawab, Emma menginjak kaki Andreas dengan kuat sambil menggertakkan gigi, lalu berkata, "Andreas, dengar baik-baik, ya. Ada banyak pria yang suka padaku. Walau aku buta sekalipun, seorang Emma Golding tetap nggak akan tertarik padamu! Kamu mau tanggung jawab? Coba berkaca dulu sebelum sembarangan bicara!"
"Satu hal lagi. Aku ingatkan, kamu itu sekarang cuma sopirku. Di mata orang lain, kamu itu nggak lebih dari anjing peliharaanku! Kalau nanti kamu masih berani bicara dengan nada seperti itu di depan Xander, aku jamin kamu nggak akan melihat matahari besok!"
Setelah mengatakan itu, Emma cepat-cepat berbalik dan tanpa menoleh lagi berbaur di antara kerumunan!
Andreas merasa sakit dan hampir tidak bisa berdiri tegak dan wajahnya berubah merah. Setelah beberapa saat, dia tertawa kesal dan mengumpat, "Wanita ini kuat sekali!"
Setelah itu, Andreas kembali ke mobil, kali ini mengenakan jaket dan memegang setengah bungkus rokok. Dia punggungnya ada tulisan yang menunjukkan pekerjaannya sebagai sopir, dia jadi terlihat sangat kontras dengan para pengawal berpakaian hitam di sekitar dan menarik perhatian beberapa orang yang lewat.
Namun, Andreas sama sekali tidak memperdulikan pandangan aneh orang-orang di sekitarnya. Dia mengambil sebatang rokok dan mencoba menyalakannya. Angin yang kencang di bandara dan pemantik murah yang tidak tahan angin membuatnya kesulitan menyalakan rokok.
Diiringi satu tarikan napas, api pun menyala dan asap mulai mengepul.
Andreas mengusap dagunya yang kasar dengan janggut tipis seraya menatap kerumunan. Emma yang mengenakan gaun merah di sana tampak sangat mencolok, ditambah dengan aura luar biasa yang membuatnya menjadi pusat perhatian seketika. Namun entah kenapa, punggung kurusnya yang terlihat tangguh itu membuat Andreas merasakan rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan.
Emma sama sekali tidak peduli dengan bisikan di belakangnya dan menatap pesawat yang perlahan turun dari udara.
Tidak lama kemudian, seorang wanita mendekat dan berkata dengan nada lembut, meskipun topiknya sangat pribadi, "Emma, pria yang kamu bawa kemarin itu lumayan menarik. Bagaimana? Kamu menikmati waktu bersama dia?"
Emma tersenyum sinis. "Cepat sekali kamu membuka kartu, ya?"
Wanita itu menghela napas seolah melepaskan beban yang bersarang di dadanya. "Iya, sudah waktunya. Aku sudah nggak bisa berpura-pura lagi. Aku sudah menunggu bertahun-tahun untuk hari ini. Aku sudah hampir bisa menginjakkanmu sepenuhnya di bawah kakiku, Emma. Aku benar-benar nggak bisa menunggu lebih lama lagi!"
Kali ini, barulah Emma menoleh, "Karina, aku menganggapmu seperti saudariku sendiri. Kenapa kamu melakukan ini?"
Karina menyahut sambil mengangkat bahu, "Mungkin karena aku sudah nggak mau terus-terusan jadi bayanganmu, Emma. Kamu paham, 'kan? Tiap ada kamu, nggak ada yang pernah memperhatikan gadis bernama Karina!"
Emma mengernyit. Sorot matanya seolah menembus ke dalam Karina. "Apa ini ada kaitannya dengan Xander? Kalau kamu benar-benar suka dia, aku bisa mundur saja. Kenapa harus pakai cara seperti ini?"
Karina terkekeh getir. "Mundur? Lihat, ini yang membuatmu dibenci orang. Aku yang suka, jadi harus aku yang berjuang sendiri! Kenapa aku harus menunggu kamu mundur karena kasihan padaku? Apa karena kamu pikir aku ini nggak layak bersaing denganmu?"
Senyum Emma memudar. "Nggak peduli aku suka atau nggak, kalau kamu memang suka Xander, aku pasti akan bantu karena kita sudah lama bersama sampai kamu kuanggap saudara. Tapi kamu malah mau merebut dia dari tanganku tanpa pernah bilang apa-apa? Apa kamu pikir aku ini gampang ditipu? Kasihan, katamu? Haha, Karina, aku nggak pernah meremehkanmu, tapi memang sih, kalau seorang Emma Golding nggak mengalah, kamu nggak akan bisa merebut milikku!"
Karina tersenyum cerah, menatap Emma dengan intens. "Kamu benar, aku memang nggak sepadan bersaing denganmu. Tapi setelah mencari masalah dengan keluarga Hart dan mengkhianati keluarga Vanderbilt, bisa-bisa kamu masih berani berkata seperti itu?"
Sebelum Emma bisa membalas, Karina tampaknya baru ingat sesuatu, "Oh, ya, aku lupa memberitahumu, adik bodohmu yang membuat masalah dengan keluarga Hart, itu juga karena aku yang menyarankan!"
Emma menundukkan kepala, mengepalkan tangannya. "Kenapa?"
Karina hampir histeris. "Kenapa? Kalau nggak bisa menjelekkan keluarga Golding, dari mana keluarga Smith bisa terkenal? Jujur saja, sejak kecil aku memang iri padamu. Semua yang kamu dapatkan dengan mudah ada semua yang diusahakan oleh seorang Karina mati-matian tapi nggak pernah bisa terwujud. Kalau kamu nggak menghargai milikmu, jangan salahkan aku kalau aku merebut yang memang seharusnya jadi milikku!"
Emma perlahan mendongak, lalu berkata dengan suara yang sangat serius, "Sebagai saudarimu, hari ini aku akan memberitahumu satu hal yang sangat sederhana."
Sementara itu, pesawat sudah mendarat dan mulai melambat di landasan.
Karina menoleh dari pesawat dan bertanya, "Apa?"
Emma menyipitkan mata. Setiap kata yang diucapkan penuh penekanan, "Ada beberapa hal yang meskipun aku, Emma, nggak hargai, tapi nggak akan pernah bisa disentuh sedikit pun oleh wanita murahan seperti dirimu!"
Saat itu juga, suara tamparan yang keras terdengar di seluruh tempat!
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved