Bab 15 Diperkosa Gilang
by Hurem Petrova
10:09,Jan 04,2021
Sasti melangkahkan kakinya perlahan masuk ke dalam rumah. Pintu depan terbuka karena bekas Ijah tadi keluar rumah.
Sasti melongok masuk ke dalam rumah Gilang. “Gilang....” panggil Sasti.
Tidak nampak adanya kehidupan di lantai bawah rumah Gilang. Sepi.
Sasti memberanikan diri melangkahkan kaki lebih masuk ke dalam. “Gilang?!” panggilnya lagi. Namun tidak terdengar suara Gilang menyahutnya.
Sasti tidak berani berjalan lebih ke dalam lagi. Ia masih berdiri di mulut pintu sambil menatap ke bagian dalam rumah. Hingga suara derap kaki menuruni anak-anak tangga terdengar.
“Iya... Ada apa?” tanya Gilang menyahut.
“Ini aku Sasti....”
Gilang semakin berjalan mendekat. Ia terlihat senang saat mengetahui Sasti berkunjung ke rumahnya. “Akhirnya kamu ke mari juga,” katanya sambil tersenyum.
“Aku terpaksa!”
Gilang masih menampakkan senyumannya pada Sasti. “Jangan pura-pura....”
Sasti mendengus kesal. “Aku tidak bisa lama-lama di sini! Jadi cepat kembalikan mobil kakekku.”
“Padahal kamu tidak usah repot-repot untuk ke mari. Aku akan mengantarkan mobil kakek ke rumahmu,” kata Gilang.
“Kenapa kamu engga bilang dari kemarin, jika kamu saja yang mengantarkan mobilnya? Kakekku menanyakan mobilnya terus, mangkanya aku ke mari!” ucap Sasti.
“Bagaimana aku akan memberitahumu? Menghubungi kamu aja sulit. Nomerku kamu blokir kan?!” seru Gilang.
Sasti terdiam. Memang benar nomor Gilang telah ia blokir. Mungkin karena itu Gilang tidak dapat menghubunginya. “Yaudah, mana kunci mobilnya?”
Gilang menatap Sasti. “Kamu yang akan membawa mobil itu?”
Sasti menganggukkan kepalanya. “Iya, aku yang akan membawa mobilnya.”
“Kamu kan baru belajar nyetir mobil. Engga usah, biar aku aja yang nganterin pulang. Kalo mobil itu lecet, pasti kamu akan dimarahi kakek kan?” Gilang mengingatkan.
Sasti terdiam dan berfikir. Apa yang dikatakan Gilang ada benarnya. Pasti ia akan dimarahi kakek jika mobil itu mengalami lecet atau hal sebagainya.
“Aku ke mari juga ingin menanyakan, kenapa kamu memfitnah aku dengan mengatakan pada orang tuamu jika aku yang berselingkuh. Orang tuamu mengatakannya pada Kakek. Kamu ingin melempar kesalahan padaku?” tanya Sasti dengan kedua mata menyipit.
Gilang membalas tatapan Sasti padanya. Mereka bertatapan.
“Kamu ingin mengatakan pada orang-orang jika aku yang salah? Dan pertunangan kita batal karena aku yang berselingkuh?” tanya Sasti lirih.
Gilang menghela nafas. “Mungkin aku salah membalikkan fakta jika kamu yang telah mendua. Tapi kenyataan jika semua ini salahmu memang benar.”
“Salahku?” tanya Sasti tidak mengerti. Kedua alisanya beradu sambil menatap tajam Gilang.
“Ya salahmu....” ucap Gilang lirih. Ia melangkah berjalan mendekat ke arah Sasti. Langkahnya semakin dekat. Membuat Sasti berjalan mundur.
“Ini semua salahmu karena kamu tidak membiarkanku menyentuhmu....” Gilang melanjutkan kalimatnya sambil berjalan mendekati Sasti yang kini sudah merapat ke dinding.
Sasti menelan ludahnya. Tiba-tiba perasaannya tidak enak. “Apa maksudmu?” tanya Sasti.
“Jika kamu membiarkanku menyentuhmu sedikit saja... Aku tidak akan tergoda pada Ratih....” Gilang menatap Sasti dan mengusap pergelangan tangannya menuju ke lengan atas.
“Jangan berpikir yang tidak-tidak Gilang!” teriak Sasti. “Kamu tahu, aku menjaga kehormatanku demi calon suamiku, itu kamu!”
“Dan kenapa kamu tidak pernah membiarkan aku menyentuhmu? Padahal kamu tahu jika aku adalah calon suami kamu?” tanya Gilang lagi.
“Karena pernikahan kita belum berlangsung....” jawab Sasti lirih.
Gilang tersenyum tipis mendengarnya. “Pernikahan..... Kenapa pemikiranmu sempit sekali?”
“Bisa saja takdir tidak memihak kita.... Jika itu terjadi, bagaimana dengan aku?” Sasti menatap wajah Gilang tajam.
“Ini sudah jaman moderen Sasti. Tidak ada yang akan mempermasalahkan hal seperti itu....” kata Gilang dengan suara lirih. Wajahnya semakin mendekat pada Sasti.
Sasti menggelengkan kepalanya. “Jangan mendekat!” teriak Sasti.
Tapi Gilang tidak memperdulikan. Ia semakin berjalan mendekat ke arah Sasti. Bibir Gilang berusaha mendarat di atas bibir lembut Sasti.
Tapi Sasti menolehkan wajahnya dan bibir Gilang hanya jatuh di atas pipinya.
Tangan Gilang memegangi lengan Sasti agar tidak bergerak. Ia sedikit kesal karena tidak mendapatkan bibir Sasti. Lalu wajah Gilang mulai turun dan mengarah pada leher Sasti. Tangannya berjalan menelusuri lengan dan beralih ke arah pinggang Sasti.
“Gilang hentikan!” teriak Sasti sambil mendorong tubuh Gilang ke belakang. Tapi tubuh Gilang yang tinggi dan lebih besar darinya, membuat Sasti tidak dapat menjauhkan diri dari dekapan Gilang yang memaksa.
“Sudah lama aku merindukanmu Sasti... Tapi kamu terlalu lama untuk faham,” kata Gilang lirih. Wajah Gilang tenggelam di antara leher dan bahu Sasti.
Sasti merasakan jika bibir Gilang menyentuh kulit lehernya. “Gilang!” sentak Sasti. Ia meronta tapi tidak kuat mendorong Gilang untuk menjauh. Tangan Gilang melingkar ke pinggang Sasti dan mendekatkan tubuhnya.
Ternyata Pras belum pergi juga. Ia masih menunggu Sasti di luar rumah Gilang. Entah mengapa hatinya resah menunggu Sasti keluar dari rumah. Kedua mata Pras menatap rumah besar yang ada di samping mobilnya terparkir.
“Kita masih menunggu di sini Tuan?” tanya Ari sambil menoleh ke belakang.
Pras menganggukkan kepalanya. “ Ya, kita tunggu hingga Sasti keluar rumah.”
“Gilang! Kamu harus berfikir jernih! Hentikan!” seru Sasti.
Tangan Gilang mulai melepaskan cengkramannya pada lengan Sasti. Ia malah menarik kancing kemeja warna putih yang Sasti kenakan. Gilang menariknya hingga dua kancing terlepas dan jatuh menggelinding di atas lantai.
Kedua mata Sasti membulat. Ia terkejut kini kancing baju atasnya terlepas dan terbuka. Membuat belahan dada Sasti menyembul ke atas dengan bra berwarna hitam sendikit terlihat.
Sasti mulai sadar jika Gilang sudah kerasukan setan. “Gilang?!”
Sasti mulai akan berlari saat tangan Gilang tak memeganginya tapi justru lengan Gilang yang kekar itu malah menangkap tubuh Sasti dan melemparkannya ke atas sofa yang tak jauh dari mereka berdiri.
Kini Sasti ada di atas sofa. Rok kerja warna hitam yang dikenakan Sasti tersingkap. Memperlihatkan pahanya yang putih dan celana dalamnya yang juga berwarna hitam.
Apa yang dilihat kedua mata Gilang justru membuat tubuh bagian bawahnya mengeras. Gelora yang ada di dalam hatinya semakin bergejolak.
Dengan cepat Gilang membuka baju yang ia kenakan. Tatapannya masih mengarah ke arah Sasti. Pandangan mata yang tajam sekaan ingin memangsa.
Beberapa detik Sasti masih gamang dengan apa yang terjadi. Karena ia tidak menyangka jika Gilang dapat berbuat seperti ini padanya.
“Jika aku sudah mendapatkanmu. Kamu pasti akan berfikir dua kali untuk meninggalkan aku....” kata Gilang pada Sasti.
“Jangan Gilang ini engga benar!”
Gilang tidak perduli. Ia tetap pada keinginannya. Gilang mulai menarik semua kancing baju Sasti dan semuanya terlepas. Kini bagian perut Sasti terlihat. Sasti setengah telanjang.
“Tidak.... Tolong!!!!” teriak Sasti kencang.
Pras mengerutkan dahinya terdengar samar-samar suara seseorang meminta tolong. “Apa kamu dengar Ari?”
“Dengar apa Tuan?” tanya Ari kembali.
“Suara wanita meminta tolong?”
Ari menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak....”
Pras memejamkan kedua matanya. Berusaha mendengar lebih jelas tapi kini suara itu tidak terdengar lagi.
Bersambung...
Sasti melongok masuk ke dalam rumah Gilang. “Gilang....” panggil Sasti.
Tidak nampak adanya kehidupan di lantai bawah rumah Gilang. Sepi.
Sasti memberanikan diri melangkahkan kaki lebih masuk ke dalam. “Gilang?!” panggilnya lagi. Namun tidak terdengar suara Gilang menyahutnya.
Sasti tidak berani berjalan lebih ke dalam lagi. Ia masih berdiri di mulut pintu sambil menatap ke bagian dalam rumah. Hingga suara derap kaki menuruni anak-anak tangga terdengar.
“Iya... Ada apa?” tanya Gilang menyahut.
“Ini aku Sasti....”
Gilang semakin berjalan mendekat. Ia terlihat senang saat mengetahui Sasti berkunjung ke rumahnya. “Akhirnya kamu ke mari juga,” katanya sambil tersenyum.
“Aku terpaksa!”
Gilang masih menampakkan senyumannya pada Sasti. “Jangan pura-pura....”
Sasti mendengus kesal. “Aku tidak bisa lama-lama di sini! Jadi cepat kembalikan mobil kakekku.”
“Padahal kamu tidak usah repot-repot untuk ke mari. Aku akan mengantarkan mobil kakek ke rumahmu,” kata Gilang.
“Kenapa kamu engga bilang dari kemarin, jika kamu saja yang mengantarkan mobilnya? Kakekku menanyakan mobilnya terus, mangkanya aku ke mari!” ucap Sasti.
“Bagaimana aku akan memberitahumu? Menghubungi kamu aja sulit. Nomerku kamu blokir kan?!” seru Gilang.
Sasti terdiam. Memang benar nomor Gilang telah ia blokir. Mungkin karena itu Gilang tidak dapat menghubunginya. “Yaudah, mana kunci mobilnya?”
Gilang menatap Sasti. “Kamu yang akan membawa mobil itu?”
Sasti menganggukkan kepalanya. “Iya, aku yang akan membawa mobilnya.”
“Kamu kan baru belajar nyetir mobil. Engga usah, biar aku aja yang nganterin pulang. Kalo mobil itu lecet, pasti kamu akan dimarahi kakek kan?” Gilang mengingatkan.
Sasti terdiam dan berfikir. Apa yang dikatakan Gilang ada benarnya. Pasti ia akan dimarahi kakek jika mobil itu mengalami lecet atau hal sebagainya.
“Aku ke mari juga ingin menanyakan, kenapa kamu memfitnah aku dengan mengatakan pada orang tuamu jika aku yang berselingkuh. Orang tuamu mengatakannya pada Kakek. Kamu ingin melempar kesalahan padaku?” tanya Sasti dengan kedua mata menyipit.
Gilang membalas tatapan Sasti padanya. Mereka bertatapan.
“Kamu ingin mengatakan pada orang-orang jika aku yang salah? Dan pertunangan kita batal karena aku yang berselingkuh?” tanya Sasti lirih.
Gilang menghela nafas. “Mungkin aku salah membalikkan fakta jika kamu yang telah mendua. Tapi kenyataan jika semua ini salahmu memang benar.”
“Salahku?” tanya Sasti tidak mengerti. Kedua alisanya beradu sambil menatap tajam Gilang.
“Ya salahmu....” ucap Gilang lirih. Ia melangkah berjalan mendekat ke arah Sasti. Langkahnya semakin dekat. Membuat Sasti berjalan mundur.
“Ini semua salahmu karena kamu tidak membiarkanku menyentuhmu....” Gilang melanjutkan kalimatnya sambil berjalan mendekati Sasti yang kini sudah merapat ke dinding.
Sasti menelan ludahnya. Tiba-tiba perasaannya tidak enak. “Apa maksudmu?” tanya Sasti.
“Jika kamu membiarkanku menyentuhmu sedikit saja... Aku tidak akan tergoda pada Ratih....” Gilang menatap Sasti dan mengusap pergelangan tangannya menuju ke lengan atas.
“Jangan berpikir yang tidak-tidak Gilang!” teriak Sasti. “Kamu tahu, aku menjaga kehormatanku demi calon suamiku, itu kamu!”
“Dan kenapa kamu tidak pernah membiarkan aku menyentuhmu? Padahal kamu tahu jika aku adalah calon suami kamu?” tanya Gilang lagi.
“Karena pernikahan kita belum berlangsung....” jawab Sasti lirih.
Gilang tersenyum tipis mendengarnya. “Pernikahan..... Kenapa pemikiranmu sempit sekali?”
“Bisa saja takdir tidak memihak kita.... Jika itu terjadi, bagaimana dengan aku?” Sasti menatap wajah Gilang tajam.
“Ini sudah jaman moderen Sasti. Tidak ada yang akan mempermasalahkan hal seperti itu....” kata Gilang dengan suara lirih. Wajahnya semakin mendekat pada Sasti.
Sasti menggelengkan kepalanya. “Jangan mendekat!” teriak Sasti.
Tapi Gilang tidak memperdulikan. Ia semakin berjalan mendekat ke arah Sasti. Bibir Gilang berusaha mendarat di atas bibir lembut Sasti.
Tapi Sasti menolehkan wajahnya dan bibir Gilang hanya jatuh di atas pipinya.
Tangan Gilang memegangi lengan Sasti agar tidak bergerak. Ia sedikit kesal karena tidak mendapatkan bibir Sasti. Lalu wajah Gilang mulai turun dan mengarah pada leher Sasti. Tangannya berjalan menelusuri lengan dan beralih ke arah pinggang Sasti.
“Gilang hentikan!” teriak Sasti sambil mendorong tubuh Gilang ke belakang. Tapi tubuh Gilang yang tinggi dan lebih besar darinya, membuat Sasti tidak dapat menjauhkan diri dari dekapan Gilang yang memaksa.
“Sudah lama aku merindukanmu Sasti... Tapi kamu terlalu lama untuk faham,” kata Gilang lirih. Wajah Gilang tenggelam di antara leher dan bahu Sasti.
Sasti merasakan jika bibir Gilang menyentuh kulit lehernya. “Gilang!” sentak Sasti. Ia meronta tapi tidak kuat mendorong Gilang untuk menjauh. Tangan Gilang melingkar ke pinggang Sasti dan mendekatkan tubuhnya.
Ternyata Pras belum pergi juga. Ia masih menunggu Sasti di luar rumah Gilang. Entah mengapa hatinya resah menunggu Sasti keluar dari rumah. Kedua mata Pras menatap rumah besar yang ada di samping mobilnya terparkir.
“Kita masih menunggu di sini Tuan?” tanya Ari sambil menoleh ke belakang.
Pras menganggukkan kepalanya. “ Ya, kita tunggu hingga Sasti keluar rumah.”
“Gilang! Kamu harus berfikir jernih! Hentikan!” seru Sasti.
Tangan Gilang mulai melepaskan cengkramannya pada lengan Sasti. Ia malah menarik kancing kemeja warna putih yang Sasti kenakan. Gilang menariknya hingga dua kancing terlepas dan jatuh menggelinding di atas lantai.
Kedua mata Sasti membulat. Ia terkejut kini kancing baju atasnya terlepas dan terbuka. Membuat belahan dada Sasti menyembul ke atas dengan bra berwarna hitam sendikit terlihat.
Sasti mulai sadar jika Gilang sudah kerasukan setan. “Gilang?!”
Sasti mulai akan berlari saat tangan Gilang tak memeganginya tapi justru lengan Gilang yang kekar itu malah menangkap tubuh Sasti dan melemparkannya ke atas sofa yang tak jauh dari mereka berdiri.
Kini Sasti ada di atas sofa. Rok kerja warna hitam yang dikenakan Sasti tersingkap. Memperlihatkan pahanya yang putih dan celana dalamnya yang juga berwarna hitam.
Apa yang dilihat kedua mata Gilang justru membuat tubuh bagian bawahnya mengeras. Gelora yang ada di dalam hatinya semakin bergejolak.
Dengan cepat Gilang membuka baju yang ia kenakan. Tatapannya masih mengarah ke arah Sasti. Pandangan mata yang tajam sekaan ingin memangsa.
Beberapa detik Sasti masih gamang dengan apa yang terjadi. Karena ia tidak menyangka jika Gilang dapat berbuat seperti ini padanya.
“Jika aku sudah mendapatkanmu. Kamu pasti akan berfikir dua kali untuk meninggalkan aku....” kata Gilang pada Sasti.
“Jangan Gilang ini engga benar!”
Gilang tidak perduli. Ia tetap pada keinginannya. Gilang mulai menarik semua kancing baju Sasti dan semuanya terlepas. Kini bagian perut Sasti terlihat. Sasti setengah telanjang.
“Tidak.... Tolong!!!!” teriak Sasti kencang.
Pras mengerutkan dahinya terdengar samar-samar suara seseorang meminta tolong. “Apa kamu dengar Ari?”
“Dengar apa Tuan?” tanya Ari kembali.
“Suara wanita meminta tolong?”
Ari menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak....”
Pras memejamkan kedua matanya. Berusaha mendengar lebih jelas tapi kini suara itu tidak terdengar lagi.
Bersambung...
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved