Bab 10 Mendadak dari SPG menjadi sekertaris
by Hurem Petrova
11:21,Jan 01,2021
Bab 10
Mendadak dari SPG menjadi sekertaris
“Kenapa kamu memanggilnya dan menyuruhnya ke sini?” tanya Tina tidak mengerti dengan jalan fikiran Pras.
“Aku hanya ingin memberitahu pada semua pekerja di sini jika....” Kalimat Pras terhenti. Sesaat ia menoleh dan menatap Sasti yang ada di sampingnya.
Pras berfikir sejenak dan kemudian membalikkan badannya lagi kepada seluru karyawan yang berbaris di depannya. “Sttt!! Jangan berisik!” tegurnya.
Spontan hening langsung terjadi.
Nana menatap iba pada Sasti yang ia kira akan dimarahi oleh CEO baru.
Berbeda dengan Nana yang peduli. Nadia malah terlihat senang jika Sasti dipecat dari perusahaan ini. Sehingga ia tidak akan satu perkerjaan lagi dengan sepupunya itu.
“Selain saya ingin memperkenalkan diri, nama saya Prasetyo Mangunharjo. Saya juga akan mengenalkan sekertaris baru yang akan membantu saya bekerja.”
Semuanya menyimak apa yang Pras ucapkan dengan khusuk.
Berbeda dengan karyawan lainnya, sepertinnya Tina sudah mulai menebak, Pras akan memperkenalkan siapa. Karena kandidat sekertaris untuk Pras memang belum ada. Lalu siapa lagi jika bukan wanita yang sedang dipegangi Pras sejak tadi.
Di balik tubuh Pras dan Sasti yang berdiri sejajar, tanpa Sasti sadari Pras sejak tadi menggenggam tangan Sasti.
“Saya akan memperkenalkan sekertaris yang akan membantu saya bekerja dan saya mohon kalian juga mulai menghormatinya. Karena sekertaris juga partner saya....” Pras melanjutkan kalimatnya.
Puluhan mata menatap dan memperhatikan.
“Sekertaris saya adalah Sasti.”
Semua orang terkejut dengan pernyataan langsung CEO. Tidak terkecuali Tina dan Nadia.
Nadia hampir saja pingsan ketika mendegarnya. Bagaimana bisa seseorang yang hanya lulusan SMA dan awalnya hanya seorang SPG bisa mendadak naik pangkat menjadi sekertaris.
Tina memejamkan kedua matanya ketika mendengar pengumuman resmi yang diucapkan Pras. Ia membuka mata dan kemudian memperhatikan Sasti. ‘Siapa gadis itu? Kenapa Pras menggenggam tangannya dan nampak perduli dengannya?’ tanya Tina di dalam hati.
Nana melonjak bahagia saat mendengar Sasti kini menjadi sekertaris CEO. “Sasti temen gue.... Sasti temen gue loh itu....” katanya dengan kegirangan.
Jangankan semua orang yang ada di sini. Sasti yang memiliki diri merasa tidak yakin dengan apa yang didengarnya. Ia menoleh menatap Pras yang berdiri di sampingnya. Ia sama sekali tidak percaya jika Pras adalah CEO perusahaan tempatnya bekerja dan dirinya adalah sekertaris.
“Ini serius...?” tanya Sasti lirih.
Pras yang memiliki wajah datar dan dingin itu menoleh ke arah Sasti dan menatapnya. “Kamu pikir aku bercanda? Aku sudah mengumumkan jika kamu adalah sekertaris pribadiku?”
Sasti menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Ia merasa jika sekarang ia sedang dalam mimpi. “Ini aku mimpi ya....?” tanya Sasti pada Pras.
“Ini nyata,” jawab Pras singkat.
“Tapi bagaimana bisa? Aku hanya seorang SPG dan ijasahku hanya tamatan SMA. Bagaimana bisa....?” Sasti tetap tidak percaya. Kini ia menjabat sebagai sekertaris dan bahkan jabatan Nadia kini berada di bawah Sasti.
‘Sekertaris pribadi....’ guman Sasti tidak percaya. “Tidak mungkin.... Dan bagaimana bisa.....?”
“Tentu saja bisa,” sahut Pras. “Ini adalah perusahanku sendiri jadi terserah aku mau memilih siapa.”
“Tapi kenapa aku?” tanya Sasti lirih.
“Ini aku lakukan untuk kamu bisa membayar hutang padaku,” jawab Pras sambil tersenyum lebar dan kedua alis terangkat.
Tina yang masih berdiri tidak jauh dari sana, walau ia tidak mendengar apa yang sedang Pras dan Sasti perbicangkan merasa ada sesuatu yang janggal di antara mereka.
Karena Tina tidak pernah melihat wajah Pras sebahagia ini sebelumnya. Bahkan saat Pras masih berstatus tunangannya. Tina tidak pernah melihat wajah Pras yang bahagia seperti ini.
Setelah acara pengenalan diri sebagai CEO baru dan pengumuman tentang sekertaris baru yang bernama Sasti. Kini saatnya mulai bekerja.
Pras memberitahu di mana meja kerja Sasti. “Kamu sekarang kerja di sini.”
Sasti menatap meja yang masih kosong tanpa berkas dan dokumen di atas meja. Hanya sebuah komputer yang ada di atas meja. Lalu pandagan matanya menatap kesekeliling ruangan. “Aku bekerja di dalam satu ruangan denganmu?” tanya Sasti.
“Iya, namanya juga sekertaris. Pasti kerjanya engga jauh dari aku,” jawab Pras penuh kemenangan.
“Tapi biasanya sekertaris itu meja kerjanya ada di luar ruangan CEO atau direktur. Nanti kalo ada apa-apa baru sekertaris itu masuk ke dalam ruangan CEO untuk memberitahu.”
Pras tertawa. “Itu kan hanya menurut kamu. Tapi kenyataannya kaya begini kan....”
Padahal tadi sebelum Pras mengajak Sasti untuk melihat meja kerjanya, Pras buru-buru menyuruh dua orang satpam untuk memindahkan meja kerja sekertaris yang ada di depan ruangannya untuk dimasukan ke dalam.
“Mulai sekarang kamu duduk di sana dan aku di sini....” kata Pras memberitahu.
Sasti tidak berekspresi ia hanya menatap Pras yang kini duduk di meja kerjanya. “Kamu tidak menyesal menangkat aku sebagai sekertaris?” tanya Sasti pada Pras.
Pras menoleh dan membalas tatapan Sasti. Ia menggelengkan kepalanya. “Sudah aku bilang, jika aku memeberi jabatan sekertaris padamu itu semua agar kamu bisa membayar hutangmu padaku.”
“Maksudmu nanti aku langsung potong gaji begitu? Menyicil?” tanya Sasti dengan wajah polosnya.
“Ya bisa jadi seperti itu....” jawab Pras santai.
“Tapi Tuan Pras.... Aku tidak tahu apa yang aku kerjakan. Aku hanya tahu bagaimana cara menawarkan dan menjelaskan konsumen buku-buku yang dijual di sini....” kata Sasti jujur.
Pras menatap wajah polos Sasti. “Hm... kerjamu mencatat jadwal aku saja. Dan jika ada form dan lainnya biar bagian saja yang mengurusnya,” kata Pras memberi solusi.
“Aku hanya menulis jadwal anda saja Tuan Pras?” tanya Sasti lagi.
Pras menganggukkan kepalanya. “Dan... menemaniku.”
Sasti mengangguk-nganggukkan kepalanya. “Kalo hanya seperti itu tugasnya aku mengerti.”
“Dan kamu bisa mengopersikan komputer?” tanya Pras lag.
“Bisa.”
“Nanti kamu bantu aku menulis laporan dan lain sebagainya....” ujar Pras lagi.
Sasti menganggukkan kepalanya. “Baik Tuan.”
Pras menatap Sasti. Membuat Sasti merasa jengah dan menjadi serba salah. “Ada apa? Apa ada yang aneh?”
Pras menggelengkan kepalanya dan kemudian membuang muka, mengalihkan perhatiannya pada Sasti. Ia mengambil sebuah dokumen bermap warna hijau dan kemudian membacanya.
Sasti mulai duduk di kursi dan mejanya. Ia merasa aneh dan canggung dengan jabatan barunya. “Sekertaris....” ujarnya lirih.
Tapi Sasti malah bingung dia harus melakukan apa. Sasti melirik ke arah Pras. Ia ingin Pras memberikannya sebuah tugas untuk dikerjakan. Tapi nampaknya Pras tidak mengerti. Mereka hanya saling bertatapan dan kemudian Pras memalingkan muka. Begitu terus beberapa kali. Hingga ketukan pada pintu ruangan Pras terdengar. “Tok.... tok....”
Sasti ingin beranjak dari duduknya dan membukakn pintu. Namun suara Pras sudah lebih dahulu menyahut. “Masuk!”
Pintu ruangan langsung terbuka dan Tina masuk ke dalam ruangan. Awalnya tatapan Tina langsung tertuju pada Pras yang duduk di kursinya. Tapi pandangan mata Tina terganggu dengan hadirnya sebuah meja yang ada di sebalah kiri tidak jauh dari Pras duduk.
“Sejak kapan meja sekertaris pindah di sini?” tanya Tina pada Pras.
Pras langsung membulatkan mata dan menatap tajam Tina.
Dahi Sasti langsung berkerut. “Memang biasanya di mana kak meja sekertarisnya? Di luarkan?” tanya Sasti pada Tina.
Belum sempat Tina memahami maksud dari ekspresi wajah Pras ke arahnya, Tina sudah menyahut pertanyaan Sasti.
“Ya.... Biasanya meja ini di taruh di luar.”
Sasti langsung menoleh ke arah Pras. Dan lagi-lagi Pras langsung membuang mukanya. “Jadi betul kan dugaanku semula, jika ini hanya siasatnya untuk membuatku susah....” guman Sasti. Ia masih teringat dengan Pras yang menyuruhnya membayar semua biaya keruginan yang sudah dikeluarkan Pras saat Sasti mabuk.
‘Apa kamu ingin membuat diriku kesulitan Pras?’ tanya Sasti di dalam hatinya.
Bersambung....
Mendadak dari SPG menjadi sekertaris
“Kenapa kamu memanggilnya dan menyuruhnya ke sini?” tanya Tina tidak mengerti dengan jalan fikiran Pras.
“Aku hanya ingin memberitahu pada semua pekerja di sini jika....” Kalimat Pras terhenti. Sesaat ia menoleh dan menatap Sasti yang ada di sampingnya.
Pras berfikir sejenak dan kemudian membalikkan badannya lagi kepada seluru karyawan yang berbaris di depannya. “Sttt!! Jangan berisik!” tegurnya.
Spontan hening langsung terjadi.
Nana menatap iba pada Sasti yang ia kira akan dimarahi oleh CEO baru.
Berbeda dengan Nana yang peduli. Nadia malah terlihat senang jika Sasti dipecat dari perusahaan ini. Sehingga ia tidak akan satu perkerjaan lagi dengan sepupunya itu.
“Selain saya ingin memperkenalkan diri, nama saya Prasetyo Mangunharjo. Saya juga akan mengenalkan sekertaris baru yang akan membantu saya bekerja.”
Semuanya menyimak apa yang Pras ucapkan dengan khusuk.
Berbeda dengan karyawan lainnya, sepertinnya Tina sudah mulai menebak, Pras akan memperkenalkan siapa. Karena kandidat sekertaris untuk Pras memang belum ada. Lalu siapa lagi jika bukan wanita yang sedang dipegangi Pras sejak tadi.
Di balik tubuh Pras dan Sasti yang berdiri sejajar, tanpa Sasti sadari Pras sejak tadi menggenggam tangan Sasti.
“Saya akan memperkenalkan sekertaris yang akan membantu saya bekerja dan saya mohon kalian juga mulai menghormatinya. Karena sekertaris juga partner saya....” Pras melanjutkan kalimatnya.
Puluhan mata menatap dan memperhatikan.
“Sekertaris saya adalah Sasti.”
Semua orang terkejut dengan pernyataan langsung CEO. Tidak terkecuali Tina dan Nadia.
Nadia hampir saja pingsan ketika mendegarnya. Bagaimana bisa seseorang yang hanya lulusan SMA dan awalnya hanya seorang SPG bisa mendadak naik pangkat menjadi sekertaris.
Tina memejamkan kedua matanya ketika mendengar pengumuman resmi yang diucapkan Pras. Ia membuka mata dan kemudian memperhatikan Sasti. ‘Siapa gadis itu? Kenapa Pras menggenggam tangannya dan nampak perduli dengannya?’ tanya Tina di dalam hati.
Nana melonjak bahagia saat mendengar Sasti kini menjadi sekertaris CEO. “Sasti temen gue.... Sasti temen gue loh itu....” katanya dengan kegirangan.
Jangankan semua orang yang ada di sini. Sasti yang memiliki diri merasa tidak yakin dengan apa yang didengarnya. Ia menoleh menatap Pras yang berdiri di sampingnya. Ia sama sekali tidak percaya jika Pras adalah CEO perusahaan tempatnya bekerja dan dirinya adalah sekertaris.
“Ini serius...?” tanya Sasti lirih.
Pras yang memiliki wajah datar dan dingin itu menoleh ke arah Sasti dan menatapnya. “Kamu pikir aku bercanda? Aku sudah mengumumkan jika kamu adalah sekertaris pribadiku?”
Sasti menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Ia merasa jika sekarang ia sedang dalam mimpi. “Ini aku mimpi ya....?” tanya Sasti pada Pras.
“Ini nyata,” jawab Pras singkat.
“Tapi bagaimana bisa? Aku hanya seorang SPG dan ijasahku hanya tamatan SMA. Bagaimana bisa....?” Sasti tetap tidak percaya. Kini ia menjabat sebagai sekertaris dan bahkan jabatan Nadia kini berada di bawah Sasti.
‘Sekertaris pribadi....’ guman Sasti tidak percaya. “Tidak mungkin.... Dan bagaimana bisa.....?”
“Tentu saja bisa,” sahut Pras. “Ini adalah perusahanku sendiri jadi terserah aku mau memilih siapa.”
“Tapi kenapa aku?” tanya Sasti lirih.
“Ini aku lakukan untuk kamu bisa membayar hutang padaku,” jawab Pras sambil tersenyum lebar dan kedua alis terangkat.
Tina yang masih berdiri tidak jauh dari sana, walau ia tidak mendengar apa yang sedang Pras dan Sasti perbicangkan merasa ada sesuatu yang janggal di antara mereka.
Karena Tina tidak pernah melihat wajah Pras sebahagia ini sebelumnya. Bahkan saat Pras masih berstatus tunangannya. Tina tidak pernah melihat wajah Pras yang bahagia seperti ini.
Setelah acara pengenalan diri sebagai CEO baru dan pengumuman tentang sekertaris baru yang bernama Sasti. Kini saatnya mulai bekerja.
Pras memberitahu di mana meja kerja Sasti. “Kamu sekarang kerja di sini.”
Sasti menatap meja yang masih kosong tanpa berkas dan dokumen di atas meja. Hanya sebuah komputer yang ada di atas meja. Lalu pandagan matanya menatap kesekeliling ruangan. “Aku bekerja di dalam satu ruangan denganmu?” tanya Sasti.
“Iya, namanya juga sekertaris. Pasti kerjanya engga jauh dari aku,” jawab Pras penuh kemenangan.
“Tapi biasanya sekertaris itu meja kerjanya ada di luar ruangan CEO atau direktur. Nanti kalo ada apa-apa baru sekertaris itu masuk ke dalam ruangan CEO untuk memberitahu.”
Pras tertawa. “Itu kan hanya menurut kamu. Tapi kenyataannya kaya begini kan....”
Padahal tadi sebelum Pras mengajak Sasti untuk melihat meja kerjanya, Pras buru-buru menyuruh dua orang satpam untuk memindahkan meja kerja sekertaris yang ada di depan ruangannya untuk dimasukan ke dalam.
“Mulai sekarang kamu duduk di sana dan aku di sini....” kata Pras memberitahu.
Sasti tidak berekspresi ia hanya menatap Pras yang kini duduk di meja kerjanya. “Kamu tidak menyesal menangkat aku sebagai sekertaris?” tanya Sasti pada Pras.
Pras menoleh dan membalas tatapan Sasti. Ia menggelengkan kepalanya. “Sudah aku bilang, jika aku memeberi jabatan sekertaris padamu itu semua agar kamu bisa membayar hutangmu padaku.”
“Maksudmu nanti aku langsung potong gaji begitu? Menyicil?” tanya Sasti dengan wajah polosnya.
“Ya bisa jadi seperti itu....” jawab Pras santai.
“Tapi Tuan Pras.... Aku tidak tahu apa yang aku kerjakan. Aku hanya tahu bagaimana cara menawarkan dan menjelaskan konsumen buku-buku yang dijual di sini....” kata Sasti jujur.
Pras menatap wajah polos Sasti. “Hm... kerjamu mencatat jadwal aku saja. Dan jika ada form dan lainnya biar bagian saja yang mengurusnya,” kata Pras memberi solusi.
“Aku hanya menulis jadwal anda saja Tuan Pras?” tanya Sasti lagi.
Pras menganggukkan kepalanya. “Dan... menemaniku.”
Sasti mengangguk-nganggukkan kepalanya. “Kalo hanya seperti itu tugasnya aku mengerti.”
“Dan kamu bisa mengopersikan komputer?” tanya Pras lag.
“Bisa.”
“Nanti kamu bantu aku menulis laporan dan lain sebagainya....” ujar Pras lagi.
Sasti menganggukkan kepalanya. “Baik Tuan.”
Pras menatap Sasti. Membuat Sasti merasa jengah dan menjadi serba salah. “Ada apa? Apa ada yang aneh?”
Pras menggelengkan kepalanya dan kemudian membuang muka, mengalihkan perhatiannya pada Sasti. Ia mengambil sebuah dokumen bermap warna hijau dan kemudian membacanya.
Sasti mulai duduk di kursi dan mejanya. Ia merasa aneh dan canggung dengan jabatan barunya. “Sekertaris....” ujarnya lirih.
Tapi Sasti malah bingung dia harus melakukan apa. Sasti melirik ke arah Pras. Ia ingin Pras memberikannya sebuah tugas untuk dikerjakan. Tapi nampaknya Pras tidak mengerti. Mereka hanya saling bertatapan dan kemudian Pras memalingkan muka. Begitu terus beberapa kali. Hingga ketukan pada pintu ruangan Pras terdengar. “Tok.... tok....”
Sasti ingin beranjak dari duduknya dan membukakn pintu. Namun suara Pras sudah lebih dahulu menyahut. “Masuk!”
Pintu ruangan langsung terbuka dan Tina masuk ke dalam ruangan. Awalnya tatapan Tina langsung tertuju pada Pras yang duduk di kursinya. Tapi pandangan mata Tina terganggu dengan hadirnya sebuah meja yang ada di sebalah kiri tidak jauh dari Pras duduk.
“Sejak kapan meja sekertaris pindah di sini?” tanya Tina pada Pras.
Pras langsung membulatkan mata dan menatap tajam Tina.
Dahi Sasti langsung berkerut. “Memang biasanya di mana kak meja sekertarisnya? Di luarkan?” tanya Sasti pada Tina.
Belum sempat Tina memahami maksud dari ekspresi wajah Pras ke arahnya, Tina sudah menyahut pertanyaan Sasti.
“Ya.... Biasanya meja ini di taruh di luar.”
Sasti langsung menoleh ke arah Pras. Dan lagi-lagi Pras langsung membuang mukanya. “Jadi betul kan dugaanku semula, jika ini hanya siasatnya untuk membuatku susah....” guman Sasti. Ia masih teringat dengan Pras yang menyuruhnya membayar semua biaya keruginan yang sudah dikeluarkan Pras saat Sasti mabuk.
‘Apa kamu ingin membuat diriku kesulitan Pras?’ tanya Sasti di dalam hatinya.
Bersambung....
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved