Bab 11 Di ajak makan siang
by Hurem Petrova
10:36,Jan 02,2021
Jam istirahat kantor sudah tiba. Pras merapikan dokumen-dokumen yang berserakan di meja dan menutup laptopnya.
“Sasti....” panggil Pras.
Sasti menoleh ke arah Pras dan mengangkat kedua alisnya ke atas. “Ada apa?” tanyanya sambil masih mengerjakan salinan dokumen yang harus diketik.
“Jadwalku apa hari ini?” tanya Pras.
“Makan siang,” jawab Sasti tanpa harus membuka agenda.
“Kita makan dulu,” ajak Pras pada Sasti.
“Katanya aku harus mengerjakan semua salinan ini dan juga mengecek isi dari surat perjanjian klien yang sore ini harus selesai,” jawab Sasti mengingatkan jika tadi Pras sudah menyuruhnya tanpa belas kasih. Memberikan setumpuk dokumen yang harus diperiksa dan juga beberapa isi surat perjanjian yang harus di cek.
Pras berdiri dari duduknya. “Aku berubah fikiran....” jawabnya seenaknya.
Sasti langsung menghentikan jari-jari yang sedang menari di atas keyboard dan mengandahkan wajah menatap Pras yang berdiri di sampingnya. “Kalo aku engga ngerjain ini buru-buru, nanti engga bakalan selesai sore....”
“Aku bilang, ayo kita makan siang,” ajak Pras lagi.
Sasti memanyunkan bibirnya. “Tapi kerjaan yang kamu kasih ke aku ini banyak banget tahu....”
Pras menatap dokumen yang masih menumpuk di samping Sasti. “Tapi menemani makan siang, juga perkerjaanmu. Kamu harus pintar membagi waktu. Karena itu gajimu empat tiga kali lipat dari gaji saat kamu menjadi SPG.”
Sasti menghela nafas panjang. Ia merasa kesal pada Pras, Tuan muda CEO yang menyebalkan. Jika tidak teringat akan kini gajinya yang naik berlipat-lipat Sasti sudah ingin kembali pada jabatan pekerjaannya yang dahulu.
Ini adalah solusi untuk Sasti meninggalkan rumah Kakek Herman. Setelah gajinya naik tiga lipat, pasti Sasi dapat menyewa rumah sendiri dan juga menghidupi dirinya sendiri dengan layak.
Mungkin Tuhan telah membuat rencanaNya. Karena itu pertunangannya dengan Gilang batal. Di samping Gilang yang ternyata tidak setia dan bukan lelaki baik. Kini ia mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. ‘Mungkin aku pergi dari rumah Kakek dengan cara ini. Dengan jerih payahku sendiri....,’ pikir Sasti.
“Ayo.... Temani aku makan. Aku engga biasa makan sendirian,” kata Pras sambil menatap Sasti.
Sasti menghela nafas panjang sesaat dan menghentikan apa yang sedang ia kerjakan. Ia merapikan sebentar beberapa map dokumen dan kertas yang acak-acakkan di atas meja. “Baiklah....” gumannya lirih.
Setelah meja kerjanya sudah sedikit rapi dari yang tadi. Sasti berdiri dan keluar ruang kerja bersama Pras.
“Kamu mau makan apa?” tanya Pras pada Sasti saat mereka berjalan.
Beberapa pasang mata selalu memperhatikan mereka berdua. Semua memperhatikan Sasti dan Pras yang berjalan beriringan.
Tina yang tidak sengaja melihat Pras dan Sasti berjalan bersama merasa aneh. Sudah tiga kali ini, Tina melihat keganjilan yang diperlihakan Pras.
Pras adalah pria dingin. Makanya itu dulu ia memutuskan pertunangannya dengan Pras. Karena Pras sekaan tidak punya hati untuk mencintai. Gayanya yang kaku bahkan ia jarang berbicara.
Tapi kini dalam satu hari sudah beberapa keanehan yang tidak pernah Tina lihat sebelumnya. Saat tidak terlalu jauh Tina berdiri, ia mendengar Pras menanyakan Sasti makan apa?
Tina mengerutkan dahinya ketika mendengarnya. Untuk apa Pras menanyakan sekertarisnya mau makan apa? Udah kaya sekertarisnya itu pasangannya aja, pikir Tina heran.
“Pras!” panggil Tina yang berdiri di balilk punggung Pras.
Pras yang mendengar namanya di sebut langsung membalikan tubuhnya. Begitu pula dengan Sasti, ia menghentikan langkah kakinya bersamaan dengan Pras.
Tina menatap Pras dan Sasti bergantian.
“Ada apa?” tanya Pras pada Tina yang menatapnya dan Sasti seakan melihat sesuatu yang langka.
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin tahu kalian mau ke mana?” tanya Tina sambil berusaha menampilkan sebuah senyuman di wajahnya.
“Memangnya kenapa?” tanya Pras berbalik.
“Jika kalian akan makan siang. Aku ingin sama-sama....” jawab Tina. “Aku lagi malas makan makanan di kantin. Tapi makan sendirian di luar juga engga asyik. Lebih seru makan ramai-ramai kan....”
“Oh....” desis Pras.
“Aku bareng ya kita makan sama-sama....” pinta Tina.
Pras menggelengkan kepalanya pelan. “Kami tidak pergi keluar untuk makan siang kok....” kata Pras buru-buru.
“Tidak makan siang?” tanya Sasti lirih pada dirinya sendiri. ‘Lah terus, tadi perasaan Pras ngomong kalo kita mau makan siang deh....’ Sasti melanjutkan pertanyaan yang ia lontrakan untuk dirinya sendiri di dalam hatinya.
“Kalian mau ke mana?” tanya Tina lagi.
“Aku mau ke gudang untuk mengecek stok buku-buku lama. Kan buku-buku lama bisa kita obral,” jawab Pras.
“Jam istirahat kalian engga makan siang? Tetap bekerja?” tanya Tina lagi.
“Ya namanya kalo mau sukses kita engga boleh santai....” dalih Pras. “Udah dulu ya Tin... Aku mau cepat ke gudang biar masih ada waktu untuk makan siang nanti ketika selesai mengecek,” kata Pras sambil berjalan menjauh ke arah lift.
Sasti masih berdiri mematung. Wajahnya berekspresi datar.
“Ayo cepat....” kata Pras pada Sasti dengan suara lirih.
Sasti langsung berjalan mengikuti Pras yang menuju lift.
Tina masih memperhatikan sejenak Pras dan Sasti yang meninggalkannya mereka. “Memang mereka robot, kerja terus...” guman Tina.
Tina percaya saja dengan alasan diberikan Pras. Karena selama yang dikenal Tina, Pras memang seseorang work holic. Ia selalu ingin berkerja dan berkerja. “Kasian juga itu sekertaris baru....” ujarnya lirih sambil tertawa.
Sasti berdiri di samping Pras. Menunggu pintu lift terbuka.
“Kita engga jadi makan siang?” tanya Sasti pada Pras.
“Jadi lah... Masa iya kita engga makan siang di jam istirahat kek gini....”
“Bukannya tadi kamu bilang sama Tina kalo kita mau cek gudang ya?” Sasti tidak mengerti.
Pras menoleh menatap Sasti. Wajahnya yang dingin dan menyebalkan itu kembali terpasang. “Udah lah jangan banyak tanya. Yang penting sekarang kita makan siang,” ujarnya ketus.
Saat Pras menjawab. Bersamaan pula dengan pintu lift yang terbuka perlahan.
Pintu lift terbuka dengan lebar. Sasti terkejut melihat Nadia ada di dalam lift seorang diri.
Seperti biasa Nadia tidak menyapa Sasti. Ia hanya menganggukkan kepalanya pada Pras, salam hormatnya pada atasan.
Pras hanya menganggukkan kepalanya pelan dan menatap Nadia acuh tak acuh. Setelah itu ia kembali ke posisi semula. Berdiri dan menghadap pintu lift. Menunggunya terbuka.
“Kita mau makan di mana?” tanya Pras pada Sasti.
“Loh kok tanya aku? Kan kamu yang ngajak...” jawab Sasti. “Ini ditarkatir kan?”
Pras tidak menjawab. Ia hanya tersenyum simpul mendengar pertanyaan Sasti.
Nadia yang berdiri di belakang Pras dan Sasti mengerutkan dahinya. Dan tanpa sadar daun telinganya ia persiapkan untuk menguping pembicaraan Sasti dan Pras. “Kenapa Tuan muda CEO menanyakan Sasti mau makan di mana?” gumannya lirih.
Bersambung....
“Sasti....” panggil Pras.
Sasti menoleh ke arah Pras dan mengangkat kedua alisnya ke atas. “Ada apa?” tanyanya sambil masih mengerjakan salinan dokumen yang harus diketik.
“Jadwalku apa hari ini?” tanya Pras.
“Makan siang,” jawab Sasti tanpa harus membuka agenda.
“Kita makan dulu,” ajak Pras pada Sasti.
“Katanya aku harus mengerjakan semua salinan ini dan juga mengecek isi dari surat perjanjian klien yang sore ini harus selesai,” jawab Sasti mengingatkan jika tadi Pras sudah menyuruhnya tanpa belas kasih. Memberikan setumpuk dokumen yang harus diperiksa dan juga beberapa isi surat perjanjian yang harus di cek.
Pras berdiri dari duduknya. “Aku berubah fikiran....” jawabnya seenaknya.
Sasti langsung menghentikan jari-jari yang sedang menari di atas keyboard dan mengandahkan wajah menatap Pras yang berdiri di sampingnya. “Kalo aku engga ngerjain ini buru-buru, nanti engga bakalan selesai sore....”
“Aku bilang, ayo kita makan siang,” ajak Pras lagi.
Sasti memanyunkan bibirnya. “Tapi kerjaan yang kamu kasih ke aku ini banyak banget tahu....”
Pras menatap dokumen yang masih menumpuk di samping Sasti. “Tapi menemani makan siang, juga perkerjaanmu. Kamu harus pintar membagi waktu. Karena itu gajimu empat tiga kali lipat dari gaji saat kamu menjadi SPG.”
Sasti menghela nafas panjang. Ia merasa kesal pada Pras, Tuan muda CEO yang menyebalkan. Jika tidak teringat akan kini gajinya yang naik berlipat-lipat Sasti sudah ingin kembali pada jabatan pekerjaannya yang dahulu.
Ini adalah solusi untuk Sasti meninggalkan rumah Kakek Herman. Setelah gajinya naik tiga lipat, pasti Sasi dapat menyewa rumah sendiri dan juga menghidupi dirinya sendiri dengan layak.
Mungkin Tuhan telah membuat rencanaNya. Karena itu pertunangannya dengan Gilang batal. Di samping Gilang yang ternyata tidak setia dan bukan lelaki baik. Kini ia mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. ‘Mungkin aku pergi dari rumah Kakek dengan cara ini. Dengan jerih payahku sendiri....,’ pikir Sasti.
“Ayo.... Temani aku makan. Aku engga biasa makan sendirian,” kata Pras sambil menatap Sasti.
Sasti menghela nafas panjang sesaat dan menghentikan apa yang sedang ia kerjakan. Ia merapikan sebentar beberapa map dokumen dan kertas yang acak-acakkan di atas meja. “Baiklah....” gumannya lirih.
Setelah meja kerjanya sudah sedikit rapi dari yang tadi. Sasti berdiri dan keluar ruang kerja bersama Pras.
“Kamu mau makan apa?” tanya Pras pada Sasti saat mereka berjalan.
Beberapa pasang mata selalu memperhatikan mereka berdua. Semua memperhatikan Sasti dan Pras yang berjalan beriringan.
Tina yang tidak sengaja melihat Pras dan Sasti berjalan bersama merasa aneh. Sudah tiga kali ini, Tina melihat keganjilan yang diperlihakan Pras.
Pras adalah pria dingin. Makanya itu dulu ia memutuskan pertunangannya dengan Pras. Karena Pras sekaan tidak punya hati untuk mencintai. Gayanya yang kaku bahkan ia jarang berbicara.
Tapi kini dalam satu hari sudah beberapa keanehan yang tidak pernah Tina lihat sebelumnya. Saat tidak terlalu jauh Tina berdiri, ia mendengar Pras menanyakan Sasti makan apa?
Tina mengerutkan dahinya ketika mendengarnya. Untuk apa Pras menanyakan sekertarisnya mau makan apa? Udah kaya sekertarisnya itu pasangannya aja, pikir Tina heran.
“Pras!” panggil Tina yang berdiri di balilk punggung Pras.
Pras yang mendengar namanya di sebut langsung membalikan tubuhnya. Begitu pula dengan Sasti, ia menghentikan langkah kakinya bersamaan dengan Pras.
Tina menatap Pras dan Sasti bergantian.
“Ada apa?” tanya Pras pada Tina yang menatapnya dan Sasti seakan melihat sesuatu yang langka.
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin tahu kalian mau ke mana?” tanya Tina sambil berusaha menampilkan sebuah senyuman di wajahnya.
“Memangnya kenapa?” tanya Pras berbalik.
“Jika kalian akan makan siang. Aku ingin sama-sama....” jawab Tina. “Aku lagi malas makan makanan di kantin. Tapi makan sendirian di luar juga engga asyik. Lebih seru makan ramai-ramai kan....”
“Oh....” desis Pras.
“Aku bareng ya kita makan sama-sama....” pinta Tina.
Pras menggelengkan kepalanya pelan. “Kami tidak pergi keluar untuk makan siang kok....” kata Pras buru-buru.
“Tidak makan siang?” tanya Sasti lirih pada dirinya sendiri. ‘Lah terus, tadi perasaan Pras ngomong kalo kita mau makan siang deh....’ Sasti melanjutkan pertanyaan yang ia lontrakan untuk dirinya sendiri di dalam hatinya.
“Kalian mau ke mana?” tanya Tina lagi.
“Aku mau ke gudang untuk mengecek stok buku-buku lama. Kan buku-buku lama bisa kita obral,” jawab Pras.
“Jam istirahat kalian engga makan siang? Tetap bekerja?” tanya Tina lagi.
“Ya namanya kalo mau sukses kita engga boleh santai....” dalih Pras. “Udah dulu ya Tin... Aku mau cepat ke gudang biar masih ada waktu untuk makan siang nanti ketika selesai mengecek,” kata Pras sambil berjalan menjauh ke arah lift.
Sasti masih berdiri mematung. Wajahnya berekspresi datar.
“Ayo cepat....” kata Pras pada Sasti dengan suara lirih.
Sasti langsung berjalan mengikuti Pras yang menuju lift.
Tina masih memperhatikan sejenak Pras dan Sasti yang meninggalkannya mereka. “Memang mereka robot, kerja terus...” guman Tina.
Tina percaya saja dengan alasan diberikan Pras. Karena selama yang dikenal Tina, Pras memang seseorang work holic. Ia selalu ingin berkerja dan berkerja. “Kasian juga itu sekertaris baru....” ujarnya lirih sambil tertawa.
Sasti berdiri di samping Pras. Menunggu pintu lift terbuka.
“Kita engga jadi makan siang?” tanya Sasti pada Pras.
“Jadi lah... Masa iya kita engga makan siang di jam istirahat kek gini....”
“Bukannya tadi kamu bilang sama Tina kalo kita mau cek gudang ya?” Sasti tidak mengerti.
Pras menoleh menatap Sasti. Wajahnya yang dingin dan menyebalkan itu kembali terpasang. “Udah lah jangan banyak tanya. Yang penting sekarang kita makan siang,” ujarnya ketus.
Saat Pras menjawab. Bersamaan pula dengan pintu lift yang terbuka perlahan.
Pintu lift terbuka dengan lebar. Sasti terkejut melihat Nadia ada di dalam lift seorang diri.
Seperti biasa Nadia tidak menyapa Sasti. Ia hanya menganggukkan kepalanya pada Pras, salam hormatnya pada atasan.
Pras hanya menganggukkan kepalanya pelan dan menatap Nadia acuh tak acuh. Setelah itu ia kembali ke posisi semula. Berdiri dan menghadap pintu lift. Menunggunya terbuka.
“Kita mau makan di mana?” tanya Pras pada Sasti.
“Loh kok tanya aku? Kan kamu yang ngajak...” jawab Sasti. “Ini ditarkatir kan?”
Pras tidak menjawab. Ia hanya tersenyum simpul mendengar pertanyaan Sasti.
Nadia yang berdiri di belakang Pras dan Sasti mengerutkan dahinya. Dan tanpa sadar daun telinganya ia persiapkan untuk menguping pembicaraan Sasti dan Pras. “Kenapa Tuan muda CEO menanyakan Sasti mau makan di mana?” gumannya lirih.
Bersambung....
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved