Bab 4 Terpaksa
by Hurem Petrova
11:12,Jan 01,2021
Sasti masih mendongakkan wajahnya dan Pras menundukkan kepalanya. Tatapan mereka sejajar.
“Kamu mau ke mana?” tanya Pras lagi pada Sasti.
Sasti hanya diam. Ia tidak menyahut. Tenggorokannya tercekat dan lidahnya mendadak kelu. Kedua mata Sasti menatap sepasang mata Elang milik Pras.
Tiba-tiba saja sekilas bayangan dengan kejadian semalam yang terlupa teringat kembali. Sasti memuntahkan seluruh isi perutnya di pakaian Pras dan pria itu terlihat marah karenanya. Wajah Sasti kembali memerah seperti kepiting rebus. Ia merasakan jika seluruh tubuhnya mendadak hangat dan wajahnya terasa panas.
Sasti menundukkan wajahnya seketika agar tidak terlalu lama bertemu tatap dengan Pras.
“Kamu kenapa?” tanya Pras lagi. “Kamu pagi ini, tidak seperti kamu saat semalam.”
Jantung di dada Sasti serasa mendadak berhenti ketika mendengar apa yang dikatakan Pras barusan. Wajah Sasti tertunduk dan kedua matanya yang menatap lurus ke bawah sambil memainkan jari-jarinya yang saling bertautan satu sama lainnya.
“Tolong jangan ingat-ingat hal semalam. Maaf jika aku merepotkanmu....” kata Sasti dengan nada formal dan bersuara lirih.
Pras melipat kedua tangannya di depan dada. “Oke.... Tapi sebelum pergi. Lebih baik kamu sarapan dulu. Bi Sunmi sudah menyiapkan makanan untuk kita.” Pras membalikkan tubuhnya dan berjalan lebih dahulu meninggalkan Sasti yang masih berdiri dengan wajah tertunduk.
“Tunggu.... Tunggu... Maaf aku tidak ingin sarapan. Tolong antarkan aku pulang saja!”
Pras langsung menghentikan langkah kakinya dan menoleh pada Sasti yang berdiri tidak jauh darinya. “Tapi sepertinya kamu harus sarapan dulu. Mengingat banyaknya muntahan yang kamu semburkan padaku. Pasti perutmu kosong saat ini.”
Sasti berjalan mendekat. “Terima kasih... Tuan....” Sasti lupa akan nama Pras. Ia mengingat ucapan bi Sunmi yang tadi memberitahunya nama pria yang sudah membawanya ke rumah ini. “Tuan Pras....” lanjut Sasi kemudian.
“Jadi kamu sudah mengenal namaku?” tanya Pras masih dengan gaya pembawaannya yang cool dan kalem.
Sasti menganggukkan kepalanya. “Pelayan di rumah ini yang memberitahukanku....”
“Maksudmu bi Sunmi?”
Sasti menganggukkan kepalanya.
Pras tersenyum simpul. “Dia bukan pelayan....” katanya lirih.
“Tapi katanya tadi, jika dia adalah....” Sasti menoleh ke arah bagian dalam rumah, matanya seakan mencari sosok Sunmi dan meminta pembenaran. “Kata Sunmi tadi jika ia adalah pelayan rumah ini.”
Pras menatap Sasti yang merasa tidak enak hati dengan apa yang ia katakan. Padahal benar dan sangat jelas jika tadi Sunmi mengatakan jika dirinya adalah pelayan rumah ini. Dan nampaknya memang Sunmi adalah seorang pelayan.
“Aku hanya ingin kamu tahu, jika Bi Sunmi adalah anggota rumah ini yang sudah aku anggap sebagai ibu keduaku. Jadi dia bukan pelayan,” kata Pras memberitahu.
Sasti menganggukkan kepalanya pelan. “Maaf, jika aku salah....”
Pras diam tidak menjawab. Pembawaannya yang cool dan berwibawa itu membuat jarak di antaranya dan Sasti tidak kunjung mencair.
“Sekarang bisa aku pulang saja?” tanya Sasti. “Maaf jika aku merepotkanmu. Dan aku bisa pulang sendiri,” kata Sasti pada Pras.
Sebuah senyuman tipis terhias di wajah Pras. Senyuman yang kemudian segera ia sembunyikan buru-buru itu nampak membuatnya semakin tampan. “Siapa yang ingin mengantarkanmu? Kalau kamu ingin pulang. Kamu bisa pulang sendiri kok....”
Sasti mengatupkan bibirnya. Ia tidak menyangka jika pria tinggi dan tampan yang ada dihadapannya ini memiiki sikap ketus dan dingin. “Ya.... Aku memang ingin pulang sendiri,” ujar Sasti dan berjalan mendahuli Pras.
“Serius kamu engga mau sarapan?” tanya Pras lagi. Ia berbaik hati pada wanita yang baru dikenalnya.
“Iya. Aku masih kenyang,” jawab Sasti ketus. Ia membalas sikap Pras dengan nada bicara dingin padanya tadi. Tapi bertepatan dengan jawaban Sasti yang mengatakan jika dirinya masih kenyang, suara perut Sasti yang keroncongan berbunyi nyaring hingga Pras dapat mendengarnya.
Sasti menghentikan langkahnya dan langsung memegangi perutnya agar diam.
Pras tertawa. “Sudah aku duga... Kamu pasti lapar. Makanlah dulu. Aku tidak ingin ada orang mati di rumahku. Apa lagi karena kelaparan,” kata Pras sambil menarik tangan Sasti ke dalam rumah.
Tarikan tangan Pras pada Sasti bukan sekedar tarikan. Itu lebih tepat seperti menyeretnya. Tangan Pras sedikit mencegkram lengan Sasti dan mengajaknya masuk ke dalam secara paksa.
“Udah duduk di sini....” kata Pras pada Sasti.
Sasti yang sudah duduk di kursi makan memandangi Pras yang juga duduk di sampingnya. Ia masih memperhatikan Pras dengan segala pesona dan sikapnya yang menurut Sasti aneh. Peduli tapi kasar. Cara bicaranya pun terdengar selalu ketus dan menyebalkan.
Tidak lama Bi Esma datang dan mengantarkan beberapa menu makana simple. Roti sadwich dengan daging asap dan juga kentang rebus di sampingnya. Juga segelas susu dan juga jus jeruk yang kental.
Sasti menatap kentang rebus yang ada di hadapannya. Kentang yang hanya di rebus itu nampak cantik tertata di piring bersama Sadwich berisi daging asap dan juga sosis sapi yang berukuran besar.
Di sisi kanan dan kiri terjajar rapi garpu dan pisau kecil. Sasi menelan ludah melihatnya.
“Kenapa? Engga suka?” tanya Pras pada Sasti. Spontan membuat Esma yang baru menaruh piring di hadapan Pras menghentikan gerakan dan menatap Sasti.
Sasti langsung memandang Esma ketika Pras bertanya demikian. “Bukan begitu. Kentang ini nampak cantik. Manakan ini pun nampak enak. Hanya saja....” Sasti menghentikan kata-katanya.
Esma menunggu lanjutan kalimat Sasti karena ia pikir makanan yang ia sajikan ini tidak enak dan menggugah seler.
“Katakan saja, jangan ragu. Kita di sini selalu terbuka dan tidak pernah mudah tersinggung,” kata Pras mempersilahkan Sasti melanjutkan kalimatnya.
“Makanan ini enak. Hanya saja aku biasa sarapan nasi uduk atau nasi goreng dan sebagainya begitu....” jawab Sasti lirih.
“Jika Nona tidak menyukai sarapan ini atau tidak biasa makan makanan ini, aku akan membuatkan makana n seperti yang Nona katakan tadi.... Nasi goreng mungkin,” ucap Esma sambil akan mengambil piring yang ada di depan Sasti.
“Tidak... Tidak...!” seru Sasti merasa tidak enak hati. Karena di sini ia tamu. Dan tamu tidak akan bersikap ngelunjak ingin dibuatkan makanan macam-macam.
“Ini enak ko... Hanya tadi aku terkejut saja. Jika ada juga orang yang makan makanan kek gini... Padahal Nasi adalah makanan is the best... Ga makan kalo ga pake nasi. Itu kalo orang pribumi ya....” kata Sasti sambil mulai memtong roti sadwichnya dengan sendok dan garpu.
Melihat Sasti sudah melahap makanan buatannya Esma tersenyum dan berbalik menuju dapur.
Mengingat kata Pribumi yang baru saja ia ucapkan sendiri membuat Sasti mengandahkan wajahnya lagi dan melihat ke arah Pras yang khusyuk menyantap sarapannya dengan tenang. Sasti memperhatikan Pras kembali. Wajah Pras nampak sangat tampan. “Apa kamu bukan orang Indonesia? Kamu blesteran ya?” tanya Sasti tanpa basa basi.
Pras langsung menghentikan gerakan tangannya yang sedang memotong roti gandum dengan daging asap yang lezat itu. Kedua matanya menatap Sasti yang sejak tadi bersikap tidak tenang dan mengganggu dirinya. “Kamu ingin tahu, kalo aku blesteran atau tidak?”
Bersambung.....
“Kamu mau ke mana?” tanya Pras lagi pada Sasti.
Sasti hanya diam. Ia tidak menyahut. Tenggorokannya tercekat dan lidahnya mendadak kelu. Kedua mata Sasti menatap sepasang mata Elang milik Pras.
Tiba-tiba saja sekilas bayangan dengan kejadian semalam yang terlupa teringat kembali. Sasti memuntahkan seluruh isi perutnya di pakaian Pras dan pria itu terlihat marah karenanya. Wajah Sasti kembali memerah seperti kepiting rebus. Ia merasakan jika seluruh tubuhnya mendadak hangat dan wajahnya terasa panas.
Sasti menundukkan wajahnya seketika agar tidak terlalu lama bertemu tatap dengan Pras.
“Kamu kenapa?” tanya Pras lagi. “Kamu pagi ini, tidak seperti kamu saat semalam.”
Jantung di dada Sasti serasa mendadak berhenti ketika mendengar apa yang dikatakan Pras barusan. Wajah Sasti tertunduk dan kedua matanya yang menatap lurus ke bawah sambil memainkan jari-jarinya yang saling bertautan satu sama lainnya.
“Tolong jangan ingat-ingat hal semalam. Maaf jika aku merepotkanmu....” kata Sasti dengan nada formal dan bersuara lirih.
Pras melipat kedua tangannya di depan dada. “Oke.... Tapi sebelum pergi. Lebih baik kamu sarapan dulu. Bi Sunmi sudah menyiapkan makanan untuk kita.” Pras membalikkan tubuhnya dan berjalan lebih dahulu meninggalkan Sasti yang masih berdiri dengan wajah tertunduk.
“Tunggu.... Tunggu... Maaf aku tidak ingin sarapan. Tolong antarkan aku pulang saja!”
Pras langsung menghentikan langkah kakinya dan menoleh pada Sasti yang berdiri tidak jauh darinya. “Tapi sepertinya kamu harus sarapan dulu. Mengingat banyaknya muntahan yang kamu semburkan padaku. Pasti perutmu kosong saat ini.”
Sasti berjalan mendekat. “Terima kasih... Tuan....” Sasti lupa akan nama Pras. Ia mengingat ucapan bi Sunmi yang tadi memberitahunya nama pria yang sudah membawanya ke rumah ini. “Tuan Pras....” lanjut Sasi kemudian.
“Jadi kamu sudah mengenal namaku?” tanya Pras masih dengan gaya pembawaannya yang cool dan kalem.
Sasti menganggukkan kepalanya. “Pelayan di rumah ini yang memberitahukanku....”
“Maksudmu bi Sunmi?”
Sasti menganggukkan kepalanya.
Pras tersenyum simpul. “Dia bukan pelayan....” katanya lirih.
“Tapi katanya tadi, jika dia adalah....” Sasti menoleh ke arah bagian dalam rumah, matanya seakan mencari sosok Sunmi dan meminta pembenaran. “Kata Sunmi tadi jika ia adalah pelayan rumah ini.”
Pras menatap Sasti yang merasa tidak enak hati dengan apa yang ia katakan. Padahal benar dan sangat jelas jika tadi Sunmi mengatakan jika dirinya adalah pelayan rumah ini. Dan nampaknya memang Sunmi adalah seorang pelayan.
“Aku hanya ingin kamu tahu, jika Bi Sunmi adalah anggota rumah ini yang sudah aku anggap sebagai ibu keduaku. Jadi dia bukan pelayan,” kata Pras memberitahu.
Sasti menganggukkan kepalanya pelan. “Maaf, jika aku salah....”
Pras diam tidak menjawab. Pembawaannya yang cool dan berwibawa itu membuat jarak di antaranya dan Sasti tidak kunjung mencair.
“Sekarang bisa aku pulang saja?” tanya Sasti. “Maaf jika aku merepotkanmu. Dan aku bisa pulang sendiri,” kata Sasti pada Pras.
Sebuah senyuman tipis terhias di wajah Pras. Senyuman yang kemudian segera ia sembunyikan buru-buru itu nampak membuatnya semakin tampan. “Siapa yang ingin mengantarkanmu? Kalau kamu ingin pulang. Kamu bisa pulang sendiri kok....”
Sasti mengatupkan bibirnya. Ia tidak menyangka jika pria tinggi dan tampan yang ada dihadapannya ini memiiki sikap ketus dan dingin. “Ya.... Aku memang ingin pulang sendiri,” ujar Sasti dan berjalan mendahuli Pras.
“Serius kamu engga mau sarapan?” tanya Pras lagi. Ia berbaik hati pada wanita yang baru dikenalnya.
“Iya. Aku masih kenyang,” jawab Sasti ketus. Ia membalas sikap Pras dengan nada bicara dingin padanya tadi. Tapi bertepatan dengan jawaban Sasti yang mengatakan jika dirinya masih kenyang, suara perut Sasti yang keroncongan berbunyi nyaring hingga Pras dapat mendengarnya.
Sasti menghentikan langkahnya dan langsung memegangi perutnya agar diam.
Pras tertawa. “Sudah aku duga... Kamu pasti lapar. Makanlah dulu. Aku tidak ingin ada orang mati di rumahku. Apa lagi karena kelaparan,” kata Pras sambil menarik tangan Sasti ke dalam rumah.
Tarikan tangan Pras pada Sasti bukan sekedar tarikan. Itu lebih tepat seperti menyeretnya. Tangan Pras sedikit mencegkram lengan Sasti dan mengajaknya masuk ke dalam secara paksa.
“Udah duduk di sini....” kata Pras pada Sasti.
Sasti yang sudah duduk di kursi makan memandangi Pras yang juga duduk di sampingnya. Ia masih memperhatikan Pras dengan segala pesona dan sikapnya yang menurut Sasti aneh. Peduli tapi kasar. Cara bicaranya pun terdengar selalu ketus dan menyebalkan.
Tidak lama Bi Esma datang dan mengantarkan beberapa menu makana simple. Roti sadwich dengan daging asap dan juga kentang rebus di sampingnya. Juga segelas susu dan juga jus jeruk yang kental.
Sasti menatap kentang rebus yang ada di hadapannya. Kentang yang hanya di rebus itu nampak cantik tertata di piring bersama Sadwich berisi daging asap dan juga sosis sapi yang berukuran besar.
Di sisi kanan dan kiri terjajar rapi garpu dan pisau kecil. Sasi menelan ludah melihatnya.
“Kenapa? Engga suka?” tanya Pras pada Sasti. Spontan membuat Esma yang baru menaruh piring di hadapan Pras menghentikan gerakan dan menatap Sasti.
Sasti langsung memandang Esma ketika Pras bertanya demikian. “Bukan begitu. Kentang ini nampak cantik. Manakan ini pun nampak enak. Hanya saja....” Sasti menghentikan kata-katanya.
Esma menunggu lanjutan kalimat Sasti karena ia pikir makanan yang ia sajikan ini tidak enak dan menggugah seler.
“Katakan saja, jangan ragu. Kita di sini selalu terbuka dan tidak pernah mudah tersinggung,” kata Pras mempersilahkan Sasti melanjutkan kalimatnya.
“Makanan ini enak. Hanya saja aku biasa sarapan nasi uduk atau nasi goreng dan sebagainya begitu....” jawab Sasti lirih.
“Jika Nona tidak menyukai sarapan ini atau tidak biasa makan makanan ini, aku akan membuatkan makana n seperti yang Nona katakan tadi.... Nasi goreng mungkin,” ucap Esma sambil akan mengambil piring yang ada di depan Sasti.
“Tidak... Tidak...!” seru Sasti merasa tidak enak hati. Karena di sini ia tamu. Dan tamu tidak akan bersikap ngelunjak ingin dibuatkan makanan macam-macam.
“Ini enak ko... Hanya tadi aku terkejut saja. Jika ada juga orang yang makan makanan kek gini... Padahal Nasi adalah makanan is the best... Ga makan kalo ga pake nasi. Itu kalo orang pribumi ya....” kata Sasti sambil mulai memtong roti sadwichnya dengan sendok dan garpu.
Melihat Sasti sudah melahap makanan buatannya Esma tersenyum dan berbalik menuju dapur.
Mengingat kata Pribumi yang baru saja ia ucapkan sendiri membuat Sasti mengandahkan wajahnya lagi dan melihat ke arah Pras yang khusyuk menyantap sarapannya dengan tenang. Sasti memperhatikan Pras kembali. Wajah Pras nampak sangat tampan. “Apa kamu bukan orang Indonesia? Kamu blesteran ya?” tanya Sasti tanpa basa basi.
Pras langsung menghentikan gerakan tangannya yang sedang memotong roti gandum dengan daging asap yang lezat itu. Kedua matanya menatap Sasti yang sejak tadi bersikap tidak tenang dan mengganggu dirinya. “Kamu ingin tahu, kalo aku blesteran atau tidak?”
Bersambung.....
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved