chapter 19 Paling Cantik Tidak Pakai Apa-apa
by Sean Kenneth
12:00,Jan 15,2024
Cicil samar-samar merasakan ada rencana busuk.
"Empat hal apa?"
Roslin berkata sambil tersenyum, "Menunduk dan mengaku salah, menyuguhkan minuman, menemani tidur dan menghangatkan ranjang, melahirkan dan mendidik anak!"
Wajah Cicil menjadi merah padam!
"Bagus sekali! Beraninya kamu mengolok-olok aku!"
Dia mendekat dan menahan tubuh Roslin. Kedua tangannya terus menggelitiki pinggangnya. Tetapi Roslin berbalik mendorongnya ke atas ranjang sambil menghindar ke kanan dan ke kiri.
Selama meronta-ronta, tali gaun sutera Cicil merosot ke bawah. Mata Roslin yang tajam melihatnya, dan tangannya yang gesit langsung menarik tali yang ada di bahunya yang sebelah lagi sampai terlepas dari bahunya.
"Lagipula kita berdua sama-sama memiliki janji pernikahan dengannya. Kita bisa sama-sama menikahi Kakak Feriko dan saling mendampingi satu sama lain. Bukankah itu sangat baik sekali! Cepat, cepat! Berjanjilah padaku! Jika dia sampai menjadi tabib ternama di Kota Anbu, kamu harus melakukan empat hal ini."
Gaun tidurnya sudah merosot sampai ke pinggangnya yang ramping. Untaian rambut seperti air terjun, jatuh ke atas ranjang yang putih bersih. Kedua tangan Cicil sedang ditahan. Dia tertawa sambil meneteskan air mata. Gaun tidurnya masih terus di tarik ke bawah oleh Roslin. Sebentar lagi, dia akan telanjang bulat. Serangan gelitikannya sepertinya tidak akan berhenti.
Akhirnya dia tidak tahan lagi. Dia mengaku kalah.
"Baik, baik, baik... Aku berjanji padamu. Cepat lepaskan aku..."
Roslin Shangguan melepaskan tangannya dengan puas, dan menarik Cicil yang kehabisan tenaga karena tertawa, bangun dari tempat tidur. Dia membalikkan tubuhnya, mengambil secarik kertas dan sebuah pena. Dia mencoret-coretkan tulisan di atas kertas itu. Lalu saat Cicil sedang merapikan tali gaunnya, Roslin menarik lengannya, mencoretkan lipstik merah pada ibu jarinya dan menekannya keras-keras ke atas kertas itu.
Begitu Cicil terjadi apa yang terjadi, taruhan empat hal itu sudah resmi berlaku.
Roslin melihat kertas dengan cap ibu jari itu dengan berseri-seri.
"Sekarang, kita benar-benar akan menjadi saudara seumur hidup!"
Cicil menggelengkan kepalanya tanpa daya.
Asal Roslin senang, dia akan menuruti keonarannya.
Yang jelas, tidak mungkin seorang Feriko bisa menjadi tabib ternama di Kota Anbu.
…
Di dalam kamar Fenty, Feriko sedang merengut di hadapan ranselnya.
"Kakak Senior? Mengapa kamu tidak bersuara? Apakah kamu tahu untuk apa benda-benda ini?"
Dia menatap isi ranselnya, tidak tahu harus menjawab apa.
"Tahu, sih, tahu. Tetapi kamu harus memberitahuku terlebih dahulu. Dari mana datangnya benda-benda ini?"
Fenty mengejap-ngejapkan matanya. Tatapan matanya terlihat polos tak bersalah.
"Orang terkaya Provinsi Jilera yang memberinya. Hari ini aku pergi mencari mereka untuk membicarakan soal pusat kompleks vila ini pada mereka. Mengingat kamu ingin melakukan ini secara diam-diam, maka aku masuk dari pintu belakang. Alhasil, coba kamu tebak, apa yang kulihat?!"
Tiba-tiba Fenty terdengar kesal. Dengan marah dia berkata, "Orang terkaya provinsi Jilera itu menggantung seorang wanita di dalam kamarnya. Dia juga membawa cambuk dan memukulinya dengan sadis!"
Feriko terbatuk karena canggung. Matanya sedikit bersinar.
"Lalu? Apa yang kamu lakukan?"
"Melihat ada masalah, tentu saja harus mengacungkan pedang untuk menolong!" Fenty menggulung lengan bajunya. Wajahnya terlihat puas dan bangga.
"Aku langsung menendang pria berwajah manusia tetapi berhati binatang itu hingga melayang. Lalu aku menolong wanita itu. Akan tetapi, begitu aku ingin membuka rantai pengikatnya, aku baru sadar, rantai itu tidak terikat rapat. Aneh sekali. Jelas-jelas wanita itu bisa melarikan diri. Tetapi mengapa dia membiarkan dirinya dipukuli..."
Wajah mungil Fenty tampak kebingungan.
"Oh, iya. Orang terkaya itu mengatakan, dia akan membereskan soal vila itu dalam tiga hari. Keluarga Ouyang memberinya surat undangan ke pesta ulang tahun. Tadinya dia ingin membuangnya, tetapi karena kamu ingin pergi, dia akan menggunakan kesempatan ini sebagai kamuflase. Dia akan datang sendiri ke Kota Anbu dan membereskan hal ini, jangan sampai menarik perhatian orang. Sesaat sebelum pergi, dia memberiku banyak hadiah dan memintaku memberikannya untukmu."
Feriko Li menghela nafas dalam hatinya.
Fenty bisa begitu naif, ini semua karena salah Feriko.
Dia yang tidak cukup mengajarinya.
Dia mengeluarkan mainan itu satu per satu dari dalam ranselnya.
Borgol...
Cambuk...
Tali tambang...
Rantai besi...
Semua mainan itu dia sebarkan sampai memenuhi seluruh ranjang. Yang paling bawah, terdapat telinga kelinci dan gaun hitam pendek yang berenda-renda.
Dhuar!
Dia merasakan ada suara ledakan guntur yang menggelegar di dalam kepalanya. Tiba-tiba matanya membayangkan sosok Fenty yang menggunakan gaun bertali tipis berwarna putih itu.
Bagus sekali.
Orang terkaya Provinsi Jilera itu tahu bagaimana membuatnya senang.
Dia mendorong pakaian itu ke depannya. Mucul seringai jahat pada wajahnya.
"Anak baik, cepat coba kenakan ini."
Wajah Fenty langsung memerah.
Dia tidak mengenali barang lainnya, tapi dia mengenali pakaian itu.
Saat dia pergi membeli gaun putih transparan itu, petugas toko juga merekomendasikan gaya ini padanya.
Fenty berlari dengan wajah merah. Tidak lama, dia sudah mengganti pakaiannya dan berjalan kembali dengan berlenggak-lenggok.
Dia sama sekali belum pernah mengenakan pakaian yang begitu memalukan.
Gaun yang dirancan dengan sebelah bahu itu, menunjukkan tulang selangkanya yang begitu indah.
Perut kecilnya yang rata, ada sedikit daging berlebih. Punggung yang mulus dan bersinar dibalut renda.
Bagian depan dadanya terbalut sempurna dengan bulu hitam lembut.
Rok yang ringan dan tipis melambai tertiup angin dari luar jendela. Stoking berwarna hitam berenda membuat tungkainya terlihat lebih tipis dan panjang...
Fenty juga memakai telinga kelinci itu. Wajah mungilnya yang putih, kini menjadi sangat merah. Dengan malu-malu, dia berdiri di sana. Seolah di dorong sedikit saja, dia akan terjatuh.
"Kakak Senior. Aku lebih cantik berpakaian warna putih, atau warna hitam?"
Feriko menariknya ke dalam pelukannya. Tangannya yang besar langsung meraba-raba dengan resah. Dia berbisik dengan lembut ke dalam telinganya.
"Lebih cantik tidak mengenakan apa-apa."
Fenty seperti tergerak oleh kata-kata ini. Kedua lengannya yang panjang bergantung pada leher Feriko. Dia menjinjitkan kakinya dan menempelkan seluruh tubuhnya pada dirinya.
Tetapi Feriko hanya mengecupnya sekali lewat. Tatapan matanya bergeser ke atas ranjang.
"Bukankah kamu ingin tahu untuk apa benda-benda ini? Mari, aku akan jelaskan satu per satu..."
Belum sampai sepuluh menit, Fenty sudah mengetahui segalanya.
Ketika dia diikat dan digantung dan melihat cambuk di tangan Feriko. Dia hanya bisa menatapnya dengan penuh permohonan dan pengharapan.
Akhirnya dia paham mengapa gadis itu tidak melarikan diri.
"Kakak Senior, jangan..."
Suara yang mendesis itu seperti cakar bayi kucing yang menggaruk-garuk hati Feriko dengan perlahan.
Dia tidak tahan lagi. Dia melemparkan cambuk di tangannya itu dan mengkoyak bulu hitam yang menghalangi itu."
"Dik Fenty?"
Tiba-tiba ada suara ketukan di pintu!
"Apakah kamu belim tidur? Aku mendengar ada sesuatu dari kamarmu. Apakah kamu baik-baik saja?"
Kedua orang di dalam kamar itu bergidik. Mereka tampak seperti patung yang tidak berani bergerak sedikitpun di tempatnya.
Roslin!
Ketukan di pintu terdengar pelan, seolah takut membangunkan seseorang.
Saat ini, Fenty yang sedang digantung dan digoda habis-habisan oleh Feriko mengira hari ini dia bisa lebih dekat lagi dengan Kakak Seniornya. Dia tidak ingin hal ini terganggu lagi.
Fenty berusaha menenangkan perasaannya dan berusaha keras agar suaranya terdengar lebih normal.
"Aku baik-baik saja..."
"Kalau begitu, buka pintumu. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu."
! ! !
Feriko tidak punya pilihan. Dia hanya bisa melepaskan Fenty dari gantungannya lalu mengecup bibirnya kuat-kuat. Lalu dia melompat turun kembali ke kamarnya sendiri dari jendela.
Fenty secepat mungkin mengganti pakaiannya, lalu menyimpan semua benda itu. Dia membuka pintu dengan sedih bercampur kesal.
"Ada apa sebenarnya? Aku sudah mau tidur."
Roslin tersenyum lembut padanya, "Aku membawakan segelas susu hangat untukmu. Lekaslah tidur."
Sambil bicara, matanya melirik ke dalam kamar dan menyapu setiap sudut seolah sedang mencari sesuatu.
Dia baru saja mencari Kakak Feriko, tetapi dia tidak ada di tempat.
Sudah begitu larit malam tidak ada di kamarnya sendiri. Apakah dia... pergi ke kamar Fenty?
Roslin bahkan tidak berpikir sama sekali. Dia mencari alasan untuk mengetuk pintunya.
Fenty mengambil susu itu, "Apakah ada yang lain?"
"Tidak ada. Selamat malam."
Roslin sendiri merasa tidak enak. Dia segera melesat turun dari lantai tiga.
Asalkan dia tidak berada di kamar Fenty, dia merasa lega.
Melihat kamar yang kosong melompong itu, Fenty tiba-tiba merindukan kehidupan mereka di rumah tua dulu.
Jelas-jelas dia dan Kakak Seniornya saling mencintai. Tetapi di rumah Keluarga Shangguan, mereka seperti pencuri.
Tidak bisa!
Urusan vila ini, harus segera diselesaikan!
"Empat hal apa?"
Roslin berkata sambil tersenyum, "Menunduk dan mengaku salah, menyuguhkan minuman, menemani tidur dan menghangatkan ranjang, melahirkan dan mendidik anak!"
Wajah Cicil menjadi merah padam!
"Bagus sekali! Beraninya kamu mengolok-olok aku!"
Dia mendekat dan menahan tubuh Roslin. Kedua tangannya terus menggelitiki pinggangnya. Tetapi Roslin berbalik mendorongnya ke atas ranjang sambil menghindar ke kanan dan ke kiri.
Selama meronta-ronta, tali gaun sutera Cicil merosot ke bawah. Mata Roslin yang tajam melihatnya, dan tangannya yang gesit langsung menarik tali yang ada di bahunya yang sebelah lagi sampai terlepas dari bahunya.
"Lagipula kita berdua sama-sama memiliki janji pernikahan dengannya. Kita bisa sama-sama menikahi Kakak Feriko dan saling mendampingi satu sama lain. Bukankah itu sangat baik sekali! Cepat, cepat! Berjanjilah padaku! Jika dia sampai menjadi tabib ternama di Kota Anbu, kamu harus melakukan empat hal ini."
Gaun tidurnya sudah merosot sampai ke pinggangnya yang ramping. Untaian rambut seperti air terjun, jatuh ke atas ranjang yang putih bersih. Kedua tangan Cicil sedang ditahan. Dia tertawa sambil meneteskan air mata. Gaun tidurnya masih terus di tarik ke bawah oleh Roslin. Sebentar lagi, dia akan telanjang bulat. Serangan gelitikannya sepertinya tidak akan berhenti.
Akhirnya dia tidak tahan lagi. Dia mengaku kalah.
"Baik, baik, baik... Aku berjanji padamu. Cepat lepaskan aku..."
Roslin Shangguan melepaskan tangannya dengan puas, dan menarik Cicil yang kehabisan tenaga karena tertawa, bangun dari tempat tidur. Dia membalikkan tubuhnya, mengambil secarik kertas dan sebuah pena. Dia mencoret-coretkan tulisan di atas kertas itu. Lalu saat Cicil sedang merapikan tali gaunnya, Roslin menarik lengannya, mencoretkan lipstik merah pada ibu jarinya dan menekannya keras-keras ke atas kertas itu.
Begitu Cicil terjadi apa yang terjadi, taruhan empat hal itu sudah resmi berlaku.
Roslin melihat kertas dengan cap ibu jari itu dengan berseri-seri.
"Sekarang, kita benar-benar akan menjadi saudara seumur hidup!"
Cicil menggelengkan kepalanya tanpa daya.
Asal Roslin senang, dia akan menuruti keonarannya.
Yang jelas, tidak mungkin seorang Feriko bisa menjadi tabib ternama di Kota Anbu.
…
Di dalam kamar Fenty, Feriko sedang merengut di hadapan ranselnya.
"Kakak Senior? Mengapa kamu tidak bersuara? Apakah kamu tahu untuk apa benda-benda ini?"
Dia menatap isi ranselnya, tidak tahu harus menjawab apa.
"Tahu, sih, tahu. Tetapi kamu harus memberitahuku terlebih dahulu. Dari mana datangnya benda-benda ini?"
Fenty mengejap-ngejapkan matanya. Tatapan matanya terlihat polos tak bersalah.
"Orang terkaya Provinsi Jilera yang memberinya. Hari ini aku pergi mencari mereka untuk membicarakan soal pusat kompleks vila ini pada mereka. Mengingat kamu ingin melakukan ini secara diam-diam, maka aku masuk dari pintu belakang. Alhasil, coba kamu tebak, apa yang kulihat?!"
Tiba-tiba Fenty terdengar kesal. Dengan marah dia berkata, "Orang terkaya provinsi Jilera itu menggantung seorang wanita di dalam kamarnya. Dia juga membawa cambuk dan memukulinya dengan sadis!"
Feriko terbatuk karena canggung. Matanya sedikit bersinar.
"Lalu? Apa yang kamu lakukan?"
"Melihat ada masalah, tentu saja harus mengacungkan pedang untuk menolong!" Fenty menggulung lengan bajunya. Wajahnya terlihat puas dan bangga.
"Aku langsung menendang pria berwajah manusia tetapi berhati binatang itu hingga melayang. Lalu aku menolong wanita itu. Akan tetapi, begitu aku ingin membuka rantai pengikatnya, aku baru sadar, rantai itu tidak terikat rapat. Aneh sekali. Jelas-jelas wanita itu bisa melarikan diri. Tetapi mengapa dia membiarkan dirinya dipukuli..."
Wajah mungil Fenty tampak kebingungan.
"Oh, iya. Orang terkaya itu mengatakan, dia akan membereskan soal vila itu dalam tiga hari. Keluarga Ouyang memberinya surat undangan ke pesta ulang tahun. Tadinya dia ingin membuangnya, tetapi karena kamu ingin pergi, dia akan menggunakan kesempatan ini sebagai kamuflase. Dia akan datang sendiri ke Kota Anbu dan membereskan hal ini, jangan sampai menarik perhatian orang. Sesaat sebelum pergi, dia memberiku banyak hadiah dan memintaku memberikannya untukmu."
Feriko Li menghela nafas dalam hatinya.
Fenty bisa begitu naif, ini semua karena salah Feriko.
Dia yang tidak cukup mengajarinya.
Dia mengeluarkan mainan itu satu per satu dari dalam ranselnya.
Borgol...
Cambuk...
Tali tambang...
Rantai besi...
Semua mainan itu dia sebarkan sampai memenuhi seluruh ranjang. Yang paling bawah, terdapat telinga kelinci dan gaun hitam pendek yang berenda-renda.
Dhuar!
Dia merasakan ada suara ledakan guntur yang menggelegar di dalam kepalanya. Tiba-tiba matanya membayangkan sosok Fenty yang menggunakan gaun bertali tipis berwarna putih itu.
Bagus sekali.
Orang terkaya Provinsi Jilera itu tahu bagaimana membuatnya senang.
Dia mendorong pakaian itu ke depannya. Mucul seringai jahat pada wajahnya.
"Anak baik, cepat coba kenakan ini."
Wajah Fenty langsung memerah.
Dia tidak mengenali barang lainnya, tapi dia mengenali pakaian itu.
Saat dia pergi membeli gaun putih transparan itu, petugas toko juga merekomendasikan gaya ini padanya.
Fenty berlari dengan wajah merah. Tidak lama, dia sudah mengganti pakaiannya dan berjalan kembali dengan berlenggak-lenggok.
Dia sama sekali belum pernah mengenakan pakaian yang begitu memalukan.
Gaun yang dirancan dengan sebelah bahu itu, menunjukkan tulang selangkanya yang begitu indah.
Perut kecilnya yang rata, ada sedikit daging berlebih. Punggung yang mulus dan bersinar dibalut renda.
Bagian depan dadanya terbalut sempurna dengan bulu hitam lembut.
Rok yang ringan dan tipis melambai tertiup angin dari luar jendela. Stoking berwarna hitam berenda membuat tungkainya terlihat lebih tipis dan panjang...
Fenty juga memakai telinga kelinci itu. Wajah mungilnya yang putih, kini menjadi sangat merah. Dengan malu-malu, dia berdiri di sana. Seolah di dorong sedikit saja, dia akan terjatuh.
"Kakak Senior. Aku lebih cantik berpakaian warna putih, atau warna hitam?"
Feriko menariknya ke dalam pelukannya. Tangannya yang besar langsung meraba-raba dengan resah. Dia berbisik dengan lembut ke dalam telinganya.
"Lebih cantik tidak mengenakan apa-apa."
Fenty seperti tergerak oleh kata-kata ini. Kedua lengannya yang panjang bergantung pada leher Feriko. Dia menjinjitkan kakinya dan menempelkan seluruh tubuhnya pada dirinya.
Tetapi Feriko hanya mengecupnya sekali lewat. Tatapan matanya bergeser ke atas ranjang.
"Bukankah kamu ingin tahu untuk apa benda-benda ini? Mari, aku akan jelaskan satu per satu..."
Belum sampai sepuluh menit, Fenty sudah mengetahui segalanya.
Ketika dia diikat dan digantung dan melihat cambuk di tangan Feriko. Dia hanya bisa menatapnya dengan penuh permohonan dan pengharapan.
Akhirnya dia paham mengapa gadis itu tidak melarikan diri.
"Kakak Senior, jangan..."
Suara yang mendesis itu seperti cakar bayi kucing yang menggaruk-garuk hati Feriko dengan perlahan.
Dia tidak tahan lagi. Dia melemparkan cambuk di tangannya itu dan mengkoyak bulu hitam yang menghalangi itu."
"Dik Fenty?"
Tiba-tiba ada suara ketukan di pintu!
"Apakah kamu belim tidur? Aku mendengar ada sesuatu dari kamarmu. Apakah kamu baik-baik saja?"
Kedua orang di dalam kamar itu bergidik. Mereka tampak seperti patung yang tidak berani bergerak sedikitpun di tempatnya.
Roslin!
Ketukan di pintu terdengar pelan, seolah takut membangunkan seseorang.
Saat ini, Fenty yang sedang digantung dan digoda habis-habisan oleh Feriko mengira hari ini dia bisa lebih dekat lagi dengan Kakak Seniornya. Dia tidak ingin hal ini terganggu lagi.
Fenty berusaha menenangkan perasaannya dan berusaha keras agar suaranya terdengar lebih normal.
"Aku baik-baik saja..."
"Kalau begitu, buka pintumu. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu."
! ! !
Feriko tidak punya pilihan. Dia hanya bisa melepaskan Fenty dari gantungannya lalu mengecup bibirnya kuat-kuat. Lalu dia melompat turun kembali ke kamarnya sendiri dari jendela.
Fenty secepat mungkin mengganti pakaiannya, lalu menyimpan semua benda itu. Dia membuka pintu dengan sedih bercampur kesal.
"Ada apa sebenarnya? Aku sudah mau tidur."
Roslin tersenyum lembut padanya, "Aku membawakan segelas susu hangat untukmu. Lekaslah tidur."
Sambil bicara, matanya melirik ke dalam kamar dan menyapu setiap sudut seolah sedang mencari sesuatu.
Dia baru saja mencari Kakak Feriko, tetapi dia tidak ada di tempat.
Sudah begitu larit malam tidak ada di kamarnya sendiri. Apakah dia... pergi ke kamar Fenty?
Roslin bahkan tidak berpikir sama sekali. Dia mencari alasan untuk mengetuk pintunya.
Fenty mengambil susu itu, "Apakah ada yang lain?"
"Tidak ada. Selamat malam."
Roslin sendiri merasa tidak enak. Dia segera melesat turun dari lantai tiga.
Asalkan dia tidak berada di kamar Fenty, dia merasa lega.
Melihat kamar yang kosong melompong itu, Fenty tiba-tiba merindukan kehidupan mereka di rumah tua dulu.
Jelas-jelas dia dan Kakak Seniornya saling mencintai. Tetapi di rumah Keluarga Shangguan, mereka seperti pencuri.
Tidak bisa!
Urusan vila ini, harus segera diselesaikan!
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved