chapter 3 Peluk Aku

by Sean Kenneth 12:00,Jan 15,2024
Perlakuan tiba-tiba ini mengagetkan Fenty, dia tahu Feriko mendekapnya dari belakang. Ini membuat jantungnya berdebar kencang.

Dia menikmati tangan kekar Feriko yang mendekapnya erat, napasnya memburu seperti lembu. Badannya panas dingin.

Walaupun keduanya tidur seranjang sejak kecil dan beraktifitas bersama dalam kehidupan sehari-hari dan saat latihan, bahkan Feriko sering jahil dengan menyibak rok Fenty serta mencubit wajah Fenty.

Dengan jarak yang begitu lekat, dekapan hangat dan kesunyian malam, apakah gadis ingusan yang tidak berpengalaman ini dapat menahannya?

Fenty jadi jengah, wajahnya merona dan seluruh tubuhnya bergetar.

Kemudian dia berbalik.

Keduanya saling bertatapan, Fenty lalu menundukkan kepalanya, dia merasa tak berdaya.

Di bawah sinar bulan, dia cantik seperti dewi yang baru turun ke dunia.

"Kakak, aku risau... peluk aku..."

Setelah mengatakan itu, dia mendekap Feriko.

Duk!

Kata-kata ini bagai tinju, menohok hati Feriko.

Dari dulu Feriko amat bersemangat menjalani hari-harinya bersama Fenty. Dia memimpikan gadis cantik masa kecil dan berangan-angan memiliki Fenty di hatinya.

Sekarang apa yang diimpikannya ada dalam dekapannya, mana mungkin dia mampu bertahan?

Kurang ajar kau, raja iblis neraka, apa kamu berusaha menjebakku? Apa kamu mampu?

"Aku hanya mau memiliki Fenty hari ini! Raja Surga dan aku tidak gampang dikalahkan!"

Dengan membabi buta didekapnya Fenty, dipandangnya wajah cantik dihadapannya, dikecup pula bibir Fenty. Hasratnya menggelora membuat tangan kekarnya tidak bisa diam.

Fenty sudah jatuh hati dengan Feriko selama lebih dari sepuluh tahun namun disimpannya dalam hati. Sekarang dia berada dalam dekapan orang yang dirindukannya, dikecup penuh kasih, logika gadis polos ini lenyap. Dia merespon mengikuti perasaannya, membebaskan Feriko menguasainya...

Duar!

Suara petir menyambar lalu terdengar suara rintik hujan, dilanjutkan sambaran petir bersahutan.

Sambaran petir terdengar di luar rumah.

Fenty merasa ngeri.

Feriko mengeryitkan dahinya, lalu mengusap kepala Fenty untuk menenangkannya. Menaikkan celananya lalu mengambil pedang mahoni dari dinding, menyalakan lampu minyak dan membuka pintu.

"Siapa kamu!"

"Lancang sekali mengacaukan niatku!"

"Jika aku tidak melenyapkan kamu jadi debu, aku tidak pantas punya marga Li!"

Di sekitar rumah, tidak ada siapapun…...

Saat dia balik badan, dilihatnya papan nisan gurunya tergeletak di tanah dan terlihat retakan yang dalam pada papan nisan tersebut.

Asap dupa di depan papan nisan itu berputar seperti puting beliung, melingkar- lingkar ke atas, lalu menyembur ke wajah Feriko, membuat Feriko tersedak.

"Ehem…! Ooh aku paham!"

Feriko melempar pedang mahoni, bersujud di tanah, memandang papan nisan dengan gusar dan mengembalikan papan nisan ke meja.

Dia tahu, petir yang menyambar dan papan nisan yang retak itu ulah laki-laki tua gurunya.

"Aku akan menikahi dia dulu. Tidak masalah 'kan kalau aku menikahinya?"

Meskipun demikian Feriko amat waspada.

Tidak salah.

Setan, hantu, dewa, Buddha, raja dan dia semua punya persoalan.

Kecuali gurunya.

Itu kenangannya saat kena hukuman sampai tidak berdaya. Sungguh tidak mudah melawannya.

Saat menjadi manusia saja amat tangguh, apalagi sekarang menjadi hantu.

Tepat, setelah Feriko menyatakan akan menikahi dulu, asap dupa di depan papan nisan kembali normal dan bergerak ke atas.

Hujan sudah berhenti dan tidak ada lagi petir.

Feriko kembali masuk ke rumah, terlihat Fenty sudah membalut rapat tubuhnya dengan selimut dan meringkuk di sudut ranjang. Saat dia tahu Feriko kembali, dia hanya bertanya dengan suara pelan.

Feriko menjawab seadanya bahwa saat di luar sedang hujan, papan nisan peringatan gurunya jatuh ke tanah. Saat dia merebahkan tubuhnya di ranjang, Fenty sudah meringkuk didalam selimut karena malu.

Setelah semua berlalu, akal sehatnya kembali tenang, dia merasa sangat keterlaluan.

Feriko terdiam. Sepertinya lelaki tua itu tidak rela melepas Fenty untuknya, terpaksa dia menunggu besok waktu yang tetap untuk menentukan sosok istrinya. Dan berharap kelima calon istri itu secantik bunga.

Tak lama berselang, dia terlelap dengan lampu menyala.



Dini hari berikutnya.

Baru saja turun hujan, tercium bau tanah dan tumbuh-tumbuhan.

Lima mobil mewah berpacu menaiki gunung.

Bekas gesekan ban mobil terukir, mereka berjajar rapi di halaman klinik Tabib Langit.

Shangguan, Ouyang, Xiahou, Huangfu, Sima.

Lima keluarga besar di Kota Anbu ada di sini.

Ada latar belakang kenapa Tabib Tua memutuskan lima keluarga ini sebagai lima tunangan Feriko.

Lima keluarga besar ini adalah lima keluarga besar yang sudah ada di dunia ribuan tahun yang lalu dan di antara lima keluarga besar ini, terlahir pangeran dan raja yang merupakan anggota kaisar.

Putri-putri dari lima keluarga ini termasuk dalam "Putri Kaisar".

Peruntungan Feriko amat kecil, saat baru lahir dia diminta oleh Penguasa Neraka menjadi menantunya. Dia harus bertingkah seolah-olah tidak waras dan dungu sampai dia berumur dua puluh lima tahun. Dengan menikahi "Putri Kaisar", Penguasa Neraka tidak akan mungkin berani merebut nyawa Feriko.

Hari ini adalah ulang tahun Feriko yang ke-25.

Menepati janji dengan Tabib Tua, ketua dari lima keluarga besar dengan sukarela hadir di sini.

Lima orang setengah baya yang tidak sanggup menanggung karma atas menurunnya pamor keluarga mereka kala itu, sekarang meroket jadi lima orang terkaya, lima keluarga besar di Kota Anbu, mereka mendapat julukan Lima Macan Kota Anbu. Di Kota Anbu seseorang dapat menurunkan hujan dengan menjetikkan jarinya.

Lima pria setengah baya yang terpandang ini memakai jas berkerah kulit, mereka melangkah masuk ke klinik.

Fenty sudah bersiap sejak pagi, menyediakan semua yang dibutuhkan baik di dalam dan di luar klinik.

Saat orang-orang dari lima keluarga besar ini sampai, dia arahkan menuju papan nisan peringatan ayahnya.

Kelima orang itu amat memuja Tabib Tua, mereka takut menyinggung dan merendahkannya. Mereka menghadiahi dupa kepada Tabib Tua dan bersembah sujud di depan nisannya.

Sejak Tabib Tua wafat sepuluh tahun yang lalu, mereka membawakan uang dan barang-barang bermanfaat dari luar desa untuk Fenty, sebagai ucapan terima kasih kepada Tabib Tua.

Saat mereka berhadapan dengan Feriko, ekspresi semua orang langsung berubah...

Feriko menyandarkan punggungnya di sudut sambil menikmati kaki babi dalam genggamannya.

Karena semalam turun hujan, ketika orang-orang dari lima keluarga besar masuk ke dalam rumah membuat lantainya dipenuhi lumpur. Feriko mencolek lumpur di tanah lalu dicampurnya dengan minyak babi dan mengusapkan ke bajunya. Wajahnya dan bajunya belepotan dengan minyak, badannyapun kotor karena duduk di tanah. Feriko tidak peduli, mengumbar senyuman pada beberapa orang dengan ingus di hidungnya.

Maka ketika kelima orang dari keluarga terhormat dan terpelajar itu menatap Feriko di tanah, ekspresi mereka berubah.

Ada rasa jijik dan muak yang sulit diungkapkan.

Sudah lama tersiar kabar bahwa murid Tabib Tua memang tidak waras, tidak juga mewarisi keahlian pengobatan Tabib Tua, dia bahkan sangat tergantung pada orang lain.

Mana mungkin orang dungu itu dapat disandingkan kepada putri kesayangan mereka?

Menilik keadaan Feriko, mereka sudah bulat hati.

Mereka berlima kompak sepakat membatalkan pertunangan putri mereka di depan papan nisan peringatan Tabib Tua!

Mereka belum paham harga yang harus mereka bayar jika membatalkan kesepakatan darah dengan Tabib Tua.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

381