chapter 15 Aku Membohongimu

by Lisa Lie 10:10,Nov 01,2023
"Itu, aku pergi mencari seorang teman dan mengobrol sampai agak malam. Maafkan aku."

Chris masih berekspresi dingin, "Apa hubungannya aku dengan siapa yang kamu temui?"

"..." Siska terdiam sejenak. Dia masih merasa ada yang salah dengan suasananya. Dia berpura-pura menunduk untuk mengganti sepatunya, "Kamu sudah makan belum?"

"Belum."

Siska menghentikan gerakannya dan menatap Chris dengan heran, "Kamu nggak baca pesan WhatsApp yang kukirim?"

"Nggak."

"..."

"Jangan-jangan Kakek Qin juga belum makan?"

Chris tidak menjawab Siska dan tetap mempertahankan posturnya. Sweter wol berwarna hitam yang sedang dia pakai membuat wajah tegasnya terlihat semakin dingin.

"Aku akan memasak mi untukmu," jawab Siska sambil menghela napas.

Sekarang Kakek Qin harusnya sudah tidur, Siska tidak mungkin membangunkannya hanya untuk makan.

Siska pergi ke dapur tanpa suara. Dia mengeluarkan telur dan mi untuk membuatkan Chris semangkuk mi telur tomat.

Siska keluar membawa semangkuk mi dan menaruhnya di hadapan Chris, "Cepat makan."

Chris terus-menerus melihat Siska seperti ingin melubanginya. Siska merasa sedikit ngeri. Hari ini dia tidak menyinggung perasaan Chris, 'kan?

"Nanti … minya ngembang," ucap Siska dengan canggung.

Akhirnya Chris mengalihkan tatapannya dan melihat mi di hadapannya. Dia meraih mangkuk dan sumpit, lalu menyuapkan sesuap mi ke dalam mulutnya.

Siska diam-diam menghela napas lega.

Gerakan Chris saat makan mi terlihat sangat anggun. Semangkuk mi sederhana terlihat seperti makanan Barat ketika dia memakannya. Jari-jarinya sangat panjang membuat sumpit di tangannya terlihat pendek.

"Enak nggak?" Siska melihat Chris dengan penuh semangat.

"Biasa saja."

Chris memang berkata seperti itu, tetapi dia tetap menghabiskan semua mi di dalam mangkuknya.

Siska merasa sudah menyusahkan Chris karena harus menghabiskannya meski rasanya tidak enak.

Setelah beberapa hari menikah, Siska akhirnya menemukan satu sifat Chris yang sangat baik.

Memikirkan hal ini, penilaian Siska terhadap Chris tidak lagi seburuk itu. Siska tersenyum dan mengambil mangkuk kosong dari tangan Chris, "Kalau kamu nggak suka, lain kali aku buatkan yang lain. Cepatlah tidur, besok kamu harus mencari pekerjaan lagi, 'kan?"

Setelah Siska menyelesaikan ucapannya, dia membawa mangkuk itu ke dapur.

Chris menatap ke arah dapur, ekspresinya sudah mulai mereda. Sebenarnya dia sudah makan tadi sore, tetapi entah kenapa dia malah bilang kalau dia belum makan.

Sekarang Chris merasa sedikit kekenyangan.

Ketika Siska keluar dari dapur, Chris masih duduk sambil memainkan ponselnya di ruang tamu. Siska hanya mengabaikannya dan mengambil piyamanya untuk mandi.

Begitu Chris selesai mengirimkan pesan, sebuah panggilan masuk.

Saat Chris menjawab panggilan itu, dia mendengar suara seorang pria dengan latar belakangnya sangat ribut, "Chris, ayo keluar bermain. Kamu sudah lama kembali, tapi nggak datang setiap kali aku meneleponmu. Apa kerjaan di perusahaanmu sesibuk itu?"

Chris mengerutkan kening, "Di mana kamu?"

"Bar, kamu mau datang nggak? Aku akan meyisakan tempat duduk untukmu."

Chris tidak mengatakan dia akan pergi atau tidak, tetapi dia bertanya, "Bukannya kamu sudah menikah? Kenapa kamu pulang selarut itu?"

"Memangnya kalau sudah menikah aku nggak boleh keluar? Aku kan menikah, bukan masuk penjara. Pertanyaanmu sangat aneh!"

Chris terdiam beberapa saat, masih mencerna ucapan orang itu.

"Jadi, kamu datang atau nggak?"

"Kamu keluar semalam ini, di mana istrimu?"

"Di rumah. Ada yang nggak beres denganmu. Oh, aku tahu, kakekmu mendesakmu untuk menikah lagi, 'kan? Jadi, kamu mau belajar bagaimana punya pernikahan yang rukun duluan. Datanglah, aku akan pelan-pelan menceritakan pengalamanku."

"Tidak, kamu bersenang-senanglah." Chris menutup panggilan itu tanpa ekspresi. Saat mendongak, dia kebetulan melihat Siska yang baru keluar dari kamar mandi.

Siska memakai baju tidur berbulu dan rambutnya yang masih basah tergerai di punggungnya. Dia terbungkus rapat, bahkan lebih ketat dari apa yang dia kenakan untuk bekerja.

Siska melirik Chris dengan ragu-ragu, lalu berjalan mendekatinya dan duduk di seberangnya.

"Chris, ada yang mau aku katakan."

"Masalah apa?" Chris meletakkan ponselnya dan menatap Siska dengan saksama.

Siska menggigit bibirnya, merasa sedikit tidak nyaman. Tetapi, cepat atau lambat Chris akan mengetahuinya.

Siska mengumpulkan keberaniannya dan berkata, "Itu, pamanku dan keluarganya akan datang minggu depan. Aku nggak tahu kamu pernah bertemu mereka nggak waktu kecil."

Chris tidak memberikan reaksi apa-apa, "Terus kenapa?"

"Rumah ini punya pamanku, bukan punyaku." Setelah Siska selesai mengatakannya, dia menundukkan kepalanya dan berkata dengan cepat, "Maaf, aku membohongimu."

Setelah Siska selesai berbicara, dia menunggu jawaban Chris.

Namun, setelah lama menunggu, Chris masih saja terdiam. Siska mengangkat kepalanya dan melihat Chris dengan tatapan bingung, "Kamu nggak mau bilang apa-apa?"

"Bilang apa?"

"Kamu nggak marah?"

Chris mengambil buah dari meja dan mengupasnya perlahan, "Kenapa aku harus marah?"

Reaksi Chris membuat Siska terkejut. Dia lanjut berkata, "Mereka akan menjual rumah ini untuk biaya pernikahan sepupuku. Aku mau membelinya, tapi uangku masih belum cukup, makanya aku meminta mahar sebanyak 400 juta."

Chris menghentikan gerakannya dan mengangkat pandangannya untuk menatap Siska.

Karena sudah mengatakannya, Siska sekalian mengakui semuanya.

"Awalnya aku berencana untuk menuliskan namamu setelah rumah itu selesai dipindah namakan. Tapi, aku belum mengumpulkan semua uang untuk membeli rumah ini. Sekarang mereka sudah mau kembali, jadi aku mau memberi tahu kamu masalah ini."

"Kalau kamu marah atau merasa aku sudah membohongimu, anggap saja aku meminjam uangmu. Aku akan membayarmu kembali secara perlahan di masa depan."

Chris terdiam agak lama sebelum berkata, "Jadi, kamu menikah denganku hanya untuk membeli rumah ini?"

Siska memberanikan dirinya untuk mengangguk, "Iya. Kalau kamu marah dan mau bercerai juga nggak apa-apa."

Chris mengabaikan kalimat terakhir yang Siska ucapkan dan bertanya lagi, "Maksudmu, kamu akan menikah dengan siapa pun yang bisa memberimu 400 juta?"

Siska tertegun, tidak mengerti kenapa Chris tiba-tiba menanyakan pertanyaan seperti itu. Dia menggaruk pipinya, merasakan ucapan Chris kedengaran sedikit ambigu.

Ucapan itu terdengar seperti Siska akan menikah dengan siapa pun asalkan mereka punya uang, seperti sebuah barang.

"Aku ... mungkin saja."

"Menurutmu, ini lebih penting dari pernikahan?"

Semakin mendengarnya, Siska semakin merasa ada yang tidak beres. Dia menatap wajah Chris yang muram dan berkata dengan hati-hati, "Kamu juga bilang seperti itu, 'kan? Menikah dengan siapa bukanlah masalah."

Saat mereka pertama kali berbicara, Chris pernah bilang kalau tidak masalah baginya untuk menikah dengan siapa. Jadi, Siska memutuskan untuk menikah dengan Chris, setidaknya agar Siska tidak merasa bersalah.

Kalimat ini membuat Chris tidak bisa mengatakan apa-apa lagi.

Chris juga menyadari pertanyaan bodoh yang dia ajukan. Ekspresinya berubah menjadi sedikit tidak natural dan dia segera mengalihkan pandangannya, "Ya, aku pernah bilang begitu, jadi kita memperoleh apa yang kita butuhkan. Kamu nggak perlu menjelaskannya padaku."

"Gimana dengan uangnya?"

"Mahar yang kuberikan adalah milikmu sesuai keinginanmu."

Siska diam-diam menghela napas lega, "Begini saja, aku akan mencantumkan namamu kalau aku berhasil membeli rumah ini. Aku nggak akan memanfaatkanmu."

"Terserahmu." Chris tidak ingin berdebat dengan Siska lagi, dia hanya lanjut mengupas jeruk yang belum selesai dia kupas tadi.

Siska melirik ekspresi Chris, menemukan Chris yang tidak marah, Siska memberanikan diri untuk berkata lagi, "Ada satu masalah lagi."

"Katakan."

"Kalau pamanku dan keluarganya pulang, mereka mungkin akan tinggal di sini. Kamar yang kamu tempati … itu kamar sepupuku."

"Kalau gitu aku akan tidur di kamar satunya lagi."

"Itu kamar pamanku."

Chris menghentikan gerakannya lagi. Dia sedikit mengangkat kepalanya dan melihat Siska dengan tatapan bingung.

"Kalau gitu aku ..."

"Kamu tinggal di rumah Kakek Qin saja!"

Keduanya berkata secara bersamaan, tetapi Siska mengatakannya selangkah lebih cepat dan suasana tiba-tiba menjadi sunyi.

Ekspresi Chris juga menjadi muram.

Siska mau mengusirnya?

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

70