chapter 5 Pria Dingin

by Lisa Lie 10:10,Nov 01,2023
Siska memandangnya dalam-dalam, "Gimana dengan namaku?"

Yuda kesulitan untuk menjawab, dia kembali membujuk Siska, "Aduh, cuman masalah nama saja. Memangnya beda kalau menuslikan namaku? Punyaku kan punyamu juga, untuk apa mengkhawatirkan masalah sekcil itu?"

Siska mengibas tangannya dan berujar dengan nada dingin, "Yuda, menurutmu ini cuman karena masalah rumah? Masalah sebenarnya adalah sikapmu. Sejujurnya aku benar-benar bersyukur ayah dan ibumu sudah menguak sifat aslimu. Kita sudah tidak ada harapan lagi. Kembalikan uangku secepat mungkin dan jangan ganggu aku lagi!"

"Siska, sudah cukup, kamu terus-terusan mempermasalahkan nama yang tertulis di akta rumah, bukannya itu sangat menarik? Memangnya kamu pernah berpikir untuk hidup bersamaku?"

Siska tertawa marah ketika mendengar ucapannya. Sudah dua tahun, tetapi di mata Yuda dirinya hanyalah orang seperti itu. Yuda tidak pernah memikirkan Siska dari sudut pandangnya. Semuanya hanya tentang dirinya sendiri dan orang tuanya.

Kali ini, Yuda benar-benar menghancurkan pandangan Siska tentang cinta.

Sekarang Siska merasa menangis karena Yuda adalah hal paling memalukan yang dia lakukan selama dua tahun terakhir.

"Iya, aku memang kayak yang kamu pikirkan! Terus kenapa kamu masih menggangguku? Apa kamu nggak ngerti apa maksudnya putus?"

Yuda terdiam. Dia sadar dirinya sudah berlebihan, jadi dia menurunkan suaranya lagi, "Aku salah. Siska, aku cuman terlalu cemas dan takut kamu akan meninggalkanku. Jangan putusin aku, ya? Kita bisa membahas masalah rumah itu lagi."

"Yuda, tidak ada yang perlu diomongin lagi. Aku juga bukanya nggak bisa menikah. Ngomong-ngomong, aku sudah janjian sama cowok lain untuk mendaftarkan pernikahan kita siang ini. Bagusan kamu jangan mencariku lagi, jangan sampai suamiku salah sangka."

Yuda terkejut sejenak, tentu saja dirinya tidak memercayai ucapan Siska. Mana mungkin orang sekonservatif Siska menikah dengan lelaki lain?

Yuda masih ingat ketika dia pertama kali bertemu dengan Siska, mereka berdua rebutan untuk membayar makanan. Saat Yuda sibuk meraih ponselnya, dia tidak sengaja menyentuh tangan Siska. Siska kaget sekali dan langsung menarik tangannya, tidak meraih ponselnya lagi, jadi ponselnya jatuh dan layarnya pecah.

Maka dari itu Yuda tahu Siska belum pernah punya pacar dan memutuskan untuk mengejarnya.

Sama dengan dugaan Yuda, Siska memang gampang didapatkan. Yuda hanya perlu mengingat apa yang Siska sukai, membawanya makan makanan yang dia suka, berjalan di sebelah kirinya jika sedang menyeberangi jalan, memerhatikan hal-hal kecil, lebih memedulikannya dan memberikan rasa aman untuknya. Yuda tidak perlu menghabiskan uang untuk mengejarnya.

Siska tidak mengenal merek-merek terkenal dan tidak bisa membedakan barang tiruan yang Yuda berikan. Sebaliknya Siska malah memberi Yuda hadiah yang lebih berharga.

Selain sangat konservatif, Siska merupakan istri dan ibu yang paling sempurna.

Tidak menghabiskan banyak uang dan tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya.

"Siska, jangan marah lagi. Kamu juga tahu ayah dan ibuku membesarkanku dengan susah payah. Aku harus mempertimbangkan perasaan mereka juga. Jangan buat diriku tambah kesusahan. Begini saja, nanti waktu aku pulang, aku akan menegosiasikannya lagi. Kamu juga tahu aku itu saangat peduli denganmu dan aku sangat ingin menikah denganmu."

Siska tidak ingin mendengarnya lagi, "Aku bukan bilang semua ini karena marah. Lupakan saja kalau kamu nggak percaya. Keputusanku tetap nggak berubah, kita sudah putus, jangan ganggu aku lagi."

Setelah menyelesaikan ucapannya, Siska kembali ke perusahaannya.

Yuda mau mengejar Siska dan membujuknya lagi, tetapi memikirkan harga dirinya, dia pun berhenti di meja depan.

Alasan utamanya adalah karena ada banyak karyawan wanita di perusahaan Siska. Citra pria baik yang selama ini Yuda bangun mendapatkaan banyak pujian di perusahaan Siska. Meski tidak dapat menyelamatkan Siska, setidaknya dia harus menyelamatkan citranya di sana.

Melihat buket yang masih berada di genggaman Yuda, resepsionis itu tersenyum dan bertanya dengan nada bercanda, "Kenapa? Berantam, ya?"

Yuda hanya tersenyum kecut, "Huh, iya, aku nggak tahu harus ngapain lagi supaya dia merasa puas."

Ucapan ini kedengarannya seperti sedang menyalahkan dirinya sendiri, tetapi juga menyalahkan Siska yang bersikap kurang masuk akal.

Siska tidak tahu apa yang Yuda lakukan, dia sudah memutuskan untuk tidak menoleh lagi. Sekarang Siska sudah menerima uang yang Chris berikan, dia hanya perlu mencari cara agar bisa hidup lebih baik kedepannya.

Saat Siska mengecek peta, dia melihat kalau jarak Biro Urusan Sipil lumayan jauh dari perusahaan. Kalau naik bus butuh waktu sekitar satu jam dan dirinya harus pulang untuk mengambil kartu keluarganya terlebih dahulu.

Setelah pulang kerja, Siska tidak makan siang dan langsung pulang ke rumah. Dia naik taksi pulang mengambil kartu keluarganya dan naik taksi pergi ke Biro Urusan Sipil.

Saat Siska sampai di Biro Urusan Sipil, Chris sudah berdiri di sana bersandar di mobil Mercedes-Benz dan berbicara di telepon. Siska mengeluarkan ponselnya untuk melihat jam, waktu sudah menunjukkan jam dua lewat empat puluh menit.

Siska pun segera menghampiri Chris. Saat melihat kedatangan Siska, Chris berkata pada orang di ujung telepon, "Nanti kita bicarakan lagi." Kemudia dia pun mengakhiri teleponnya.

Chris mengangkat tangannya untuk melihat jam tangannya, lalu menatap Siska, "Kamu telat."

Siska menjelaskan dengan sedikit malu, "Aku harus pulang untuk mengambil kartu keluarga, maafkan aku."

Chris tidak mengatakan apa-apa lagi, "Ayo selesaikan semuanya secepatnya. Di sini tidak boleh parkir kelamaan."

Siska terdiam sejenak, lalu memandang mobil Mercedes-Benz seri e300 itu. Yuda pernah bilang dia mau membeli mobil ini di masa depan. Jadi, Siska tahu mobil ini seharga satu sampai 1,2 miliar.

"Kamu naik mobil sebagus ini?"

Tanpa sadar Chris juga ikut memandang Mercedes-Benz miliknya, mobil ini adalah mobil paling murah yang ada di garasi mobilnya.

Namun, melihat ekspresi terkejut Siska, dia pun menjelaskan, "Aku membelinya dengan uang pinjaman."

"Oh." Siska merasa sedikit canggung untuk melanjutkan ucapannya. Tetapi, mengingat apa yang terjadi dengan Yuda, Siska tetap harus menanyakannya terlebih dahulu, "Kamu pinjam berapa? Setiap bulan harus bayar berapa?"

"Nggak banyak, nggak perlu takut, kamu nggak usah bayar cicilannya. Kamu juga nggak perlu mengkhawatirkan biaya hidupmu kedepannya. Ada pertanyaan lain lagi?"

Siska berpikir sebentar, lalu bertanya, "Kalau gitu, kamu masih punya hutang lain nggak?"

Pernikahan bukanlah masalah kecil, jadi harus lebih berhati-hati. Apalagi mereka bukan menikah karena saling mencintai, melainkan hanyalah sebuah transaksi. Tentu saja Siska harus menanyakan semuanya dengan jelas.

"Nggak."

Siska pun merasa lega, "Oke, nggak ada yang mau aku tanyakan lagi. Apa ada yang mau kamu tanyakan? Kalau nggak, ayo daftarkan pernikahan kita."

"Nggak."

Siska, "..."

Setelah Chris menyelesaikan ucapannya, dia berjalan di depan memasuki Biro Urusan Sipil. Siska hanya mengertakkan gigi dan segera mengikutinya.

Hari ini pasangan yang datang mendaftar pernikahan tidak banyak, jadi mereka menuntaskan semuanya dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Saat keluar, masing-masing dari mereka sudah memegang sertifikat nikah di tangan mereka.

Melihat dua tulisan besar di sampul sertifikat nikah itu, pikiran Siska tiba-tiba menjadi kosong.

Siska tidak menyangka dirinya akan menikah begitu saja.

"Aku pergi dulu. Kalau ada yang kamu butuhkan, kirim pesan dari WhatsApp saja." Setelah keluar, Chris masuk ke mobilnya dan langsung pergi begitu saja tanpa memberikan Siska kesempatan berbicara.

Siska menggaruk hidungnya yang tidak gatal dan menatap sertifikat nikah di genggamannya. Kalau bukan melihat tulisan berwarna emas yang tercetak di seritifikat nikah itu, Siska tidak akan merasa jika dirinya adalah istri orang sekarang.

Chris bersikap sangat dingin, Siska agak mengkhawatirkan hubungan mereka kedepannya.

Sore itu Siska mengambil cuti, jadi dia tidak kembali ke perusahaan lagi. Dia pergi ke supermarket untuk membeli sedikit kebutuhan sehari-hari dan bahan dapur.

Rumah yang nenek Siska tinggalkan memiliki tiga ruangan. Siska tidur di salah satu kamar itu, sedangkan kedua ruangan lainnya sudah lama kosong. Saat neneknya masih hidup, paman Siska dan keluarganya akan kembali ketika tahun baru. Tetapi, sejak neneknya meninggal, mereka tidak pulang ke sana lagi.

Siska sudah mengganti seprei dan selimut di ketiga kamar itu. Chris tinggal memilih kamar mana pun yang ingin dia tempati. Saat Siska memikirkan bagaimana mereka akan tidur malam ini, selimut di genggamannya tiba-tiba menjadi lebih berat.

Siska mengganti semua seprei dan selimut, dia juga menaruh sabun dan alat mandi yang dia beli di kamar mandi. Setelah menyelesaikan semuanya, jam sudah menunjukkan hampir jam enam sore.

Siska pergi memanggil Kakek Qin untuk makan bersama malam ini. Mendengar cucunya dan Siska sudah mendaftarkan pernikahan mereka, Kakek Qin pun sangat bahagia.

"Kakek pasti akan datang untuk merayakan hari sebahagia ini." Kakek Qin tersenyum sambil memandang Siska seolah-olah sedang melihat benda berharga. "Akhirnya apa yang kakek inginkan terkabul. Omong-omong, kakek mau lihat sertifikat nikah kalian."

Siska mengambil sertifikat nikah dari kantungnya dan menyerahkannya pada Kakek Qin.

Kakek Qin mengambil sertifikat nikah itu dan terus memeriksanya beberapa kali. Melihat Kakek Qin yang tidak berniat mengembalikannya, Siska pun bertanya, "Oh ya, Chris suka makan apa? Aku mengirim pesan padanya, tapi dia nggak balas. Aku nggak tahu dia pulang nggak malam ini."

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

70