chapter 9 Klien Perusahaan adalah Seorang Pria Tampan
by Lisa Lie
10:10,Nov 01,2023
Paman Siska sering mengatakan hal ini. Awalnya Siska juga berpendapat sama, maka dari itu dia memberi Yuda uang untuk membeli ruamh begitu saja.
Namun, apa yang terjadi setelah itu?
Siska malah dibilang mata duitan karena mempermasalahkan rumah itu dibeli atas nama siapa.
"Paman, sejak kecil aku tinggal di sini, begitu jugadengan Paman. Apa Paman rela menjualnya begitu saja?"
Harry tersenyum kecut dan berkata, "Nggak rela juga mau gimana lagi? Kamu tahu nggak berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk menikah sekarang? Mahar saja perlu 560 juta, ditambah lagi harus membeli rumah di pusat kota. Harga apartemen berkamar tiga setidaknya 4 sampai 6 miliar."
"Lihatlah sepupumu sudah berumur 32 tahun, akhirnya bisa mendapatkan yang cocok. Tapi, pacarnya adalah seorang mahasiswa, jadi maklum saja kalau permintaannya agak banyak. Nggak mungkin melamarnya cicil-cicilan, 'kan?"
Siska tersenyum miris, memangnya kenapa kalau seorang mahasiswa? Memangnya mahasiswa msaih kurang banyak di zaman sekarang?
Saat kecil, sepupunya Siska tidak suka belajar dan selalu membolos bermain di luar setiap harinya. Sehabis tamat SMP, sepupunya tidak mau bersekolah lagi dan memilih untuk bekerja.
Sepupunya dipukul habis-habisan karena masalah ini. Setelah itu, dia tidak tahu meminjam kartu identitas dari mana dan minggat dari rumah dengan alasan mau mencari pekerjaan di kota besar.
Meski sudah membanting tulang untuk bertahun-tahun, sepupunya masih tidak mencapai apa-apa. Sekarang dia sudah berubah menjadi lelaki baik-baik dan akhirnya bisa menerima kehidupannya yang biasa-biasa saja. Kini dia merupakan seorang manajer gudang di sebuah pabrik elektronik dengan gaji pokok 10 juta lebih per bulan. Gajinya itu bahkan tidak cukup untuk membiayai dirinya sendiri, jadi dia masih hidup bergantung dengan pemberian orang tuanya.
Sejak sepupunya berpacaran, biaya yang harus dia keluarkan menjadi semakin banyak. Tahun ini dia bahkan meminjam hampir
Siska berkata lagi, "Paman, rumahnya jual ke aku saja, aku akan membayar semuanya sekaligus. Setelah kakak menikah, Paman dan Bibi pasti tidak punya tempat tinggal lagi. Kalau rumah ini dijual padaku, kalian bisa pulang dan tinggal beberapa hari waktu liburan."
Harry agak tersentuh mendengar apa yang Siska ucapkan.
Setelah memikirkannya, Harry menghela napas dan berkata, "Sekarang Siska sudah dewasa. Kalau saja sepupumu bisa sedikit lebih bijaksana sepertimu, aku dan bibimu pasti nggak perlu begitu mengkhawatirkannya lagi."
"Omong-omong, pacarmu memberimu, ya? Seingat Paman, kamu punya pacar yang merupakan seorang supervisor atau sejenisnya. Kamu jangan sembarangan menghabiskan uangnya, kalau nggak nanti kamu akan susah menjelaskannya."
"Aku tahu Paman, aku nggak pakai uangnya kok."
"Oke deh, Paman bahas dengan bibimu dulu. Kalau dia juga setuju, kita bisa membahas kelanjutannya waktu Paman pulang bulan depan."
Siska pun menghela napas ketika mendengar ucapan pamannya. Kemudian dia tersenyum dan berkata, "Baik, Paman."
Setelah mengakhiri panggilan itu, Siska membuka keran air untuk mencuci mukanya, sambil memikirkan cara mendapatkan uang untuk membeli rumah. Sepertinya sore ini dia akan mengajukan permohohan peminjaman uang ke bank lagi.
Persetujuan peminjaman serta pencairan dana semuanya membutuhkan waktu. Apalagi Siska tidak punya aset yang bisa dijadikan jaminan, jadi semakin sulit baginya untuk mendapatkan pinjaman uang.
Memikirkan hal ini, dia mencari kontak WhatsApp Yuda yang sebelumnya dia blokir dan mengirimkan pesan: Cepat kembalikan uangku, jangan sampai aku menuntutmu.
Setelah pesan itu terkirim, Siska memblokirnya lagi.
Untungnya, Siska cukup berhati-hati dan memberikan 400 juta itu dengan cara mentransfernya. Kalau Siska mengikuti ucapan Yuda dan memberikan 400 juta itu secara tunai, maka uangnya akan tersia-siakan.
Setelah selesai mengirimkan pesan itu, Tina berlari ke kamar mandi dan menarik lengan Siska dengan sangat bersemangat, "Siska , Siska, kliennya sudah datang, dia ganteng banget!"
Siska hanya tersenyum, "Oh."
"Reaksi macam apa ini? Memangnya kamu nggak penasaran dia itu seganteng apa?"
"Nggak." Sekarang Siska adalah istri orang, jadi dia tidak penasaran dengan pria lain.
Tina memanyunkan bibirnya, ekspresi bahagianya juga ikut memudar. Tina menghempaskan tangan Siska, "Kamu sangat membosankan. Kalau tahu kliennya seganteng itu, aku juga mau ikut menjamunya. Kupikir cuman seorang pria tua berperut buncit, ternyata dia masih muda banget."
"Nggak tahu dia sudah punya pacar atau sudah menikah belum. Andaikan saja aku bisa mendapatkan kontak WhatsApp-nya."
Siska tidak tahan mendengar ocehan Tina lagi dan mematahkan angan-angan Tina, "Sadarlah! Pria kaya dan tampan seperti itu nggak bakal kekurangan pacar. Kalau pun kita ikut antri, mungkin harus mengantri ribuan kilometer. Saat dia melihatmu, kamu mungkin sudah tujuh puluh tahunan!"
Angan-angan Tina hancur dalam sekejap. Dia menghela napas dengan sedih, "Kamu nyebelin banget, nggak bisa biarin aku berangan-angan, ya!"
"Sudahlah, ayo lanjutan kerjaan kita."
Siska mengambil tisu untuk mengeringkan air di tangannya, lalu membuangnya ke tong sampah. Setelah itu dia pun berbalik dan keluar dari kamar mandi.
Departemen mereka berada satu lantai dengan kantor manajer umum dan mereka akan melewati ruangan rapat. Saat Siska melewati ruangan rapat, dia melihat beberapa rekan wanita yang sedang mengintip dari luar pintu.
Saat Siska lewat, dia juga ikut menoleh ke dalam.
Namun, dari sudut pandang mereka, mereka tidak bisa melihat apa-apa. Mereka hanya bisa melihat punggung para klien, separuh badan mereka tertutup sofa dan hanya kepala mereka yang terlihat.
Lagian di sana ada beberapa orang dan Siska tidak tahu mana yang klien mereka.
Tina mengangkat telunjuknya dan menunjuk ke arah seseorang, "Kamu lihat yang duduk di tengah nggak? Duduk saja lebih tinggi dari kedua orang di sampingnya."
"..." Siska hanya terdiam sambil memandang Tina, "Kalian sangat membosankan, apa yang bisa dilihat dari ini?"
Saat Tina ingin melanjutkan ucapannya, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang, "Kalian senggang sekali, ya?"
Beberapa orang tanpa sadar berbalik dan menemukan atasan mereka sudah berdiri di belakang mereka. Ekspesi mereka pun memucat ketakutan.
"Kita cuman lewat saja kok." Tina langsung menarik Siska untuk kabur dari sana.
Siska diseret kembali ke kantor. Berbeda dengan rekan wanita bermata keranjang lainnya, dia hanya menyalakan komputernya dengan tenang.
Di ruangan rapat.
"Direktur Qin, beberapa hari ini kita sudah mengadakan beberapa kali rapat dewan. Kami merasa sangat terhormat kamu mau bergabung dengan kami. Tapi, kita harus membahas masalah alokasi saham lagi bukan?"
Chris duduk di sofa sambil menatap Direktur Liao yang duduk di seberangnya dan berkata tanpa ekspresi, "Aku memilih kalian karena kalian kebetulan berlokasi di Kota Cempaka. Rantai ekologi perusahaan relatif matang dan kalian sudah membaca kontraknya. Semua syarat dan keinginanku tertulis dengan jelas di sana."
"Kalian bisa membahas masalah alokasi sahamnya sendiri, pokoknya aku mau 60%. Menurutku nggak ada yang perlu dibahas lagi mengenai masalah ini. Kalau kalian nggak bisa memutuskannya, aku punya departemen hukum profesional untuk membantu kalian menyelesaikannya."
Begitu Chris mengatakan hal itu, direktur dan manajer umum yang hadir berkeringat dingin. Chris benar-benar memiliki keinginan yang besar.
Chris sudah mengatakannya dengan sangat jelas, jika negosiasi tidak mencapai kesepakatan yang dia inginkan, dia akan langsung menggunakan cara yang lebih kuat untuk mengakuisisi perusahaan mereka.
Direktur Liao hanya tersenyum kecut, lalu berdehem dan berkata , "Direktur Qin, semuanya bisa dibahas baik-baik, anak muda seperti kalian memang nggak sabaran. Sebenarnya, maksudku kita lebih ingin bekerja sama dengan Direktur Qin."
"Begini saja, gimana kalau kita masing-masing mengalah? Aku akan mencari cara untuk membahas masalah saham dengan yang lainnya, sedangkan Direktur Qin tolong beri aku sedikit muka dengan cara meningkatkan suntikan modal sebanyak 10%. Dengan begitu aku bisa gampang menjelaskannya pada yang lainnya."
Chris mengangkat alisnya , "Direktur Liao, harusnya kamu tahu kalau aku nggak tertarik sama saham perusahaanmu, tetapi aku menghargai produk perusahaanmu. Setelah kerja sama, perusahaan kalian akan bergabung dengan perusahaan kita dan keuntungannya akan jauh lebih tinggi dari jumlah yang kuinvestasikan."
Setelah Chris menyelesaikan ucapannya, dia menepuk-nepuk pundaknya, lalu berdiri dan berkata, "Tapi, sekarang kayaknya nggak perlu lagi."
Namun, apa yang terjadi setelah itu?
Siska malah dibilang mata duitan karena mempermasalahkan rumah itu dibeli atas nama siapa.
"Paman, sejak kecil aku tinggal di sini, begitu jugadengan Paman. Apa Paman rela menjualnya begitu saja?"
Harry tersenyum kecut dan berkata, "Nggak rela juga mau gimana lagi? Kamu tahu nggak berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk menikah sekarang? Mahar saja perlu 560 juta, ditambah lagi harus membeli rumah di pusat kota. Harga apartemen berkamar tiga setidaknya 4 sampai 6 miliar."
"Lihatlah sepupumu sudah berumur 32 tahun, akhirnya bisa mendapatkan yang cocok. Tapi, pacarnya adalah seorang mahasiswa, jadi maklum saja kalau permintaannya agak banyak. Nggak mungkin melamarnya cicil-cicilan, 'kan?"
Siska tersenyum miris, memangnya kenapa kalau seorang mahasiswa? Memangnya mahasiswa msaih kurang banyak di zaman sekarang?
Saat kecil, sepupunya Siska tidak suka belajar dan selalu membolos bermain di luar setiap harinya. Sehabis tamat SMP, sepupunya tidak mau bersekolah lagi dan memilih untuk bekerja.
Sepupunya dipukul habis-habisan karena masalah ini. Setelah itu, dia tidak tahu meminjam kartu identitas dari mana dan minggat dari rumah dengan alasan mau mencari pekerjaan di kota besar.
Meski sudah membanting tulang untuk bertahun-tahun, sepupunya masih tidak mencapai apa-apa. Sekarang dia sudah berubah menjadi lelaki baik-baik dan akhirnya bisa menerima kehidupannya yang biasa-biasa saja. Kini dia merupakan seorang manajer gudang di sebuah pabrik elektronik dengan gaji pokok 10 juta lebih per bulan. Gajinya itu bahkan tidak cukup untuk membiayai dirinya sendiri, jadi dia masih hidup bergantung dengan pemberian orang tuanya.
Sejak sepupunya berpacaran, biaya yang harus dia keluarkan menjadi semakin banyak. Tahun ini dia bahkan meminjam hampir
Siska berkata lagi, "Paman, rumahnya jual ke aku saja, aku akan membayar semuanya sekaligus. Setelah kakak menikah, Paman dan Bibi pasti tidak punya tempat tinggal lagi. Kalau rumah ini dijual padaku, kalian bisa pulang dan tinggal beberapa hari waktu liburan."
Harry agak tersentuh mendengar apa yang Siska ucapkan.
Setelah memikirkannya, Harry menghela napas dan berkata, "Sekarang Siska sudah dewasa. Kalau saja sepupumu bisa sedikit lebih bijaksana sepertimu, aku dan bibimu pasti nggak perlu begitu mengkhawatirkannya lagi."
"Omong-omong, pacarmu memberimu, ya? Seingat Paman, kamu punya pacar yang merupakan seorang supervisor atau sejenisnya. Kamu jangan sembarangan menghabiskan uangnya, kalau nggak nanti kamu akan susah menjelaskannya."
"Aku tahu Paman, aku nggak pakai uangnya kok."
"Oke deh, Paman bahas dengan bibimu dulu. Kalau dia juga setuju, kita bisa membahas kelanjutannya waktu Paman pulang bulan depan."
Siska pun menghela napas ketika mendengar ucapan pamannya. Kemudian dia tersenyum dan berkata, "Baik, Paman."
Setelah mengakhiri panggilan itu, Siska membuka keran air untuk mencuci mukanya, sambil memikirkan cara mendapatkan uang untuk membeli rumah. Sepertinya sore ini dia akan mengajukan permohohan peminjaman uang ke bank lagi.
Persetujuan peminjaman serta pencairan dana semuanya membutuhkan waktu. Apalagi Siska tidak punya aset yang bisa dijadikan jaminan, jadi semakin sulit baginya untuk mendapatkan pinjaman uang.
Memikirkan hal ini, dia mencari kontak WhatsApp Yuda yang sebelumnya dia blokir dan mengirimkan pesan: Cepat kembalikan uangku, jangan sampai aku menuntutmu.
Setelah pesan itu terkirim, Siska memblokirnya lagi.
Untungnya, Siska cukup berhati-hati dan memberikan 400 juta itu dengan cara mentransfernya. Kalau Siska mengikuti ucapan Yuda dan memberikan 400 juta itu secara tunai, maka uangnya akan tersia-siakan.
Setelah selesai mengirimkan pesan itu, Tina berlari ke kamar mandi dan menarik lengan Siska dengan sangat bersemangat, "Siska , Siska, kliennya sudah datang, dia ganteng banget!"
Siska hanya tersenyum, "Oh."
"Reaksi macam apa ini? Memangnya kamu nggak penasaran dia itu seganteng apa?"
"Nggak." Sekarang Siska adalah istri orang, jadi dia tidak penasaran dengan pria lain.
Tina memanyunkan bibirnya, ekspresi bahagianya juga ikut memudar. Tina menghempaskan tangan Siska, "Kamu sangat membosankan. Kalau tahu kliennya seganteng itu, aku juga mau ikut menjamunya. Kupikir cuman seorang pria tua berperut buncit, ternyata dia masih muda banget."
"Nggak tahu dia sudah punya pacar atau sudah menikah belum. Andaikan saja aku bisa mendapatkan kontak WhatsApp-nya."
Siska tidak tahan mendengar ocehan Tina lagi dan mematahkan angan-angan Tina, "Sadarlah! Pria kaya dan tampan seperti itu nggak bakal kekurangan pacar. Kalau pun kita ikut antri, mungkin harus mengantri ribuan kilometer. Saat dia melihatmu, kamu mungkin sudah tujuh puluh tahunan!"
Angan-angan Tina hancur dalam sekejap. Dia menghela napas dengan sedih, "Kamu nyebelin banget, nggak bisa biarin aku berangan-angan, ya!"
"Sudahlah, ayo lanjutan kerjaan kita."
Siska mengambil tisu untuk mengeringkan air di tangannya, lalu membuangnya ke tong sampah. Setelah itu dia pun berbalik dan keluar dari kamar mandi.
Departemen mereka berada satu lantai dengan kantor manajer umum dan mereka akan melewati ruangan rapat. Saat Siska melewati ruangan rapat, dia melihat beberapa rekan wanita yang sedang mengintip dari luar pintu.
Saat Siska lewat, dia juga ikut menoleh ke dalam.
Namun, dari sudut pandang mereka, mereka tidak bisa melihat apa-apa. Mereka hanya bisa melihat punggung para klien, separuh badan mereka tertutup sofa dan hanya kepala mereka yang terlihat.
Lagian di sana ada beberapa orang dan Siska tidak tahu mana yang klien mereka.
Tina mengangkat telunjuknya dan menunjuk ke arah seseorang, "Kamu lihat yang duduk di tengah nggak? Duduk saja lebih tinggi dari kedua orang di sampingnya."
"..." Siska hanya terdiam sambil memandang Tina, "Kalian sangat membosankan, apa yang bisa dilihat dari ini?"
Saat Tina ingin melanjutkan ucapannya, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang, "Kalian senggang sekali, ya?"
Beberapa orang tanpa sadar berbalik dan menemukan atasan mereka sudah berdiri di belakang mereka. Ekspesi mereka pun memucat ketakutan.
"Kita cuman lewat saja kok." Tina langsung menarik Siska untuk kabur dari sana.
Siska diseret kembali ke kantor. Berbeda dengan rekan wanita bermata keranjang lainnya, dia hanya menyalakan komputernya dengan tenang.
Di ruangan rapat.
"Direktur Qin, beberapa hari ini kita sudah mengadakan beberapa kali rapat dewan. Kami merasa sangat terhormat kamu mau bergabung dengan kami. Tapi, kita harus membahas masalah alokasi saham lagi bukan?"
Chris duduk di sofa sambil menatap Direktur Liao yang duduk di seberangnya dan berkata tanpa ekspresi, "Aku memilih kalian karena kalian kebetulan berlokasi di Kota Cempaka. Rantai ekologi perusahaan relatif matang dan kalian sudah membaca kontraknya. Semua syarat dan keinginanku tertulis dengan jelas di sana."
"Kalian bisa membahas masalah alokasi sahamnya sendiri, pokoknya aku mau 60%. Menurutku nggak ada yang perlu dibahas lagi mengenai masalah ini. Kalau kalian nggak bisa memutuskannya, aku punya departemen hukum profesional untuk membantu kalian menyelesaikannya."
Begitu Chris mengatakan hal itu, direktur dan manajer umum yang hadir berkeringat dingin. Chris benar-benar memiliki keinginan yang besar.
Chris sudah mengatakannya dengan sangat jelas, jika negosiasi tidak mencapai kesepakatan yang dia inginkan, dia akan langsung menggunakan cara yang lebih kuat untuk mengakuisisi perusahaan mereka.
Direktur Liao hanya tersenyum kecut, lalu berdehem dan berkata , "Direktur Qin, semuanya bisa dibahas baik-baik, anak muda seperti kalian memang nggak sabaran. Sebenarnya, maksudku kita lebih ingin bekerja sama dengan Direktur Qin."
"Begini saja, gimana kalau kita masing-masing mengalah? Aku akan mencari cara untuk membahas masalah saham dengan yang lainnya, sedangkan Direktur Qin tolong beri aku sedikit muka dengan cara meningkatkan suntikan modal sebanyak 10%. Dengan begitu aku bisa gampang menjelaskannya pada yang lainnya."
Chris mengangkat alisnya , "Direktur Liao, harusnya kamu tahu kalau aku nggak tertarik sama saham perusahaanmu, tetapi aku menghargai produk perusahaanmu. Setelah kerja sama, perusahaan kalian akan bergabung dengan perusahaan kita dan keuntungannya akan jauh lebih tinggi dari jumlah yang kuinvestasikan."
Setelah Chris menyelesaikan ucapannya, dia menepuk-nepuk pundaknya, lalu berdiri dan berkata, "Tapi, sekarang kayaknya nggak perlu lagi."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved