chapter 1 Mahar 600 Juta Mengorbankan Nyawa Seluruh Keluargaku
by Lisa Lie
10:10,Nov 01,2023
"Siska, tolong mengerti keadaanku. Orang tuaku cuman petani, sangat susah bagi mereka mengumpulkan uang untuk membeli rumah. Kamu jangan khawatir tentang nama siapa yang tertulis di akta rumah. Setelah menikah, yang menempati rumah itu juga kita, 'kan?"
Siska Qiao hanya duduk terdiam di kursi taman sambil mendengar bujukan Yuda Lin yang tiada ujungnya.
Siska Qiao sudah pacaran dengan Yuda Lin selama dua tahun. Tahun ini Yuda Lin berusia 29 tahun dan orang tuanya mencemaskan masalah pernikahannya. Jadi, akhir-akhir ini mereka terus membahas masalah pernikahan.
Awalnya semua berjalan dengan lancar, akhirnya konflik pun bermunculan ketika mereka mulai membahas masalah mahar dan rumah.
"Siska ...."
Siska Qiao mengangkat kepalanya dan menyela, "Yuda, aku juga mengeluarkan 400 juta juga untuk membeli rumah itu, kenapa rumahnya harus dibeli atas nama ayahmu? Setidaknya bisa dibeli atas namamu. Jangan-jangan kalian sudah memikirkan masalah setelah perceraian nanti meski belum menikah?"
Yuda Lin tertegun dan buru-buru menjelaskan, "Kenapa kamu bisa memikirkan hal seperti itu? Apa pentingnya rumah itu dibeli atas nama siapa? Hal terpenting kan kita bisa hidup dengan baik. Membeli rumah sudah merampas separuh harta mereka, mereka cuman mau merasa lebih tenang. Untuk apa kamu seperhitungan itu?"
Siska Qiao merasa hal ini sedikit lucu. Dia memandang Yuda Lin dan berkata, "Mereka merasa tenang, tapi bagaimana denganku? Sebenarnya kamu menganggap aku apa? Kalian cuman mengeluarkan 600 juta dan aku mengeluarkan 400 juta. Setelah menikah kita masih harus bayar cicilan rumah, apa mereka juga akan membayarnya?"
"Kok kamu selalu banding-bandingi dirimu dengan orang tuaku? Ini mana bisa dianggap sama? Lagian, mereka mana punya uang membayar cicilan rumah? Tidak perlu khawatirkan masalah cicilan, aku yang akan melunasinya. Kamu hanya perlu tenang-tenang di rumah mengurus suami, anak dan orang tuaku saja."
"Menjaga suami dan anak atau menjadi pembantumu? Yuda, kenapa sebelumnya aku tidak sadar kalau kamu itu orang yang seperhitunganan ini? Kamu bilang keluargamu tidak bisa memberi mahar lagi karena sudah membeli rumah. Aku baru meminta mahar 36 juta saja, kamu bilang itu harus mengorbankan nyawa seluruh keluargamu. Lalu, kamu nego sampai 17,6 juta, tapi aku masih menerimanya mengingat hubungan kita selama dua tahun ini."
"Aku menguras semua tabunganku karena kamu bilang uang muka untuk membeli rumahnya tidak cukup. Sekarang kamu malah mau membeli rumah itu atas nama ayahmu dan ingin tinggal bersama mereka. Selain itu, kamu menyuruhku tidak perlu bekerja lagi supaya bisa menjaga mereka di rumah."
Membicarakan hal ini, Siska Qiao menyeringai, "Apa kamu menukarkan semuanya untuk mencari pembantu penuh waktu?"
Siska Qiao merasa dia sungguh buta sebelumnya. Dia merasa Yuda Lin bisa diandalkan hanya karena kebaikan kecilnya.
Sekarang dia baru sadar, waktu adalah hal yang paling tidak berharga bagi Yuda Lin. Yuda Lin punya banyak waktu untuk mempelajari kesukaan Siska Qiao, memperhatikan semua detailnya dan memperhatikannya untuk menyenangkannya.
Namun, ketika melibatkan uang, sifat aslinya muncul. Hati Siska Qiao terasa seperti tertusuk ribuan jarum dan rasanya sangat-sangat menyakitkan.
Setelah meninggalkan rumah Yuda Lin, pikiran Siska Qiao sangat berantakan. Kini dia akhirnya sadar.
Yuda Lin masih berusaha untuk mengambil hatinya. Dia meraih tangan Siska Qiao dan berkata, "Siska, jangan bicara seperti itu. Kehidupan kita pasti semakin membaik. Aku akan segera naik jabatan dan mendapatkan banyak uang untuk membiayaimu kedepannya. Aku mencintaimu dan benar-benar ingin menikahimu. Aku selalu bekerja keras demi dirimu."
Siska Qiao melepas genggamannya dan bangun dari duduknya, "Memangnya aku tidak mau menikah denganmu?"
"Kalau gitu kenapa kamu tetap ...."
Belum sempat Yuda Lin menyelesaikan ucapannya, Siska Qiao sudah menyelanya, "Tapi, saat ini tidak. Kita tidak mungkin menikah, untuk saat ini ataupun kedepannya. Tidak perlu bilang semua itu untukku, memangnya kalau aku tidak ada, kamu tidak perlu bekerja keras untuk mencari uang?"
Siska Qiao mengeluarkan ponselnya, membuka WhatsApp dan mentransfer 17,6 juta ke Yuda Lin. "Aku sudah transfer balik uang maharmu, tolong kembalikan 400 juta untuk uang muka rumah. Kita putus saja."
Yuda Lin terkejut. Dia memandang Siska Qiao dengan kebingungan, "Kamu benaran? Kita sudah pacaran dua tahun dan kamu mau putus hanya karena masalah rumah? Kok sekarang kamu sangat matre!"
Ucapan Yuda Lin berhasil melukai hati Siska Qiao lagi. Dia membendung air matanya dan mengatakannya dengan lantang, "Benar, aku wanita matre. Aku akan memberimu waktu sebulan untuk membalikkan uang itu atau aku akan menggugatmu."
Siska Qiao berusaha menahan amarahnya, berbalik dan meninggalkannya. Dia tidak ingin menghabiskan waktu dengan Yuda Lin lebih lama lagi.
Yuda Lin mengejarnya dan meraih tangannya agar pergi, "Rumahnya sudah dibeli, dari mana aku mendapatkan uang untuk mengembalikannya padamu? Jangan seperti ini, ya?"
"Itu masalahmu, atasilah sendiri. Mulai sekarang kita putus." Siska Qiao menghempaskan tangannya dan meninggalkan taman tanpa menoleh sedikit pun.
Yuda Lin tentu saja belum angkat tangan dan tetap menghampirinya. Jadi, Siska Qiao segera memanggil taksi di samping jalan dan meninggalkan tempat itu.
Yuda Lin menatap taksi yang menjauh itu. Seketika, ekspresi hangatnya berganti dengan ekspresi marah.
Dia tidak akan membiarkan Siska Qiao lepas dari genggamannya, bukan karena benar-benar cinta padanya, tetapi karena dia pelit. Wanita lain akan meminta mahar ratusan juta, hanya Siska Qiao yang maharnya tidak mahal, bahkan rela mengeluarkan uangnya untuk membeli rumah.
Ditambah lagi, Siska Qiao juga cantik, lebih kecil beberapa tahun dan tidak boros. Sekarang Yuda Lin mau cari wanita seperti itu di mana lagi?
Kalau Siska Qiao tahu isi pikiran Yuda Lin, dia pasti semakin kecewa. Tetapi, apa yang sudah dilakukan keluarga mereka sudah cukup membuat hati Siska Qiao hancur.
Setengah dari 400 juta yang dia berikan adalah pemberian neneknya dan setengahnya lagi adalah uang yang dia tabungb selama bertahun-tahun. Dia menata masa depannya dengan segenap hati, tetapi Yuda Lin malah ingin menipunya.
Siska Qiao menutup matanya, tidak ingin memikirkan hal-hal itu lagi.
Saat perjalanan kembali, dia membeli sedikit buah untuk pergi mengunjungi Kakek Qin yang tinggal di sebelah.
Kakek Qin adalah seorang pria tua yang tinggal seorang diri karena semua anaknya tinggal di luar negeri. Waktu nenek masih hidup, dia sering mengunjungi rumah Siska Qiao. Dia akan memberikan barang bagus dari rumahnya, Kakek Qin juga sangat baik terhadap Siska Qiao.
Setelah nenek meninggal, Kakek Qin juga sudah jarang terlihat. Jadi, kadang-kadang Siska Qiao menjenguknya.
Waktu Siska Qiao sampai, dia turun dari mobil sambil menenteng buah yang dia beli, segera merjalan ke rumah Kakek Qin.
Kompleks ini adalah kompleks tua tanpa fasilitas lift-nya. Gedungnya ada enam lantai dan rumah Kakek Qin berada di lantai dua.
Siska Qiao mengetuk pintu dan menunggu sebentar sebelum pintu terbuka sidikit. Saat melihat Siska Qiao, senyuman di wajah Kakek Qin seketika muncul dan dia membukakannya pintu.
"Siska kemari ya?" Kakek Qin berdiri dengan bantuan tongkatnya dan menyuruh Siska Qiao masuk, "Ayo ke dalam."
Siska Qiao tersenyum dan mengangguk, "Beberapa hari lalu Kakek bilang pipa di kamar mandimu merembes, hari ini aku punya waktu luang, jadi aku datang untuk memeriksanya."
Saat memasuki rumah dan pintu di belakangnya tertutup, Siska Qiao mendengar suara air dari kamar mandi. Apa masalahnya seserius itu?
Beberapa saat kemudian, suara air itu tidak terdengar lagi.
Namun, gadis di ruang tamu lebih menarik perhatian Siska Qiao. Gadis itu terlihat berumur dua puluhan, berrambut keriting dengan riasan cantik dan pakaian bagus.
"Kakek Qin, lagi ada tamu, ya?" Siska Qiao sedikit segan untuk masuk.
Kakek Qin baru menoleh dan akan menjawab, tetapi sudah disela gadis itu, "Aku sudah mau pergi. Kakek Qin, supaya tidak buang-buang waktu, aku bilang intinya saja."
Dia memandang sekeliling rumah dengan raut tidak suka dan berkata, "Cucumu bahkan belum punya rumah. Apa kalian sekeluarga berencana tinggal di tempatku setelah menikah? Kalau mau aku menikahinya, setidaknya harus punya apartemen dengan empat kamar di pusat kota dan mahar 1.79 miliar. Kalau bisa memberikan kedua hal itu, kita bisa membahasnya lebih lanjut."
Wanita itu mengatakannya dengan terus terang, menyebabkan ekspresi Kakek Qin semakin muram.
"Ariana ...."
Sebelum Kakek Qin menyelesaikan ucapannya, suara bernada rendah lainnya datang dari arah kamar mandi, "Nona Wu, sepertinya kamu salah paham. Kayaknya aku tidak bilang aku mau menikahimu."
Siska Qiao hanya duduk terdiam di kursi taman sambil mendengar bujukan Yuda Lin yang tiada ujungnya.
Siska Qiao sudah pacaran dengan Yuda Lin selama dua tahun. Tahun ini Yuda Lin berusia 29 tahun dan orang tuanya mencemaskan masalah pernikahannya. Jadi, akhir-akhir ini mereka terus membahas masalah pernikahan.
Awalnya semua berjalan dengan lancar, akhirnya konflik pun bermunculan ketika mereka mulai membahas masalah mahar dan rumah.
"Siska ...."
Siska Qiao mengangkat kepalanya dan menyela, "Yuda, aku juga mengeluarkan 400 juta juga untuk membeli rumah itu, kenapa rumahnya harus dibeli atas nama ayahmu? Setidaknya bisa dibeli atas namamu. Jangan-jangan kalian sudah memikirkan masalah setelah perceraian nanti meski belum menikah?"
Yuda Lin tertegun dan buru-buru menjelaskan, "Kenapa kamu bisa memikirkan hal seperti itu? Apa pentingnya rumah itu dibeli atas nama siapa? Hal terpenting kan kita bisa hidup dengan baik. Membeli rumah sudah merampas separuh harta mereka, mereka cuman mau merasa lebih tenang. Untuk apa kamu seperhitungan itu?"
Siska Qiao merasa hal ini sedikit lucu. Dia memandang Yuda Lin dan berkata, "Mereka merasa tenang, tapi bagaimana denganku? Sebenarnya kamu menganggap aku apa? Kalian cuman mengeluarkan 600 juta dan aku mengeluarkan 400 juta. Setelah menikah kita masih harus bayar cicilan rumah, apa mereka juga akan membayarnya?"
"Kok kamu selalu banding-bandingi dirimu dengan orang tuaku? Ini mana bisa dianggap sama? Lagian, mereka mana punya uang membayar cicilan rumah? Tidak perlu khawatirkan masalah cicilan, aku yang akan melunasinya. Kamu hanya perlu tenang-tenang di rumah mengurus suami, anak dan orang tuaku saja."
"Menjaga suami dan anak atau menjadi pembantumu? Yuda, kenapa sebelumnya aku tidak sadar kalau kamu itu orang yang seperhitunganan ini? Kamu bilang keluargamu tidak bisa memberi mahar lagi karena sudah membeli rumah. Aku baru meminta mahar 36 juta saja, kamu bilang itu harus mengorbankan nyawa seluruh keluargamu. Lalu, kamu nego sampai 17,6 juta, tapi aku masih menerimanya mengingat hubungan kita selama dua tahun ini."
"Aku menguras semua tabunganku karena kamu bilang uang muka untuk membeli rumahnya tidak cukup. Sekarang kamu malah mau membeli rumah itu atas nama ayahmu dan ingin tinggal bersama mereka. Selain itu, kamu menyuruhku tidak perlu bekerja lagi supaya bisa menjaga mereka di rumah."
Membicarakan hal ini, Siska Qiao menyeringai, "Apa kamu menukarkan semuanya untuk mencari pembantu penuh waktu?"
Siska Qiao merasa dia sungguh buta sebelumnya. Dia merasa Yuda Lin bisa diandalkan hanya karena kebaikan kecilnya.
Sekarang dia baru sadar, waktu adalah hal yang paling tidak berharga bagi Yuda Lin. Yuda Lin punya banyak waktu untuk mempelajari kesukaan Siska Qiao, memperhatikan semua detailnya dan memperhatikannya untuk menyenangkannya.
Namun, ketika melibatkan uang, sifat aslinya muncul. Hati Siska Qiao terasa seperti tertusuk ribuan jarum dan rasanya sangat-sangat menyakitkan.
Setelah meninggalkan rumah Yuda Lin, pikiran Siska Qiao sangat berantakan. Kini dia akhirnya sadar.
Yuda Lin masih berusaha untuk mengambil hatinya. Dia meraih tangan Siska Qiao dan berkata, "Siska, jangan bicara seperti itu. Kehidupan kita pasti semakin membaik. Aku akan segera naik jabatan dan mendapatkan banyak uang untuk membiayaimu kedepannya. Aku mencintaimu dan benar-benar ingin menikahimu. Aku selalu bekerja keras demi dirimu."
Siska Qiao melepas genggamannya dan bangun dari duduknya, "Memangnya aku tidak mau menikah denganmu?"
"Kalau gitu kenapa kamu tetap ...."
Belum sempat Yuda Lin menyelesaikan ucapannya, Siska Qiao sudah menyelanya, "Tapi, saat ini tidak. Kita tidak mungkin menikah, untuk saat ini ataupun kedepannya. Tidak perlu bilang semua itu untukku, memangnya kalau aku tidak ada, kamu tidak perlu bekerja keras untuk mencari uang?"
Siska Qiao mengeluarkan ponselnya, membuka WhatsApp dan mentransfer 17,6 juta ke Yuda Lin. "Aku sudah transfer balik uang maharmu, tolong kembalikan 400 juta untuk uang muka rumah. Kita putus saja."
Yuda Lin terkejut. Dia memandang Siska Qiao dengan kebingungan, "Kamu benaran? Kita sudah pacaran dua tahun dan kamu mau putus hanya karena masalah rumah? Kok sekarang kamu sangat matre!"
Ucapan Yuda Lin berhasil melukai hati Siska Qiao lagi. Dia membendung air matanya dan mengatakannya dengan lantang, "Benar, aku wanita matre. Aku akan memberimu waktu sebulan untuk membalikkan uang itu atau aku akan menggugatmu."
Siska Qiao berusaha menahan amarahnya, berbalik dan meninggalkannya. Dia tidak ingin menghabiskan waktu dengan Yuda Lin lebih lama lagi.
Yuda Lin mengejarnya dan meraih tangannya agar pergi, "Rumahnya sudah dibeli, dari mana aku mendapatkan uang untuk mengembalikannya padamu? Jangan seperti ini, ya?"
"Itu masalahmu, atasilah sendiri. Mulai sekarang kita putus." Siska Qiao menghempaskan tangannya dan meninggalkan taman tanpa menoleh sedikit pun.
Yuda Lin tentu saja belum angkat tangan dan tetap menghampirinya. Jadi, Siska Qiao segera memanggil taksi di samping jalan dan meninggalkan tempat itu.
Yuda Lin menatap taksi yang menjauh itu. Seketika, ekspresi hangatnya berganti dengan ekspresi marah.
Dia tidak akan membiarkan Siska Qiao lepas dari genggamannya, bukan karena benar-benar cinta padanya, tetapi karena dia pelit. Wanita lain akan meminta mahar ratusan juta, hanya Siska Qiao yang maharnya tidak mahal, bahkan rela mengeluarkan uangnya untuk membeli rumah.
Ditambah lagi, Siska Qiao juga cantik, lebih kecil beberapa tahun dan tidak boros. Sekarang Yuda Lin mau cari wanita seperti itu di mana lagi?
Kalau Siska Qiao tahu isi pikiran Yuda Lin, dia pasti semakin kecewa. Tetapi, apa yang sudah dilakukan keluarga mereka sudah cukup membuat hati Siska Qiao hancur.
Setengah dari 400 juta yang dia berikan adalah pemberian neneknya dan setengahnya lagi adalah uang yang dia tabungb selama bertahun-tahun. Dia menata masa depannya dengan segenap hati, tetapi Yuda Lin malah ingin menipunya.
Siska Qiao menutup matanya, tidak ingin memikirkan hal-hal itu lagi.
Saat perjalanan kembali, dia membeli sedikit buah untuk pergi mengunjungi Kakek Qin yang tinggal di sebelah.
Kakek Qin adalah seorang pria tua yang tinggal seorang diri karena semua anaknya tinggal di luar negeri. Waktu nenek masih hidup, dia sering mengunjungi rumah Siska Qiao. Dia akan memberikan barang bagus dari rumahnya, Kakek Qin juga sangat baik terhadap Siska Qiao.
Setelah nenek meninggal, Kakek Qin juga sudah jarang terlihat. Jadi, kadang-kadang Siska Qiao menjenguknya.
Waktu Siska Qiao sampai, dia turun dari mobil sambil menenteng buah yang dia beli, segera merjalan ke rumah Kakek Qin.
Kompleks ini adalah kompleks tua tanpa fasilitas lift-nya. Gedungnya ada enam lantai dan rumah Kakek Qin berada di lantai dua.
Siska Qiao mengetuk pintu dan menunggu sebentar sebelum pintu terbuka sidikit. Saat melihat Siska Qiao, senyuman di wajah Kakek Qin seketika muncul dan dia membukakannya pintu.
"Siska kemari ya?" Kakek Qin berdiri dengan bantuan tongkatnya dan menyuruh Siska Qiao masuk, "Ayo ke dalam."
Siska Qiao tersenyum dan mengangguk, "Beberapa hari lalu Kakek bilang pipa di kamar mandimu merembes, hari ini aku punya waktu luang, jadi aku datang untuk memeriksanya."
Saat memasuki rumah dan pintu di belakangnya tertutup, Siska Qiao mendengar suara air dari kamar mandi. Apa masalahnya seserius itu?
Beberapa saat kemudian, suara air itu tidak terdengar lagi.
Namun, gadis di ruang tamu lebih menarik perhatian Siska Qiao. Gadis itu terlihat berumur dua puluhan, berrambut keriting dengan riasan cantik dan pakaian bagus.
"Kakek Qin, lagi ada tamu, ya?" Siska Qiao sedikit segan untuk masuk.
Kakek Qin baru menoleh dan akan menjawab, tetapi sudah disela gadis itu, "Aku sudah mau pergi. Kakek Qin, supaya tidak buang-buang waktu, aku bilang intinya saja."
Dia memandang sekeliling rumah dengan raut tidak suka dan berkata, "Cucumu bahkan belum punya rumah. Apa kalian sekeluarga berencana tinggal di tempatku setelah menikah? Kalau mau aku menikahinya, setidaknya harus punya apartemen dengan empat kamar di pusat kota dan mahar 1.79 miliar. Kalau bisa memberikan kedua hal itu, kita bisa membahasnya lebih lanjut."
Wanita itu mengatakannya dengan terus terang, menyebabkan ekspresi Kakek Qin semakin muram.
"Ariana ...."
Sebelum Kakek Qin menyelesaikan ucapannya, suara bernada rendah lainnya datang dari arah kamar mandi, "Nona Wu, sepertinya kamu salah paham. Kayaknya aku tidak bilang aku mau menikahimu."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved