chapter 3 Wanita Bermuka Dua
by Lisa Lie
10:10,Nov 01,2023
Chris menjawab dengan santai, "Gadis bermarga Wu itu juga Kakek yang atur kan, kenapa kakek nggak kasih tahu dia? Kalau kakek bilang, kakek pasti langsung mendapatkan cucu menantu?"
Kakek Qin terdiam sejenak. Nona Wu adalah cucu teman bermain caturnya di masa lalu. Temannya ini bilang cucunya sangat baik, jadi dia memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih mengenalnya. Tetapi, begitu gadis itu datang, ternyata dia pilih-pilih sekali. Chris tidak suka dengannya.
Makanya, dia juga tidak mencegah kakeknya yang mengatakan dirinya adalah orang tidak mampu.
Kakek Qin berujar lagi, "Siska tidak sama."
Chris bertanya kembali, "Mana yang tidak sama?"
"Bagaimana bilangnya, ya? Yang penting dia wanita baik-baik, kamu harus menjaganya dengan benar. Perusahaanmu sudah pindah kembali ke sini, harusnya kamu nggak ke luar negeri lagi, 'kan? Cepatlah menikah, supaya kakekmu ini meninggal dengan tenang."
Chris mengernyitkan keningnya dan ekspresinya menjadi agak muram, "Apa yang kakek bilang!"
Nadanya memang tidak keras, tetapi momentum yang dikeluarkan tanpa sengaja membuat Kakek Qin merasa ngeri untuk sesaat. Tetapi, hal ini menunjukkan kalau Chris terpengaruh dengan ucapannya, dalam sekejap Kakek Qin jadi merasa bangga.
"Huh, aku sudah delapan puluh tahun,memangnya aku bisa hidup berapa lama lagi? Kamu putuskanlah sendiri, kalau kamu masih mau menjadi cucuku, menikahilah dengan Siska. Kalau tidak ada dia, aku mungkin sudah meninggal di dalam rumah dan tidak ada yang akan menyadarinya."
Chris hanya terdiam ketika mendengar hal ini. Pandangannya tertuju pada suatu tempat, sambil berpikir.
Chris sudah dengar yang tadi wanita itu ceritakan pada kakeknya. Wanita itu putus dengan pacarnya karena masalah mahar, terus sekarang dia mencari kakeknya untuk mengatasi masalah. Chris merasa wanita ini bukanlah wanita baik-baik, tetapi dia tetap menemuinya dulu.
Di sisi lain, Siska kembali ke rumahnya dan terduduk di sofa.
Memikirkan kejadian hari ini, Siska berbalik dengan kesal dan meringkuk di sudut sofa.
Dia baru saja mau tidur siang untuk melupakan kejadian hari ini, tetapi ponselnya tiba-tiba bersuara.
Siska meraih ponselnya, dan menemukan kalau Chris mengiriminya sebuah pesan.
Siska belum sempat mengganti nama kontaknya. Nama WhatsApp Chris hanya bertuliskan huruf kapital Q dan menggunakan sebuah foto gambar coretan.
Membuka WhatsApp, Chris mengirim pesan: Malam ini, jam delapan, kamu reservasilah sebuah tempat.
Siska agak kaget. Dia menganggapnya serius?
Dia mengetik di ruang obrolan, lalu menulis ulang lagi dan lagi. Pada akhirnya dia hanya menjawab dengan satu kata, ya.
Kalau ada masalah lebih baik dibicarakan statap muka.
Begitu Siska selesai menanggapi, telepon lain masuk. Tertera nama "Paman" di ponselnya.
Melihat nama ini, Siska mengerutkan keningnya. Dia mengangkat telepon pamannya dengan sedikit ragu.
"Halo, Paman."
"Siska, bagaimana pencarian rumahmu? Sepupumu akan kembali untuk menikah bulan depan. Bukannya paman tidak mengizinkanmu tinggal di sana, tapi kita harus menjual rumah ini dan membeli rumah baru di tengah kota, jadi …."
Siska terdiam beberapa saat, "Aku tahu, aku sudah melihat-lihat rumahnya dan akan pindah dalam beberapa hari."
"Maaf banget, ya."
"Tidak apa-apa, ini kan memang rumahmu."Siska terdiam sejenak, "Paman, bolehkah aku rumah ini mau dijual berapa?"
"Haih, harga rumah tua itu tidak seberapa. Harga tertinggi yang orang tawarkan adalah satu miliar."
Satu miliar ….
Ketika Siska mendengar nominal ini, hatinya sedikit tergerak.
Siska sudah tinggal di sini sejak dia masih sangat kecil. Orang tuanya bercerai ketika dia masih kecil dan tidak ada yang peduli dengannya. Neneknyalah yang membesarkannya.
Rumah ini membawa kenangannya selama lebih dari 20 tahun.
Sebelum neneknya meninggal, dia menyuruhnya untuk tidak membiarkan pamannya menjual rumah.
Namun, rumah ini bukan miliknya, jadi dia tidak punya hak untuk berkata apa-apa. Jika dia punya uang, dia bisa membeli rumah ini.
Siska tiba-tiba ingat apa yang dikatakan Kakek Qin, tetapi sedetik kemudian dia menahan ide itu.
Jam delapan malam tiba dengan cepat dan Chris mengetuk pintu begitu waktunya tiba.
Karena Siska tidak ingin ke mana-mana, dirinya mengusulkan untuk bertemu di rumahnya yang berjarak tidak jauh.
Siska langsung membukakan pintu ketika dia mendengar suara ketukan.
Saat membuka pintu, Siska melihat Chris yang sedang berdiri di luar sana. Dilihat dari dekat, ternyata Chris sangat tinggi. Siska harus menengadakhkan kepalanya agar bisa menatapnya.
Chris sudah mengganti bajunya dengan kemeja putih dan sekarang dia tidak terlihat sedingin siang tadi.
Sebenarnya, Siska baru mengingat Chris, tetapi memori itu sudah terlalu lama dan waktu itu dia masih kecil, jadi dia tidak begitu ingat.
Seingatnya, Chris adalah seorang anak kecil yang tidak banyak berbicara. Setiap kali Siska mengunjungi Kakek Qin, Chris pasti bersembunyi di dalam kamarnya. Kalau pun bermain, palingan hanya makan bersama, selebihnya tidak ada lagi.
"Apa aku boleh masuk?" Chris menyela pikirannya.
Siska tersadar dari pikirannya dan segera memberinya jalan, "Masuklah, tidak usah buka sepatu."
Menyelesaikan ucapannya, Siska pergi menuangkan minuman untuk Chris.
Chris masuk ke dalam dan melihat-lihat keadaan di sekitar ruangan. Tidak ada sandal pria di lemari sepatu dan ruangannya rapi.
Setelah itu, mereka berdua hanya terduduk dengan canggung di sofa.
Akhirnya Siska memulai percakapan, "Apa yang mau kamu bahas?"
Chris duduk seperti bos menyandarkan diri di sofa dan menyilangkan kakinya. Hal ini membuat Siska merasa seperti sedang bernegosiasi dengannya.
Chris langsung membicarakan intinya, "Kakekku sangat menyukaimu. Izinkan aku memperkenalkan diri, namaku Chris Qin, tahun ini 30 tahun. Sekarang aku nggak punya rumah dan cuman punya satu mobil. Rencananya aku mau merintis karir di sini, tapi aku belum dapat pekerjaan. Orang tuaku sudah cerai dan aku tinggal sama ibuku di luar negeri selama 20 tahun. Dia menikah di luar negeri dan tidak akan pulang dalam waktu dekat."
"Terus, aku juga ada adik cowok. Sekarang dia ikut dengan ayahku, tapi dia nggak tinggal di Kota Cempaka. Alasanku kembali adalah karena kakekku. Aku akan tinggal di Kota Cempaka paling tidak untuk sepuluh tahun kedepan. Apa ada yang kamu mau tanyakan?"
Setelah Siska mendengar ucapannya, dia merasa ragu sejenak, sebelum akhirnya bertanya, "Jadi, kamu rasa gimana? Kalau cuman karena Kakek Qin, sejujurnya nggak usah ...."
Chris menggelengkan kepalanya, "Bukan sepenuhnya, untukku menikah itu bukanlah keharusan, jadi nggak penting menikah dengan siapa, yang penting kakekku senang. Apa yang kakek benar, kamu nggak usah memikirkan omonganku, semua keputusan berada di tanganmu."
Siska merasa sedikit terbebani.
Chris menambahkan, "Kamu nggak usah buru-buru, pikirlah pelan-pelan. Mau menolaknya atau menyetujuinya, semuanya nggak apa-apa."
Siska berpikir sejenak dan bertanya dengan ragu-ragu, "Terus kamu ada tabungan nggak?"
Alis Chis sedikit terangkat, "Tabungan?"
"Benar."
"Nggak banyak, tapi harusnya cukup. Kamu nggak usah khawatir, aku nggak bakal membuatmu kelaparan."
Mendengar ucapan Chris, wajah Siska sedikit memanas. Dia menarik napas dalam-dalam dan berkata.
"Kalau gitu izinkan aku memperkenalkan diri. Namaku Siska, tahun ini 26 tahun. Masalah orang tuaku, aku sudah lebih dari sepuluh tahun nggak menghubungi mereka. Aku anak tunggal di keluargaku."
"Sekarang aku adalah seorang admin di perusahaan teknologi. Gajiku kira-kira 16 juta dan ... aku pernah pacaran selama dua tahun. Selain itu nggak ada lagi."
Chris sedikit mengangguk, "Apa syarat yang kamu mau?"
Siska mengatupkan bibirnya, mengertakkan gigi dan berkata, "Aku mau mahar 600 juta. Kamu harus membayarnya sendiri, bukan Kakek Qin. Kalau kamu setuju, kita akan menikah."
Kakek Qin terdiam sejenak. Nona Wu adalah cucu teman bermain caturnya di masa lalu. Temannya ini bilang cucunya sangat baik, jadi dia memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih mengenalnya. Tetapi, begitu gadis itu datang, ternyata dia pilih-pilih sekali. Chris tidak suka dengannya.
Makanya, dia juga tidak mencegah kakeknya yang mengatakan dirinya adalah orang tidak mampu.
Kakek Qin berujar lagi, "Siska tidak sama."
Chris bertanya kembali, "Mana yang tidak sama?"
"Bagaimana bilangnya, ya? Yang penting dia wanita baik-baik, kamu harus menjaganya dengan benar. Perusahaanmu sudah pindah kembali ke sini, harusnya kamu nggak ke luar negeri lagi, 'kan? Cepatlah menikah, supaya kakekmu ini meninggal dengan tenang."
Chris mengernyitkan keningnya dan ekspresinya menjadi agak muram, "Apa yang kakek bilang!"
Nadanya memang tidak keras, tetapi momentum yang dikeluarkan tanpa sengaja membuat Kakek Qin merasa ngeri untuk sesaat. Tetapi, hal ini menunjukkan kalau Chris terpengaruh dengan ucapannya, dalam sekejap Kakek Qin jadi merasa bangga.
"Huh, aku sudah delapan puluh tahun,memangnya aku bisa hidup berapa lama lagi? Kamu putuskanlah sendiri, kalau kamu masih mau menjadi cucuku, menikahilah dengan Siska. Kalau tidak ada dia, aku mungkin sudah meninggal di dalam rumah dan tidak ada yang akan menyadarinya."
Chris hanya terdiam ketika mendengar hal ini. Pandangannya tertuju pada suatu tempat, sambil berpikir.
Chris sudah dengar yang tadi wanita itu ceritakan pada kakeknya. Wanita itu putus dengan pacarnya karena masalah mahar, terus sekarang dia mencari kakeknya untuk mengatasi masalah. Chris merasa wanita ini bukanlah wanita baik-baik, tetapi dia tetap menemuinya dulu.
Di sisi lain, Siska kembali ke rumahnya dan terduduk di sofa.
Memikirkan kejadian hari ini, Siska berbalik dengan kesal dan meringkuk di sudut sofa.
Dia baru saja mau tidur siang untuk melupakan kejadian hari ini, tetapi ponselnya tiba-tiba bersuara.
Siska meraih ponselnya, dan menemukan kalau Chris mengiriminya sebuah pesan.
Siska belum sempat mengganti nama kontaknya. Nama WhatsApp Chris hanya bertuliskan huruf kapital Q dan menggunakan sebuah foto gambar coretan.
Membuka WhatsApp, Chris mengirim pesan: Malam ini, jam delapan, kamu reservasilah sebuah tempat.
Siska agak kaget. Dia menganggapnya serius?
Dia mengetik di ruang obrolan, lalu menulis ulang lagi dan lagi. Pada akhirnya dia hanya menjawab dengan satu kata, ya.
Kalau ada masalah lebih baik dibicarakan statap muka.
Begitu Siska selesai menanggapi, telepon lain masuk. Tertera nama "Paman" di ponselnya.
Melihat nama ini, Siska mengerutkan keningnya. Dia mengangkat telepon pamannya dengan sedikit ragu.
"Halo, Paman."
"Siska, bagaimana pencarian rumahmu? Sepupumu akan kembali untuk menikah bulan depan. Bukannya paman tidak mengizinkanmu tinggal di sana, tapi kita harus menjual rumah ini dan membeli rumah baru di tengah kota, jadi …."
Siska terdiam beberapa saat, "Aku tahu, aku sudah melihat-lihat rumahnya dan akan pindah dalam beberapa hari."
"Maaf banget, ya."
"Tidak apa-apa, ini kan memang rumahmu."Siska terdiam sejenak, "Paman, bolehkah aku rumah ini mau dijual berapa?"
"Haih, harga rumah tua itu tidak seberapa. Harga tertinggi yang orang tawarkan adalah satu miliar."
Satu miliar ….
Ketika Siska mendengar nominal ini, hatinya sedikit tergerak.
Siska sudah tinggal di sini sejak dia masih sangat kecil. Orang tuanya bercerai ketika dia masih kecil dan tidak ada yang peduli dengannya. Neneknyalah yang membesarkannya.
Rumah ini membawa kenangannya selama lebih dari 20 tahun.
Sebelum neneknya meninggal, dia menyuruhnya untuk tidak membiarkan pamannya menjual rumah.
Namun, rumah ini bukan miliknya, jadi dia tidak punya hak untuk berkata apa-apa. Jika dia punya uang, dia bisa membeli rumah ini.
Siska tiba-tiba ingat apa yang dikatakan Kakek Qin, tetapi sedetik kemudian dia menahan ide itu.
Jam delapan malam tiba dengan cepat dan Chris mengetuk pintu begitu waktunya tiba.
Karena Siska tidak ingin ke mana-mana, dirinya mengusulkan untuk bertemu di rumahnya yang berjarak tidak jauh.
Siska langsung membukakan pintu ketika dia mendengar suara ketukan.
Saat membuka pintu, Siska melihat Chris yang sedang berdiri di luar sana. Dilihat dari dekat, ternyata Chris sangat tinggi. Siska harus menengadakhkan kepalanya agar bisa menatapnya.
Chris sudah mengganti bajunya dengan kemeja putih dan sekarang dia tidak terlihat sedingin siang tadi.
Sebenarnya, Siska baru mengingat Chris, tetapi memori itu sudah terlalu lama dan waktu itu dia masih kecil, jadi dia tidak begitu ingat.
Seingatnya, Chris adalah seorang anak kecil yang tidak banyak berbicara. Setiap kali Siska mengunjungi Kakek Qin, Chris pasti bersembunyi di dalam kamarnya. Kalau pun bermain, palingan hanya makan bersama, selebihnya tidak ada lagi.
"Apa aku boleh masuk?" Chris menyela pikirannya.
Siska tersadar dari pikirannya dan segera memberinya jalan, "Masuklah, tidak usah buka sepatu."
Menyelesaikan ucapannya, Siska pergi menuangkan minuman untuk Chris.
Chris masuk ke dalam dan melihat-lihat keadaan di sekitar ruangan. Tidak ada sandal pria di lemari sepatu dan ruangannya rapi.
Setelah itu, mereka berdua hanya terduduk dengan canggung di sofa.
Akhirnya Siska memulai percakapan, "Apa yang mau kamu bahas?"
Chris duduk seperti bos menyandarkan diri di sofa dan menyilangkan kakinya. Hal ini membuat Siska merasa seperti sedang bernegosiasi dengannya.
Chris langsung membicarakan intinya, "Kakekku sangat menyukaimu. Izinkan aku memperkenalkan diri, namaku Chris Qin, tahun ini 30 tahun. Sekarang aku nggak punya rumah dan cuman punya satu mobil. Rencananya aku mau merintis karir di sini, tapi aku belum dapat pekerjaan. Orang tuaku sudah cerai dan aku tinggal sama ibuku di luar negeri selama 20 tahun. Dia menikah di luar negeri dan tidak akan pulang dalam waktu dekat."
"Terus, aku juga ada adik cowok. Sekarang dia ikut dengan ayahku, tapi dia nggak tinggal di Kota Cempaka. Alasanku kembali adalah karena kakekku. Aku akan tinggal di Kota Cempaka paling tidak untuk sepuluh tahun kedepan. Apa ada yang kamu mau tanyakan?"
Setelah Siska mendengar ucapannya, dia merasa ragu sejenak, sebelum akhirnya bertanya, "Jadi, kamu rasa gimana? Kalau cuman karena Kakek Qin, sejujurnya nggak usah ...."
Chris menggelengkan kepalanya, "Bukan sepenuhnya, untukku menikah itu bukanlah keharusan, jadi nggak penting menikah dengan siapa, yang penting kakekku senang. Apa yang kakek benar, kamu nggak usah memikirkan omonganku, semua keputusan berada di tanganmu."
Siska merasa sedikit terbebani.
Chris menambahkan, "Kamu nggak usah buru-buru, pikirlah pelan-pelan. Mau menolaknya atau menyetujuinya, semuanya nggak apa-apa."
Siska berpikir sejenak dan bertanya dengan ragu-ragu, "Terus kamu ada tabungan nggak?"
Alis Chis sedikit terangkat, "Tabungan?"
"Benar."
"Nggak banyak, tapi harusnya cukup. Kamu nggak usah khawatir, aku nggak bakal membuatmu kelaparan."
Mendengar ucapan Chris, wajah Siska sedikit memanas. Dia menarik napas dalam-dalam dan berkata.
"Kalau gitu izinkan aku memperkenalkan diri. Namaku Siska, tahun ini 26 tahun. Masalah orang tuaku, aku sudah lebih dari sepuluh tahun nggak menghubungi mereka. Aku anak tunggal di keluargaku."
"Sekarang aku adalah seorang admin di perusahaan teknologi. Gajiku kira-kira 16 juta dan ... aku pernah pacaran selama dua tahun. Selain itu nggak ada lagi."
Chris sedikit mengangguk, "Apa syarat yang kamu mau?"
Siska mengatupkan bibirnya, mengertakkan gigi dan berkata, "Aku mau mahar 600 juta. Kamu harus membayarnya sendiri, bukan Kakek Qin. Kalau kamu setuju, kita akan menikah."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved