Bab 14 Saling Menemukan
by Tyas Kusuma13
09:30,Aug 11,2023
“Hilang, kami tidak bisa melacaknya. Sinyalnya sudah hilang, Tuan!”
Yvan terus memperhatikan apa yang ditunjukkan pihak IT di ruangan khusus. Beberapa menit yang lalu, beberapa orang dewasa tengah disibukkan dengan sebuah pekerjaan akibat keisengan seseorang. Mereka tidak tahu jika virus itu dikirimkan oleh seorang anak yang berusia lima tahun.
“Cari dia sampai dapat. Aku akan memberikan kalian bonus jika kalian bisa mencarinya. Yvan pergi dari ruangan itu dengan kesal.
“Beraninya dia main-main denganku!” geram Yvan kemudian berjalan meninggalkan ruangan tersebut.
Yvan kembali ke ruangannya, di sana dia mendapati seorang laki-laki yang tengah duduk di kursinya.
“Hai, Sepupu! Apa kabar!” seru laki-laki itu sambil mengangkat tangannya. Yvan berdecak kesal melihat laki-laki itu yang dengan beraninya duduk di tempatnya.
“Marco, untuk apa kau datang ke sini?”
Marco sepertinya tidak ingin beranjak dari sana sehingga Yvan duduk di tepian meja.
“Aku hanya rindu denganmu, Bung! Apa kau tidak merindukan sepupumu ini?” Tangan Marco melebar, alisnya naik dan turun. Akan tetapi, Yvan tidak ada keinginan sama sekali untuk memeluk sepupunya itu. Dia mengambil rokok yang ada di dalam saku kemeja yang Marco pakai dan memantiknya dengan korek setelah menjepitnya di mulut.
“Kau memang tidak pernah sayang kepadaku.” Wajah sebal ditunjukkan Marco pada laki-laki sedingin es itu. Tak lupa dengan tatapan sinis yang malah membuat Marco terlihat lucu.
“Ada apa? Kau sudah membereskan pekerjaanmu di sana?”
“Huh, aku malas sekali. Kenapa kau harus bertanya itu?” Marco menyandarkan punggungnya dan menaikkan kedua kaki ke atas meja.
“Karena kau harus selalu diingatkan, jika tidak. Kau tidak akan pernah serius dengan pekerjaanmu.”
Asap tipis mengepul dari mulut Yvan. Marco pun melakukan hal yang sama, menjepit rokok itu di antara kedua bibir dan Yvan membantunya menyalakan api.
“Apa kau mau bergabung denganku?”
Marco menatap Yvan, senyum tersungging di sebelah bibirnya. Dia sudah tahu apa maksud Yvan mengajaknya bergabung.
“Jika itu menyenangkan, kenapa tidak?”
Yvan menggerakkan kepalanya dan Marco mengikuti laki-laki itu pergi dari ruangan tersebut.
**
“Honey. Kau tidak nakal kan saat aku tinggal di rumah?” Clara baru pulang saat malam tiba, dia melewatkan makan malam lagi bersama dengan putranya. Tidak dia sangka jika pertemuan dengan klien akan selama itu dan membuatnya sangat lelah.
Cloud diam saja, tidak menjawab. Tanda jika dia sedang protes akan apa yang ibunya lakukan seperti biasanya. Tidak pernah menepati janjinya.
“Apa kau sudah makan malam?” tanya Clara lagi, tapi lagi-lagi Cloud tidak menjawabnya. Clara melihat makanan yang masih utuh di atas meja.
“Maafkan aku, My Sweety. Kau tahu kan bagaimana pekerjaan ibumu? Aku sangat sibuk dan aku tidak bisa pulang cepat.” Peluk hangat Clara dari samping. Akan tetapi, Cloud tidak menanggapi ucapan sang ibu, dia masih tetap dengan game di tangannya. Game baru yang kata orang adalah permainan sulit, tapi bagi anak ini dia bisa menyelesaikannya dengan sangat mudah sekali.
“Hei, apa kau marah?”
Clara tidak tahan dengan diamnya sang putra. “Bicaralah dengan Mom. Aku sangat sedih jika kau mengabaikanku seperti ini.”
“Kau bau. Mandilah dulu, aku akan menghangatkan makanan.” Cloud menyingkirkan tangan Clara yang melingkar di lehernya dan segera pergi ke arah dapur.
Clara tersenyum senang, meskipun sang putra terkesan dingin, tapi anak itu masih peduli dan memperhatikannya.
Clara tidak mau memperingatkan Cloud, karena anak itu pasti akan marah jika lagi-lagi dia memperingatkan soal dapur. Jawabannya sudah pasti seperti biasanya. Aku bukan anak kecil. Hanya saja tidak ada menyebut kata 'paman' di sana seperti sebuah film serial yang sering kali ditonton oleh anak kecil di beberapa belahan bagian bumi.
Clara hanya memperhatikan Cloud yang tanpa ragu memasukkan makan malam mereka ke dalam microwave.
“Mom, kapan kita akan pulang.”
“Pulang?”
“Aku bosan di apartemen. Rumah lebih baik karena aku bisa berenang sesukaku,” ujar Cloud kemudian memasukkan irisan daging ke dalam mulutnya.
“Segera. Setelah urusan kita di sini selesai. Ayo, cepat habiskan makananmu. Aku akan meneruskan bekerja setelah ini.” Clara menambahkan potongan daging ke atas piring Cloud.
“Sisakan satu pekerjaan untukku.”
“Okay. Tapi kau tidak boleh mengerjakannya malam ini, kau harus tidur. Kita akan pergi besok pagi dan kau bisa mengerjakannya saat di dalam mobil.”
“Okay.”
Clara senang akan pencapaian yang Cloud miliki, meski dia juga sedih karena Cloud tidak memiliki teman saat di sekolah, mungkin saja karena pemikiran Cloud yang lebih berkembang daripada teman sebayanya. Dia dipandang aneh, dia dijauhi karena kepintarannya itu. Banyak orang tua yang menginginkan anaknya pintar. Akan tetapi, justru hal itu juga yang membuat anak itu tidak bahagia.
Cloud terkadang menjadi korban bully teman-temannya. Dia diperlakukan kasar oleh beberapa anak yang tubuhnya lebih besar. Dia hanya menangis dan tidak berani membalas.
Sudah beberapa sekolah Clara membawa Cloud, tapi hasilnya tetap sama saja. Berujung dengan anak itu yang menjadi tertutup dan tidak mau masuk ke sekolah. Kini dia menjadi lebih baik karena sudah mulai mau berinteraksi dengan orang lain meski masih tetap membatasi dirinya. Terkadang Clara juga sedikit kesulitan menghadapi Cloud.
“Kau mau tidur denganku?” tanya Clara pada Cloud yang sedang mencuci piring bekasnya makan.
“Tidak, Mom. Aku akan tidur sendiri malam ini.”
“Okay. Baiklah.”
“Mom,” panggil Cloud saat Clara beranjak dari tempatnya duduk.
“Iya?”
Clara menunggu Cloud kembali berbicara, tapi anak laki-laki itu menggelengkan kepalanya.
“Ada apa?”
“Tidak. Tidak ada.”
Clara ingin bertanya lagi, tapi melihat Cloud yang kembali mencuci piring, dia mengurungkan niatnya untuk bertanya.
“Ya sudah, jika kau membutuhkan sesuatu, datang saja ke kamarku.”
“Yes, Mom.”
Clara hanya menebak sesuatu, setelah pertemuan mereka dengan Yvander Carson malam itu, rasanya sikap Cloud sedikit berubah.
‘Apakah Cloud menyadarinya? Tidak. Rasanya tidak mungkin juga kan? Semoga ini hanya pemikiranku saja."
Clara menyingkirkan pemikirannya mengenai Yvan. Dia hanya menebak saja dan berharap jika laki-laki itu tidak akan pernah datang lagi.
‘Semoga saja istrinya bisa mengendalikan laki-laki itu.’
Cloud kembali ke kamarnya setelah menyelesaikan mencuci piring. Dia membuka ponsel pintarnya dan melihat sebuah grafik di sana.
“Okay, mari kita mainkan.”
Senyum licik anak laki-laki itu mengembang, dia menggerakkan jemarinya dengan lincah pada laptop tersebut hingga beberapa menit lamanya.
Cloud tersenyum licik, biasanya dia tidak pernah melakukan hal seperti ini, tapi entah kenapa kali ini dia sangat bersemangat sekali untuk bermain-main dengan hal baru yang dia lakukan.
Di tempat lain, Yvan sedang memperhatikan. Matanya tak luput dari layar laptop miliknya dan tersenyum kecil.
"Aku sudah menemukanmu."
Yvan terus memperhatikan apa yang ditunjukkan pihak IT di ruangan khusus. Beberapa menit yang lalu, beberapa orang dewasa tengah disibukkan dengan sebuah pekerjaan akibat keisengan seseorang. Mereka tidak tahu jika virus itu dikirimkan oleh seorang anak yang berusia lima tahun.
“Cari dia sampai dapat. Aku akan memberikan kalian bonus jika kalian bisa mencarinya. Yvan pergi dari ruangan itu dengan kesal.
“Beraninya dia main-main denganku!” geram Yvan kemudian berjalan meninggalkan ruangan tersebut.
Yvan kembali ke ruangannya, di sana dia mendapati seorang laki-laki yang tengah duduk di kursinya.
“Hai, Sepupu! Apa kabar!” seru laki-laki itu sambil mengangkat tangannya. Yvan berdecak kesal melihat laki-laki itu yang dengan beraninya duduk di tempatnya.
“Marco, untuk apa kau datang ke sini?”
Marco sepertinya tidak ingin beranjak dari sana sehingga Yvan duduk di tepian meja.
“Aku hanya rindu denganmu, Bung! Apa kau tidak merindukan sepupumu ini?” Tangan Marco melebar, alisnya naik dan turun. Akan tetapi, Yvan tidak ada keinginan sama sekali untuk memeluk sepupunya itu. Dia mengambil rokok yang ada di dalam saku kemeja yang Marco pakai dan memantiknya dengan korek setelah menjepitnya di mulut.
“Kau memang tidak pernah sayang kepadaku.” Wajah sebal ditunjukkan Marco pada laki-laki sedingin es itu. Tak lupa dengan tatapan sinis yang malah membuat Marco terlihat lucu.
“Ada apa? Kau sudah membereskan pekerjaanmu di sana?”
“Huh, aku malas sekali. Kenapa kau harus bertanya itu?” Marco menyandarkan punggungnya dan menaikkan kedua kaki ke atas meja.
“Karena kau harus selalu diingatkan, jika tidak. Kau tidak akan pernah serius dengan pekerjaanmu.”
Asap tipis mengepul dari mulut Yvan. Marco pun melakukan hal yang sama, menjepit rokok itu di antara kedua bibir dan Yvan membantunya menyalakan api.
“Apa kau mau bergabung denganku?”
Marco menatap Yvan, senyum tersungging di sebelah bibirnya. Dia sudah tahu apa maksud Yvan mengajaknya bergabung.
“Jika itu menyenangkan, kenapa tidak?”
Yvan menggerakkan kepalanya dan Marco mengikuti laki-laki itu pergi dari ruangan tersebut.
**
“Honey. Kau tidak nakal kan saat aku tinggal di rumah?” Clara baru pulang saat malam tiba, dia melewatkan makan malam lagi bersama dengan putranya. Tidak dia sangka jika pertemuan dengan klien akan selama itu dan membuatnya sangat lelah.
Cloud diam saja, tidak menjawab. Tanda jika dia sedang protes akan apa yang ibunya lakukan seperti biasanya. Tidak pernah menepati janjinya.
“Apa kau sudah makan malam?” tanya Clara lagi, tapi lagi-lagi Cloud tidak menjawabnya. Clara melihat makanan yang masih utuh di atas meja.
“Maafkan aku, My Sweety. Kau tahu kan bagaimana pekerjaan ibumu? Aku sangat sibuk dan aku tidak bisa pulang cepat.” Peluk hangat Clara dari samping. Akan tetapi, Cloud tidak menanggapi ucapan sang ibu, dia masih tetap dengan game di tangannya. Game baru yang kata orang adalah permainan sulit, tapi bagi anak ini dia bisa menyelesaikannya dengan sangat mudah sekali.
“Hei, apa kau marah?”
Clara tidak tahan dengan diamnya sang putra. “Bicaralah dengan Mom. Aku sangat sedih jika kau mengabaikanku seperti ini.”
“Kau bau. Mandilah dulu, aku akan menghangatkan makanan.” Cloud menyingkirkan tangan Clara yang melingkar di lehernya dan segera pergi ke arah dapur.
Clara tersenyum senang, meskipun sang putra terkesan dingin, tapi anak itu masih peduli dan memperhatikannya.
Clara tidak mau memperingatkan Cloud, karena anak itu pasti akan marah jika lagi-lagi dia memperingatkan soal dapur. Jawabannya sudah pasti seperti biasanya. Aku bukan anak kecil. Hanya saja tidak ada menyebut kata 'paman' di sana seperti sebuah film serial yang sering kali ditonton oleh anak kecil di beberapa belahan bagian bumi.
Clara hanya memperhatikan Cloud yang tanpa ragu memasukkan makan malam mereka ke dalam microwave.
“Mom, kapan kita akan pulang.”
“Pulang?”
“Aku bosan di apartemen. Rumah lebih baik karena aku bisa berenang sesukaku,” ujar Cloud kemudian memasukkan irisan daging ke dalam mulutnya.
“Segera. Setelah urusan kita di sini selesai. Ayo, cepat habiskan makananmu. Aku akan meneruskan bekerja setelah ini.” Clara menambahkan potongan daging ke atas piring Cloud.
“Sisakan satu pekerjaan untukku.”
“Okay. Tapi kau tidak boleh mengerjakannya malam ini, kau harus tidur. Kita akan pergi besok pagi dan kau bisa mengerjakannya saat di dalam mobil.”
“Okay.”
Clara senang akan pencapaian yang Cloud miliki, meski dia juga sedih karena Cloud tidak memiliki teman saat di sekolah, mungkin saja karena pemikiran Cloud yang lebih berkembang daripada teman sebayanya. Dia dipandang aneh, dia dijauhi karena kepintarannya itu. Banyak orang tua yang menginginkan anaknya pintar. Akan tetapi, justru hal itu juga yang membuat anak itu tidak bahagia.
Cloud terkadang menjadi korban bully teman-temannya. Dia diperlakukan kasar oleh beberapa anak yang tubuhnya lebih besar. Dia hanya menangis dan tidak berani membalas.
Sudah beberapa sekolah Clara membawa Cloud, tapi hasilnya tetap sama saja. Berujung dengan anak itu yang menjadi tertutup dan tidak mau masuk ke sekolah. Kini dia menjadi lebih baik karena sudah mulai mau berinteraksi dengan orang lain meski masih tetap membatasi dirinya. Terkadang Clara juga sedikit kesulitan menghadapi Cloud.
“Kau mau tidur denganku?” tanya Clara pada Cloud yang sedang mencuci piring bekasnya makan.
“Tidak, Mom. Aku akan tidur sendiri malam ini.”
“Okay. Baiklah.”
“Mom,” panggil Cloud saat Clara beranjak dari tempatnya duduk.
“Iya?”
Clara menunggu Cloud kembali berbicara, tapi anak laki-laki itu menggelengkan kepalanya.
“Ada apa?”
“Tidak. Tidak ada.”
Clara ingin bertanya lagi, tapi melihat Cloud yang kembali mencuci piring, dia mengurungkan niatnya untuk bertanya.
“Ya sudah, jika kau membutuhkan sesuatu, datang saja ke kamarku.”
“Yes, Mom.”
Clara hanya menebak sesuatu, setelah pertemuan mereka dengan Yvander Carson malam itu, rasanya sikap Cloud sedikit berubah.
‘Apakah Cloud menyadarinya? Tidak. Rasanya tidak mungkin juga kan? Semoga ini hanya pemikiranku saja."
Clara menyingkirkan pemikirannya mengenai Yvan. Dia hanya menebak saja dan berharap jika laki-laki itu tidak akan pernah datang lagi.
‘Semoga saja istrinya bisa mengendalikan laki-laki itu.’
Cloud kembali ke kamarnya setelah menyelesaikan mencuci piring. Dia membuka ponsel pintarnya dan melihat sebuah grafik di sana.
“Okay, mari kita mainkan.”
Senyum licik anak laki-laki itu mengembang, dia menggerakkan jemarinya dengan lincah pada laptop tersebut hingga beberapa menit lamanya.
Cloud tersenyum licik, biasanya dia tidak pernah melakukan hal seperti ini, tapi entah kenapa kali ini dia sangat bersemangat sekali untuk bermain-main dengan hal baru yang dia lakukan.
Di tempat lain, Yvan sedang memperhatikan. Matanya tak luput dari layar laptop miliknya dan tersenyum kecil.
"Aku sudah menemukanmu."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved