Bab 3 Rahasia 6 Tahun Yang Terkuak

by Tyas Kusuma13 12:24,Aug 09,2023
“Kau bercanda?” tanya Steve saat melihat seorang anak laki-laki yang kini sedang memainkan gadgetnya. Kaki anak itu tertopang pada tepian meja. Dia tampak tak peduli dengan siapa yang datang.

Di depannya banyak sekali makanan ringan tersedia. Tiga maid yang ikut bersama dengan mereka kini berdiri di kanan kiri Cloud, bersiap jikalau anak kecil itu menginginkan sesuatu.

“Seperti yang kau lihat, Kakek. Anak ini adalah putraku. Terserah kalau kau mau percaya atau tidak, kenyataannya dia adalah putraku!” Clara menegaskan pada sang kakek yang masih saja tidak percaya dengan apa yang dia lihat di depannya ini. Cloud hanya melirik sekilas pada pria tua itu, lalu kembali pada kesibukannya.

Steve kini menarik tangan Clara menjauh dari Cloud. Dia melirik pada cucu buyutnya, kemudian menatap Clara dengan tajam.

“Bagaimana bisa kau punya anak sebelum menikah? Katakan siapa ayah dari anak itu?” tanya Steve. Lagi-lagi, Clara hanya mengangkat kedua bahunya bersamaan.

“Aku tidak tau aku bercinta dengan siapa,” jawab Clara cuek. “Sudah lah, Kakek. Tidak penting lelaki yang mana, yang penting seperti yang kau mau, kan? Aku sudah punya anak dan kau tidak perlu khawatir dengan hal itu lagi!” ucap Clara. Kini dia meninggalkan Steve dan berjalan ke arah Cloud berada.

Steve, pria berusia 70 tahun lebih itu, kini menjatuhkan tubuhnya dengan kasar di sofa mewah yang ada di belakangnya. Dia kembali memijat pangkal hidungnya yang berdenyut hebat. Memikirkan siapa ayah dari putra Clara.

Steve memikirkan ucapan Clara yang terakhir tadi. 

‘Tidak penting lelaki yang mana ….’

“Astaga! Cucuku!” gumam Steve tak percaya, bayangan Clara dengan bermacam pria kini tengah menari di dalam pikirannya.

Kepala pria tua itu semakin pusing kala bayangan yang ada di kepalanya tak kunjung juga menghilang. Dia memutuskan untuk bangkit, masih sambil memegangi kepalanya.

Mark  melihat Steve segera mendekat dan bertanya, “Apakah Tuan baik-baik saja?” Steve hanya mengangkat satu tangannya, memberitahu Mark jika dirinya baik-baik saja.

“Aku hanya ingin beristirahat,” ujar Steve. Mark menundukkan setengah tubuhnya lalu mengikuti majikannya pergi ke kamar.

“Bisa kau cari tahu siapa ayah dari anak itu?” tanya Steve. Dia melirik pada anak tampan yang masih sibuk dengan mainannya.

Mark sekali lagi menundukkan tubuhnya sedikit.

“Sebenarnya saya sudah berusaha untuk mencari tahu, tapi sampai saat ini masih belum tahu siapa yang bersama dengan Nona malam itu,” ujar Mark. Steve kini menganggukkan kepalanya. Dia menggerakkan tangannya menyuruh Mark untuk kembali ke posisinya sebelum menutup pintu kamar.

****

Yvan menatap kertas yang ada di tangannya. Sudah hampir enam tahun yang lalu kejadian itu, dimana dia menghabiskan malamnya dengan seorang wanita yang baru saja dia kenal.

Dia merasa kesal setiap kali melihat tulisan yang dibuat oleh wanita itu. Sampai saat ini, dia masih menyimpan bukti penghinaan yang diberikan wanita itu terhadapnya.

‘Apa-apaan dia? Menghinaku!’ kalimat itu seringkali keluar dari bibirnya saat melihat tulisan yang ada di kertas itu.

Wajahnya semakin kesal, dia membuang kertas itu dan menginjaknya dengan sol sepatunya yang keras. Menghela napasnya dengan kasar seraya menatap kertas yang sudah tak berbentuk di lantai. Enam tahun, bukan waktu yang singkat memendam dendam pada seorang wanita.

Bayangan adegan panas yang terjadi di malam itu masih terpatri di dalam kepalanya dengan jelas. Dia sempat berpikir, tak mudah memasukinya karena wanita itu pintar menjaga miliknya hingga sulit untuk dia tembus. Akan tetapi ternyata kesulitan itu adalah karena wanita itu masih utuh!

Sial! Sial!

Terus saja Yvan mengumpat, yang jelas dia merasa terhina karena wanita itu membayar dirinya. Bukankah seharusnya dia yang membayar wanita itu? Apalagi dengan noda merah yang tercetak jelas di atas seprai.

‘Apa yang wanita itu pikirkan? Dasar wanita gila!’ Satu pemikiran yang sampai saat ini Yvan tak bisa singkirkan dari kepalanya, dia kira wanita itu adalah wanita bayaran, tapi ternyata malah dia yang dikira pria bayaran!

Kecantikan yang wanita itu miliki membuatnya terpana hingga tak sadar mereka melakukan hal panas bersama.

Yvan mengambil ponsel dan memanggil asistennya. Tak lama pria muda yang dia panggil telah datang menghadap dirinya.

“Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang wanita itu?” tanya Yvan dengan nada yang dingin. Tim Sanders -sang asisten-, mengerti siapa yang Yvan maksud. Dia menggelengkan kepalanya.

“Belum, Tuan. Sampai saat ini saya belum bisa menemukan dia,” jawab Tim dengan sopan.

“Bagaimana caramu bekerja, hah!!” bentak Yvan sambil menggebrak meja. Tim hanya diam, dia tidak berusaha mengelak ataupun membela dirinya. Dia tahu satu kata yang dia ucapkan kini akan seperti boomerang pada dirinya sendiri, meski itu bukan kesalahannya.

Satu yang membuat tuannya ini selalu uring-uringan adalah karena seorang wanita yang telah merenggut keperjakaan sang tuan, dan parahnya lagi seorang Yvan Carson, pria yang dikenal sebagai pengusaha muda ternama dan disegani banyak orang. Pria terkaya nomor dua di negara itu.

Yvander Carson dengan tangan dinginnya dia bisa membangun kembali perusahaan yang sempat sekarat, dan ia juga bisa melihat peluang bisnis dengan hasil yang menggiurkan sehingga di usianya yang masih kepala tiga dia telah berhasil menjadi pengusaha muda yang sukses.

Yvan mengusap wajahnya dengan kasar. Dia berjalan ke arah jendela dan menatap langit biru yang sangat cerah di luaran sana. Moodnya sedang tidak baik sekarang ini. Mengenai produk kosmetik miliknya yang telah dipalsukan telah beredar di pasaran, membuat dia rugi jutaan dolar, belum lagi nama perusahaan tercemar karena ulah orang yang tak bertanggung jawab. Bukan hanya itu saja, pemikirannya yang terus saja memikirkan wanita yang berani membayarnya dengan uang yang tidak seberapa baginya.

Tim masih berdiri di belakang Yvan dengan setia, menunggu perintah lanjutan dari atasannya itu.

“Jam berapa pertemuan dengan Q Entertainment?” tanya Yvan menyebut perusahaan TV internasional.

Tim mengeluarkan note kecil yang ada di saku jasnya, membukanya, mencari halaman dimana terdapat agenda hari ini.

“Jam tiga sore nanti, Tuan,” jawab Tim.

Yvan menatap jam yang ada di pergelangan tangannya. Sebentar lagi sang ibu akan sampai dan meminta dia untuk menjemputnya di bandara.

“Katakan kepada mereka, lakukan dulu tanpaku, aku harus menjemput ibu sebentar lagi,” ucap Yvan. Dia menyambar jas yang ada di sandaran kursinya, kemudian pergi meninggalkan Tim.

Tim menghela napasnya. Sebenarnya tubuhnya sangat lelah, banyak pekerjaan yang harus dia lakukan.

Akan tetapi dia tidak bisa mengeluh dan tidak boleh mengeluh. Jika nanti dia harus mendapatkan omelan dari sutradara karena Yvan yang tidak datang, maka itu adalah resikonya menjadi seorang asisten Yvander Carson.

Pandangan Tim tertuju pada sebuah kertas yang teronggok di lantai. Dia membungkuk dan membaca apa yang ada di kertas itu. Bibirnya tersungging senyuman geli. Setelah kurang lebih enam tahun lamanya, dia baru tahu jika hal ini ternyata yang membuat Yvan gigih mencari wanita itu.

[Cobalah untuk belajar dengan giat. Kau payah di atas ranjang!]

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

36