Bab 1 Kehangatan Semalam

by Tyas Kusuma13 11:59,Aug 09,2023
Suara musik terdengar hingar bingar di dalam ruangan itu. Beberapa orang sedang menari, baik wanita maupun laki-laki. Lampu kelap kelip membuat suasana yang ada di sana menjdai meriah. Aroma sesak dari asap rokok, parfum yang menyengat, dan juga minuman menjadi satu, tapi tak membuat seorang wanita yang kini duduk menikmati wine di tangannya segera beranjak. Dia hanya mengibaskan tangannya sesekali di depan wajah, saat asap rokok yang berasal dari pria di sebelahnya kirinya tertuju padanya.

Wanita berusia 23 tahun itu hanya diam sambil menikmati minuman yang ada di tangan. Tak ia hiraukan gangguan yang sering dia dapatkan dari pengunjung pria yang ada di sana. Pikirannya sedang kalut sekarang ini, merasa kecewa dengan apa yang dia lihat tadi sore.

Minuman yang hanya setengah di gelasnya kini dia tenggak habis. Dia menyerahkan gelas itu pada bartender yang sedari tadi melirik takjub menatap kecantikannya.

"Apa yang kau lihat? Tambah minumanku!" ucapnya sambil melotot tajam membuat sang bartender pria itu kini berhenti menatap.

Wanita itu tersenyum senang saat gelas yang ada di tangannya kini kembali terisi penuh. 

"Cantik sekali warnanya," gumam Clara Grim menatap gelas dengan air berwarna merah di tangannya. Dia tersenyum kecut kala melihat warna cantik itu, tak selamanya cantik menjadi yang utama, nyatanya dirinya kalah dengan wanita biasa yang tadi sore menjadi boneka sex kekasihnya.

Clara mengubah duduknya, menatap seorang pria yang ada di sebelahnya. Seorang pria setengah tua dengan rokok di bibir menatap Claudia dengan tersenyum penuh minat. Kedua alisnya bergerak naik turun dengan cepat, membuat Clara menatapnya malas.

Clara kini berputar arah ke arah kanan, dimana seorang pria berusia kepala tiga sedang duduk sama seperti dirinya, gelas wine setengah kosong ia angkat di depan wajahnya. Clara tersenyum dia pun melakukan hal yang sama. Daripada pria di sisi kiri, pria di sisi kanan itu terlihat sangat menarik!

Wanita itu memindai pria tersebut dari atas hingga ke bawah. Setelan jas yang rapi dengan kancing kemeja paling atas terbuka membuat bulu yang ada di dadanya terlihat sedikit. Seketika pikirannya bisa menerka dengan hal lainnya yang ada di balik kemeja putih itu. Clara tersenyum sendiri kala pikirannya mulai nakal

"Hei, kalau lihat warna minuman ini?" tanya Clara pada pria itu. Dia hanya tersenyum seraya menganggukkan kepalanya.

"Warna wine di gelasku sangat cantik, kan?" tanyanya lagi. Pria itu mengangguk lagi.

"Lalu bagaimana dengan aku? Apa aku cantik?" Clara menatap serius pada pria di hadapannya.

"Ya, kau cantik sekali." Suara bariton pria tersebut enak untuk didengar gendang telinganya, mengalahkan dentuman musik yang terdengar di belakang mereka.

"Apa kau mau menghabiskan satu malam denganku?" Pikiran Clara sudah terkontaminasi hal lain, dia sudah tidak waras dengan mengatakan hal itu pada pria asing.

Clara mendekat pada pria itu hingga wajah mereka berjarak satu jengkal, memainkan dasi merah maroon yang menempel di leher.

"Kau cukup tampan untuk jadi ayah dari anakku. Apa kau bersedia menghabiskan malam ini denganku?"

Seringaian di bibir pria itu terlihat cukup menggoda hingga membuat Clara yang sedikit mabuk menyunggingkan senyuman.

"Kau harus membayar mahal untuk benihku!" Tangan pria itu mengelus pipi putih Clara.

Clara tersenyum semakin lebar. Dia menarik dasi itu hingga jarak mereka semakin tipis. Deru nafas keduanya terasa hangat saling menerpa di kulit masing-masing. Bartender dan pria setengah tua yang ada di dekat mereka kini memalingkan wajah karena pria dan wanita itu seperti memiliki dunia ini hanya berdua, saling berciuman tanpa melihat persekitaran.

Clara menjauhkan dirinya dengan mendorong dada pria yang baru saja melakukan ciuman panas dengannya. Sudut bibirnya ia biarkan saja basah membuat si pria ingin melumatnya lagi dan lagi. Manis.

"Ciumanmu lumayan, tapi bagaimana dengan permainan ranjangmu?" tanya Clara, nadanya terdengar menantang.

Pria itu tersenyum kembali. "Kau meragukanku?"

Clara mengangkat kedua bahunya. "Mana ku tahu, kita baru saja bertemu!"

"Lalu kenapa kau ingin menghabiskan malam denganku? Aku hanya orang asing."

"Kau itu tampan! Sudah cukup bagiku, tak ada alasan lain! Jangan banyak bertanya lagi jika kau juga ingin denganku, atau aku akan cari pria lain yang lebih tampan daripadamu!" ucap Clara sebal.

Pria itu tersenyum menyeringai, dia menarik pinggang Clara untuk pergi ke tempat lain.

Suara desahan serta erangan terdengar di dalam sebuah ruangan, lampu kamar yang menyorot dari langit-langit kamar tak menghentikan aktifitas dua orang yang ada di dalam kamar itu. Helaan napas yang berat saling terengah mengiringi gerakan pria di bawah selimut naik turun dengan gerakan intens.

Di luar udara dingin dan menurunkan salju, membuat beku dedaunan hingga terlihat buliran es di setiap helaiannya. Akan tetapi, berbeda dengan keadaan di dalam kamar itu, terlalu panas hingga selimut tebal yang menutupi tubuh mereka kini hanya teronggok lantai.

Keringat akibat permainan panas mereka mengucur dari leher hingga ke dada, tapi keduanya masih terlalu bersemangat menghabiskan malam ini berdua. Tak ada satupun dari mereka yang ingin mengakhiri permainan tersebut, hingga pada akhirnya setelah sekian lama permainan itu berakhir disertai dengan lenguhan khas yang terdengar puas.

Clara menatap pria tampan yang kini tidur di sampingnya. Permainan panas yang baru saja mereka lakukan membuat area di bawah perutnya terasa sakit.

Clara bangkit dari tidurnya, setengah berbaring dengan kedua siku menopang dirinya. Dia tersenyum geli bercampur sesal. Efek alkohol yang tadi merajainya kini sudah hilang. Bagaimana bisa dirinya melakukan malam panas dengan seorang pria asing?

‘Cih! Semua gara-gara ulat itu!’ dengkusnya kesal memikirkan seseorang.

Clara kini bangkit menahan rasa sakit yang baru pertama kali ini dia rasakan. Dia berjalan dengan perlahan meraih pakaian yang teronggok di lantai lalu memakainya.

Dompet yang ada di atas nakas dia raih dan dikeluarkannya lima lembar uang seribu dolar, hanya itu uang cash yang dia punya. Tak lupa dia menulis memo di balik lembaran cek yang selalu dia bawa di dalam tas.

Clara berjalan ke luar dari hotel dan menghentikan taksi. Dia menyandarkan kepalanya yang masih sedikit pusing akibat minuman. Tubuhnya terasa lelah. Clara menutup matanya untuk sejenak.

Seorang pria kini terbangun dari tidurnya. Merasakan ranjang di sebelahnya yang telah kosong. Sudah tidak hangat lagi, sepertinya sudah lama wanita itu pergi.

Yvan segera duduk, mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Pandangannya terpaku pada benda di atas nakas.

"Sial!" umpatnya saat membaca tulisan di kertas itu. Dia meremas kuat kertas itu hingga kusut tak berbentuk.

"Dasar jal*ng! Dia pikir aku pria panggilan?" Dengkusnya seraya menghamburkan lembaran uang yang Clara tinggalkan. Lembaran uang itu kini berserakan di lantai tanpa ada niatan untuk dia ambil kembali.

Dengan rasa kesal yang mendalam, pria itu bangkit dan meraih pakaian di atas lantai. Satu persatu ia kenakan, hingga pada saat dirinya memakai kemeja, tatapannya terpaku pada sebuah noda merah di atas seprai hingga tangannya kini hanya bisa diam.

'Dia masih perawan? Sial!' umpatnya sekali lagi. 

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

36