Bab 1 Malam Memalukan

by Myra 10:01,Feb 22,2022
Entah sejak kapan hujan mulai turun membasahi jendela luar. Di malam yang sunyi ini suara rintikan hujan terdengar seperti suara tusukan jarum. Seakan-akan sedang menusuk hatiku.
Aku melihat jam tanganku sejenak. Setengah jam sudah berlalu dari waktu janjian. Aku tidak boleh mengulur waktu lagi. Kalau sampai sang pria marah karena keterlambatanku, habislah aku.
Aku membuka pintu mobil dan turun.
Yang muncul di depan mata adalah sebuah vila dengan perpaduan gaya asia dan barat. Bangunannya terdiri dari tiga tingkat. Hanya dengan melihat dekorasi luar rumah saja sudah bisa mengetahui semewah apa kehidupan pemiliknya.
Aku tidak tertarik mengamati kemewahan vila. Setelah mengusap air mata, aku pergi membuka pintu masuk vila.
Cahaya di dalam ruang tamu sedikit redup, hanya lampu dinding yang menyala, tapi aku dalam sekejap mampu melihat Tristan Ye yang duduk di sofa. Dia memegang segelas wine sambil bersandar di sofa. Ekspresinya sangat datar.
Aku menarik napas dalam-dalam. Berusaha mengendalikan debaran jantung sambil perlahan berjalan masuk.
Tristan Ye sama sekali tidak melihatku. Tatapannya tetap tertuju pada gelas wine di tangannya, seakan-akan aku hanyalah angin lalu.
Aku merasa dipermalukan dan sangat ingin pergi dari sini. Tapi wajah Felix Liu dan selingkuhannya kembali terlintas di benakku, serta mengingat kembali segala penderitaan yang kualami. Oleh karena itu aku memaksakan diri untuk berjalan ke sisi pria itu.
"CEO Ye."
"Salah, seharusnya kamu panggil aku Tristan." Suaranya sangat lembut, tapi aku tahu seberapa mengerikannya kelembutan ini. Dia mampu membuat seseorang bahagia bagai berada di surga dalam sekejap, tapi juga bisa membuat orang itu menderita bagai berada di neraka dalam seketika.
"Tristan, aku sudah datang." Tak kusangka suaraku terdengar sedikit gemetaran.
"Apa kamu tahu kamu datang ke sini untuk apa?"
Aku mengangguk. Sama sekali tidak bisa berkata-kata karena merasa malu.
Saat melihat aku terlihat berekspresi menderita, Tristan Ye langsung berkata dengan nada dingin, "Bukalah!"
"Di sini?" Aku sedikit ragu.
"Kamu rasa?" Tristan Ye tersenyum dingin.
Setelah ragu sejenak, aku mulai membuka kancing secara perlahan. Mata Tristan Ye terus memandangku. Seusai melepas jaket dan hanya tersisa baju dalam, dia tiba-tiba melepas baju dalamku secara kasar. Lalu menekanku ke sofa.
Suhu di dalam ruangan cukup hangat, tapi malah masih terasa dingin bagiku. Tubuhku terus gemetaran tanpa henti di sepanjang proses.
Beberapa waktu kemudian baru Tristan Ye merasa puas dan bangun dari atas tubuhku. Lalu langsung ke kamar mandi. Sebelum masuk dia menoleh dan mengatakan sesuatu padaku.
"Apa kamu tahu hal apa yang paling kubenci darimu? Kamu jelas-jelas adalah seseorang yang akan menghalalkan segara cara untuk mencapai tujuanmu, tapi malah berpura-pura menjadi seseorang yang arogan. Memangnya mau berakting untuk siapa?"
Ucapan Tristan Ye bagaikan sebilah pisau yang tajam menusuk hatiku. Aku menggigit bibir dengan kuat untuk menahan air mata, tapi usahaku sama sekali tidak berhasil.
Ucapan Tristan Ye memang benar. Aku memang orang yang demikian. Aku memang bersedia melakukan apa pun demi membalas dendam.
Tapi aku tidaklah begitu sejak lahir. Aku jadi begini karena seseorang. Orang itu tepat merupakan suamiku, Felix Liu.
Namaku Maltilda Mu, umurku 27 tahun. Sekarang adalah seorang kepala desainer di sebuah perusahaan. Suamiku berwiraswasta setelah tamat dari perkuliahan. Sekarang sudah berhasil membangun beberapa perusahaan. Dia termasuk orang sukses dan terkenal di kota ini.
Kami sudah menikah selama lima tahun dan memiliki seorang anak berusia lima tahun, Nina.
Jangan salah paham, aku bukanlah hamil di luar nikah. Nina bukanlah anak antara aku dan Felix Liu, melainkan anak adopsi.
Kalian pasti bingung kenapa aku yang masih muda mau mengadopsi anak. Kenapa tidak mau memiliki anak sendiri?
Aku bukanlah tidak ingin memiliki anak, melainkan tidak bisa memiliki anak. Aku tidak bisa hamil lagi setelah kejadian keguguran pada empat tahun lalu. Dokter bilang aku sulit untuk bisa hamil lagi. Karena itulah kami mengadopsi Nina.
Meskipun Nina bukanlah anak kandung kami, tapi kami memperlakukannya seperti anak kandung sendiri. Yang terpenting adalah suamiku sama sekali tidak keberatan terhadap kondisiku yang tidak bisa hamil lagi. Sikapnya terhadapku masih sama seperti semula.
Pernikahan kami sudah berlansung lima tahun. Felix Liu selalu menelepon menanyakan keadaanku tiga kali sehari, juga sering memberikanku bunga dan meluangkan waktu untuk menemaniku nonton di bioskop. Perhatiannya padaku membuat semua wanita di sekitarku iri. Aku merasa aku akan hidup bahagia seperti ini hingga selamanya, tapi aku secara tidak sengaja menyadari kebohongan Felix Liu terhadapku.
Kejadian itu terjadi pada beberapa bulan lalu. Waktu itu aku pergi ke sekolah TK untuk menjemput Nina sama seperti biasanya.
Putriku berlari dengan girang ke arahku, "Ibu, aku hari ini mendapat penghargaan, lho. Kamu harus memberiku hadiah."
Aku mengecup pipinya, "Nina mau hadiah apa?"
"Aku ingin makan pizza." Putriku menatapku. Sepasang mata yang sangat mirip dengan matanya Felix Liu membuat hatiku luluh, "Baik, Ibu bawa kamu pergi makan pizza sekarang."
Aku memesan pizza daging sapi dan jus jagung untuk Nina. Lalu duduk di samping dan menatapnya makan pizza. Entah kenapa aku semakin merasa Nina sangat mirip dengan Felix Liu. Bukan hanya matanya, bentuk wajah dan bibir pun sangat mirip.
Aku pernah mencerikan hal ini pada teman baikku, Shirley Hao. Dia bilang anak angkat lama kelamaan akan tumbuh mirip dengan orang tua angkat.
Teori ini pernah kutemukan di internet. Aku merasa sedih. Padahal aku juga orang tua angkatnya Nina, sama-sama telah mencurahkan banyak kasih sayang untuknya, tapi kenapa Nina sama sekali tidak tumbuh mirip denganku.
Saat aku sedang termenung, Nina melontarkan kata "Mobilnya Ayah." sambil menunjuk ke arah luar dengan jari mungilnya. Aku melihat ke arah yang ditunjuknya. Lalu melihat mobil Felix Liu berhenti di depan pintu hotel seberang.
Kenapa Felix Liu datang ke hotel pada jam segini?
Aku merasa heran. Lalu merasa mungkin Felix Liu ke hotel untuk menemui klien.
Nina menggoyangkan tanganku, "Ibu, panggil ayah ke sini untuk makan pizza."
Aku mengambil ponsel dan menghubungi Felix Liu. Suara dia sangat lembut, "Istriku, ada apa?"
"Nina ingin mengajakmu makan pizza..."
"Maaf, aku sedang sibuk mengurus dokumen penting di perusahaan. Mungkin akan pulang malam. Bagaimana kalau lain hari?"
Aku tertegun. Secara tanpa sadar kembali bertanya, "Kamu sekarang masih di perusahaan?"
Felix Liu bilang "Iya." Aku menatap mobilnya dengan mata melongo. Dia bilang dia sedang di perusahaan, tapi mobilnya malah berada di hotel. Mengapa dia berbohong padaku?

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

60