Bab 18 Merindukan Aku?
by Mia Chelsey
18:52,Feb 18,2020
Kedua lengannya yang seperti besi memegang pergelangan tangannya yang ramping, karena terkejut, mulutnya sedikit terbuka.
Menundukkan kepala tidak sabar menindih dia, saat bersentuhan, Amelia membalikkan kepalanya, ciuman tidak jadi mendarat di bibirnya.
Amelia tahu dirinya tidak seharusnya melawan, menyinggung dia akan berpengaruh pada investasi Globalindo, tapi dirinya tidak bisa tahan.
Tidak ingin bertemu Steven, tidak ingin ada hubungan apapun dengannya, Amelia hanya ingin lari sejauh mungkin.
Tangan Steven lebih bertenaga lagi, Amelia mengerutkan alis. Menundukkan kepala lagi, kali ini tujuannya bukan bibirnya, melainkan telinga Amelia.
"Sayang, kamu tidak seharusnya melawan." Steven berkata di telinga Amelia dengan suara yang pelan, tidak bisa menebak suasana hatinya sekarang, nada bicaranya sangat datar.
Peringatan ada batas waktu, pergelangan tangan Amelia renggang, tubuhnya juga mulai rileks.
"Ini baru benar." Dia berkata dengan rasa puas.
Tidak ada keramahan seperti dulu, dia yang pada saat itu sangat lembut, membuat Steven tidak bisa berhenti. Tidak tahu kenapa, Steven masih berharap dia yang penurut, manis, perempuan yang sama sekali tidak melawan dia.
Kembali mendekat ke telinga Amelia, berkata dengan pelan kepadanya: "Merindukan aku?"
Kalimat yang ringan tapi mengandung makna yang dalam, Amelia berpikir, pasti dia salah dengar. Laki-laki seperti ini, tidak punya hati.
Di depan semua orang, dia hanya sedang berakting. Maka dari itu, Laura bisa sangat mencintai dia, maka dari itu, dirinya pernah berpikir ingin terus bersama dengannya sampai masa tua.
Tersenyum sinis, bertanya kepada Steven: "Kamu merasa aku bisa berpura-pura, di depan berkata apa, di hati berkata apa? Kalau ingin bermain, kapanpun aku bisa menemani, pertanyaan seperti ini, lain kali jangan tanyakan lagi."
Tubuh Steven kaku, tiba-tiba tersenyum.
"Kelihatannya, kamu sekarang sangat membenci aku? Karena Laura?"
"Menurutmu?" Balik bertanya kepadanya dengan dingin, mendengar dari mulutnya menyebut nama Laura, Amelia tidak suka.
"Laura sangat bahagia, dalam hal apapun dia sangat puas. Aku tidak membuat sahabat baikmu menderita, jadi, kamu tidak punya alasan membenci aku."
"Benarkah?" Kalau dia tahu kamu dan sahabat baiknya ada hubungan tersembunyi, apa dia masih berpikir seperti itu? Dia akan sangat sedih!" Amelia tidak setenang Steven, dia mengatakan perkataan ini dengan kemarahan.
"Kamu mau membuat dia tahu?" Steven sangat tenang, tersenyum dan bertanya padanya.
"Tentu saja tidak akan."
"Ya sudah kan kalau begitu? Asal kamu tidak berbicara, aku tidak berbicara, dia akan terus bahagia."
"Apa Laura tidak merasakan? Kamu sedang bulan madu, kembali pulang lebih awal sepuluh hari, dia tidak sedih tidak kecewa? Laura orang yang sensitif, apa dia tidak mempertanyakan?"
"Sayang, jangan gegabah. Kamu tidak perlu menganalisa begini banyak, beritahu aku saja, kamu mau bagaimana."
"Jangan cari aku lagi……" Steven terus menatap mulut Amelia yang tidak berhenti berbicara, belum sampai Amelia selesai bicara, tiba-tiba mulutnya ditutup.
Beberapa hari ini terus mengingat kecantikannya, Steven tidak bisa menahan diri lagi.
Steven seperti seekor serigala, berlaku sangat kasar terhadapnya.
"Sayang." Berbisik di telinga Amelia, menggoda dia.
"Jangan panggil aku seperti ini, mendengarnya membuatku mual. Kalau mau mulai segera mulai, jangan berlaku menjijikan seperti kucing yang mau menangkap tikus!" Amelia berkata dengan dingin.
Kalau sudah termakan sudah tidak menarik lagi, aku suka sebelum makan melihat ekspresimu dulu."
Wajah Amelia dingin, tidak menjawab perkataan Steven barusan.
"Buka mata lihat aku, saat ini tidak boleh memikirkan orang lain!"
"Kalau aku memikirkan? Sebenarnya dari pertama sampai sekarang, setiap kali aku selalu memikirkan orang lain. Dia lebih lembut dari kamu, lebih pengertian dari kamu, kalau bersama dengan dia, aku bisa merasa sangat sangat bahagia." Membuka mata melihat Steven, mengatakan kalimat yang mengundang amarah.
Benci Steven, benci sampai ingin mengambil pisau membunuh dia yang seperti iblis.
Amelia tahu, menggunakan kata-kata menyerang dia, lebih berguna daripada menggunakan pisau.
Ternyata benar, wajah Steven berubah tidak senang, alisnya berkerut, tanpa sadar mengepalkan tangan.
Kalau Amelia seorang laki-laki, tangan Steven yang mengepal pasti sudah langsung mendarat di wajahnya, perempuan yang harus mati ini, selalu menguji batas kesabarannya.
Membuat dia marah, hati Amelia senang, tidak tahu apa untuk membantu Laura membalas atau untuk dirinya sendiri.
Terlihat Amelia senang, Steven berhenti lagi, sudut bibirnya naik, mengeluarkan senyum yang sinis.
Dengan pelan menekan dagunya, wajahnya didekatkan ke wajah Amelia, berkata kepadanya: "Mau sebaik apapun Jefferson, sayangnya dia tidak akan mau denganmu lagi. Kalau dia tahu kamu aku perlakukan seperti ini, kamu tebak bagaimana rekasi dia?"
Tidak berperasaan, canggung, hati Amelia seakan dari tempat yang sangat sangat tinggi dijatuhkan ke bawah, hancur berkeping-keping. Wajahnya merah seperti dicat dengan darah segar, bahkan nafaspun menjadi kesulitan, Amelia benar-benar ingin mati seperti ini, agar tidak terus disiksa olehnya.
Melihat wajah Amelia yang berubah, Steven merasa seperti berhasil membalas dendam.
Tubuhnya sudah mati rasa, hatinya sedang meneteskan darah, kebencian terhadap dia semakin menumpuk dan semakin mendalam.
Amelia menggertakkan gigi, menahan dalam diam, menahan……
Kemarahan Steven sudah hilang, bergulung memeluk Amelia, berbaring di kasur.
Melepaskan lengannya, Amelia kembali ke posisi duduk.
"Berbaring sebentar lagi." Steven berkata, sebenarnya sudah membujuk Amelia, hanya tidak terbiasa membujuk orang, nada bicaranya keras, seperti sedang memerintah.
"Kamu sudah puas kan! Lepaskan, kamu harus tahu dengan jelas, kita berdua bukan pasangan kekasih." Tidak seharusnya seperti ini berpelukan berbaring bersama, dari dulu dia yang tidak jelas dengan statusnya, di kemudian hari tidak akan lagi.
Ternyata Amelia tidak bisa menerima niat baiknya, kalau Steven berbicara kata-kata yang tidak enak didengar, itu juga karena Amelia yang menyebabkan.
Steven tidak menghalangi dia, terus membujuk dia sama sekali bukan sifatnya, apalagi kalau Amelia menyadari hatinya lembut, Amelia akan lebih berontak lagi.
Amelia mengambil baju tidur dari lemari pakaian membuka pintu kamar mandi, bergegas masuk ke dalam.
Air yang jernih tidak bisa membersihkan dia, dari awal sudah kotor sampai ke akar-akarnya, sama seperti yang dikatakan Steven, Jefferson tidak akan menginginkan dia.
Menundukkan kepala tidak sabar menindih dia, saat bersentuhan, Amelia membalikkan kepalanya, ciuman tidak jadi mendarat di bibirnya.
Amelia tahu dirinya tidak seharusnya melawan, menyinggung dia akan berpengaruh pada investasi Globalindo, tapi dirinya tidak bisa tahan.
Tidak ingin bertemu Steven, tidak ingin ada hubungan apapun dengannya, Amelia hanya ingin lari sejauh mungkin.
Tangan Steven lebih bertenaga lagi, Amelia mengerutkan alis. Menundukkan kepala lagi, kali ini tujuannya bukan bibirnya, melainkan telinga Amelia.
"Sayang, kamu tidak seharusnya melawan." Steven berkata di telinga Amelia dengan suara yang pelan, tidak bisa menebak suasana hatinya sekarang, nada bicaranya sangat datar.
Peringatan ada batas waktu, pergelangan tangan Amelia renggang, tubuhnya juga mulai rileks.
"Ini baru benar." Dia berkata dengan rasa puas.
Tidak ada keramahan seperti dulu, dia yang pada saat itu sangat lembut, membuat Steven tidak bisa berhenti. Tidak tahu kenapa, Steven masih berharap dia yang penurut, manis, perempuan yang sama sekali tidak melawan dia.
Kembali mendekat ke telinga Amelia, berkata dengan pelan kepadanya: "Merindukan aku?"
Kalimat yang ringan tapi mengandung makna yang dalam, Amelia berpikir, pasti dia salah dengar. Laki-laki seperti ini, tidak punya hati.
Di depan semua orang, dia hanya sedang berakting. Maka dari itu, Laura bisa sangat mencintai dia, maka dari itu, dirinya pernah berpikir ingin terus bersama dengannya sampai masa tua.
Tersenyum sinis, bertanya kepada Steven: "Kamu merasa aku bisa berpura-pura, di depan berkata apa, di hati berkata apa? Kalau ingin bermain, kapanpun aku bisa menemani, pertanyaan seperti ini, lain kali jangan tanyakan lagi."
Tubuh Steven kaku, tiba-tiba tersenyum.
"Kelihatannya, kamu sekarang sangat membenci aku? Karena Laura?"
"Menurutmu?" Balik bertanya kepadanya dengan dingin, mendengar dari mulutnya menyebut nama Laura, Amelia tidak suka.
"Laura sangat bahagia, dalam hal apapun dia sangat puas. Aku tidak membuat sahabat baikmu menderita, jadi, kamu tidak punya alasan membenci aku."
"Benarkah?" Kalau dia tahu kamu dan sahabat baiknya ada hubungan tersembunyi, apa dia masih berpikir seperti itu? Dia akan sangat sedih!" Amelia tidak setenang Steven, dia mengatakan perkataan ini dengan kemarahan.
"Kamu mau membuat dia tahu?" Steven sangat tenang, tersenyum dan bertanya padanya.
"Tentu saja tidak akan."
"Ya sudah kan kalau begitu? Asal kamu tidak berbicara, aku tidak berbicara, dia akan terus bahagia."
"Apa Laura tidak merasakan? Kamu sedang bulan madu, kembali pulang lebih awal sepuluh hari, dia tidak sedih tidak kecewa? Laura orang yang sensitif, apa dia tidak mempertanyakan?"
"Sayang, jangan gegabah. Kamu tidak perlu menganalisa begini banyak, beritahu aku saja, kamu mau bagaimana."
"Jangan cari aku lagi……" Steven terus menatap mulut Amelia yang tidak berhenti berbicara, belum sampai Amelia selesai bicara, tiba-tiba mulutnya ditutup.
Beberapa hari ini terus mengingat kecantikannya, Steven tidak bisa menahan diri lagi.
Steven seperti seekor serigala, berlaku sangat kasar terhadapnya.
"Sayang." Berbisik di telinga Amelia, menggoda dia.
"Jangan panggil aku seperti ini, mendengarnya membuatku mual. Kalau mau mulai segera mulai, jangan berlaku menjijikan seperti kucing yang mau menangkap tikus!" Amelia berkata dengan dingin.
Kalau sudah termakan sudah tidak menarik lagi, aku suka sebelum makan melihat ekspresimu dulu."
Wajah Amelia dingin, tidak menjawab perkataan Steven barusan.
"Buka mata lihat aku, saat ini tidak boleh memikirkan orang lain!"
"Kalau aku memikirkan? Sebenarnya dari pertama sampai sekarang, setiap kali aku selalu memikirkan orang lain. Dia lebih lembut dari kamu, lebih pengertian dari kamu, kalau bersama dengan dia, aku bisa merasa sangat sangat bahagia." Membuka mata melihat Steven, mengatakan kalimat yang mengundang amarah.
Benci Steven, benci sampai ingin mengambil pisau membunuh dia yang seperti iblis.
Amelia tahu, menggunakan kata-kata menyerang dia, lebih berguna daripada menggunakan pisau.
Ternyata benar, wajah Steven berubah tidak senang, alisnya berkerut, tanpa sadar mengepalkan tangan.
Kalau Amelia seorang laki-laki, tangan Steven yang mengepal pasti sudah langsung mendarat di wajahnya, perempuan yang harus mati ini, selalu menguji batas kesabarannya.
Membuat dia marah, hati Amelia senang, tidak tahu apa untuk membantu Laura membalas atau untuk dirinya sendiri.
Terlihat Amelia senang, Steven berhenti lagi, sudut bibirnya naik, mengeluarkan senyum yang sinis.
Dengan pelan menekan dagunya, wajahnya didekatkan ke wajah Amelia, berkata kepadanya: "Mau sebaik apapun Jefferson, sayangnya dia tidak akan mau denganmu lagi. Kalau dia tahu kamu aku perlakukan seperti ini, kamu tebak bagaimana rekasi dia?"
Tidak berperasaan, canggung, hati Amelia seakan dari tempat yang sangat sangat tinggi dijatuhkan ke bawah, hancur berkeping-keping. Wajahnya merah seperti dicat dengan darah segar, bahkan nafaspun menjadi kesulitan, Amelia benar-benar ingin mati seperti ini, agar tidak terus disiksa olehnya.
Melihat wajah Amelia yang berubah, Steven merasa seperti berhasil membalas dendam.
Tubuhnya sudah mati rasa, hatinya sedang meneteskan darah, kebencian terhadap dia semakin menumpuk dan semakin mendalam.
Amelia menggertakkan gigi, menahan dalam diam, menahan……
Kemarahan Steven sudah hilang, bergulung memeluk Amelia, berbaring di kasur.
Melepaskan lengannya, Amelia kembali ke posisi duduk.
"Berbaring sebentar lagi." Steven berkata, sebenarnya sudah membujuk Amelia, hanya tidak terbiasa membujuk orang, nada bicaranya keras, seperti sedang memerintah.
"Kamu sudah puas kan! Lepaskan, kamu harus tahu dengan jelas, kita berdua bukan pasangan kekasih." Tidak seharusnya seperti ini berpelukan berbaring bersama, dari dulu dia yang tidak jelas dengan statusnya, di kemudian hari tidak akan lagi.
Ternyata Amelia tidak bisa menerima niat baiknya, kalau Steven berbicara kata-kata yang tidak enak didengar, itu juga karena Amelia yang menyebabkan.
Steven tidak menghalangi dia, terus membujuk dia sama sekali bukan sifatnya, apalagi kalau Amelia menyadari hatinya lembut, Amelia akan lebih berontak lagi.
Amelia mengambil baju tidur dari lemari pakaian membuka pintu kamar mandi, bergegas masuk ke dalam.
Air yang jernih tidak bisa membersihkan dia, dari awal sudah kotor sampai ke akar-akarnya, sama seperti yang dikatakan Steven, Jefferson tidak akan menginginkan dia.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved