Bab 14 Tertutupi Oleh Kebohongan
by Mia Chelsey
18:49,Feb 18,2020
Amelia, kamu terikat dengan Steven merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari, dalam hati tidak boleh sedikitpun memikirkan dia.
Tidak peduli Steven melakukan apa, tidak bisa mengubah fakta kalau dia memiliki banyak perempuan.
Telepon genggam di kamar berdering, Amelia menutup lemari pakaian berlari ke kamar. Telepon dari Laura, dia memaki dirinya sendiri dalam hati beberapa kali baru mengangkat telepon.
"Laura!"
"Ame, kenapa kamu tidak suka Stefanus? Sebenarnya dia orang yang baik, tidak seperti yang digosipkan diluar."
"Dia…… Aku tidak ingin memiliki hubungan yang dalam dengan orang yang berlatar belakang seperti dia."
"Gadis bodoh, punya latar belakang atau tidak bukannya sama-sama manusia ya? Aku melihat Stefanus benar-benar tergerak hatinya karena kamu, kamu coba saja dulu menjalin hubungan dengannya. Kamu pikir, kalau kamu masuk ke keluarga Gunawan, kita akan bisa bersama setiap hari di rumah ini, bukankah…… Ehm……" Dia belum selesai melanjutkan ucapannya, digantikan dengan suara yang indah.
"Kenapa?" Amelia bertanya.
"Ehm……"
"Aku ada urusan tutup dulu ya, sebentar lagi aku telepon kamu lagi…… ya, menyebalkan……" Laura dengan cepat menutup teleponnya, kalimat terakhirnya terdengar di telinga Amelia.
Dia juga bukan gadis yang polos lagi, masa tidak bisa menebak itu suara apa, tangan yang sedang menggenggam telepon genggam tiba-tiba sedikit kaku.
Haruskah Steven sampai seperti ini, apa dia tidak takut sakit ginjal? Amelia berpikir dengan marah.
Satu jam kemudian Laura menelepon kembali, suaranya seperti kucing yang malas dan kelelahan.
"Barusan maaf sekali ya……" Laura menjelaskan dan meminta maaf.
"Apa kamu bahagia? Laura?" Amelia tiba-tiba bertanya, ini yang terus ingin dia tahu.
"Ah? Tentu saja, dia baik terhadapku, aku sangat puas."
Kebahagiaan sahabat baiknya itu yang dia harapkan, tapi tidak tahu kenapa dua kata sangat puas membuat dia sedikit sedih.
"Bagus kalau begitu, asal kamu bahagia, aku senang."
Saat ini Amelia memutuskan, selamanya tidak akan membiarkan Laura tahu pengkhianatan yang dilakukan Steven terhadapnya, membiarkan dia selamanya hidup dalam kebahagiaan.
Bahkan kalau kebahagiaan itu seperti busa dalam angan-angan, asal dia tidak menghancurkan, Laura akan terus merasa bahagia.
"Kenapa sih kamu seperti orang tua?" Laura serius bertanya.
"Tidak kok."
"Oh iya, besok aku akan bulan madu dengan Steven ke Maldives, mau hadiah apa?"
Mereka mau pergi bulan madu, bagus kalau begitu! Amelia berpikir dalam hati, seperti ini hubungan mereka akan lebih baik, lewat satu bulan, Steven pasti akan melupakan dia.
"Aku pikir-pikir, kalau nanti sudah terpikirkan, aku kirim pesan ke kamu, oke?" Laura paling senang membelikan Amelia hadiah, kalau dia menolak, Laura akan sedih.
"Oke, pasti ya! Stefanus……"
"Laura, Stefanus bukan tipe yang aku suka, jangan menjodohkan kita lagi."
"Akhir-akhir ini aku sibuk mempersiapkan pernikahan, jarang bertemu denganmu, Ame, apa ada hal yang kamu sembunyikan dariku?"
Amelia terkejut, tanpa sadar memegang dadanya, berusaha menenangkan diri, memberitahu dirinya Laura tidak mungkin tahu hubungan antara dia dengan Steven.
"Tidak kok, kapan aku pernah menyembunyikan dari kamu?" Saat membuka mulut, dia sudah tenang.
"Apa kamu sedang suka seseorang? Hanya orang yang sedang jatuh cinta baru seperti kamu sekarang ini." Laura sepertinya masih ingin terus bertanya sampai mendapatkan jawaban.
"Kalau aku menyukai seseorang, masa aku tidak memberitahu kamu?"
"Iya juga, kita pernah bersumpah seumur hidup ini akan terus menjadi sahabat baik, diantara kita berdua tidak ada rahasia apapun."
Hatinya seakan seperti dipukul dengan batu yang sangat besar, Amelia pelan-pelan memejamkan mata, dengan kesulitan menjawab: "Ehm".
Maaf, Laura, ada beberapa hal yang tidak ingin kamu tahu agar kamu tidak sedih. Sebenarnya dia tidak tahu tentang Steven.
Dua tahun yang lalu, terjadi perubahan di keluarga Amelia, saat itu Laura sedang kuliah di luar negeri, Amelia pernah mencari ayah Laura, tapi ayah Laura sama sekali tidak mau membantu.
Saat itu dia tahu, manusia itu realistis, tapi dia juga mengerti ini tidak ada hubungannya dengan Laura, jadi dia tidak pernah mengungkit masalah keluarganya dulu.
"Laura, sampai disini dulu ya, aku mau keluar." Dia sudah tidak ada tenaga berbicara dengannya lagi, setiap berbicara satu kata dia merasa dirinya sangat memalukan.
"Oke, jaga kesehatan ya, jangan buat aku khawatir, mengerti? Laura berkata dengan lembut.
"Ehm!" Amelia berusaha menahan air matanya, menutup telepon.
Laura, aku tidak pantas memiliki sahabat sepertimu, kalau saja langit punya mata biarkan aku sendirian sepanjang hidup sebagai ganti untukmu.
Amelia melempar telepon ke atas kasur, masuk ke dalam kamar mandi, tubuhnya tidak tahan dengan air dingin, dia bisa demam.
Hari ini, dia mau menghukum dirinya sendiri, dia mau demam dia mau sakit, dia mau kesakitan, kalau tidak dia bisa gila karena tersiksa.
Tidak peduli Steven melakukan apa, tidak bisa mengubah fakta kalau dia memiliki banyak perempuan.
Telepon genggam di kamar berdering, Amelia menutup lemari pakaian berlari ke kamar. Telepon dari Laura, dia memaki dirinya sendiri dalam hati beberapa kali baru mengangkat telepon.
"Laura!"
"Ame, kenapa kamu tidak suka Stefanus? Sebenarnya dia orang yang baik, tidak seperti yang digosipkan diluar."
"Dia…… Aku tidak ingin memiliki hubungan yang dalam dengan orang yang berlatar belakang seperti dia."
"Gadis bodoh, punya latar belakang atau tidak bukannya sama-sama manusia ya? Aku melihat Stefanus benar-benar tergerak hatinya karena kamu, kamu coba saja dulu menjalin hubungan dengannya. Kamu pikir, kalau kamu masuk ke keluarga Gunawan, kita akan bisa bersama setiap hari di rumah ini, bukankah…… Ehm……" Dia belum selesai melanjutkan ucapannya, digantikan dengan suara yang indah.
"Kenapa?" Amelia bertanya.
"Ehm……"
"Aku ada urusan tutup dulu ya, sebentar lagi aku telepon kamu lagi…… ya, menyebalkan……" Laura dengan cepat menutup teleponnya, kalimat terakhirnya terdengar di telinga Amelia.
Dia juga bukan gadis yang polos lagi, masa tidak bisa menebak itu suara apa, tangan yang sedang menggenggam telepon genggam tiba-tiba sedikit kaku.
Haruskah Steven sampai seperti ini, apa dia tidak takut sakit ginjal? Amelia berpikir dengan marah.
Satu jam kemudian Laura menelepon kembali, suaranya seperti kucing yang malas dan kelelahan.
"Barusan maaf sekali ya……" Laura menjelaskan dan meminta maaf.
"Apa kamu bahagia? Laura?" Amelia tiba-tiba bertanya, ini yang terus ingin dia tahu.
"Ah? Tentu saja, dia baik terhadapku, aku sangat puas."
Kebahagiaan sahabat baiknya itu yang dia harapkan, tapi tidak tahu kenapa dua kata sangat puas membuat dia sedikit sedih.
"Bagus kalau begitu, asal kamu bahagia, aku senang."
Saat ini Amelia memutuskan, selamanya tidak akan membiarkan Laura tahu pengkhianatan yang dilakukan Steven terhadapnya, membiarkan dia selamanya hidup dalam kebahagiaan.
Bahkan kalau kebahagiaan itu seperti busa dalam angan-angan, asal dia tidak menghancurkan, Laura akan terus merasa bahagia.
"Kenapa sih kamu seperti orang tua?" Laura serius bertanya.
"Tidak kok."
"Oh iya, besok aku akan bulan madu dengan Steven ke Maldives, mau hadiah apa?"
Mereka mau pergi bulan madu, bagus kalau begitu! Amelia berpikir dalam hati, seperti ini hubungan mereka akan lebih baik, lewat satu bulan, Steven pasti akan melupakan dia.
"Aku pikir-pikir, kalau nanti sudah terpikirkan, aku kirim pesan ke kamu, oke?" Laura paling senang membelikan Amelia hadiah, kalau dia menolak, Laura akan sedih.
"Oke, pasti ya! Stefanus……"
"Laura, Stefanus bukan tipe yang aku suka, jangan menjodohkan kita lagi."
"Akhir-akhir ini aku sibuk mempersiapkan pernikahan, jarang bertemu denganmu, Ame, apa ada hal yang kamu sembunyikan dariku?"
Amelia terkejut, tanpa sadar memegang dadanya, berusaha menenangkan diri, memberitahu dirinya Laura tidak mungkin tahu hubungan antara dia dengan Steven.
"Tidak kok, kapan aku pernah menyembunyikan dari kamu?" Saat membuka mulut, dia sudah tenang.
"Apa kamu sedang suka seseorang? Hanya orang yang sedang jatuh cinta baru seperti kamu sekarang ini." Laura sepertinya masih ingin terus bertanya sampai mendapatkan jawaban.
"Kalau aku menyukai seseorang, masa aku tidak memberitahu kamu?"
"Iya juga, kita pernah bersumpah seumur hidup ini akan terus menjadi sahabat baik, diantara kita berdua tidak ada rahasia apapun."
Hatinya seakan seperti dipukul dengan batu yang sangat besar, Amelia pelan-pelan memejamkan mata, dengan kesulitan menjawab: "Ehm".
Maaf, Laura, ada beberapa hal yang tidak ingin kamu tahu agar kamu tidak sedih. Sebenarnya dia tidak tahu tentang Steven.
Dua tahun yang lalu, terjadi perubahan di keluarga Amelia, saat itu Laura sedang kuliah di luar negeri, Amelia pernah mencari ayah Laura, tapi ayah Laura sama sekali tidak mau membantu.
Saat itu dia tahu, manusia itu realistis, tapi dia juga mengerti ini tidak ada hubungannya dengan Laura, jadi dia tidak pernah mengungkit masalah keluarganya dulu.
"Laura, sampai disini dulu ya, aku mau keluar." Dia sudah tidak ada tenaga berbicara dengannya lagi, setiap berbicara satu kata dia merasa dirinya sangat memalukan.
"Oke, jaga kesehatan ya, jangan buat aku khawatir, mengerti? Laura berkata dengan lembut.
"Ehm!" Amelia berusaha menahan air matanya, menutup telepon.
Laura, aku tidak pantas memiliki sahabat sepertimu, kalau saja langit punya mata biarkan aku sendirian sepanjang hidup sebagai ganti untukmu.
Amelia melempar telepon ke atas kasur, masuk ke dalam kamar mandi, tubuhnya tidak tahan dengan air dingin, dia bisa demam.
Hari ini, dia mau menghukum dirinya sendiri, dia mau demam dia mau sakit, dia mau kesakitan, kalau tidak dia bisa gila karena tersiksa.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved