Bab 17 Ingatan Villa Kota Selatan

by Mia Chelsey 18:51,Feb 18,2020
"Tidak, hanya beberapa hari lalu demam, sepertinya dalam mimpi melihat sebuah area villa. Apa kamu ada waktu? Apa bisa membawaku pergi melihat?"

"Aku menelepon atasanku dulu, kalau hari ini dia tidak memakai mobil, aku akan membawamu kesana." Kak Harry menelepon dihadapan Amelia, dengan lancar meminta izin.

"Aku lihat, aku dan Steven benar-benar sangat mirip, sayangnya nasib kita berbeda." Kak Harry berkata sendiri.

"Kak Harry, jangan sedih lagi, nanti juga ada orang lain yang menyenangkan kamu. Wajah kamu cocok menjadi artis, pergi bergelut di bidang entertaiment saja."

"Wajahmu ini baru cocok jadi artis, hanya belakangan ini lebih kurus. Apa Steven menyakiti kamu? Beritahu kakak, aku akan membantumu memberi dia pelajaran." Melihat Amelia, wajah Kak Harry penuh dengan rasa kasihan.

"Tidak, aku sangat baik, hanya saja karena masuk angin, tidak begitu bisa makan, sekarang jadi kurus. Dia pergi berbulan madu, aku baru bisa tenang. Ayo jalan, kita pergi ke kota selatan."

Naik mobil atasan kak Harry, Amelia duduk dengan sangat tenang, Kak Harry juga tidak menggangu Amelia.

Mobil semakin mendekat ke kota selatan, hati Amelia semakin tegang, bahkan rasanya seperti tidak bisa bernafas. Amelia bisa merasakan, disana ada sebuah kenangan yang sama sekali tidak indah.

Ada sebuah rasa yang kuat, ingin meminta agar mobil dihentikan, tidak mau mendekat, seumur hidup tidak mau mendekat.

Seolah seperti tenggelam, dia cemas, takut, tidak berani menyentuh ingatan disana.

Kepalanya kembali sakit dengan hebat, keningnya berdenyut-denyut, hatinya menjadi tidak tenang.

"Wajahmu pucat sekali, Amel, apa kita tidak perlu pergi saja?"

"Tidak, aku harus pergi." Harus mencari tahu kenapa Steven membencinya, kalau tidak, Steven tidak akan melepaskan Amelia, Laura juga tidak akan mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya.

Meskipun sakit, juga harus ditahan.

Kak Harry menghela nafas kembali mengendarai mobil, sampai di gerbang area villa, sama sekali tidak ada orang yang menghadang mobilnya, dengan lancar masuk ke dalam.

Sampai di sekitar tempat kecelakaan, kak Harry menurunkan kecepatan mobil, perlahan meluncur menyusuri jalan.

Amelia melihat ke luar jendela, di samping jalan ada sebuah bukit kecil, di dalam mimpinya, diatas bukit diterangi oleh cahaya. Saat ini siang hari, begitu melihat dia langsung tahu, gunung ini yang ada didalam ingatannya.

"Berhenti!" Amelia tiba-tiba berkata, mobil langsung berhenti.

Membuka pintu mobil, dia berjalan selangkah demi selangkah di atas bukit kecil, kak Harry mengikuti di belakang.

Setiap berjalan satu langkah, hati Amelia berdetak lebih cepat. Amelia teringat dirinya pernah datang kemari, lelaki yang berbaring diatas bukit kecil yang muncul di dalam ingatannya saat demam, dia yakin.

Tapi Amelia tidak melihat dengan jelas wajahnya, bagaimanapun tidak bisa melihat dengan jelas, berjalan sampai tengah bukit, dia tiba-tiba berhenti dan berjongkok.

"Disini...... Pasti disini......" Amelia berkata dengan terbata-bata, didalam pikirannya tiba-tiba muncul gambaran seorang lelaki dan seorang wanita.

Apa perempuan yang memakai baju tidur itu dia? Lalu siapa lelaki yang ada diatas tubuh perempuan itu?

"Kenapa dengan disini?" Kak Harry bertanya.

"Iya disini...... Sebenarnya siapa laki-laki itu?" Tidak menjawab pertanyaan kak Harry, Amelia masih berbicara sendiri.

Kepalanya sakit sekali, kedua tangannya memegang kepala dan memijat keningnya.

Tidak boleh takut sakit, terus ingat-ingat, terus ingat-ingat. Memejamkan mata terus mengingat wajah lelaki itu didalam pikirannya. Amelia mau melihat apa itu Steven, dia harus menemukan jawaban untuk masalah ini.

Saat sudah mau terlihat, dia menahan sakit, menahan nafas, tiba-tiba ada rasa seperti ditarik yang sangat hebat dibagian kepalanya.

"Ah!" Dia berteriak, diikuti dengan pandangannya menjadi hitam kemudian dia pingsan.

"Ame!" Kak Harry memanggil, menahan dan menggendong dia, berlari beberapa langkah ke mobil. Setelah meletakkan Amelia ke dalam mobil, menyalakan mobil dan mengemudi dengan cepat kembali ke kota.

Sampai setengah jalan, Amelia tersadar, berontak kemudian duduk di tempat duduk belakang, kepalanya sudah tidak begitu sakit lagi.

"Kak Harry, aku kenapa?" Dia bertanya dengan lemas.

"Sudah sadar?" Kecepatan mobil perlahan menurun, kak Harry memandang Amelia dari spion tengah mobil, raut wajahnya sudah tidak begitu menakutkan orang.

"Kamu pingsan, sekarang mau membawamu ke rumah sakit."

"Tidak perlu, aku merasa tidak ada masalah."

"Tidak boleh! Harus ke rumah sakit!" Kak Harry berkata dengan tegas, Kak Harry yang biasanya selalu tertawa terkekeh dihadapannya, ini pertama kalinya Amelia melihat dia begitu tegas.

Wajahnya ini menjadi mirip sekali dengan Steven, ada aura yang membuat orang tidak mudah menebak. Terkejut dengan sikap Kak Harry barusan, Amelia berkata dengan suara kecil: "Oke, aku mau ke rumah sakit, kamu jangan marah."

"Patuh! Ame masih mendengar ucapanku, sebentar lagi akan sampai, kamu jangan bicara istirahat dulu." Kak Harry berkata dengan lembut.

"Kamu tidak memberitahu papa mama kan?" Amelia bertanya dengan panik.

"Aku tahu kamu tidak akan bersedia membiarkan mereka tahu, jadi aku tidak memberitahu mereka. Jangan memikirkan apapun, pejamkan mata dan istirahatlah."

Memejamkan mata, Amelia benar-benar tidak ingin memikirkan apapun, sudah akan sampai di rumah sakit, rumah sakit yang paling bagus di kota.

Kak Harry berkata dia sangat mengenal dokter disini karena sering membawa atasannya pergi berobat. Amelia melakukan pemeriksaan MRI, setengah jam kemudian sudah bisa mengambil hasil fotonya.

Dokter berkata dari hasil pemeriksaan tidak terlihat ada masalah, harus banyak istirahat, sebisa mungkin jangan terlalu banyak berpikir.

Dokter ini spesialis otak di kota ini, mereka sangat percaya dengan kemampuan analisanya.

"Apa perlu rawat inap untuk di observasi?" Kak Harry bertanya.

"Tidak perlu, pulang beristirahat, istirahat di rumah jauh lebih baik daripada di rumah sakit, ada manfaat yang bagus untuk kesehatannya. Jangan memaksakan diri mengingat hal yang tidak bisa di ingat, pengaruh pikiran terhadap tubuh juga sangat besar." Dokter berkata, Amelia menganggukan kepala.

"Terima kasih dokter Wagiyo!" Kak Harry menyalami tangan dokter.

"Sama-sama, masalah anda masalah kami juga."

Melihat dokter masih ada yang mau dikatakan, kak Harry tertawa dan pergi, tidak membuat Amelia curiga.

"Ayo, aku antar kamu pulang!" Kak Harry berkata setelah keluar dari pintu rumah sakit.

"Aku pulang sendiri saja, kalau sampai roh setan Steven tidak pergi dan menabrakmu akan sangat tidak bagus."

Setan? Kak Harry tertawa tanpa suara dengan maksud bercanda, lalu bertanya: "Bukankah kamu bilang dia pergi bulan madu?"

Dia pergi bulan madu, tapi Amelia masih khawatir dia bisa muncul tiba-tiba. Bahkan di malam pengantinnya, Steven masih bisa datang mencarinya, terlebih lagi yang cuma bulan madu?

"Tidak tahu juga apa akan kembali, aku masih merasa lebih aman kalau pulang sendiri. Kamu tidak mendengar apa kata dokter? Aku sama sekali tidak ada masalah."

Kak Harry tidak bisa membujuknya, melihat dia memberhentikan sebuah taksi dan pergi, langsung dengan cepat berkata: "Telepon atau kirim pesan kalau sudah sampai."

"Ya!"

Saat kembali ke apartemen sudah mendekati siang jam dua belas, di dalam kamar ada suara, mungkin bibi Lena sedang membereskan kamar.

Amelia memanggil bibi Lena beberapa kali, mungkin bibi tidak mendengar jadi tidak menjawab.

"Bibi Le...... Ah!" Dia membuka gagang pintu, baru mau masuk, seorang laki-laki dengan garang memeluknya dari belakang, membalikkan tubuh dan menekannya ke dinding.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

140