Bab 6 Orang Luar

by Raden Rauf 17:14,May 11,2022
Harold sekarang sudah sampai di rumah, untuk melawan orang seperti Jeremy, Harold menghubungi orang kepercayaan dirinya, setelah Jeremy mendapatkan pelajaran ini, dia pasti tidak akan berani menyinggung Beatrix lagi.
Harold berbaring di sofa dan mulai melihat dokumen yang dikirim oleh Shawty.
Keluarga Stile mulai bangkit di era Bertho, kakeknya Beatrix, dari dulu yang hanya terdapat satu pabrik, hingga sekarang yang sudah mencapai belasan. Keluarga Stile mengalami perubahan yang sangat drastis.
Sekarang posisi perusahaan Keluarga Stile di dalam provinsi sudah sangat kokoh, seluruh Keluarga Stile selain pabrik, masih terdapat 4 perusahaan penjualan yang masing-masingnya berlokasi di Geffen, Lime, Zaid, Morroc. Beatrix memegang Cabang Geffen, sedangkan ayahnya yang bernama Jerome Stile memegang Cabang Morroc.
Tetapi Jerome masih punya seorang kakak, yaitu anak pertama dari Bertho. Lime dengan Cabang Zaid dan kantor pusat perusahaan mereka dipegang oleh anak pertamanya yang bernama Bisma Stile.
Dari sini bisa dilihat bahwa Bertho sangat pandai, dia memperlakukan dua anaknya dengan adil.
Tetapi dari data yang didapatkan, dua tahun ini, Bisma terus mengambil alih perusahaan di Geffen dengan Morroc, jelas-jelas adalah satu perusahaan yang sama, namun seketika terjadi perpecahan.
Tidak heran kalau Bertho meminta bantuan kepada gurunya, jika seperti ini terus, ke depannya Keluarga Stile akan menjadi milik Bisma. Sedangkan Jerome dan cucunya pun akan diusir.
Sambil melihatnya, Harold pun tertidur.
Kemudian Harold pun bangun karena suara hpnya.
Harold membuka kedua matanya dan mengangkat panggilan itu.
“Hello.”
“Harold, kamu tunggu aku di luar rumah, lima menit lagi aku akan sampai di sana!” Beatrix berkata.
“Apa? Untuk apa?” Harold menanyakannya.
“Kakek sakit, sekarang lagi di perjalanan menuju ke rumah sakit, dia panggil namamu dari tadi, ayahku memintaku membawamu ke sana.”
“Sakit? Bagaimana bisa?” Harold langsung berdiri dari atas sofa.
“Kamu jangan banyak nanya, tunggu aku di sana!”
Harold langsung bangun dan pergi mencuci mukanya. Lalu dia kembali ke kamar mengambil tas dan langsung bergegas menuju ke depan rumahnya.
Beberapa saat kemudian, mobil Beatrix pun berhenti di depannya.
Harold membuka pintu mobil dan masuk ke dalam.
“Ada apa?” Harold bertanya.
Harold mengingat enam tahun yang lalu kondisi kesehatan Bertho sudah kurang baik, tapi Guru Keduanya sudah mengobati Bertho pada saat itu, Guru Ketiga masih mengatakan Bertho bisa hidup dua puluh tahun lagi.
Harold mempelajari keterampilan medis dengan Guru Kedua, Guru Kedua mengatakan dia bisa hidup dua puluh tahun, kalau begitu setidaknya juga masih hidup selama dua puluh tahun.
Jika terjadi sesuatu, juga pasti bukan karana penyakitnya!
Beatrix menjawabnya dengan dingin: “Kurang tahu, ayahku bilang stroke otak, sekarang masih sedang diselamatkan.”
“Stroke otak?” Harold mengerucutkan bibirnya, dan bergumam dengan pelan: “Harusnya tidak akan mati.”
Tadi saat Beatrix mengatakan Tetua Stile sakit, Harold pun merasa sangat cemas, jika Tetua Stile tiba-tiba meninggal, Keluarga Stile pasti akan menjadi kacau. Tapi saat mendengar Beatrix mengatakan stroke otak, Harold pun tidak terlalu khawatir, stroke yang lebih parah memang bisa menyebabkan kematian, tetapi jika bisa diselamatkan dengan tepat waktu, palingan hanya akan menjadi lumpuh saja.
Jika masih hidup, Harold pun bisa menyelamatkannya.
“Apa maksudmu Harold?”
Beatrix memelototi Harold saat mendengar omongannya.
Sekarang situasinya sudah seperti ini, pria ini masih berani mengatakan ini.
Beatrix merasa marah, awalnya dia bisa langsung pergi ke rumah sakit, tetapi ayahnya menelepon dirinya dan mengatakan kakeknya ingin menemui Harold. Jadi dirinya pun harus pergi menjemput Harold dulu.
Beatrix tidak menyangka kakeknya begitu mementingkan pria ini, tetapi pria ini pun mengatakan perkataan seperti ini!
“Maksudku stroke otak kalau bisa diselamatkan dalam waktu yang pas, pasti tidak akan terjadi apa-apa.” Harold berkata.
Beatrix menatap Harold dan tidak mengatakan apa pun lagi.
Kemudian mereka pun sampai di rumah sakit, setelah memarkirkan mobil, Beatrix langsung berlari ke UGD.
Harold keluar dari mobil dan mengikuti Beatrix di belakang.
Bukan Harold tidak khawatir Bertho, melainkan Harold yakin bahwa dirinya bisa menyembuhkan Bertho, jika Bertho masih bisa bernafas, dirinya hanya perlu memasukkan dua jarum ke tubuhnya.
“Bu, gimana kondisi kakek?” Beatrix menghampiri seorang wanita di depan UGD.
Wanita itu terlihat cemas: “Cepat cepat cepat, ikut aku, Harold di mana?”
“Tante, aku di sini.” Harold sudah sampai di belakang Nancy.
“Ikut aku!”
Nancy menatap Harold dan langsung berlari ke arah tangga.
Lantai dua UGD, Nancy membawa mereka berdua masuk ke dalam, sedangkan Harold pun terlihat santai.
Tidak lama kemudian, Harold melihat seseorang yang dia kenali.
Ayahnya Beatrix, Jerome.
Terdapat sekumpulan orang yang berdiri di depan ruangan UGD, melihat lampu di ruangan masih menyala, Harold pun merasa Bertho masih sedang diselamatkan.
“Ayah, gimana kondisi kakek?” Beatrix menanyakannya.
“Dokter bilang stroke otak, sekarang masih sedang diselamatkan, harusnya aman!” Jerome berkata.
“Bukannya kakek mau cari Harold?”
“Untuk apa! Sekarang kondisinya seperti apa, bahkan masih mau cari orang luar!” Seorang wanita paruh baya di samping berkata dengan dingin.
Harold berdiri di samping dengan diam.
Tiba-tiba terdapat seorang pria muda yang berkata dengan dingin.
“Aku merasa kakek ingin buat wasiat? Dia masih punya saham di kantor pusat, di saat seperti ini cari orang lain, pasti wasiat itu tidak ada nama kita!”
“Ahmed, apa maksudmu? Kakek masih belum mati!” Beatrix menatap pria itu dengan tajam.
Pria yang bernama Ahmed mengangkat bahunya: “Yang aku bilang memang benar, tadi saat kami antar kakek ke rumah sakit, dia terus memanggil nama orang itu, aku dan ayahku masih menggendong dia dengan bersusah payah…”
“Jangan ribut!” Seorang pria paruh baya berteriak: “Kakek kalian masih di dalam, diam semuanya!”
Harold hanya diam di sana, seolah-olah tidak mendengar apa pun, dia hanya menatap ke pintu ruangan UGD, wajahnya mulai menjadi masam.
Tidak ada orang yang menyadari mata Harold sedang memancarkan cahaya merah.
Harold tiba-tiba melewati Beatrix dan mendorong pria paruh baya itu.
Saat sampai di depan pintu ruangan UGD, Harold langsung menendangnya.
Di samping tempat operasi terdapat beberapa dokter, salah satu dokter sedang memegang jarum, sedangkan pria tua yang berbaring di sana, kepalanya sudah diangkat.
“Kamu mau bunuh orang?” Harold berkata dengan dingin.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

78