Bab 4 Segera Tanda Tangan

by Raden Rauf 17:14,May 11,2022
Setelah meletakkan hp, Harold pun berbaring.
“Akuisisi? Sekarang dirinya mana punya uang…” Harold bergumam di sana.
Mengatakan uang, Harold pun ingin memaki orang.
Dirinya telah bekerja keras di luar negeri selama enam tahun dan akhirnya mewujudkan impiannya untuk menjadi kaya, tetapi hasilnya tidak sebanding dengan panggilan telepon dari gurunya.
Harold juga bingung, lima pria tua itu sudah tinggal di gunung terpencil selama dua puluhan tahun, kenapa sebuah panggilan telepon dari mereka sudah bisa membekukan semua uang milik dirinya?
Untung saja perusahaan Harold yang berlokasi di luar negeri masih beroperasi, jika tidak hanya dirinya sendiri, butuh berapa banyak tahun untuk mendapatkan Keluarga Stile?
“Ini!” Suara Beatrix terdengar dari luar.
Beatrix melempar setumpuk uang kepada dirinya.
“Ini adalah uangmu selama satu bulan, nanti sore pergi beli pakaian yang bersih, malam kita akan makan bersama kakek.” Beatrix berkata dengan dingin.
“Ok!” Wajah Harold tampak berseri-seri.
“Aku pergi ke perusahaan dulu, kamu pergi bersihkan kamarku dulu!” Beatrix memberikan perintah kepada Harold.
Harold tersenyum: “Bukannya tidak perbolehkan aku naik ke lantai dua?”
“Saat aku di rumah kamu tidak boleh naik!”
“Baik!”
Beatrix baru pergi saja, Harold pun sudah naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar Beatrix.
Jika tidak melihatnya masih tidak bermasalah, saat melihatnya Harold pun terkejut.
Ada pecahan vas di kamarnya, selain itu masih ada banyak kaca botol kosmetik, semua itu dihancurkan oleh Beatrix.
Harold mengambil sapu dan mulai membersihkannya.
Setengah jam kemudian, Harold keluar.
Harold pergi membeli jas dan beberapa baju kasual, setelah mengenakan pakaian bersih, dia pun langsung pergi ke perusahaan Jeremy.
Di perjalanannya, Shawty sudah mengirimkan informasi Keluarga Stile dan Keluarga Klein kepada Harold, Jeremy adalah orang Keluarga Klein, bahkan masih merupakan cucu Borch.
Sepuluh menit kemudian, di ruangan Presdir real-estate Jeremy.
Harold duduk di kursi ruangan Jeremy dengan sambil merokok, dia sedang menggunakan komputer Jeremy untuk bermain game.
Pintu ruangan dibuka, Harold tidak mengangkat kepalanya dan terlihat sedang bermain game dengan serius.
“Siapa kamu? Kamu tidak tahu ini adalah ruanganku?”
Ruangan sendiri tiba-tiba terdapat seseorang yang tak dikenali, apalagi mejanya pun menjadi kotor karena rokok, pria ini tampak seperti sedang mencari masalah.
Jeremy berjalan ke mejanya dengan tidak senang.
“Sial! Aku sedang ngomong dengan kamu!” Jeremy melihat Harold tidak mengangkat kepalanya.
Bam!
Pintu ruangan Jeremy tiba-tiba tertutup sendiri.
Harold mengangkat kepalanya dan menatap Jeremy: “Kamu adalah Jeremy? Tanda tangan dokumen ini.”
Jeremy tertegun, setelah melihat dokumen itu, dia pun merasa senang.
“Bukannya ini adalah kerja sama dengan Perusahaan Stile? Kamu adalah orang Beatrix?” Jeremy tersenyum.
“Bisa dibilang iya, segera tanda tangan! Aku lagi buru-buru!” Harold berkata.
“Hahahaha.”
Jeremy tertawa: “Meskipun aku tidak tahu kamu masuk ke ruanganku dengan cara seperti apa, tapi kuberitahu ya, mau aku tanda tangan kontrak ini juga boleh, suruh pimpinanmu itu buka baju dan tunggu aku di hotel…”
Harold menatap Jeremy dengan serius.
“Apa yang kamu tertawakan?”
“Kamu sedang cari mati!”
Selesai berkata, Harold mengambil staples yang ada di meja dan langsung menarik tangan Jeremy ke depannya.
Isi staples yang ada di tangan Harold pun ditusukkan ke dalam tangan Jeremy, semuanya pun masuk ke dalam kulitnya.
“Aaa…”
Jeremy masih belum sempat menjerit kesakitan dan mulutnya sudah ditutup oleh Harold.
Harold melempar staples itu dan mulai menampar Jeremy.
Setelah menamparnya sebanyak puluhan kali, Harold pun melempar Jeremy ke bawah.
Pipi Jeremy sudah bengkak, dia menatap Harold yang sedang mencari sesuatu di meja dengan penuh ketakutan.
Beberapa saat kemudian, Harold membawa isi staples masuk ke dalam.
“Kuberi kamu tiga pilihan. Pertama, langsung tanda tangan; kedua, aku mau nyawamu; ketiga, dalam lima menit akan kuhancurkan perusahaanmu! Pilih satu!”
Harold berjongkok dan menatap Jeremy.
Jeremy menggertakkan giginya dengan sambil mengeluarkan keringat dingin “Kamu kirain kamu siapa ya? Hancurkan perusahaanku? Aku kasih tahu kamu, kalau berani kamu langsung bunuh aku, jika tidak, aku yang akan bunuh kamu!”
“Haha! Tampaknya kamu tidak ingin menyerah.”
Harold tersenyum, dia merapikan isi staples di tangannya dan menangkap satu tangan Jeremy.
“Jangan teriak, nanti aku akan tampar kamu!”
“Apa yang mau kamu lakukan?”
Jeremy ingin menepis tangannya, tapi tangan Harold pun seperti tang, tidak peduli Jeremy mengeluarkan tenaga sebesar apa, dia sama sekali tidak bisa menepis tangan kanan Harold.
“Hehe, main yang agak seru.” Harold menaikkan alisnya sambil menatap Jeremy.
Detik berikutnya, isi staples pun langsung ditancapkan ke kukunya
“Aaa…”
Jeremy ingin berteriak, tapi Harold langsung menutupi mulutnya.
Jeremy menggigil kesakitan saat dia melihat isi staples yang telah ditancapkan ke kukunya.
Siksaan seperti ini bukanlah sesuatu yang bisa diterima oleh orang biasa.
Harold juga tidak mengatakan apa pun, dia mengeluarkan isi itu dan kembali menancapkannya ke jari lain Jeremy.
“Aku tanda tangan! Aku tanda tangan!” Jeremy berteriak dengan menderita.
Harold akhirnya berhenti, dia melepaskan tangan Jeremy dan menepuk pundaknya: “Kalau dari tadi mau bekerja sama, kamu juga tidak akan menderita seperti ini, segera tanda tangan, nanti kamu antar ini kasih Beatrix.”
Sambil mengatakannya, Harold pun menarik Jeremy dari bawah.
Tatapan Jeremy terlihat penuh ketakutan, dia merasa agak ragu dan berjalan ke depan meja, lalu dia pun mengambil dokumen itu.
Saat sedang memegang pena, Jeremy pun melirik Harold terus, melihat Harold sedang merokok dengan santai, dia pun langsung bertanda tangan di kontrak itu.
Jika dirinya tidak tanda tangan, mungkin aja akan mati di sini.
“Oke, perfect.” Harold mengangguk: “Sudah, ingat antar kontrak ini, jika tidak nanti akan ada kejutan lagi.”
Mendengarkan ini, sekujur tubuh Jeremy bergemetar, saat melihat senyuman mengerikan dari wajah Harold, dia pun menjadi ketakutan.
“Aku pergi dulu.”
Selesai mengatakannya, Harold pun berjalan menuju ke luar.
Jeremy duduk di atas kursi, saat melihat Harold pergi, tatapannya pun menjadi semakin tidak senang.
“Sialan…”
“Um? Kamu bilang apa?” Harold menanyakannya.
“Tidak…tidak ada! Bro, kamu...kamu hati-hati ya!” Jeremy berkata.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

78