Bab 8 Malam pertama

by Nayya_Phrustazie 13:46,Jan 03,2021
Di dalam kamar, Alea masih meringkuk dengan masih memakai gaun pernikahan yang dikenakannya siang tadi. Bukan tidak ingin melepaskannya tapi di kamar itu tidak ada pakaian ganti yg bisa digunakan olehnya.

Gadis itu memeluk erat kedua kakinya seperti bayi di dalam kandungan. Matanya tak juga mau terpejam meskipun sudah larut malam. Ia hanya kepikiran tentang bibi Diana. Pasti wanita itu menyangka jika dirinya tidak memiliki terima kasih sehingga kabur begitu saja tanpa pamit.

Bibi Diana juga yang membantu membiayai perawatan kakinya hingga sedikit-sedikit bisa berjalan meski harus menggunakan tongkat. Karena ketika diusir dari rumah ia masih bergantung dengan kursi roda.

Berulang kali Alea terus merapatkan pelukan pada tubuhnya karena udara dingin menembus kulitnya. Meski tidak menghidupkan AC tapi semilir angin masuk melalui celah angin-angin.

"Sampai kapan aku terus berada disini?" gumam Alea sembari mengedarkan pandangannya barang kali menemukan jalan keluar. Namun tak ada satupun celah di sana.

Dubrak…
Alea terlonjak kaget hingga jantungnya hampir copot, ketika pintu kembali terbuka dengan sangat keras. Gadis itu bahkan sampai terduduk akibat terlalu terkejut. Ada rasa kesal di hatinya melihat Darel yang selalu mengejutkannya tanpa permisi.

Alea meremas gaunnya dengan sangat kuat saat melihat Darel berjalan ke arahnya.
"Untuk apa kau datang kemari?" ujar Alea dengan keringat dingin sudah mengucur dari tubuhnya. Ia takut pria itu akan menyiksanya seperti kemarin. Rasa sakitnya masih sangat membekas di punggungnya.

"Tentu saja mengunjungimu. Memangnya apa lagi yang akan kulakukan?" Darel tersenyum miring dengan mata yang sayu tapi terlihat mengerikan.

"Tuan, aku mohon pergilah," ujar Alea.

"Ha ha ha, sungguh tak kusangka aku sangat menyukai pernikahan ini sehingga tengah malam seperti kau masih tetap memakainya. Dasar wanita murahan," cibir Darel dengan sinis.

"Tidak ada pakaian ganti di kamar ini. Bagaimana mungkin aku akan menggantinya," sanggah Alea dengan tergagap.

"Aku tahu kau hanya beralasan. Kau pasti ingin jika malam ini kita menghabiskan malam pertama, kan?" Bibir Darel melengkung menyunggingkan senyum seorang iblis yang menakutkan.

"Ti … tidak, itu sama sekali tidak benar," sanggah Alea dengan terbata. Ia sangat takut jika pria itu akan berbuat yang tidak-tidak dengan dirinya.

"Tidak usah berpura-pura menolak jika kau memang sangat menginginkannya," cibir Darel yang kini sudah berdiri tepat di depan Alea.

Dengan gerakan cepat, Darel segera mencekal pergelangan tangan Alea kemudian menguncinya di atas kepala yang dipepetkan di dinding.

"Lepaskan!" seru Alea berusaha melepaskan tangannya yang terasa sangat sakit.

"Bukankah ini yang kau inginkan? Dengan senang hati aku akan melakukannya?" Darel mencekal dagu Alea lalu mendaratkan bibirnya di bibir gadis itu.

Alea membelalakkan matanya tatkala merasakan bibirnya yang baru pertama kalinya bersentuhan dengan bibir seorang pria. Pikirannya kosong dengan jantung yang terus berdegup sangat kencang.

Namun Darel segera melumat bibir itu dengan sangat agresif dan kasar bukan karena nafsu melainkan amarah di hatinya. Hingga Alea merasakan perih pada bibirnya.

"Lepaskan!" teriak Alea setelah berhasil terlepas. Nafasnya tersengal karena Darel seperti hendak membunuhnya. Membiarkannya untuk tidak bernafas karena ciumannya.

Darel merasa marah karena Alea sudah membuat rasa senangnya terhenti. Hingga ia melepaskan dasinya secara kasar dan mengikat kedua tangan Alea yang diikatkan pada bagian atas kepala ranjang.

"Apa yang kau lakukan? Tolong lepaskan aku?" Alea semakin ketakutan karena tidak bisa memberontak lagi.

"Kau ingin tahu apakah yang ingin aku lakukan? Tentu saja malam ini kita akan bersenang-senang. Bukankah malam ini adalah malam pengantin kita?" Darel menyusuri wajah Alea dengan jari telunjuknya. Mengusapnya dengan pelan hingga menyentuh bibir Alea yang sudah bengkak dan memerah karena ulahnya.

Air mata Alea kembali berjatuhan hingga matanya terpejam karena merasakan sensasi aneh ketika Darel menelusuri tulang selangkanya. Ini terasa sangat aneh karena baru pertama kalinya diperlakukan seperti ini oleh seorang pria.

Darel tersenyum miring ketika melihat Alea yang sudah mulai bereaksi padahal baru saja menyentuhnya.

"Dasar wanita malam!" cibir Darel lalu dengan kasar merobek gaun yang membalut tubuh Alea.

"Arghh!" Alea menjerit ketika melihat tubuh bagian atasnya yang sudah tak lagi terbalut kain. Hingga yang tersisa hanyalah pakaian dalamnya saja.

"Kenapa harus terkejut? Bukankah memang hal ini yang kau inginkan?" cibir Darel dengan bibir yang melengkung membentuk seringai licik yang menakutkan.

"Apa yang anda lakukan?" ujar Alea dengan keringat dingin yang sudah keluar dari tubuhnya. Pipinya bahkan memerah karena menahan malu.

"Aku hanya ingin menghukum wanita yang sudah mencelakai kekasihku. Inilah yang akan kau dapat karena sudah lancang mengganggu kehidupan seorang Darel Alexander!" teriak Darel dengan nafas yang sudah memburu.

"Tolong, jangan berbuat macam-macam," rengek Alea dengan tubuh gemetar.

Darel sama sekali tidak peduli dengan Alea yang terus memohon agar melepaskannya. Tidak ada nafsu dalam dirinya meski melihat tubuh Alea yang hanya memakai pakaian dalam saja. Yang ada kali ini justru dipenuhi amarah yang membuncah.

Sangat berbeda dengan ketika ia bersama dengan Esme. Sebisa mungkin menjaga jarak agar tidak menyentuhnya karena Darel begitu memuliakan Esme hingga dirinya hanya akan menyentuh Esme di saat malam pertama saja. Karena dia merupakan seorang wanita yang harus dijaga dan dihormati.

Lain halnya ketika melihat Alea, meski gadis itu terlihat menyedihkan tapi ingin sekali ia menghancurkan hidupnya dan merusaknya.

Darel lalu melumat bibir Alea kembali dengan sangat kasar. Sebelah tangannya menyentuh kedua benda yang berharga di tubuh Alea. Hingga Alea hanya bisa memejamkan matanya. Gelayar aneh dan ketakutan kini bercampur menjadi satu.

Air mata Alea tak mampu terbendung lagi kali ini hingga bercucuran semakin deras di pipinya. Hingga perlahan Darel melepaskan bibirnya. Kini kedua tangannya tak hanya bermain pada kedua bukit indah itu tapi Darel sengaja memainkan jarinya di area sensitif lainnya.

Darel semakin menyeringai ketika tubuh Alea bergerak tak beraturan dengan nafas yang memburu. Hingga suara desahan tertahan keluar dari bibir gadis itu. Meski sebisa mungkin untuk menahannya.

"Apakah menyenangkan bermain seperti ini?" ucap Darel sembari tertawa terbahak-bahak yang begitu menyeramkan terdengar di telinga Alea. Tangannya terus mencari daerah sensitif di tubuh Alea.

"Tuan, hentikan," ujar Alea yang diikuti desahan tak tertahankan. Ia memandang Darel dengan tatapan berkabut karena tubuhnya benar-benar merespon hal lain. Alea tidak tahu perasaan apa itu tapi ia kali ini menginginkan hal lebih.

"Benarkah kau ingin aku menghentikan permainan ini?" ujar Darel dengan seringai liciknya. Ia tahu jika saat ini Alea sudah hendak merasakan puncak gejolaknya.
"Lihatlah, tubuhmu bahkan menginginkan hal lebih. Namun karena kau ingin aku menghentikannya, dengan senang hati aku menuruti permintaanmu," imbuh Darel.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

106