Bab 7 Pernikahan yang menyedihkan
by Nayya_Phrustazie
13:45,Jan 03,2021
Alea sangat berdebar saat ini karena acara janji suci akan segera dilaksanakan. Mereka saat ini tengah berjalan di altar menuju tempat berlangsungnya janji suci. Alea berjalan menggunakan tongkat sebagai penopang sebelah kakinya dengan tangan yang digandeng oleh Darel.
Darel mencengkram kuat tangan Alea sebagai ancaman. Untuk tidak usah berpikir macam-macam dengan mengatakan kepada semua orang dia sedang koma.
Alea hanya meringis merasakan kuku Darel yang menancap pada kulitnya yang tidak berpenghalang. Berusaha agar terlepas tapi cekalan Darel terlalu kuat.
Wajah Alea tertutup penutup kepala sehingga para tamu undangan tidak bisa melihatnya. Namun ada beberapa tamu yang penasaran karena Alea memakai tongkat. Sedangkan yang mereka tahu, kondisi Esme baik-baik saja. Beberapa tamu memang mengenal Esme karena Darel sering mengajaknya jika bertemu klien.
Beruntung Erick sudah menjelaskan jika Esme tadi terjatuh di kamar mandi. Sehingga kakinya mengalami cedera. Meski tidak parah tapi butuh tongkat untuk berdiri.
Dengan langkah tertatih, Alea berusaha mengimbangi langkah Darel. Seandainya saja dirinya mempunyai keberanian. Pasti akan berteriak meminta tolong kepada para tamu.
Tidak lama kemudian ucapan janji suci sudah dilaksanakan. Alea meneteskan air mata ketika Darel mengucapkan janji suci dengan begitu lantang dan mantap di depan semua orang. Bukan air mata kebahagiaan tapi air mata kesedihan yang begitu mendalam.
Seandainya saja pernikahan itu dilakukan dengan pria yang dicintainya, Alea pasti akan sangat bergembira.
Kini tinggal pemasangan cincin oleh kedua pengantin. Darel bersikap biasa saja ketika memasukkan cincin itu ke jari Alea. Berbeda dengan Alea yang tangannya gemetaran.
Cincin yang mereka pakai hanyalah cincin palsu karena Darel hanya akan memakai cincin asli untuk Esme saja.
Semua tamu undangan bersorak gembira karena bisa menyaksikan pernikahan seorang Darel Alexander dengan kekasihnya.
"Nona Esme, tolong buka penutup kepalamu. Biarkan kita foto bersama," ujar salah seorang tamu undangan wanita. Ia merupakan salah satu karyawan kantor Darel. Menurutnya akan sangat membahagiakan jika sampai bisa berfoto dengan bosnya.
"Minggirlah, Esme lelah. Jika kalian ingin meminta foto sebaiknya nanti saja," ujar Erick untuk menghalangi agar tidak ketahuan.
Para tamu undangan yang ingin melihat kecantikan wajah Esme ketika memakai gaun pengantin merasa kecewa. Namun tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak mungkin mereka ingin mendapatkan masalah.
Setelah mengucapkan janji suci, Darel menghilang entah kemana. Ia berusaha menghindar agar tidak diajak bersua foto bersama yang lain.
Acara demi acara sudah berlangsung dengan lancar tanpa dicurigai oleh para tamu. Karena Erick selalu menjawab pertanyaan para tamu dengan sangat baik sehingga menghilangkan rasa kecurigaan di antara mereka.
Pada malam hari ketika resepsi pernikahan, Alea tidak diizinkan keluar. Sehingga hanya Darel lah yang menyambut para tamu undangan. Tidak mungkin saat acara resepsi wajah Alea ditutupi terus menerus. Pasti semua tamu undangan akan semakin curiga.
Yang bisa dilakukan ojeh Darel adalah selalu mengatakan jika Esme saat ini sangat kelelahan sehingga tidak bisa menemui mereka.
Darel terus berusaha menyunggingkan senyum tipisnya meski terasa sangat berat karena memang tidak terbiasa. Acara resepsi yang begitu diimpikan oleh Esme kini justru hanya mimpi. Namun Darel berjanji setelah Esme bangun dari komanya, mereka akan mengadakan resepsi pernikahan lebih besar dari itu.
Setelah pukul dua belas malam akhirnya acara resepsi berakhir. Darel memilih pergi ke ruangan bawah tanah.
"Esme, seharusnya malam ini menjadi malam sangat membahagiakan untuk kita. Seharusnya kita melakukan malam pertama yang begitu indah," ucap Darel seraya menenggak wine langsung dari botolnya.
"Wanita itu, lihatlah akan kubuat dia menderita," gumam Darel dengan sorot mata yang sudah sayu.
Erick menyusul Darel ke ruangan bawah tanah karena ingin mengetahui keadaannya saat ini. Khawatir terjadi sesuatu pada bosnya.
"Tuan, berhentilah untuk mabuk. Bukankah nona Esme sudah melarang anda untuk tidak mabuk lagi. Ada bahkan belum makan sejak pagi tadi. Aku khawatir dengan kondisi kesehatan anda," ujar Erick untuk mengingatkan sang bosnya yang tampak sangat frustasi saat ini.
"Aku tidak peduli. Lagi pulau Esme sedang tertidur sehingga tidak mungkin tahu dengan apa yang tengah aku lakukan," ucap Darel yang yang meracau tidak jelas sambil terbatuk-batuk.
"Tuan, nona Esme pasti akan sangat sedih jika melihat anda seperti ini," bujuk Erick. Khawatir jika terlalu banyak minum alkohol akan berakibat buruk pada lambungnya seperti dulu.
"Jika dia sedih melihatku seperti ini seharusnya dia segera bangun. Kenapa sampai sekarang tak kunjung membuka matanya?" teriak Darel dengan sangat pilu. Hingga ia mencengkram erat kerah baju Erick.
"Sekarang juga aku ingin wanita itu mati!" imbuhnya dengan rasa sedikit pusing bercampur amarah yang berada di ubun-ubun.
"Tuan, aku mohon bersabarlah. Kita tidak tahu sebenarnya siapa yang bertindak di balik semua ini. Jangan sampai kita justru menghukum orang yang tidak berdosa," ujar Erick. Dirinya masih meyakini jika Alea tidak bersalah. Seseorang yang berusaha mencelakai Esme sepertinya bukan orang biasa. Pasti ia sudah melakukan pekerjaan itu sehingga bisa menghilangkan jejak dengan sangat rapi.
"Tidak berdosa kau bilang? Dia itu sudah berusaha mencelakai calon istriku. Sekarang ia justru yang menyandang gelar itu," ujar Darel sembari melepaskan cengkraman tangannya pada kerah baju Erick dengan kasar. Hingga hampir saja Erick tersungkur jika tidak berhasil menyeimbangkan tubuhnya.
Erick tidak tahu harus bagaimana lagi membujuk bosnya agar tenang karena suatu masalah yang dilakukan dengan tergesa-gesa maka hasilnya tidak akan baik.
Darel melemparkan salah satu botol wine ke dinding hingga dinding yang tadinya berwarna putih kini terlihat seperti ada noda darah.
Dengan tubuh yang sempoyongan Darel menaiki tangga untuk keluar dari ruang bawah tanah.
Erick mengikuti di belakangnya karena khawatir bos-nya akan bertindak sesuatu yang tidak terduga.
Erick terus mengikuti langkah Darel menuju ke lantai dua. Darel saat ini tengah berjalan menuju kamar dimana Alea berada.
"Tuan, sebaiknya jangan mengganggu gadis itu malam ini." Erick menghadang langkah Darel agar mengurungkan niatnya. Terlalu berbahaya membiarkan Darel masuk ke dalam kamar Alea di saat sedang marah dan mabuk.
Erick khawatir jika Darel akan berbuat sesuatu seperti kemarin malam. Membayangkannya lagi membuatnya bergidik ngeri karena tidak tega dengan Alea.
"Minggirlah. Apa hakmu menghalangi langkahku? Aku hanya ingin tahu bagaimana bahagianya saat ini setelah menjadi istriku." Darel memandang Erick dengan sorot yang sangat tajam dan berapi-api.
"Dia pasti saat ini sedang lelah, Tuan. Aku mohon temuilah gadis itu besok pagi," bujuk Erick kembali yang pantang menyerah.
"Persetan! Menyingkirlah dari hadapanku." Darel mendorong tubuh Erick yang menghalanginya hingga tersungkur ke lantai.
"Tuan, tunggu!" sergah Erick tapi Darel sudah tidak mendengarkan lagi perkataannya.
Darel terus melangkahkan kaki meski tubuhnya hampir tersungkur karena sempoyongan.
Darel mencengkram kuat tangan Alea sebagai ancaman. Untuk tidak usah berpikir macam-macam dengan mengatakan kepada semua orang dia sedang koma.
Alea hanya meringis merasakan kuku Darel yang menancap pada kulitnya yang tidak berpenghalang. Berusaha agar terlepas tapi cekalan Darel terlalu kuat.
Wajah Alea tertutup penutup kepala sehingga para tamu undangan tidak bisa melihatnya. Namun ada beberapa tamu yang penasaran karena Alea memakai tongkat. Sedangkan yang mereka tahu, kondisi Esme baik-baik saja. Beberapa tamu memang mengenal Esme karena Darel sering mengajaknya jika bertemu klien.
Beruntung Erick sudah menjelaskan jika Esme tadi terjatuh di kamar mandi. Sehingga kakinya mengalami cedera. Meski tidak parah tapi butuh tongkat untuk berdiri.
Dengan langkah tertatih, Alea berusaha mengimbangi langkah Darel. Seandainya saja dirinya mempunyai keberanian. Pasti akan berteriak meminta tolong kepada para tamu.
Tidak lama kemudian ucapan janji suci sudah dilaksanakan. Alea meneteskan air mata ketika Darel mengucapkan janji suci dengan begitu lantang dan mantap di depan semua orang. Bukan air mata kebahagiaan tapi air mata kesedihan yang begitu mendalam.
Seandainya saja pernikahan itu dilakukan dengan pria yang dicintainya, Alea pasti akan sangat bergembira.
Kini tinggal pemasangan cincin oleh kedua pengantin. Darel bersikap biasa saja ketika memasukkan cincin itu ke jari Alea. Berbeda dengan Alea yang tangannya gemetaran.
Cincin yang mereka pakai hanyalah cincin palsu karena Darel hanya akan memakai cincin asli untuk Esme saja.
Semua tamu undangan bersorak gembira karena bisa menyaksikan pernikahan seorang Darel Alexander dengan kekasihnya.
"Nona Esme, tolong buka penutup kepalamu. Biarkan kita foto bersama," ujar salah seorang tamu undangan wanita. Ia merupakan salah satu karyawan kantor Darel. Menurutnya akan sangat membahagiakan jika sampai bisa berfoto dengan bosnya.
"Minggirlah, Esme lelah. Jika kalian ingin meminta foto sebaiknya nanti saja," ujar Erick untuk menghalangi agar tidak ketahuan.
Para tamu undangan yang ingin melihat kecantikan wajah Esme ketika memakai gaun pengantin merasa kecewa. Namun tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak mungkin mereka ingin mendapatkan masalah.
Setelah mengucapkan janji suci, Darel menghilang entah kemana. Ia berusaha menghindar agar tidak diajak bersua foto bersama yang lain.
Acara demi acara sudah berlangsung dengan lancar tanpa dicurigai oleh para tamu. Karena Erick selalu menjawab pertanyaan para tamu dengan sangat baik sehingga menghilangkan rasa kecurigaan di antara mereka.
Pada malam hari ketika resepsi pernikahan, Alea tidak diizinkan keluar. Sehingga hanya Darel lah yang menyambut para tamu undangan. Tidak mungkin saat acara resepsi wajah Alea ditutupi terus menerus. Pasti semua tamu undangan akan semakin curiga.
Yang bisa dilakukan ojeh Darel adalah selalu mengatakan jika Esme saat ini sangat kelelahan sehingga tidak bisa menemui mereka.
Darel terus berusaha menyunggingkan senyum tipisnya meski terasa sangat berat karena memang tidak terbiasa. Acara resepsi yang begitu diimpikan oleh Esme kini justru hanya mimpi. Namun Darel berjanji setelah Esme bangun dari komanya, mereka akan mengadakan resepsi pernikahan lebih besar dari itu.
Setelah pukul dua belas malam akhirnya acara resepsi berakhir. Darel memilih pergi ke ruangan bawah tanah.
"Esme, seharusnya malam ini menjadi malam sangat membahagiakan untuk kita. Seharusnya kita melakukan malam pertama yang begitu indah," ucap Darel seraya menenggak wine langsung dari botolnya.
"Wanita itu, lihatlah akan kubuat dia menderita," gumam Darel dengan sorot mata yang sudah sayu.
Erick menyusul Darel ke ruangan bawah tanah karena ingin mengetahui keadaannya saat ini. Khawatir terjadi sesuatu pada bosnya.
"Tuan, berhentilah untuk mabuk. Bukankah nona Esme sudah melarang anda untuk tidak mabuk lagi. Ada bahkan belum makan sejak pagi tadi. Aku khawatir dengan kondisi kesehatan anda," ujar Erick untuk mengingatkan sang bosnya yang tampak sangat frustasi saat ini.
"Aku tidak peduli. Lagi pulau Esme sedang tertidur sehingga tidak mungkin tahu dengan apa yang tengah aku lakukan," ucap Darel yang yang meracau tidak jelas sambil terbatuk-batuk.
"Tuan, nona Esme pasti akan sangat sedih jika melihat anda seperti ini," bujuk Erick. Khawatir jika terlalu banyak minum alkohol akan berakibat buruk pada lambungnya seperti dulu.
"Jika dia sedih melihatku seperti ini seharusnya dia segera bangun. Kenapa sampai sekarang tak kunjung membuka matanya?" teriak Darel dengan sangat pilu. Hingga ia mencengkram erat kerah baju Erick.
"Sekarang juga aku ingin wanita itu mati!" imbuhnya dengan rasa sedikit pusing bercampur amarah yang berada di ubun-ubun.
"Tuan, aku mohon bersabarlah. Kita tidak tahu sebenarnya siapa yang bertindak di balik semua ini. Jangan sampai kita justru menghukum orang yang tidak berdosa," ujar Erick. Dirinya masih meyakini jika Alea tidak bersalah. Seseorang yang berusaha mencelakai Esme sepertinya bukan orang biasa. Pasti ia sudah melakukan pekerjaan itu sehingga bisa menghilangkan jejak dengan sangat rapi.
"Tidak berdosa kau bilang? Dia itu sudah berusaha mencelakai calon istriku. Sekarang ia justru yang menyandang gelar itu," ujar Darel sembari melepaskan cengkraman tangannya pada kerah baju Erick dengan kasar. Hingga hampir saja Erick tersungkur jika tidak berhasil menyeimbangkan tubuhnya.
Erick tidak tahu harus bagaimana lagi membujuk bosnya agar tenang karena suatu masalah yang dilakukan dengan tergesa-gesa maka hasilnya tidak akan baik.
Darel melemparkan salah satu botol wine ke dinding hingga dinding yang tadinya berwarna putih kini terlihat seperti ada noda darah.
Dengan tubuh yang sempoyongan Darel menaiki tangga untuk keluar dari ruang bawah tanah.
Erick mengikuti di belakangnya karena khawatir bos-nya akan bertindak sesuatu yang tidak terduga.
Erick terus mengikuti langkah Darel menuju ke lantai dua. Darel saat ini tengah berjalan menuju kamar dimana Alea berada.
"Tuan, sebaiknya jangan mengganggu gadis itu malam ini." Erick menghadang langkah Darel agar mengurungkan niatnya. Terlalu berbahaya membiarkan Darel masuk ke dalam kamar Alea di saat sedang marah dan mabuk.
Erick khawatir jika Darel akan berbuat sesuatu seperti kemarin malam. Membayangkannya lagi membuatnya bergidik ngeri karena tidak tega dengan Alea.
"Minggirlah. Apa hakmu menghalangi langkahku? Aku hanya ingin tahu bagaimana bahagianya saat ini setelah menjadi istriku." Darel memandang Erick dengan sorot yang sangat tajam dan berapi-api.
"Dia pasti saat ini sedang lelah, Tuan. Aku mohon temuilah gadis itu besok pagi," bujuk Erick kembali yang pantang menyerah.
"Persetan! Menyingkirlah dari hadapanku." Darel mendorong tubuh Erick yang menghalanginya hingga tersungkur ke lantai.
"Tuan, tunggu!" sergah Erick tapi Darel sudah tidak mendengarkan lagi perkataannya.
Darel terus melangkahkan kaki meski tubuhnya hampir tersungkur karena sempoyongan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved