Bab 1 Mengantarkan bunga

by Nayya_Phrustazie 13:35,Jan 03,2021
Alea tengah menghirup aroma bunga mawar yang begitu harum hingga semerbak merasuk ke dalam rongga hidungnya. Hari ini tugas Alea untuk memetik bunga di kebun.

Dengan susah payah gadis berambut ikal dengan warna coklat kekuningan berjalan ke sana kemari karena harus menggunakan tongkat untuk menopang tubuhnya. Pergelangan kakinya mengalami patah tulang tapi belum sembuh betul meski sudah operasi.

Alea tetap bersyukur karena masih bisa menghirup udara setelah enam bulan yang lalu terjadi kecelakaan pada seluruh keluarganya. Adik dan orang tuanya meninggal seketika dalam kecelakaan itu. Ia sendiri mengalami beberapa patah tulang di tubuhnya.

Alea mencoba untuk bangkit dari keterpurukan yang menimpa hidupnya. Kakinya patah sehingga tidak bisa berjalan normal seperti dahulu kala. Gadis berusia 20 tahun itu kini hanya hidup menumpang pada Bibi Diana. Orang yang telah membantunya ketika dirinya diusir dari rumahnya sendiri saudaranya.

"Alea!" panggil Bibi Diana yang menyusul gadis berambut pirang itu ke kebun yang tidak jauh dari toko bunga miliknya.

"Iya, Bibi," sahut gadis yang memiliki bola mata berwarna biru. Lalu ia berjalan ke arah wanita paruh baya itu.

"Hari ini ada pesanan bunga tapi Sera tidak bisa mengantarkan karena harus pergi. Apa kau bisa mengantarnya?" ujar Diana. Sera adalah salah satu gadis yang juga bekerja di tokonya.

"Tentu saja, Bibi siapkan saja semuanya aku akan membersihkan tubuhku terlebih dahulu. Setelah itu aku akan pergi mengantarnya," ujar Alea dengan senang hati.

"Baiklah."

Alea langsung kembali ke rumah dan membersihkan diri. Begitu selesai dia langsung ke toko bunga yang berada di samping rumah untuk menemui Diana.

"Bibi sudah memesan taksi. Ini alamatnya," ujar Diana sembari menyerahkan secarik kertas berisi alamat dimana bunga itu akan diantar. Meski ragu tapi wanita paruh baya itu tidak punya pilihan.

Ini pertama kali Alea mengantarkan bunga kepada pelanggan. Biasanya Sera mengantarnya menggunakan sepeda motor. Karena tidak memungkinkan bagi Alea menaiki motor mengingat kondisi kakinya yang patah sehingga Diana memesan taksi.

"Alea, berhati-hatilah. Setelah selesai kau harus segera kembali," ujar Diana dengan tersenyum. Sebenarnya ada rasa tidak tega membiarkan gadis itu. Namun harus bagaimana lagi tidak ada lagi yang bisa di suruhnya.

"Sampai jumpa, Bibi." Alea segera masuk ke dalam taksi yang dibantu oleh sang sopir.

Ternyata alamatnya terletak cukup jauh dari toko. Butuh sekitar hampir satu jam baru mereka sampai pada alamat yang tertera.

Alea segera turun di depan sebuah villa mewah dengan pagar beton yang menjulang tinggi. Gadis itu merasa kagum melihat rumah yang begitu megah meski baru melihatnya dari luar.

"Ada keperluan apa?" tanya seorang pria bertubuh besar yang sepertinya adalah seorang pengawal dengan nada dingin.

"Aku ... aku hanya ingin mengantarkan pesanan bunga," ujar Alea terbata.

Sang penjaga memandang gadis berambut kuning itu dari bawah hingga atas kemudian mengambil buket bunga yang disodorkannya.

"Maaf, di dalam masih ada lagi," ujar Alea sembari menunjuk ke arah jok dimana ada beberapa tumpukan buket bunga di sana.

Para penjaga kemudian mengambil semua bunga dari dalam taksi.

Saat hendak meninggalkan mansion tersebut, tiba-tiba saja Alea ingin buang air kecil. Tidak mungkin untuk menahannya, terlebih lagi jarak yang cukup jauh. Sehingga Alea menyuruh supir taksi untuk meninggalkannya di sana karena dirinya mungkin akan lambat dalam berjalan.

"Bolehkah aku meminjam ke toilet di sini?" tanya Alea pada salah satu penjaga.

"Boleh, tapi kami harus memeriksamu terlebih dahulu," sahut penjaga itu. Ia lalu mengambil alat pendeteksi barang-barang yang berbahaya yang mungkin saja dibawa oleh Alea.

Setelah memastikan tidak ada yang mencurigakan, Penjaga tersebut mempersilahkan Alea untuk masuk ke dalam villa yang mewah.

Alea terus berjalan di sepanjang lorong mengikuti salah satu penjaga. Lorong itu terpisah dengan villa utama. Alea dapat melihat jika di villa utama sedang ramai. Mereka seperti tengah mempersiapkan pernikahan seseorang.

"Siapa yang akan menikah?" gumam Alea. Namun rasa buang air kecil sudah tidak bisa ditahannya lagi.

Alea segera masuk ke dalam toilet yang ditunjukkan oleh penjaga. Ia berjalan dengan sedikit tertatih karena harus menggunakan tongkat dalam berjalan.

Begitu Alea ke luar dari toilet, ia memandang sekeliling untuk mencari penjaga tersebut tapi sepertinya sudah tidak ada.

"Kemana penjaga itu? Kenapa meninggalkanku?" gumam Alea sembari mengedarkan pandangannya ke arah dimana penjaga tadi berdiri.

Alea terus berjalan dengan tertatih melewati lorong. Namun saat dipersimpangan jalan ia lupa lorong mana yang dilewati. Saat masuk Alea terlalu sibuk memperhatikan desain indah mansion itu. Lagi pula banyak pintu di sana sehingga Alea kesusahan mencari jalan ke luar.

"Aku tidak ingat sama sekali jalan keluarnya," ujar Alea sembari mendesah panjang. Ingin bertanya tapi tak ada satu orangpun yang lewat.

Jika tadi saat masuk, Alea bisa melihat tempat yang ramai. Kini tempat yang dilewatinya sangat sepi.

Dengan susah payah, Alea berjalan kembali menggunakan tongkat sebagai pijakan untuk terus mencari jalan ke luar.

Semakin jauh melangkah, Alea justru sudah berada di dalam mansion utama. Hingga tanpa sengaja Alea mendengar teriakan dari salah satu kamar. Itu seperti suara seorang perempuan.

"Tolong!" Suara wanita itu terdengar sangat lemah dan seperti kesakitan.
"Siapapun yang di luar tolong aku."

Alea menempelkan telinganya di daun pintu terdekat untuk memastikan apa yang didengarnya bukan ilusi semata.

"Tolong!"
Suara itu ini kembali sangat jelas terdengar oleh Alea.

Dengan tubuh yang mengeluarkan keringat dingin dan rasa penasaran pelan-pelan Alea membuka pintu.
Tiba-tiba saja seseorang mendorongnya dengan keras hingga membuatnya tersungkur ke lantai. Tongkat yang ia gunakan sampai terpental ke sudut kamar.

"Aduh, kakiku," rintih gadis berparas cantik itu sembari meringis sembari memegangi pergelangan kakinya yang terasa nyeri.

Alea lalu memandang sekeliling hingga kedua netranya menangkap seorang wanita yang mengenakan gaun pengantin tergeletak di lantai.

"Aaaaaa!" pekik Alea dengan wajah yang sudah sangat ketakutan ketika melihat ada sebilah pisau yang menancap di perutnya. Darah segar lantas keluar bercucuran mengenai gaunnya yang putih bersih.

Alea ingin mendekati wanita itu tapi ia sangat trauma jika melihat darah yang berceceran. Ia kembali teringat kecelakaan naas yang menimpa keluarganya.

"Tolong aku," ucap wanita itu dengan nafas tersengal dan mulut yang menyemburkan darah segar. Matanya menatap sayu pada Alea dengan tangan yang terulur.

Dengan sekuat tenaga Alea mencoba menepis rasa takutnya pada darah membuatnya pusing. Ia merasa tidak tega jika harus membiarkan wanita itu.

"Tolong… tolong…!" teriak Alea berharap saja ada yang datang dan segera menolong wanita itu.

Susah payah Alea mengesot menggunakan bokongnya karena ia tidak bisa berdiri untuk menghampiri wanita itu.

"Nona, bangun. Apa yang terjadi padamu?" Alea mengguncang tubuh wanita itu agar terbangun dengan perasaan panik.

"Tolong aku," ucap wanita itu kemudian menutup matanya dengan tangan yang langsung tergeletak di lantai.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

106