Bab 20 Cemburu
by Edy official
15:07,Jun 23,2021
Satu jam telah berlalu setelah sarapan pagi Wulan, Vino, dan nenek Jamila segera bergegas berangkat ke pemakaman umum. Mereka semua pergi mengunakan mobil kakek Azman, tak jauh hanya membutuhkan lima belas menit mobil Alphard itu sudah masuk pakarangan parkir pemakaman.
Karena hari ini hari Minggu jadi membuat pemakaman sedikit ramai tidak seperti biasanya. Apalagi enam kampung menampung jenazah di pemakaman tersebut.
Wulan dan nenek Jamila turun, keduanya langsung memimpin jalan menuju kuburan, sedangkan Vino berjalan dibelakang mengikuti dua wanita berbeda usia didepannya itu. Tak lupa Vino memakaikan kaca mata hitam yang dia ambil tadi didalam mobil Kakeknya itu. Berhasil menambahkan ketampanannya.
Tiba di kuburan kedua orang tuan Wulan disana sudah ada pak Hasan dan Bu Ranta. Mereka sepertinya juga baru saja tiba.
"Pak Hasan, Bu Ranta," ucap Wulan langsung menyalin keduanya.
"Wulan, waduhhhh ini kamu. Makin cantik kamu ya." puji Bu Ratna menatap Wulan dari ujung kaki dan kepala terasa berbeda,wajah cantik Wulan terasa lebih terlihat. Apalagi tadi Bu Ranta sempat melihat Wulan dan nenek Jamila keluar dari mobil mewah.
"Hehehe iya, Bu. Ini Wulan." Sahut Wulan menampakkan gigi putihnya yang rapi.
"Wih, sudah mulai bercahaya sekarang ya Bu Jamila." Sambung Bu Ranta lagi kini beralih kearah nenek Jamila.
"Ya, Alhamdulillah Bu." nenek Jamila menyahut cepat.
"Itu siapa, oh aku lupa, itu suaminya Wulan ya, yang nikahnya di kota bukan disini?" tanya Bu Ranta kedua bola matanya memutar menatap Vino dengan tatapan penuh Intel.
"Mah, bisa diam enggak sih. Jangan banyak tanya. Papa enggak suka!" bisik pak Hasan pada istrinya, terlihat ketidak sukanya terhadap apa yang dikatakan Bu Ratna tadi.
"Papa apaan sih, orang cuma nanya kok." ketus Bu Ratna.
"Iya, Bu Ranta. Itu nak Vino suaminya Wulan. Alhamdulillah akhirnya Wulan menemukan laki-laki yang tepat. Yang bisa menjaganya dan melindunginya disana," sahut nenek Jamila penuh bangga memperkenalkan Vino pada pak Hasan dan Bu Ratna
"Oooooo, namanya Vino."
"Assalamualaikum, maaf Reza telat." ucap seseorang laki-laki jangkung tiba-tiba datang menghampiri. Dia adalah Reza Rahadian, anak pertama dari keluarga pak Hasan dan Bu Ranta. Sekaligus sekarang menjadi anak tunggal setelah anak keduanya meninggal dunia dua tahu lalu.
"Wa'alaikum salam." jawab semua orang, kecuali Vino. Yang sadari tadi diam mematung dibelakangnya Wulan.
"Reza," ucap Wulan terkesima melihat teman masa kecilnya dulu.
"Wulan," balas Reza juga terkesima melihat Wulan.
Reza dan Wulan adalah sahabat sejati sejak mereka kecil, walau mereka kadang-kadang terpisah karena Wulan sejak sejak kecil tinggal di kota bersama orangtuanya. Namun setelah meninggal kedua orang Wulan dan Wulan tinggal bersama neneknya dikampung, Reza malah pergi ke kota bersekolah disana. Hal itu itulah yang membuat Wulan dan Reza hanya sesekali saja bertemu kalau Reza pulang kampung.
"Kamu kapan pulang?" tanya Wulan seketika berbinar menatap rindu kepada sahabatnya itu.
"Baru dua hari aku disini!" balas Reza tak kala rindunya. Laki-laki itu langsung memeluk Wulan singkat melepaskan kerinduan mereka.
Sementara Vino yang melihat itu merapatkan giginya, tangannya mengepal siap melayangkan kearah Reza. Tapi Vino berusaha menenangkannya, kalau saja bukan di pemakaman pasti dia sudah menghajar Reza saat ini ini. Beraninya menyentuh istrinya sedangkan ia saja belum menyentuh Wulan sama sekali.
"Hey, sudah! Tidak enak dilihat orang. Reza, kamu tidak boleh sembarang lagi memeluk Wulan, dia sudah menikah tu suaminya." tukas Bu Ratna sembari menunjuk Vino. Padahal sebenarnya Bu Ratna kesal melihat keakraban Wulan dan Reza. Dia sangat tidak suka anaknya berdekatan dengan cucu nenek Jamila.
"Benarkah, kamu sudah menikah Wulan?" Reza sangat terkejut mendengarnya ada rasa sakit dihatinya mendengar wanita yang selama ini mengisi hatinya telah menikah. Reza merasa tidak percaya.
"Iya, dia suamiku. Maaf aku belum memperkenalkannya kepadamu." Sahut Wulan.
Vino menatap tajam kearah Reza, untung saja dia memakaikan kacamata hitam kalau tidak wajah menyeramkannya itu pasti sudah terlihat.
"Reza," ucap Reza menjulurkan tangannya mengajak Vino jabat tangan. Saling kenal walaupun hatinya hancur sekarang. Tetapi Reza menguatkan dirinya, dia bertekad tidak boleh menampakkan kesedihannya apalagi kepada Wulan.
"Vino," sapa Vino meremas kasar tangan Reza tak peduli banyak pasang mata melihat.
***
Pulang dari pemakaman Vino tidak berbicara sepatah katapun, dia bergeming menatap fokos kejalan. Begitu juga sampai di rumah.
Vino terlihat menyibukkan dirinya tanpa bicara apapun, dia terus saja bergeming dengan laptop di pangkuannya.
Ya, itu adalah laptop milik Kakeknya yang sengaja disimpan didalam laci mobil. Vino baru tau ada laptop disana saat ia mengambil kecamatan hitam tadi. Karena ponselnya padam akibat terjatuh ke dalam lumpur kemaren terpaksa Vino menyibukkan dirinya dengan mengerjakan laporan laptop yang ada.
Wulan mengerutkan keningnya dalam-dalam ketika melihat sikap Vino begitu dingin seperti sudah kembali semula saat mereka ada di mansion Kakek Azman.
Untuk menarik perhatian Wulan-pun menyiapkan kopi hangat untuk Vino mencoba mengajaknya berbicara.
"Ini kopi aku buatkan untukmu. Kamu pasti membutuhkannya kan, supaya tidak terlalu bosan," ucap Wulan sembari menaruh kopi yang tadi ia buat di samping laptop.
Kedua sorot mata Wulan terus memerhatikan Vino, tak ada suara sahutan apapun dari laki-laki itu. Wulan menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya pelan-pelan.
Melihat Vino mengabaikannya itu membuat hati Wulan sakit, entah kenapa Wulan saja tidak tau kenapa bisa seperti itu.
"Tuan muda Vino. Anda kenapa? Apa anda membutuhkan sesuatu? Akan segera aku lakukan? Tolong katakanlah agar aku dan nenek bisa menyiapkannya!" tutur Wulan penuh kelembutan.
Hasilnya tetap nihil, Vino sama sekali tidak bergeming. Jangankan berbicara berpaling saja tidak.
"Tuan muda Vino" Panggil Wulan kedua kalinya.
"Aku lagi sibuk, jangan menggangguku!" tukas Vino dengan suara sedikit lantang berhasil membuat Wulan terkejut.
"Astaghfirullah ...." Wulan menggosokkan dadanya pelan-pelan.
"Kau suka bukan, kalau kau suka kenapa diam saja. Pergi dan temui dia." Sambung Vino lagi matanya tak melirik masih terfokus kepada laptop didepannya itu.
"Pergi, pergi kemana?" Wulan menaikkan alisnya, merasa tidak atau arah pembicaraan Vino.
"Jangan berpura-pura bodoh. Kamu pikir aku tidak bisa melihat, kau begitu merindukannya bukan, kau bahkan sangat bersemangat memeluknya tadi didepan semua orang." gerutu Vino kini pandangan teralih.
"Katakan saja, kau mencintainya?"
"Astaghfirullah, taun muda Vino apa yang kamu katakan, aku dan Reza hanya berteman. Dia temanku sejak dari kecil."
"Teman, katamu. Teman yang tidak rela melihat temannya menikah, teman yang memeluk mesra didepannya suami temannya sendiri. Apa itu masih dikatakan teman." celutus Vino kedua giginya merapat kasar.
"Ahhhhh, kamu cemburu?" Wulan seakan ingin tertawa mendengarnya. Sekarang ia sadar kenapa suaminya itu sadari tadi terus saja diam membisu tanpa berbicara sepatah katapun.
"Aku tidak cemburu, aku tidak peduli kamu berpelukan, berciuman, bahkan bercinta sekalipun. Aku tidak peduli! Yang aku pedulikan adalah harga diri keluar Azman holding. Kamu menantu dari keluarga besar dan tidak sepantasnya kamu melakukan hal seperti itu. Memalukan!" Tukas Vino menutupi laptopnya lalu pergi meninggalkan Wulan masih mematung ditempat.
Bersambung .....
Karena hari ini hari Minggu jadi membuat pemakaman sedikit ramai tidak seperti biasanya. Apalagi enam kampung menampung jenazah di pemakaman tersebut.
Wulan dan nenek Jamila turun, keduanya langsung memimpin jalan menuju kuburan, sedangkan Vino berjalan dibelakang mengikuti dua wanita berbeda usia didepannya itu. Tak lupa Vino memakaikan kaca mata hitam yang dia ambil tadi didalam mobil Kakeknya itu. Berhasil menambahkan ketampanannya.
Tiba di kuburan kedua orang tuan Wulan disana sudah ada pak Hasan dan Bu Ranta. Mereka sepertinya juga baru saja tiba.
"Pak Hasan, Bu Ranta," ucap Wulan langsung menyalin keduanya.
"Wulan, waduhhhh ini kamu. Makin cantik kamu ya." puji Bu Ratna menatap Wulan dari ujung kaki dan kepala terasa berbeda,wajah cantik Wulan terasa lebih terlihat. Apalagi tadi Bu Ranta sempat melihat Wulan dan nenek Jamila keluar dari mobil mewah.
"Hehehe iya, Bu. Ini Wulan." Sahut Wulan menampakkan gigi putihnya yang rapi.
"Wih, sudah mulai bercahaya sekarang ya Bu Jamila." Sambung Bu Ranta lagi kini beralih kearah nenek Jamila.
"Ya, Alhamdulillah Bu." nenek Jamila menyahut cepat.
"Itu siapa, oh aku lupa, itu suaminya Wulan ya, yang nikahnya di kota bukan disini?" tanya Bu Ranta kedua bola matanya memutar menatap Vino dengan tatapan penuh Intel.
"Mah, bisa diam enggak sih. Jangan banyak tanya. Papa enggak suka!" bisik pak Hasan pada istrinya, terlihat ketidak sukanya terhadap apa yang dikatakan Bu Ratna tadi.
"Papa apaan sih, orang cuma nanya kok." ketus Bu Ratna.
"Iya, Bu Ranta. Itu nak Vino suaminya Wulan. Alhamdulillah akhirnya Wulan menemukan laki-laki yang tepat. Yang bisa menjaganya dan melindunginya disana," sahut nenek Jamila penuh bangga memperkenalkan Vino pada pak Hasan dan Bu Ratna
"Oooooo, namanya Vino."
"Assalamualaikum, maaf Reza telat." ucap seseorang laki-laki jangkung tiba-tiba datang menghampiri. Dia adalah Reza Rahadian, anak pertama dari keluarga pak Hasan dan Bu Ranta. Sekaligus sekarang menjadi anak tunggal setelah anak keduanya meninggal dunia dua tahu lalu.
"Wa'alaikum salam." jawab semua orang, kecuali Vino. Yang sadari tadi diam mematung dibelakangnya Wulan.
"Reza," ucap Wulan terkesima melihat teman masa kecilnya dulu.
"Wulan," balas Reza juga terkesima melihat Wulan.
Reza dan Wulan adalah sahabat sejati sejak mereka kecil, walau mereka kadang-kadang terpisah karena Wulan sejak sejak kecil tinggal di kota bersama orangtuanya. Namun setelah meninggal kedua orang Wulan dan Wulan tinggal bersama neneknya dikampung, Reza malah pergi ke kota bersekolah disana. Hal itu itulah yang membuat Wulan dan Reza hanya sesekali saja bertemu kalau Reza pulang kampung.
"Kamu kapan pulang?" tanya Wulan seketika berbinar menatap rindu kepada sahabatnya itu.
"Baru dua hari aku disini!" balas Reza tak kala rindunya. Laki-laki itu langsung memeluk Wulan singkat melepaskan kerinduan mereka.
Sementara Vino yang melihat itu merapatkan giginya, tangannya mengepal siap melayangkan kearah Reza. Tapi Vino berusaha menenangkannya, kalau saja bukan di pemakaman pasti dia sudah menghajar Reza saat ini ini. Beraninya menyentuh istrinya sedangkan ia saja belum menyentuh Wulan sama sekali.
"Hey, sudah! Tidak enak dilihat orang. Reza, kamu tidak boleh sembarang lagi memeluk Wulan, dia sudah menikah tu suaminya." tukas Bu Ratna sembari menunjuk Vino. Padahal sebenarnya Bu Ratna kesal melihat keakraban Wulan dan Reza. Dia sangat tidak suka anaknya berdekatan dengan cucu nenek Jamila.
"Benarkah, kamu sudah menikah Wulan?" Reza sangat terkejut mendengarnya ada rasa sakit dihatinya mendengar wanita yang selama ini mengisi hatinya telah menikah. Reza merasa tidak percaya.
"Iya, dia suamiku. Maaf aku belum memperkenalkannya kepadamu." Sahut Wulan.
Vino menatap tajam kearah Reza, untung saja dia memakaikan kacamata hitam kalau tidak wajah menyeramkannya itu pasti sudah terlihat.
"Reza," ucap Reza menjulurkan tangannya mengajak Vino jabat tangan. Saling kenal walaupun hatinya hancur sekarang. Tetapi Reza menguatkan dirinya, dia bertekad tidak boleh menampakkan kesedihannya apalagi kepada Wulan.
"Vino," sapa Vino meremas kasar tangan Reza tak peduli banyak pasang mata melihat.
***
Pulang dari pemakaman Vino tidak berbicara sepatah katapun, dia bergeming menatap fokos kejalan. Begitu juga sampai di rumah.
Vino terlihat menyibukkan dirinya tanpa bicara apapun, dia terus saja bergeming dengan laptop di pangkuannya.
Ya, itu adalah laptop milik Kakeknya yang sengaja disimpan didalam laci mobil. Vino baru tau ada laptop disana saat ia mengambil kecamatan hitam tadi. Karena ponselnya padam akibat terjatuh ke dalam lumpur kemaren terpaksa Vino menyibukkan dirinya dengan mengerjakan laporan laptop yang ada.
Wulan mengerutkan keningnya dalam-dalam ketika melihat sikap Vino begitu dingin seperti sudah kembali semula saat mereka ada di mansion Kakek Azman.
Untuk menarik perhatian Wulan-pun menyiapkan kopi hangat untuk Vino mencoba mengajaknya berbicara.
"Ini kopi aku buatkan untukmu. Kamu pasti membutuhkannya kan, supaya tidak terlalu bosan," ucap Wulan sembari menaruh kopi yang tadi ia buat di samping laptop.
Kedua sorot mata Wulan terus memerhatikan Vino, tak ada suara sahutan apapun dari laki-laki itu. Wulan menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya pelan-pelan.
Melihat Vino mengabaikannya itu membuat hati Wulan sakit, entah kenapa Wulan saja tidak tau kenapa bisa seperti itu.
"Tuan muda Vino. Anda kenapa? Apa anda membutuhkan sesuatu? Akan segera aku lakukan? Tolong katakanlah agar aku dan nenek bisa menyiapkannya!" tutur Wulan penuh kelembutan.
Hasilnya tetap nihil, Vino sama sekali tidak bergeming. Jangankan berbicara berpaling saja tidak.
"Tuan muda Vino" Panggil Wulan kedua kalinya.
"Aku lagi sibuk, jangan menggangguku!" tukas Vino dengan suara sedikit lantang berhasil membuat Wulan terkejut.
"Astaghfirullah ...." Wulan menggosokkan dadanya pelan-pelan.
"Kau suka bukan, kalau kau suka kenapa diam saja. Pergi dan temui dia." Sambung Vino lagi matanya tak melirik masih terfokus kepada laptop didepannya itu.
"Pergi, pergi kemana?" Wulan menaikkan alisnya, merasa tidak atau arah pembicaraan Vino.
"Jangan berpura-pura bodoh. Kamu pikir aku tidak bisa melihat, kau begitu merindukannya bukan, kau bahkan sangat bersemangat memeluknya tadi didepan semua orang." gerutu Vino kini pandangan teralih.
"Katakan saja, kau mencintainya?"
"Astaghfirullah, taun muda Vino apa yang kamu katakan, aku dan Reza hanya berteman. Dia temanku sejak dari kecil."
"Teman, katamu. Teman yang tidak rela melihat temannya menikah, teman yang memeluk mesra didepannya suami temannya sendiri. Apa itu masih dikatakan teman." celutus Vino kedua giginya merapat kasar.
"Ahhhhh, kamu cemburu?" Wulan seakan ingin tertawa mendengarnya. Sekarang ia sadar kenapa suaminya itu sadari tadi terus saja diam membisu tanpa berbicara sepatah katapun.
"Aku tidak cemburu, aku tidak peduli kamu berpelukan, berciuman, bahkan bercinta sekalipun. Aku tidak peduli! Yang aku pedulikan adalah harga diri keluar Azman holding. Kamu menantu dari keluarga besar dan tidak sepantasnya kamu melakukan hal seperti itu. Memalukan!" Tukas Vino menutupi laptopnya lalu pergi meninggalkan Wulan masih mematung ditempat.
Bersambung .....
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved