Bab 16 Rencana pulang kampung 3
by Edy official
15:04,Jun 23,2021
Diperjalanan suasana terdiam membisu seribu bahasa tidak ada percakapan kecuali keheningan yang terjadi, setelah sesaat Wulan memberitahukan dimana letak kampung halamannya kepada Vino. Hanya sesekali Wulan melirik wajah suaminya itu nampak terlihat datar tanpa ekspresi apapun tidak seperti tadi semasih di mansion.
Kini mobil yang dikendarai Vino telah berhasil menembus padatnya jalan raya. tepat di lampu merah mobil itu berhenti sejenak, bertepatan di zebra cross.
Seorang anak kecil dengan pakaian kusut dan bolong sana sini menghampiri mobil Vino. Setibanya di samping pintu mobil anak kecil itu langsung memainkan alat musik yang berada ditangannya itu sembari bernyanyi lagu yang ia hafal.
Wulan tersenyum, tanpa terasa kedua bola matanya berkaca-kaca melihat anak kecil itu, betapa susahnya mencari rezeki. Wulan pun menurunkan kaca mobil, namun sebelum itu ia segera meraih tasnya dan mengeluarkan beberapa uang lima puluh ribu dari dalamnya. Uang itu adalah uang yang ia sisihkan dari perjalanannya ke kota beberapa Minggu lalu.
"Nama adek siapa?" tanya Wulan kepada anak kecil itu, membuat pandangan Vino seketika teralih kepadanya.
"Arya, Tante," sahut anak kecil itu cepat, tak lupa dengan senyuman manisnya.
"Nama yang bagus, ini, belikan baju baru ya. Ambil aja semuanya," ucap Wulan lagi sembari menyerahkan uang yang tadi ia ambil.
"T-terimakasih banyak Tante. Terimakasih banyak " anak kecil itu tak henti-hentinya mengucapkan tanda terimakasihnya. Melihat uang yang diberikan Wulan begitu banyak.
"Sama-sama" balas Wulan tersenyum ramah. Tanpa ia sadari sepasang mata terus saja memperhatikannya sadari tadi. Hingga sesaat pandangan mereka saling bertemu dan setelah itu beralih ke sembarang arah.
Wulan segera mengalihkan cepat pandangannya, dug ... Entah kenapa jantungnya berdetak kencang tidak seperti biasanya. Juga nafasnya terasa sesaat seolah-olah dia sudah kehabisan oksigen.
Berbeda halnya dengan Vino, laki-laki itu tetap berekspresi datar seperti biasanya.
**
Tiga jam telah dilewati, kini mobil Alphard berwarna putih polos itu telah memasuki pendesaan. Ya, Vino terpaksa membawa alpha empunya kakeknya bukan milik sport miliknya. Karena setelah pamit meminta izin kepada kakek Azman. Bu Yun segera menghampiri Vino dan Wulan. Menyerahkan kunci mobil Alphard tersebut.
Mau tidak mau Vino harus menerimanya walau ia sedikit merasa keberatan mengendarai mobil kesayangan kakeknya itu.
"Apa masih jauh?" tanya Vino tanpa melirik, manik-manik matanya masih terfokus kearah jalan melewati persawahan.
Hingga dipertanyaan kedua Vino pun melirik, dilihatnya Wulan sudah tertidur pulas. Pantas, Vino bertanya tak mendapatkan jawaban apapun.
Merasa tidak tau lagi harus kemana Vino pun memarkirkan mobilnya tepi jalan, setelah itu ia berniat membangun Wulan dari tidurnya. Ya, karena kalau sampai menunggu Wulan bangun itu akan membuang-buang waktu.
Sejenak Vino terdiam, dengan seksama dia memperhatikan wajah Wulan begitu indah, alisnya yang tipis dan bibirnya yang merah muda membuat Vino menelan salivanya kasar. Sebagai laki-laki normal tentu saja Vino terpana.
"Cantik ...." gumam laki-laki itu hendak berniat mencium bibir Wulan, namun sayang karena hembusan nafas Vino mengenai wajah Wulan membuat wanita itu tersadar.
Wulan membelakkan kedua bola matanya segera ia mengusurkan jauh kepalanya sembari berkata " Apa yang kau lakukan?" desih Wulan terkesiap melihat Vino hendak menciumnya.
"Dasar Laki-laki mesum!" sungguh Wulan nyaris saja telapak tangannya hendak menampar Vino tapi untung saja laki-laki blesteran bule itu terlebih dulu menangkapnya.
"Kau pikir aku berselera dengan tubuhmu ini, cihhhh ...." ketus Vino dengan menghempas kasar tangan Wulan lalu kembali duduk seperti semula.
"Aaaauuu ...." pekik Wulan pergelangan tangannya terasa sakit karena terbentur depan mobil.
"Kamu pikir aku bersedia mengikutimu pulang kampung karena sudi aku tinggal bersamamu, cihhhh .... Jangan mimpi. Aku melakukan ini semua karena aku ingin mendapatkan kepercayaan Kakek lagi. Setelah aku akan menceraikanmu!" Tukas Vino dengan nada sedikit keras.
Entah kenapa hati Wulan, rasanya sakit mendengar perkataan itu. Seperti ditusuk oleh tombak mengenai jantungnya. Padahal ia sendiri tidak memiliki cinta kepada laki-laki itu.
"Cepat katakan! Dimana rumah Ibumu? Aku tidak punya banyak waktu." tukas Vino lagi sembari kembali menekan pedal gas mobil kesayangan Kakeknya itu agar kembali jalan.
"Ibuku sudah meninggalkan, sekarang aku hanya memiliki seorang nenek saja," sahut Wulan dengan nada terdengar lirih.
Vino langsung melirik, rasanya ia iba mendengar perkataan Wulan barusan. Kehilangan seorang Ibu adalah sesuatu yang paling menyakitkan di dunia ini.
"Dimana rumah Nenekmu?" Kali ini Vino bertanya dengan nada lembut namun tak merubah ekspresi wajahnya yang datar.
"Di sana! Tidak jauh lagi. Melewati pohon besar itu." tunjuk Wulan kearah pohon mangga begitu besar dan tinggi. Daunnya yang lebat dan berwarna hijau membuat pohon itu terlihat indah.
"Hemmmm."
Vino langsung melajukan mobil kearah yang ditunjuk oleh Wulan. Dan tak lama setelah melewati pohon mangga besar itu kini mobil yang dikendarai Vino telah berhenti di rumah yang ditunjuk oleh Wulan tadi. Rumah yang terbuat dari kayu pilihan yang sudah dicat berwarna coklat pekat dan mengunakan dekorasi zaman dahulu. Walau warna cat sudah kelihatan pudar tapi penampilannya masih memukau memanjakan mata, apalagi bagi para arsitek.
"Nenek!" gumam Wulan saat manik-manik matanya berhasil menangkap sosok wanita paruh baya berdiri diambang pintu rumahnya. Dengan mata berbinar Wulan langsung melepaskan sabuk pengaman dan keluar mobil secepatnya.
Vino terperangah melihat kelakuan istrinya itu tidak sabaran, bahkan Wulan sedikit membanting pintu mobil membuat Vino merapatkan kedua giginya.
"Wulan ..." Panggil Nenek Jamila, samar-samar wanita tua itu melihat kearah Wulan. Rasanya seperti tidak percaya. Gadis kecil yang selalu ia rindukan kini berada dihadapannya sekarang. Kedua bola mata hitam itu menjatuhkan sebutir air kerinduan.
"Nenek." Kini dia perempuan berbeda usia itu saling berpegangan diiringi dengan air mata mengalir begitu saja.
Vino tidak bergeming, sorot matanya masih terfokus melihat pemandangan yang menarik matanya untuk melihat. Pelukan rindu.
"Bagaimana keadaan Nenek, Wulan sangat merindukan Nenek!" ucap Wulan setelah puas berpelukan menatap wanita paruh baya itu dengan sangat seksama.
"Nenek juga Ndu" balas nenek Jamila sembari menghapus air matanya yang terjatuh tadi.
"Dimana suamimu?" Tanya nenek melihat Vino tak kunjung turun dari dalam mobil Alphard berwarna putih itu.
"Sebentar!" Wulan memutarkan tubuhnya menghadap kearah Vino lalu kedua tangannya di lambaikan memanggil Vino.
***
"Maaf, Vino lupa membelikan nenek oleh-oleh." ucap Vino merasa tidak enak dengan nenek Wulan karena datang dengan tangan kosong tidak membawa sesuatu apapun.
"Tidak apa-apa nak Vino, kalian berkunjung saja sudah membuat Nenek sangat senang. " Balas nenek Wulan yang Kini duduk tepat didepan suami dari cucu satu-satunya yang ia miliki.
Karena tidak memiliki peralatan mewah ataupun sofa yang empuk hanya tikar gulung terbuat dari anyaman daun pandan, menjadi sorotan mata Vino sekarang.
Seumur hidupnya ini pertama kalinya ia duduk atas tikar gulung. Bola mata Vino mendelik tidak sangka dia akan tinggal disini selama beberapa hari kedepan. Padahal awalnya dia berencana ingin tidur di hotel setelah mengantar Wulan pulang ketempat Neneknya.
Bersambung .....
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved