Bab 13 Sikap manis Vino
by Edy official
15:01,Jun 23,2021
Satu Minggu telah berlalu di mansion Azman holding. Tapi suasana masih terlihat dingin sama seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada keluarga yang mau berbicara sama Wulan termasuk sang suami, Vino.
Ya, laki-laki itu bahkan enggan menatap istrinya. Setiap kali hendak tidur dia selalu mengasingkan diri ke kamar tamu sedangkan Wulan tidur di kamarnya.
Entah sampai kapan ini akan berlangsung. Setiap kali melihat Vino wajah Wulan langsung berubah seketika, ketidak sukanya terlihat jelas dari raut wajah yang di tunjukkan.
Ya, Wulan akui kalau Vino adalah laki-laki yang sangat sempurna. Memiliki wajah tampan, hidung yang mancung. Alis mata yang tebal serta berpostur tubuh tinggi. Pasti akan menjadi incaran banyak wanita.
Tapi entah kenapa Wulan masih tidak suka melihat laki-laki itu, mungkin Wulan masih belum bisa melupakan kejadian waktu itu. Yang mana Vino bertingkah sangat kasar kepadanya.
Hari ini adalah weekend, semua orang tentu saja berada di rumah. Oleh karena itu Wulan bergegas bangun pagi-pagi sekali membatu Bu Yun menyiapkan sarapan pagi.
Rasanya lelah bagi Bu Yun untuk melarang Wulan agar tidak ke dapur membantu dirinya. Tetap saja keras kepalanya Wulan seperti sudah berdarah dingin, wanita itu selalu punya cara agar bisa masuk ke dapur dan membantu memasak.
"Ya ampun Nona, anda ini teryata sangat susah ya dibilangin. Jangan ke dapur ini sudah jadi tugas kami. Biar kami saja yang akan melakukannya." gerutu Nia kepada Wulan yang di balas dengan senyuman manis.
"Kamu tau sendiri kan, aku itu paling tidak bisa duduk diam tanpa melakukan apapun. Itu sangat membosankan." sahut Wulan sekilas matanya yang coklat melirik kearah Nia lalu kembali terfokus dalam pekerjaannya.
"Kapan ya Wulan nasibku akan berubah seperti mu, menjadi nyonya di suatu rumah yang megah." ucap Nia lagi.
"Kalau begitu kita tukaran saja." tawar Wulan berhasil membuat Nia membulatkan matanya.
"Apa kamu sudah gila." cibir Nia sangking terkejutnya.
"Apa kamu tidak lihat bagaimana hidupku setelah menikah, aku bahkan tidak di anggap ada di rumah ini." desih Wulan.
"Aku heran, kenapa kamu bisa terjebak di kamar tuan Vino kemaren itu. Padahal kalau di perhatikan selera tuan Vino sudah pasti bukan kita yang seorang pelayan."
"Aku juga tidak tau, padahal aku ingat betul kalau aku waktu itu sudah keluar dari kamar laki-laki itu. Aku sudah berusaha untuk mengingat apa yang sudah terjadi tapi, tetap saja tidak bisa."
"Apa mungkin ada seseorang yang menjebak mu?"
"Entahlah aku rasa juga seperti itu."
"Hem'em."
"Nona muda." Panggil Bu Yun kala itu tiba-tiba datang.
"Iya, saya di sini." seru Wulan sembari menoleh kearah Bu Yun.
"Nona muda, anda sudah di tunggu diruang makan."
"Astaghfirullah, kenapa aku bisa lupa. Untung saja, terimakasih Bu Yun. kalau Ibu tidak memberikanku, aku pasti akan di mangsa." ujar Wulan segera mencuci kedua tangannya dengan sabun yang ada lalu setelah itu bergegas ke ruang makan.
Dengan terburu-buru Wulan melayangkan panjang langkah kakinya agar bisa secepatnya sampai, namun tanpa sengaja di pertengahan jalan Wulan bertemu dengan nyonya Erie yang kala itu juga hendak ke ruang makan.
"Selamat pagi Mah," sapa Wulan ramah.
"Aku bukan Ibumu, jangan pernah kau memanggilku dengan sebutan seperti itu." gerutu Nyonya Erie menajamkan sorot matanya.
"Kau hanya boleh memanggilku dengan sebutan seperti itu jikalau kita berada di depan Kakek, selebihnya aku tidak sudi dipanggil Mama olehmu! kamu mengerti!" sambung lagi nyonya Erie.
"Hahhhhh .... Iya, nyonya." ucap Wulan dengan nada malas.
"Wanita rendahan sepertimu hanya pantas menjadi pelayan di dapur, lihatlah dirimu. Dengan pakaian kotor seperti itu kamu ingin ikut sarapan dengan kami, cihhhh dasar perempuan tidak tau malu." sinis nyonya Erie menatap jijik kearah Wulan lalu setelah itu melanjutkan langkahnya yang sempat terjeda.
Wulan yang mendengar itu segera melihat penampilannya dan benar saja kalau gaun yang dia kenakan sedikit kotor terkena ceprika makanan tadi yang ia masak.
"Ahhhhh .... Kenapa aku sampai lupa tadi memakaikan celemek, aku harus segera ganti baju kalau tidak wanita tadi pasti akan membunuhku." desih Wulan.
***
Ruang makan.
Seperti biasa Wulan terlebih dahulu menyiapkan sarapan pagi untuk Devan setelah itu barulah untuk dirinya. Kebiasaan itu terus saja Wulan lakukan sampai pernikahan mereka kini sudah satu Minggu.
Kakek Azman yang melihat itu tersenyum senang, ia selalu saja berharap kalau Wulan adalah jodoh yang tepat buat Vino. Cucu kesayangannya.
Acara makan pun dimulai, seperti biasa tidak ada yang boleh berbicara sepatah katapun sebelum sarapan selesai, hanya suara sendok dan piring lah yang terdengar sana sini.
Semua orang hanya terfokus kepada sarapan mereka masing-masing tak terkecuali. Hingga di akhir sarapan terlihat Bu Yun menundukkan kepalanya berjalan mendekati Wulan, sepertinya wanita tuan itu membisikkan sesuatu kepada Wulan.
"Nona, ada panggilan masuk dari Nenek anda di kampung." bisik Bu Yun.
"Apa, Iya, aku akan segera ke sana tunggu sebentar." sahut Wulan juga ikut berbisnis.
"Nenek, benarkah Nenek menghubungi ku, hah akhirnya. Terimakasih tuhan enggak telah menjawab do'a ku." batin Wulan merasa sangat senang.
"Kakek, maaf Wulan permisi sebentar, ada sesuatu yang mendesak." tutur Wulan membuat semua orang menoleh kearahnya termasuk Vino.
"Hem'em," Kakek Azman hanya mengangguk pertanda mengizinkan.
"Sayang, kamu mau kemana? Kenapa tidak menghabiskan makananmu terlebih dahulu?" tutur Vino penuh kelembutan, yang sontak saja membuat nyonya Erie, Dira dan Aditya tersedak karena terkejut.
Begitu juga dengan Wulan, wanita itu awalnya terkejut mendengar kata manis dari suaminya itu. namun dalam sekejap Wulan-pun sadar kalau Vino berbicara seperti itu pasti ingin menarik simpati Kakek Azman.
"Tidak ada apa-apa Mas, hanya keperluan kecil saja." tutur Wulan menimpali sembari tersenyum manis.
"Hem'em hati-hati. Jangan lama-lama ya sayang, ingat apa yang aku katakan semalam kalau aku akan mengajak kamu jalan-jalan hari ini." tutur Vino lagi.
"Apa? Jalan-jalan, kapan dia berbicara seperti itu?" batin Wulan mulai heran dengan apa yang di maksud Vino. Jelas-jelas kalau mereka tidak pernah ketemu setiap malamnya tapi kenapa tiba-tiba sekarang Vino berbicara seolah-olah mereka dalam hubungan baik-baik saja.
"Tentu ingat dong Mas, mana mungkin aku aku melupakan hari baik kita, Wulan pergi dulu ya Mas, Wulan janji hanya sebentar kok." balas Wulan.
"Sayang, I love you." ucap Vino dengan suara sedikit keras sembari terus saja memperhatikan punggung Wulan hingga lenyap dari pandangannya.
"Kakek perhatikan akhir-akhir ini kamu sudah berubah, Kakek senang melihatnya. Inilah yang Kakek inginkan." tutur Kakek Azman membelah keheningan yang sempat terjadi.
"Vino minta maaf Kek, Vino sadar kalau Wulan adalah sosok wanita yang pantas untuk Vino. Vino sangat menyesal karena telah menghina Wulan. Sekarang Vino berjanji akan menjadi suami yang baik buat Wulan.
"Hahaha ..... Kakek tau kamu pasti akan berubah. Hem'em .... Malai saat ini perusahaan investor Kakek serahkan kepadamu. Kamu sudah bisa bergabung di perusahaan.
"Tidak Kek, itu terlalu berlebihan. Vino belum bisa mengendalikan perusahaan." tolak Vino.
"hahaha .... Kalau lihat Adit, adikmu sudah dewasa." puji Kakek Azman merasa sangat senang.
"Iya, tidak di sangka seorang pria arrogan seperti Vino Azman holding akhirnya jatuh cinta juga kepada Wulan. Ini sungguh luar biasa." sahut Aditya tersenyum mengejek kearah Vino.
"Aku sangat beruntung memiliki istri secantik dan setulus Wulan." balas Vino.
Bersambung ....
Ya, laki-laki itu bahkan enggan menatap istrinya. Setiap kali hendak tidur dia selalu mengasingkan diri ke kamar tamu sedangkan Wulan tidur di kamarnya.
Entah sampai kapan ini akan berlangsung. Setiap kali melihat Vino wajah Wulan langsung berubah seketika, ketidak sukanya terlihat jelas dari raut wajah yang di tunjukkan.
Ya, Wulan akui kalau Vino adalah laki-laki yang sangat sempurna. Memiliki wajah tampan, hidung yang mancung. Alis mata yang tebal serta berpostur tubuh tinggi. Pasti akan menjadi incaran banyak wanita.
Tapi entah kenapa Wulan masih tidak suka melihat laki-laki itu, mungkin Wulan masih belum bisa melupakan kejadian waktu itu. Yang mana Vino bertingkah sangat kasar kepadanya.
Hari ini adalah weekend, semua orang tentu saja berada di rumah. Oleh karena itu Wulan bergegas bangun pagi-pagi sekali membatu Bu Yun menyiapkan sarapan pagi.
Rasanya lelah bagi Bu Yun untuk melarang Wulan agar tidak ke dapur membantu dirinya. Tetap saja keras kepalanya Wulan seperti sudah berdarah dingin, wanita itu selalu punya cara agar bisa masuk ke dapur dan membantu memasak.
"Ya ampun Nona, anda ini teryata sangat susah ya dibilangin. Jangan ke dapur ini sudah jadi tugas kami. Biar kami saja yang akan melakukannya." gerutu Nia kepada Wulan yang di balas dengan senyuman manis.
"Kamu tau sendiri kan, aku itu paling tidak bisa duduk diam tanpa melakukan apapun. Itu sangat membosankan." sahut Wulan sekilas matanya yang coklat melirik kearah Nia lalu kembali terfokus dalam pekerjaannya.
"Kapan ya Wulan nasibku akan berubah seperti mu, menjadi nyonya di suatu rumah yang megah." ucap Nia lagi.
"Kalau begitu kita tukaran saja." tawar Wulan berhasil membuat Nia membulatkan matanya.
"Apa kamu sudah gila." cibir Nia sangking terkejutnya.
"Apa kamu tidak lihat bagaimana hidupku setelah menikah, aku bahkan tidak di anggap ada di rumah ini." desih Wulan.
"Aku heran, kenapa kamu bisa terjebak di kamar tuan Vino kemaren itu. Padahal kalau di perhatikan selera tuan Vino sudah pasti bukan kita yang seorang pelayan."
"Aku juga tidak tau, padahal aku ingat betul kalau aku waktu itu sudah keluar dari kamar laki-laki itu. Aku sudah berusaha untuk mengingat apa yang sudah terjadi tapi, tetap saja tidak bisa."
"Apa mungkin ada seseorang yang menjebak mu?"
"Entahlah aku rasa juga seperti itu."
"Hem'em."
"Nona muda." Panggil Bu Yun kala itu tiba-tiba datang.
"Iya, saya di sini." seru Wulan sembari menoleh kearah Bu Yun.
"Nona muda, anda sudah di tunggu diruang makan."
"Astaghfirullah, kenapa aku bisa lupa. Untung saja, terimakasih Bu Yun. kalau Ibu tidak memberikanku, aku pasti akan di mangsa." ujar Wulan segera mencuci kedua tangannya dengan sabun yang ada lalu setelah itu bergegas ke ruang makan.
Dengan terburu-buru Wulan melayangkan panjang langkah kakinya agar bisa secepatnya sampai, namun tanpa sengaja di pertengahan jalan Wulan bertemu dengan nyonya Erie yang kala itu juga hendak ke ruang makan.
"Selamat pagi Mah," sapa Wulan ramah.
"Aku bukan Ibumu, jangan pernah kau memanggilku dengan sebutan seperti itu." gerutu Nyonya Erie menajamkan sorot matanya.
"Kau hanya boleh memanggilku dengan sebutan seperti itu jikalau kita berada di depan Kakek, selebihnya aku tidak sudi dipanggil Mama olehmu! kamu mengerti!" sambung lagi nyonya Erie.
"Hahhhhh .... Iya, nyonya." ucap Wulan dengan nada malas.
"Wanita rendahan sepertimu hanya pantas menjadi pelayan di dapur, lihatlah dirimu. Dengan pakaian kotor seperti itu kamu ingin ikut sarapan dengan kami, cihhhh dasar perempuan tidak tau malu." sinis nyonya Erie menatap jijik kearah Wulan lalu setelah itu melanjutkan langkahnya yang sempat terjeda.
Wulan yang mendengar itu segera melihat penampilannya dan benar saja kalau gaun yang dia kenakan sedikit kotor terkena ceprika makanan tadi yang ia masak.
"Ahhhhh .... Kenapa aku sampai lupa tadi memakaikan celemek, aku harus segera ganti baju kalau tidak wanita tadi pasti akan membunuhku." desih Wulan.
***
Ruang makan.
Seperti biasa Wulan terlebih dahulu menyiapkan sarapan pagi untuk Devan setelah itu barulah untuk dirinya. Kebiasaan itu terus saja Wulan lakukan sampai pernikahan mereka kini sudah satu Minggu.
Kakek Azman yang melihat itu tersenyum senang, ia selalu saja berharap kalau Wulan adalah jodoh yang tepat buat Vino. Cucu kesayangannya.
Acara makan pun dimulai, seperti biasa tidak ada yang boleh berbicara sepatah katapun sebelum sarapan selesai, hanya suara sendok dan piring lah yang terdengar sana sini.
Semua orang hanya terfokus kepada sarapan mereka masing-masing tak terkecuali. Hingga di akhir sarapan terlihat Bu Yun menundukkan kepalanya berjalan mendekati Wulan, sepertinya wanita tuan itu membisikkan sesuatu kepada Wulan.
"Nona, ada panggilan masuk dari Nenek anda di kampung." bisik Bu Yun.
"Apa, Iya, aku akan segera ke sana tunggu sebentar." sahut Wulan juga ikut berbisnis.
"Nenek, benarkah Nenek menghubungi ku, hah akhirnya. Terimakasih tuhan enggak telah menjawab do'a ku." batin Wulan merasa sangat senang.
"Kakek, maaf Wulan permisi sebentar, ada sesuatu yang mendesak." tutur Wulan membuat semua orang menoleh kearahnya termasuk Vino.
"Hem'em," Kakek Azman hanya mengangguk pertanda mengizinkan.
"Sayang, kamu mau kemana? Kenapa tidak menghabiskan makananmu terlebih dahulu?" tutur Vino penuh kelembutan, yang sontak saja membuat nyonya Erie, Dira dan Aditya tersedak karena terkejut.
Begitu juga dengan Wulan, wanita itu awalnya terkejut mendengar kata manis dari suaminya itu. namun dalam sekejap Wulan-pun sadar kalau Vino berbicara seperti itu pasti ingin menarik simpati Kakek Azman.
"Tidak ada apa-apa Mas, hanya keperluan kecil saja." tutur Wulan menimpali sembari tersenyum manis.
"Hem'em hati-hati. Jangan lama-lama ya sayang, ingat apa yang aku katakan semalam kalau aku akan mengajak kamu jalan-jalan hari ini." tutur Vino lagi.
"Apa? Jalan-jalan, kapan dia berbicara seperti itu?" batin Wulan mulai heran dengan apa yang di maksud Vino. Jelas-jelas kalau mereka tidak pernah ketemu setiap malamnya tapi kenapa tiba-tiba sekarang Vino berbicara seolah-olah mereka dalam hubungan baik-baik saja.
"Tentu ingat dong Mas, mana mungkin aku aku melupakan hari baik kita, Wulan pergi dulu ya Mas, Wulan janji hanya sebentar kok." balas Wulan.
"Sayang, I love you." ucap Vino dengan suara sedikit keras sembari terus saja memperhatikan punggung Wulan hingga lenyap dari pandangannya.
"Kakek perhatikan akhir-akhir ini kamu sudah berubah, Kakek senang melihatnya. Inilah yang Kakek inginkan." tutur Kakek Azman membelah keheningan yang sempat terjadi.
"Vino minta maaf Kek, Vino sadar kalau Wulan adalah sosok wanita yang pantas untuk Vino. Vino sangat menyesal karena telah menghina Wulan. Sekarang Vino berjanji akan menjadi suami yang baik buat Wulan.
"Hahaha ..... Kakek tau kamu pasti akan berubah. Hem'em .... Malai saat ini perusahaan investor Kakek serahkan kepadamu. Kamu sudah bisa bergabung di perusahaan.
"Tidak Kek, itu terlalu berlebihan. Vino belum bisa mengendalikan perusahaan." tolak Vino.
"hahaha .... Kalau lihat Adit, adikmu sudah dewasa." puji Kakek Azman merasa sangat senang.
"Iya, tidak di sangka seorang pria arrogan seperti Vino Azman holding akhirnya jatuh cinta juga kepada Wulan. Ini sungguh luar biasa." sahut Aditya tersenyum mengejek kearah Vino.
"Aku sangat beruntung memiliki istri secantik dan setulus Wulan." balas Vino.
Bersambung ....
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved