Bab 4 Keterkejutan Vino
by Edy official
14:53,Jun 23,2021
Suara ketukan pintu terus saja berbunyi. Tidak terhitung sudah ke-berapa kali Wulan mengutuk pintu kamar yang terbuat dari kayu pilihan yang sudah di cat silver itu.
Namun tidak juga ada tanda-tanda pintu akan terbuka ataupun suara sahutan dari dalam. Wulan mengembuskan napas panjang.
Tanpa di sengaja tangan sebelah kirinya menyentuh handle pintu, memutarnya sedikit.
"Tidak di kunci." gumanya sedikit terkesiap.
Wulan memberanikan diri untuk masuk. Secara perlahan-lahan namun pasti Wulan kini telah memasuki kamar Tuan besar, entah dia sadar atau tidak tapi yang jelas Wulan sudah terpana dengan keindahan dan kemewahan kamar.
Matanya yang coklat tak berkedip menatap seisi kamar. Ini pertama kalinya bagi Wulan melihat kamar begitu luas, bersih, rapi dan indah. Apalagi menggunakan dekorasi modern. Membuat Wulan tidak berhenti berkedip.

Masih di persekian detik Wulan masih terkagum kagum melihat kemewahan kamar, entah berapa kali sudah ia menelan salivanya. Andai saja ini kamarnya Wulan, dia pasti akan berteriak sekeras-kerasnya memberitahukan semua orang kalau dia adalah seorang putri.
Namun itu hanya akan menjadi halu belakangnya saja saat dirinya tersadar kalau dia hanyalah anak kampung.
Wulan menunduk, tatapan meredup kebawah. Seharusnya dia tidak terlalu menghayal jauh, sudah pasti hal itu tidak akan pernah terjadi.
Sesaat Wulan menarik nafasnya dalam-dalam mencoba menghirup semua oksigen yang berada di kamar dengan rakusnya, lalu setelah itu menghembusnya secara perlahan-lahan.
Wulan meletakkan jus anggur yang ia bawa di atas nakas bersebelahan dengan tempat tidur, sekilas matanya yang coklat menatap ranjang.
Rasanya ingin sekali ia tidur disana, entah bagaikan rasanya tidur di ranjang semewah itu. Walau hanya sedetik, tapi itu tidak mungkin.
Dengan cepat ia melangkah menghindari ranjang, takut akan khilaf nantinya.
Namun tanpa dia sadari, sesaat setelah ia menutup pintu kamar Vino seseorang membiusnya dari belakang, hingga membuat Wulan dalam sekejap tak sadarkan diri.
***
"Brovo bravo. Sekarang gue benar-benar percaya sama Lo kalau Lo memang bisa membelikan seisi bumi ini dengan uang Kakek Lo Vin. Lo benar-benar kaya." ucap seseorang laki-laki berpostur tubuh tinggi nam putih, alisnya yang tebal dan hidungnya yang mancung terlihat persis seperti orang Indian umumnya. Laki-laki yang bernama Dimas itu adalah salah satu teman dekat Vino.
"Hahaha... Benar Bro, kalau Lo kira-kira enggak tau lagi ngabisin uang Kakek Lo jangan lupa bagi-bagi ke kita-kita ya enggak." sambung lagi laki-laki jangkung yang duduk bersebelahan dengan Vino. Laki-laki yang memakai jas hitam pekat yang di ketahui namanya Angga.
Vino tertawan renyah mendengar ucapan dari kedua sahabatnya itu, sahabat yang selalu mengisi hari-harinya. Minum, keluyuran dan bahkan kabur bersama itu adalah hal yang mereka rasakan bersama.
Walupun mereka kerap kali dimarahi oleh Kakek Azman namun kelakuan mereka tidak akan pernah berubah. Selalu bertindak sesuai jalan pikiran. Kenakalan mereka seperti sudah berdarah dingin di tubuh mereka masing-masing.
"Vin, Bella mana?? Dari tadi Gue enggak nampak tu cewek??" tanya Dimas yang di angguk cepat oleh Angga, dia juga tidak melihat pacar sahabatnya itu.
"Astaga Gue lupa, kalau dia udah nungguin Gue di kamar anjriiittttt" Vino yang tersadar segera menepuk jidatnya pelan. Hingga hampir nyaris membuat gelas yang ada meja tumpah terkena tangannya.
"Wah parah Lo, dia udah capek-capek ngangkang disana nungguin cangkul masuk kedalam eh cangkulnya masih di sini." ledek Dimas seraya tertawa terbahak-bahak.
"Kakek cangkul kali." timpal Angga.
"Hahaha..." Mereka bertiga pun tertawa bersama.
Inilah yang mereka lakukan, selalu berfoya-foya dengan uang mereka masing-masing. Tidak segan-segan bagi mereka menghabiskan banyak uang dalam sekejap. Kebiasaan itulah yang membuat mereka angkuh dan sombong. Bagi mereka kesenangan yang terpenting.
*
Di kamar.
Vino membukakan pintu kamarnya lebar-lebar, dilihatnya kamar sudah gelap gulita hanya sinar lampu remang-remang bercahaya menyinari kamar.
Matanya yang hijau menajam melihat menatap kearah ranjang, Senyuman manis langsung tersungging di bibir manisnya saat mata hijaunya berhasil menangkap sesosok wanita yang ia cari di atas sana.
Dengan tergesa-gesa ia menutup pintu itu kembali.
"Sayang, sekarang kamu sudah mulai suka gelap-gelapan ya." ucap Vino sembari mendaratkan tubuhnya di atas ranjang.
Tangannya yang panjang dengan segera membuka kancing jas dan kemeja yang ia kenakan.
Dengan kuat Vino melempar kemejanya sembarang arah tidak peduli kemana kemeja itu terlempar. Yang terpenting ia bisa menuntaskan nafsunya yang mulai memburu.
Kini belahan dada Vino sudah telanjang bulat tidak ada kain apapun yang menutupi tubuhnya itu kecuali celana pendek yang bermerek Kelvin menutup benda tumpul yang sudah mulai mengeras di sana.
Seakan tidak sabar Vino menindih wanita yang ia anggap adalah kekasihnya Bella. Menciumi sekujur tubuh wanita itu. Memberikan tanda pemiliknya.
Secara hampir bersamaan tanpa diduga dan disadari pintu kamar Varrel terbuka sedikit demi sedikit, suara saklar lampu pun terdengar. Hingga dalam sekejap kamar menjadi terang-benderang.
Dua laki-laki yang berbeda usia berdiri mematung di ambang pintu. Keduanya membulatkan mata mereka masing-masing. Menyaksikan adegan panas yang sedang terjadi.
Tak terima dengan apa yang ia lihat laki-laki yang usianya lebih tua ketimbang satunya lagi pun berteriak memanggil nama Vino.
"Vinoooo" Suara itu terdengar begitu lantang dan sangat keras hingga membuat siapa saja terkejut bukan main ketikan mendengarnya.
Nyonya Erie yang sedang berbincang-bincang dengan teman sosialitanya dan juga Bella di ruangan tamu seketika terkejut tak kala suara itu sampai terdengar di telinganya. Suara laki-laki yang sangat ia kenali.
"Kakek." guma Nyonya Erie.
"Kakek." Vino yang terkejut saat melihat Kakek dan Kakaknya Radit sedang mematung di ambang pintu seketika terkesiap, matanya yang hijau tak berkedip, tanpa menunggu lagi Vino dengan gerak cepat turun dari ranjang.
Matanya melirik kearah wanita yang ia tiduri.
Dan serasa saat itu juga matanya seakan ingin keluar dari lobang mata, dirinya terkejut bukan main tak kala kedua mata hijaunya melihat wanita yang berada di atas ranjangnya yang teryata bukanlah Bella tapi melainkan Wulan. Seorang pelayan yang menumpahkan jus anggur ke jasnya tadi.
"K-Kamu." Vino seakan kaku berkata-kata walaupun hanya satu kata. Tangannya secara gemetar menunjuk ke arah Wulan yang terlihat sedang tertidur pulas.
Bersambung....
Namun tidak juga ada tanda-tanda pintu akan terbuka ataupun suara sahutan dari dalam. Wulan mengembuskan napas panjang.
Tanpa di sengaja tangan sebelah kirinya menyentuh handle pintu, memutarnya sedikit.
"Tidak di kunci." gumanya sedikit terkesiap.
Wulan memberanikan diri untuk masuk. Secara perlahan-lahan namun pasti Wulan kini telah memasuki kamar Tuan besar, entah dia sadar atau tidak tapi yang jelas Wulan sudah terpana dengan keindahan dan kemewahan kamar.
Matanya yang coklat tak berkedip menatap seisi kamar. Ini pertama kalinya bagi Wulan melihat kamar begitu luas, bersih, rapi dan indah. Apalagi menggunakan dekorasi modern. Membuat Wulan tidak berhenti berkedip.

Masih di persekian detik Wulan masih terkagum kagum melihat kemewahan kamar, entah berapa kali sudah ia menelan salivanya. Andai saja ini kamarnya Wulan, dia pasti akan berteriak sekeras-kerasnya memberitahukan semua orang kalau dia adalah seorang putri.
Namun itu hanya akan menjadi halu belakangnya saja saat dirinya tersadar kalau dia hanyalah anak kampung.
Wulan menunduk, tatapan meredup kebawah. Seharusnya dia tidak terlalu menghayal jauh, sudah pasti hal itu tidak akan pernah terjadi.
Sesaat Wulan menarik nafasnya dalam-dalam mencoba menghirup semua oksigen yang berada di kamar dengan rakusnya, lalu setelah itu menghembusnya secara perlahan-lahan.
Wulan meletakkan jus anggur yang ia bawa di atas nakas bersebelahan dengan tempat tidur, sekilas matanya yang coklat menatap ranjang.
Rasanya ingin sekali ia tidur disana, entah bagaikan rasanya tidur di ranjang semewah itu. Walau hanya sedetik, tapi itu tidak mungkin.
Dengan cepat ia melangkah menghindari ranjang, takut akan khilaf nantinya.
Namun tanpa dia sadari, sesaat setelah ia menutup pintu kamar Vino seseorang membiusnya dari belakang, hingga membuat Wulan dalam sekejap tak sadarkan diri.
***
"Brovo bravo. Sekarang gue benar-benar percaya sama Lo kalau Lo memang bisa membelikan seisi bumi ini dengan uang Kakek Lo Vin. Lo benar-benar kaya." ucap seseorang laki-laki berpostur tubuh tinggi nam putih, alisnya yang tebal dan hidungnya yang mancung terlihat persis seperti orang Indian umumnya. Laki-laki yang bernama Dimas itu adalah salah satu teman dekat Vino.
"Hahaha... Benar Bro, kalau Lo kira-kira enggak tau lagi ngabisin uang Kakek Lo jangan lupa bagi-bagi ke kita-kita ya enggak." sambung lagi laki-laki jangkung yang duduk bersebelahan dengan Vino. Laki-laki yang memakai jas hitam pekat yang di ketahui namanya Angga.
Vino tertawan renyah mendengar ucapan dari kedua sahabatnya itu, sahabat yang selalu mengisi hari-harinya. Minum, keluyuran dan bahkan kabur bersama itu adalah hal yang mereka rasakan bersama.
Walupun mereka kerap kali dimarahi oleh Kakek Azman namun kelakuan mereka tidak akan pernah berubah. Selalu bertindak sesuai jalan pikiran. Kenakalan mereka seperti sudah berdarah dingin di tubuh mereka masing-masing.
"Vin, Bella mana?? Dari tadi Gue enggak nampak tu cewek??" tanya Dimas yang di angguk cepat oleh Angga, dia juga tidak melihat pacar sahabatnya itu.
"Astaga Gue lupa, kalau dia udah nungguin Gue di kamar anjriiittttt" Vino yang tersadar segera menepuk jidatnya pelan. Hingga hampir nyaris membuat gelas yang ada meja tumpah terkena tangannya.
"Wah parah Lo, dia udah capek-capek ngangkang disana nungguin cangkul masuk kedalam eh cangkulnya masih di sini." ledek Dimas seraya tertawa terbahak-bahak.
"Kakek cangkul kali." timpal Angga.
"Hahaha..." Mereka bertiga pun tertawa bersama.
Inilah yang mereka lakukan, selalu berfoya-foya dengan uang mereka masing-masing. Tidak segan-segan bagi mereka menghabiskan banyak uang dalam sekejap. Kebiasaan itulah yang membuat mereka angkuh dan sombong. Bagi mereka kesenangan yang terpenting.
*
Di kamar.
Vino membukakan pintu kamarnya lebar-lebar, dilihatnya kamar sudah gelap gulita hanya sinar lampu remang-remang bercahaya menyinari kamar.
Matanya yang hijau menajam melihat menatap kearah ranjang, Senyuman manis langsung tersungging di bibir manisnya saat mata hijaunya berhasil menangkap sesosok wanita yang ia cari di atas sana.
Dengan tergesa-gesa ia menutup pintu itu kembali.
"Sayang, sekarang kamu sudah mulai suka gelap-gelapan ya." ucap Vino sembari mendaratkan tubuhnya di atas ranjang.
Tangannya yang panjang dengan segera membuka kancing jas dan kemeja yang ia kenakan.
Dengan kuat Vino melempar kemejanya sembarang arah tidak peduli kemana kemeja itu terlempar. Yang terpenting ia bisa menuntaskan nafsunya yang mulai memburu.
Kini belahan dada Vino sudah telanjang bulat tidak ada kain apapun yang menutupi tubuhnya itu kecuali celana pendek yang bermerek Kelvin menutup benda tumpul yang sudah mulai mengeras di sana.
Seakan tidak sabar Vino menindih wanita yang ia anggap adalah kekasihnya Bella. Menciumi sekujur tubuh wanita itu. Memberikan tanda pemiliknya.
Secara hampir bersamaan tanpa diduga dan disadari pintu kamar Varrel terbuka sedikit demi sedikit, suara saklar lampu pun terdengar. Hingga dalam sekejap kamar menjadi terang-benderang.
Dua laki-laki yang berbeda usia berdiri mematung di ambang pintu. Keduanya membulatkan mata mereka masing-masing. Menyaksikan adegan panas yang sedang terjadi.
Tak terima dengan apa yang ia lihat laki-laki yang usianya lebih tua ketimbang satunya lagi pun berteriak memanggil nama Vino.
"Vinoooo" Suara itu terdengar begitu lantang dan sangat keras hingga membuat siapa saja terkejut bukan main ketikan mendengarnya.
Nyonya Erie yang sedang berbincang-bincang dengan teman sosialitanya dan juga Bella di ruangan tamu seketika terkejut tak kala suara itu sampai terdengar di telinganya. Suara laki-laki yang sangat ia kenali.
"Kakek." guma Nyonya Erie.
"Kakek." Vino yang terkejut saat melihat Kakek dan Kakaknya Radit sedang mematung di ambang pintu seketika terkesiap, matanya yang hijau tak berkedip, tanpa menunggu lagi Vino dengan gerak cepat turun dari ranjang.
Matanya melirik kearah wanita yang ia tiduri.
Dan serasa saat itu juga matanya seakan ingin keluar dari lobang mata, dirinya terkejut bukan main tak kala kedua mata hijaunya melihat wanita yang berada di atas ranjangnya yang teryata bukanlah Bella tapi melainkan Wulan. Seorang pelayan yang menumpahkan jus anggur ke jasnya tadi.
"K-Kamu." Vino seakan kaku berkata-kata walaupun hanya satu kata. Tangannya secara gemetar menunjuk ke arah Wulan yang terlihat sedang tertidur pulas.
Bersambung....
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved