Bab 19 Aneh
by Edy official
15:06,Jun 23,2021
Malam hari setelah kejadian tadi terjatuh dari lumpur kedekatan Vino dan Wulan sudah mulai terlihat, seperti sekarang saat mereka berdua berada di meja makan. Dengan penuh rasa semangat Vino memakan semua makanan yang di ambilkan Wulan tak terkecuali.
Seperti layaknya orang ketagihan Vino memakan semuanya dengan rakusnya. Tak lupa laki-laki itu mengajungkan jempol tangannya pertanda sangat enak.
"Ini benar-benar enak sekali melebihi makanan dibintang lima," ucap Vino sedikit tertahan karena makanan sudah penuh di rongga mulutnya itu.
"Tentu, nenekku sudah ahli dalam bidang memasak jangan diragukan laki, benarkan Nek?" balas Wulan juga tak kalah rakusnya dengan Vino.
"Kamu bisa aja nduk." ucap nenek Jamila tersenyum simpul mendapatkan pujian dari menantunya itu.
"Besok, kita bisa langsung ziarah. Nenek tadi sudah berbicara pada pak Hasan dan Ibu Ratna agar membimbing kita berdoa nantinya di pemakaman. Sekalian katanya mereka juga ingin berdoa untuk almarhum anaknya," ucap nenek Jamila lagi disela-sela makannya.
"Iya nek." Wulan mengangguk cepat.
"Kita besok akan tempat pemakaman Ibumu?" tanya Vino berhati mengunyah menatap sendu kearah Wulan. Rasa ibanya kembali datang.
"Iya, ibu dan ayahku sudah meninggal sejak beberapa tahun lalu. Dan dari sejak itu aku disini tinggal bersama nenek, karena hanya nenek satu-satunya saudara yang aku miliki," jawab Wulan cepat. Sungguh, kehilangan kedua orang membuat Wulan terpukul hebat. Setiap hari ia selalu mengurungkan dirinya didalam kamar menghabiskan waktunya hanya dengan termenung dan melamun.
"Maaf, aku tidak tau?" Vino merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa bukankah kita kesini mau berziarah" sahut Wulan santai lalu kembali melanjutkan makannya.
***
Dikamar, setelah menghabiskan banyak makanan dan sedikit berbincang-bincang bersama diruang tamu. Kini tibalah waktunya untuk beristirahat. Wulan yang berada dikamar segera menyiapkan selimut dan bantal menaruh rapi atas ranjang, lalu kemudian wanita mengambil tikar dan langsung membukanya di samping ranjang.
Tak lupa Wulan mengambilkan juga selimut dan bantal untuk ia tidur di atas tikar tersebut. Karena tidak punya kasur lain terpaksa Wulan mengalah, sangat tidak mungkin baginya untuk menyuruh Vino tidur di atas tikar.
Lelaki itu pasti akan protes dan marah besar pikir Wulan, langsung merebahkan tubuhnya di atas tikar tersebut.
Vino mendelik, keningnya berkerut dalam melihat apa yang dilakukan istrinya itu. "Kamu ngapain disana?" tanya Vino yang sudah naik keatas ranjang.
Walau ranjang kamar Wulan tidak senyaman ranjangnya di mansion Kakek, tapi Vino memakluminya dia tidak berkata apa-apa. Kehidupan sederhana seperti Wulan pasti sangat sulit untuk dilakukan, tapi setidaknya Vino memahami kondisi keluarga istrinya.
"Emangnya mau ngapain lagi, mau tidur lah." jawab Wulan santai.
"Maksudku, ngapain kamu tidur disana kenapa tidak di atas kasur?" tepuk Vino di kasur sebelahnya.
"Apa ...." Wulan seketika tertawa setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan suaminya itu. Padahal bukankah dia sendiri yang tidak mau tidur seranjang dengannya. Sewaktu di mansion Kakek Azman saja, Vino tidak semalam pun tidur dengannya. Laki-laki itu selalu menghabiskan malamnya dikamar tamu.
Lalu kenapa sekarang Vino menyuruhnya untuk tidur seranjang. Wulan seperti tidak mempercayainya. Apa suaminya itu sudah gagar otak atau amnesia. Wulan masih tidak berhenti untuk ketawa.
"Candaanmu sungguh sangat lucu tuan muda Vino. Aku tidak menyangka setan apa yang merasuki anda sehingga anda berkata seperti itu," tutur Wulan sedikit tersenyum tipis.
"Aku tidak sedang bercanda, ayo cepat kemari. Disini masih luas dan lagi pula ini juga ranjangmu kan, kamu berhak untuk tidur disini," sahut Vino.
"Tidak apa-apa tuan Muda, bukanya kalau di mansion Kakek anda tidak mau melihat saya, jangankan tidur seranjang melihat kehadiran saya saja anda sudah kesal setengah mati." ledek Wulan dirinya serasa dipermainkan oleh Sultan yang satu ini.
"Aku sudah merubah pikiran, kenapa kamu banyak bicara." tak menunggu lagi Wulan segera bangkit dari ranjang dan mengendong Wulan paksa menaruhnya di atas ranjang.
"Disini, cepat tidur jangan banyak bicara, atau kalau tidak!" ancam Vino tersenyum kecil.
"Kalau tidak apa?" Dengan polosnya Wulan menatap kearah Vino.
"Aku akan memakanmu malam ini dan membuat kamu tidak bisa jalan besok, bagaimana, kamu mau?" tanya Vino menatap memangsa kearah Wulan seolah-olah siap memakan Wulan saat ini juga.
"Tidak!" desis Wulan sontak langsung menarik selimut hingga menutupi wajahnya sudah takut sekaligus malu.
Ia tidak bisa membayangkan kalau sampai dia jalan ngangkang besok, pasti pak Hasan dan Bu Ranta akan melihatnya dan itu sungguh membuat Wulan sangat malu.
Vino tersenyum puas melihat itu. Tidak disangka Wulan begitu takut dengannya. Padahal diluar sana begitu banyak wanita yang sangat ingin menatap wajahnya apalagi tidur dengannya. Tapi Wulan sepertinya berbeda, Vino merasa kagum melihat sikap Wulan.
Kalau dibandingkan dengan Bella, wanita model tapi berbadan pelacu* itu sangat tidak ada apa apanya. Vino berbaring manik-manik matanya menatap langit-langit kamar sembari tersenyum membayangkan kejadian tadi sewaktu ia masih di sawah bermain lumpur.
Rasanya ia seperti sangat bahagia, entah kenapa perasaannya terasa sangat nyaman bersama Wulan. Berbeda jika berada dekat dengan wanita lain apalagi Bella. Yang membuat ia jenuh selalu memenuhi kebutuhannya.
***
Pagi hari, matahari sudah kembali menyinari bumi sebagai rutinitasnya dalam tata Surya. Hembusan angin pagi dan suara nyanyian burung di pepohonan sungguh melengkapi layaknya di surga.
Wulan semakin menggeliat, tubuhnya serasa mendapatkan kehangatan luar biasa, rasa nyaman pun kembali membuat ia lupa kalau sudah waktunya bangkit menyiapkan sarapan pagi.
Tapi karena silaunya cahaya matahari berhasil menembus lubang kecil jendela membuat Wulan mengerjapkan kedua kelopak matanya siap terbuka.
Wulan menguap, entah yang keberapa kalinya sudah. Kehangatan dalam tubuhnya sungguh membuat ia tidur nyenyak sekali tadi malam.
"Hem, nyenyak sekali. Kau benar-benar membuat aku tidur nyenyak wahai bantal kesayanganku." ucap Wulan sebelum sesaat ia akan membuka bola matanya.
Samar-samar Wulan melihat, diikuti dengan kucekan mata supaya terlihat jelas, langsung matanya tertuju pada bulu halus mengenai wajahnya.
Wulan mendekati, apa ini? Wanita itu mengusurkan tubuhnya sedikit. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat teryata dia sadari tadi malam dalam pelukan Vino, wajah berada tepat di bidang dada suaminya itu.
Glukkkk
Wulan menelan salivanya kasar, matanya sangat jelas melihat bulu-bulu halus tumbuh memenuhi dada sixpack Vino. Sekali lagi Wulan menelan salivanya kasar.
Lalu kedua bola matanya teralih melihat kearah wajah tampan Vino. Mantannya yang indah, alisnya yang tebal serta bibirnya yang sangat seksi itu sungguh, membuat Wulan menelan salivanya yang entah keberapa Kalinya sudah.
'Tampan' kata itu seakan-akan memaksa keluar dari mulutnya, Wulan begitu terpana melihatnya. Jujur Wulan sebenarnya begitu mengangumi ketampanan Vino yang sangat tidak manusiawi itu.
Namun sikap Vino membuka ia jengkel terhadap laki-laki itu.
Wulan tersenyum, tangannya bergerak menyentuh hidung mancung Vino setelah puas beralih kearah alis, Wulan memainkan jari telunjuknya disana.
Rasanya seperti kebahagiaan melanda, hati Wulan mulai berdetak sangat cepat siap meledak. Suasana panas pun seketika terasa dalam dirinya pun nafasnya terasa sesak. Seperti kekurangan oksigen.
"Sudah puas memandangiku." tiba-tiba Vino bersuara membuat Wulan terkejut diikuti kedua bola matanya membulat dengan sangat sempurna.
"Hm, kenapa berhenti!" ucap Vino lagi tanpa membuka matanya.
Sungguh, jantung Wulan siap meledek sekarang, dia begitu sangat malu. Hingga dengan cepat ia membenamkan kembali wajahnya di bidang dada suaminya itu. Wajahnya sudah merah seperti tomat siap panen.
Vino tersenyum puas melihat itu, sebenarnya laki-laki itu sudah sadari tadi terbangun bahkan sebelum Wulan bangun, namun Vino memilih berpura-pura tidur supaya bisa melihat reaksi Wulan nantinya bagaimana. Ketika terdapat kalau dia dalam pelukan hangat sang suami.
Bersambung .....
Seperti layaknya orang ketagihan Vino memakan semuanya dengan rakusnya. Tak lupa laki-laki itu mengajungkan jempol tangannya pertanda sangat enak.
"Ini benar-benar enak sekali melebihi makanan dibintang lima," ucap Vino sedikit tertahan karena makanan sudah penuh di rongga mulutnya itu.
"Tentu, nenekku sudah ahli dalam bidang memasak jangan diragukan laki, benarkan Nek?" balas Wulan juga tak kalah rakusnya dengan Vino.
"Kamu bisa aja nduk." ucap nenek Jamila tersenyum simpul mendapatkan pujian dari menantunya itu.
"Besok, kita bisa langsung ziarah. Nenek tadi sudah berbicara pada pak Hasan dan Ibu Ratna agar membimbing kita berdoa nantinya di pemakaman. Sekalian katanya mereka juga ingin berdoa untuk almarhum anaknya," ucap nenek Jamila lagi disela-sela makannya.
"Iya nek." Wulan mengangguk cepat.
"Kita besok akan tempat pemakaman Ibumu?" tanya Vino berhati mengunyah menatap sendu kearah Wulan. Rasa ibanya kembali datang.
"Iya, ibu dan ayahku sudah meninggal sejak beberapa tahun lalu. Dan dari sejak itu aku disini tinggal bersama nenek, karena hanya nenek satu-satunya saudara yang aku miliki," jawab Wulan cepat. Sungguh, kehilangan kedua orang membuat Wulan terpukul hebat. Setiap hari ia selalu mengurungkan dirinya didalam kamar menghabiskan waktunya hanya dengan termenung dan melamun.
"Maaf, aku tidak tau?" Vino merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa bukankah kita kesini mau berziarah" sahut Wulan santai lalu kembali melanjutkan makannya.
***
Dikamar, setelah menghabiskan banyak makanan dan sedikit berbincang-bincang bersama diruang tamu. Kini tibalah waktunya untuk beristirahat. Wulan yang berada dikamar segera menyiapkan selimut dan bantal menaruh rapi atas ranjang, lalu kemudian wanita mengambil tikar dan langsung membukanya di samping ranjang.
Tak lupa Wulan mengambilkan juga selimut dan bantal untuk ia tidur di atas tikar tersebut. Karena tidak punya kasur lain terpaksa Wulan mengalah, sangat tidak mungkin baginya untuk menyuruh Vino tidur di atas tikar.
Lelaki itu pasti akan protes dan marah besar pikir Wulan, langsung merebahkan tubuhnya di atas tikar tersebut.
Vino mendelik, keningnya berkerut dalam melihat apa yang dilakukan istrinya itu. "Kamu ngapain disana?" tanya Vino yang sudah naik keatas ranjang.
Walau ranjang kamar Wulan tidak senyaman ranjangnya di mansion Kakek, tapi Vino memakluminya dia tidak berkata apa-apa. Kehidupan sederhana seperti Wulan pasti sangat sulit untuk dilakukan, tapi setidaknya Vino memahami kondisi keluarga istrinya.
"Emangnya mau ngapain lagi, mau tidur lah." jawab Wulan santai.
"Maksudku, ngapain kamu tidur disana kenapa tidak di atas kasur?" tepuk Vino di kasur sebelahnya.
"Apa ...." Wulan seketika tertawa setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan suaminya itu. Padahal bukankah dia sendiri yang tidak mau tidur seranjang dengannya. Sewaktu di mansion Kakek Azman saja, Vino tidak semalam pun tidur dengannya. Laki-laki itu selalu menghabiskan malamnya dikamar tamu.
Lalu kenapa sekarang Vino menyuruhnya untuk tidur seranjang. Wulan seperti tidak mempercayainya. Apa suaminya itu sudah gagar otak atau amnesia. Wulan masih tidak berhenti untuk ketawa.
"Candaanmu sungguh sangat lucu tuan muda Vino. Aku tidak menyangka setan apa yang merasuki anda sehingga anda berkata seperti itu," tutur Wulan sedikit tersenyum tipis.
"Aku tidak sedang bercanda, ayo cepat kemari. Disini masih luas dan lagi pula ini juga ranjangmu kan, kamu berhak untuk tidur disini," sahut Vino.
"Tidak apa-apa tuan Muda, bukanya kalau di mansion Kakek anda tidak mau melihat saya, jangankan tidur seranjang melihat kehadiran saya saja anda sudah kesal setengah mati." ledek Wulan dirinya serasa dipermainkan oleh Sultan yang satu ini.
"Aku sudah merubah pikiran, kenapa kamu banyak bicara." tak menunggu lagi Wulan segera bangkit dari ranjang dan mengendong Wulan paksa menaruhnya di atas ranjang.
"Disini, cepat tidur jangan banyak bicara, atau kalau tidak!" ancam Vino tersenyum kecil.
"Kalau tidak apa?" Dengan polosnya Wulan menatap kearah Vino.
"Aku akan memakanmu malam ini dan membuat kamu tidak bisa jalan besok, bagaimana, kamu mau?" tanya Vino menatap memangsa kearah Wulan seolah-olah siap memakan Wulan saat ini juga.
"Tidak!" desis Wulan sontak langsung menarik selimut hingga menutupi wajahnya sudah takut sekaligus malu.
Ia tidak bisa membayangkan kalau sampai dia jalan ngangkang besok, pasti pak Hasan dan Bu Ranta akan melihatnya dan itu sungguh membuat Wulan sangat malu.
Vino tersenyum puas melihat itu. Tidak disangka Wulan begitu takut dengannya. Padahal diluar sana begitu banyak wanita yang sangat ingin menatap wajahnya apalagi tidur dengannya. Tapi Wulan sepertinya berbeda, Vino merasa kagum melihat sikap Wulan.
Kalau dibandingkan dengan Bella, wanita model tapi berbadan pelacu* itu sangat tidak ada apa apanya. Vino berbaring manik-manik matanya menatap langit-langit kamar sembari tersenyum membayangkan kejadian tadi sewaktu ia masih di sawah bermain lumpur.
Rasanya ia seperti sangat bahagia, entah kenapa perasaannya terasa sangat nyaman bersama Wulan. Berbeda jika berada dekat dengan wanita lain apalagi Bella. Yang membuat ia jenuh selalu memenuhi kebutuhannya.
***
Pagi hari, matahari sudah kembali menyinari bumi sebagai rutinitasnya dalam tata Surya. Hembusan angin pagi dan suara nyanyian burung di pepohonan sungguh melengkapi layaknya di surga.
Wulan semakin menggeliat, tubuhnya serasa mendapatkan kehangatan luar biasa, rasa nyaman pun kembali membuat ia lupa kalau sudah waktunya bangkit menyiapkan sarapan pagi.
Tapi karena silaunya cahaya matahari berhasil menembus lubang kecil jendela membuat Wulan mengerjapkan kedua kelopak matanya siap terbuka.
Wulan menguap, entah yang keberapa kalinya sudah. Kehangatan dalam tubuhnya sungguh membuat ia tidur nyenyak sekali tadi malam.
"Hem, nyenyak sekali. Kau benar-benar membuat aku tidur nyenyak wahai bantal kesayanganku." ucap Wulan sebelum sesaat ia akan membuka bola matanya.
Samar-samar Wulan melihat, diikuti dengan kucekan mata supaya terlihat jelas, langsung matanya tertuju pada bulu halus mengenai wajahnya.
Wulan mendekati, apa ini? Wanita itu mengusurkan tubuhnya sedikit. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat teryata dia sadari tadi malam dalam pelukan Vino, wajah berada tepat di bidang dada suaminya itu.
Glukkkk
Wulan menelan salivanya kasar, matanya sangat jelas melihat bulu-bulu halus tumbuh memenuhi dada sixpack Vino. Sekali lagi Wulan menelan salivanya kasar.
Lalu kedua bola matanya teralih melihat kearah wajah tampan Vino. Mantannya yang indah, alisnya yang tebal serta bibirnya yang sangat seksi itu sungguh, membuat Wulan menelan salivanya yang entah keberapa Kalinya sudah.
'Tampan' kata itu seakan-akan memaksa keluar dari mulutnya, Wulan begitu terpana melihatnya. Jujur Wulan sebenarnya begitu mengangumi ketampanan Vino yang sangat tidak manusiawi itu.
Namun sikap Vino membuka ia jengkel terhadap laki-laki itu.
Wulan tersenyum, tangannya bergerak menyentuh hidung mancung Vino setelah puas beralih kearah alis, Wulan memainkan jari telunjuknya disana.
Rasanya seperti kebahagiaan melanda, hati Wulan mulai berdetak sangat cepat siap meledak. Suasana panas pun seketika terasa dalam dirinya pun nafasnya terasa sesak. Seperti kekurangan oksigen.
"Sudah puas memandangiku." tiba-tiba Vino bersuara membuat Wulan terkejut diikuti kedua bola matanya membulat dengan sangat sempurna.
"Hm, kenapa berhenti!" ucap Vino lagi tanpa membuka matanya.
Sungguh, jantung Wulan siap meledek sekarang, dia begitu sangat malu. Hingga dengan cepat ia membenamkan kembali wajahnya di bidang dada suaminya itu. Wajahnya sudah merah seperti tomat siap panen.
Vino tersenyum puas melihat itu, sebenarnya laki-laki itu sudah sadari tadi terbangun bahkan sebelum Wulan bangun, namun Vino memilih berpura-pura tidur supaya bisa melihat reaksi Wulan nantinya bagaimana. Ketika terdapat kalau dia dalam pelukan hangat sang suami.
Bersambung .....
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved