Bab 18 Lumpur
by Edy official
15:06,Jun 23,2021
"Maksud Nenek, Kakeknya Wulan," ucap nenek Jamila nyaris saja ke oplosan.
"Wulan, apa disini tidak ada steak atau lainnya, seefood." bisik Vino kepada Wulan yang berada sampingnya. Wanita tidak memperdulikan, dengan lahapnya ia menyantap makanan didepannya itu. Vino mendengus, sebenarnya perutnya sudah sadari tadi meminta jatah makan tapi karena gudeg dan lumpia belum pernah ia dengar sama sekali membuat Vino sedikit menahan rasa laparnya.
"Nak Vino, kenapa tidak makan. Ayo, nanti makanannya keburu dihabiskan oleh Wulan. Dia sangat rakus dalam hal makanan!" tukas nenek Jamila melihat nasi dipiring Vino masih seperti semula tidak ada tanda-tanda sudah disentuh. Lalu kedua wanita itu kembali melanjutkan makan.
Sedangkan Vino menelan air ludahnya, apalagi melihat Wulan begitu sangat menikmatinya seolah-olah sedang makan di cafe mewah.
Vino mencoba mengambil nasi dalam piringnya lalu mengikuti gaya makan istrinya itu. Mencampurkan nasi itu dengan gudeg, baru perlahan-lahan memasukkan kedalam mulut.
'hem' kening Vino berkerut, sungguh! Ini diluar perkiraan Vino. Rasanya begitu nikmat. Langsung Vino menatap kearah makanan yang baru saja ia makan ini.
Rasanya seperti tidak percaya, ini seperti makan di hotel berbintang, pantas Wulan memakan begitu lahap.
Tanpa menunggu lebih lama lagi-pun Vino dengan rakusnya memakan makanan itu, bahkan laki-laki merampas gudeg milik istrinya.
Wulan dan nenek Jamila tersenyum kecil melihat itu, kerakusan Vino melebihi siapapun yang ada.
***
Tepat pukul lima sore, Wulan mendengus karena sudah kewalahan mencabut pohon ubi yang tak kunjung berhasil. Seluruh tenaganya terkuras semuanya rasanya sudah tidak tersisa sedikit pun tenaga untuk bergerak.
"Hahhhh ...." nafasnya kian naik turun begitu cepat. Perintah nenek untuk mencabut ubi belakang rumah tadi sungguh melelahkan. Biasanya wanita itu kuasa mencabuli pohon ubi tersebut. Mungkin karena terlalu lama dan buahnya sudah besar makanya sangat susah.
"Ya Tuhan, rasanya seluruh tenagaku sudah habis terkuras semuanya," keluh Wulan sembari menghapus keringat yang sempat terjatuh di keningnya.
Karena sudah merasa tidak sanggup lagi akhirnya Wulan beranjak meminta bantuan kepada Vino, terlihat laki-laki itu di atas ranjang kamar sedang memainkan ponselnya.
"Tuan muda Vino, bisakah anda membantu saya sebentar. Mencabut pohon ubi dibelakang rumah. Karena nanti pagi Nenek akan membuat ketok," ucap Wulan dengan penuh lembut di ambang pintu. Tapi sepertinya Vino tidak mendengar perkataan Wulan sama sekali, lelaki itu tidak bergeming atau menatap kearah Wulan.
Wulan mendengus perkataannya sama sekali tidak didengarkan. Akhirnya tanpa pikir panjang lagi Wulan-pun mengambil kasar ponsel Vino mematikannya segera.
"Hey apa yang kau lakukan?" tukas Vino sembari mengambil ponselnya kembali.
"Tidak akan? Kamu itu bikin aku geram, aku sudah kewalahan kamu mendengar perkataan ku saja tidak." sahut Wulan dengan ketuanya pergi dengan cepat karena halaman belakangnya tadi.
"Vino yang menginginkan ponselnya kembali pun mengejar Wulan dari belakang. Lelaki itu terlihat geram, dengan wajah ditekuk dan kaki yang dipercepat Vino mengikuti Wulan sampai halaman belakang.
"Itu, tolong cabut itu dulu. Baru nanti aku akan memberikan ponselmu kembali,"ucap Wulan sembari menunjuk kearah pohon ubi yang tadi tidak bisa-bisa ia cabuti.
"Sekilas mata Vino melirik, lalu kemudian kembali menatap kearah Wulan. Tidak mau?" tukas Vino kembali hendak merampas ponselnya.
"Gak akan, sebelum pohon ubi tercabut aku enggak akan berikan ponselmu" tekat Wulan tetap pada pendiriannya.
"Berikan tidak, cepat berikan atau aku akan membuat kamu menyesal."
"Gak akan!" Wulan bersikeras hingga tanpa ia sadari karena terlalu menghindari dari Vino wanita itu terhuyung kebelakang, atau lebih tepatnya sawah.
Vino yang melihat itu hendak menolong Wulan pun ikut terjatuh ke arah istrinya itu. Pria itu kehilangan keseimbangannya.
"Aaaaaaa ...."
Vino terjatuh dengan tubuh menindih Wulan. Pakaiannya sudah basah terkena percikan lumpur. Begitu juga dengan Wulan. Seluruh tubuhnya sepenuhnya basa apalagi menahan Vino diatasnya.
Tanpa sengaja kedua bibir sepasang sejoli itu menyatukan seketika, Vino terdiam begitupun juga dengan Wulan. Pandangan mereka tidak berjarak keduanya saling beradu pandang.
"Aaaaaaa ...." Wulan yang tersadar segera mendorong tubuh Vino agar menjauh darinya. Membuat laki-laki tampan itu terjatuh disampingnya dan tentu saja bertambah basah dibuangnya.
"Aaagggrrr ...." Vino menatap dirinya sendiri rasa jijik dan mual langsung bergejolak ditubuh laki-laki.
"Huekkk." Vino terus sama muntah-muntah tapi tak tak asa satupun apapun yang keluar dari dalam mulutnya itu.
"Dasar mesum." tukas Wulan kesal sekaligus marah karena Vino tidak berani ciuman pertamanya. Yang sangat ia jagain.
"Huekkk ...." Vino masih saja muntah-muntah. Dia sangat tidak tahan dengan baik lumpur begitu bau dan menjijikkan. Sungguh ini pertama kalinya laki-laki itu terkena lumpur.
"Dasar mesummmm" tukas lagi Wulan sembari melempar lumpur kearah wajah tampan suaminya itu.
"Kau," geram Vino dengan apa yang dilakukan Wulan terhadapnya. Kedua bola matanya langsung berubah memangsa menatap kearah Wulan. "Awas kau, tidak akan kuampuni!" sambung lagi laki-laki itu, beranjak berdiri.
Wulan yang melihat itu tidak tinggal diam, dia langsung ketakutannya dan berlari berkeliling sawah sembari tertawa renyah melihat Vino tak kunjung berhasil menangkapnya. Keahlian Wulan berlari di sawah sungguh tidak diragukan lagi, karena memegang dia besar dalam kampung sawah.
Vino terus saja mengejar Wulan, laki-laki itu tak tinggal diam. Mengajar Wulan sekuat tenaganya. Sudah seperti Rahul dan Anjani.
***
"Hahhhhh hahhhhh hahhhhh" suara nafas keduanya terengah-engah karena sangking lelahnya. Sembari tertidur menatap langit-langit yang sudah berwarna jingga, keduanya tertawa lepas. Menertawakan diri mereka sudah seperti kerbau.
"Ya Allah, apa yang kalian lakukan hah, Wulan," seru nenek Jamila nampaknya sangat terkejut melihat Vino dan Wulan tergeletak di tanah dengan penuh lumpur sawah di seluruh tubuh keduanya.
"Hehehe .... Nenek." Wulan tersenyum memamerkan gigi putihnya itu.
"Kamu ya, Nenek suruh mencabut pohon ubi kenapa kamu malah ngajak suamimu main lumpur hah," tutur nenek Jamila lagi tak habis pikir dengan cucunya yang satu itu.
"Mas Vino mah, dia katanya pengen main lumpur." sahut Wulan cepat memalingkan sekilas wajah Vino nampak polos terkena tuduhan.
"Kenapa aku?" Vino mengerutkan keningnya. Padahal ini murni salah Wulan yang tadi merampas ponselnya.
"Ponselku!" Vino sontak bangkit, dia baru saja tersadar kalau ponselnya terjatuh dalam lumpur bersamaan dengan Wulan tadi.
"Wulan, apa disini tidak ada steak atau lainnya, seefood." bisik Vino kepada Wulan yang berada sampingnya. Wanita tidak memperdulikan, dengan lahapnya ia menyantap makanan didepannya itu. Vino mendengus, sebenarnya perutnya sudah sadari tadi meminta jatah makan tapi karena gudeg dan lumpia belum pernah ia dengar sama sekali membuat Vino sedikit menahan rasa laparnya.
"Nak Vino, kenapa tidak makan. Ayo, nanti makanannya keburu dihabiskan oleh Wulan. Dia sangat rakus dalam hal makanan!" tukas nenek Jamila melihat nasi dipiring Vino masih seperti semula tidak ada tanda-tanda sudah disentuh. Lalu kedua wanita itu kembali melanjutkan makan.
Sedangkan Vino menelan air ludahnya, apalagi melihat Wulan begitu sangat menikmatinya seolah-olah sedang makan di cafe mewah.
Vino mencoba mengambil nasi dalam piringnya lalu mengikuti gaya makan istrinya itu. Mencampurkan nasi itu dengan gudeg, baru perlahan-lahan memasukkan kedalam mulut.
'hem' kening Vino berkerut, sungguh! Ini diluar perkiraan Vino. Rasanya begitu nikmat. Langsung Vino menatap kearah makanan yang baru saja ia makan ini.
Rasanya seperti tidak percaya, ini seperti makan di hotel berbintang, pantas Wulan memakan begitu lahap.
Tanpa menunggu lebih lama lagi-pun Vino dengan rakusnya memakan makanan itu, bahkan laki-laki merampas gudeg milik istrinya.
Wulan dan nenek Jamila tersenyum kecil melihat itu, kerakusan Vino melebihi siapapun yang ada.
***
Tepat pukul lima sore, Wulan mendengus karena sudah kewalahan mencabut pohon ubi yang tak kunjung berhasil. Seluruh tenaganya terkuras semuanya rasanya sudah tidak tersisa sedikit pun tenaga untuk bergerak.
"Hahhhh ...." nafasnya kian naik turun begitu cepat. Perintah nenek untuk mencabut ubi belakang rumah tadi sungguh melelahkan. Biasanya wanita itu kuasa mencabuli pohon ubi tersebut. Mungkin karena terlalu lama dan buahnya sudah besar makanya sangat susah.
"Ya Tuhan, rasanya seluruh tenagaku sudah habis terkuras semuanya," keluh Wulan sembari menghapus keringat yang sempat terjatuh di keningnya.
Karena sudah merasa tidak sanggup lagi akhirnya Wulan beranjak meminta bantuan kepada Vino, terlihat laki-laki itu di atas ranjang kamar sedang memainkan ponselnya.
"Tuan muda Vino, bisakah anda membantu saya sebentar. Mencabut pohon ubi dibelakang rumah. Karena nanti pagi Nenek akan membuat ketok," ucap Wulan dengan penuh lembut di ambang pintu. Tapi sepertinya Vino tidak mendengar perkataan Wulan sama sekali, lelaki itu tidak bergeming atau menatap kearah Wulan.
Wulan mendengus perkataannya sama sekali tidak didengarkan. Akhirnya tanpa pikir panjang lagi Wulan-pun mengambil kasar ponsel Vino mematikannya segera.
"Hey apa yang kau lakukan?" tukas Vino sembari mengambil ponselnya kembali.
"Tidak akan? Kamu itu bikin aku geram, aku sudah kewalahan kamu mendengar perkataan ku saja tidak." sahut Wulan dengan ketuanya pergi dengan cepat karena halaman belakangnya tadi.
"Vino yang menginginkan ponselnya kembali pun mengejar Wulan dari belakang. Lelaki itu terlihat geram, dengan wajah ditekuk dan kaki yang dipercepat Vino mengikuti Wulan sampai halaman belakang.
"Itu, tolong cabut itu dulu. Baru nanti aku akan memberikan ponselmu kembali,"ucap Wulan sembari menunjuk kearah pohon ubi yang tadi tidak bisa-bisa ia cabuti.
"Sekilas mata Vino melirik, lalu kemudian kembali menatap kearah Wulan. Tidak mau?" tukas Vino kembali hendak merampas ponselnya.
"Gak akan, sebelum pohon ubi tercabut aku enggak akan berikan ponselmu" tekat Wulan tetap pada pendiriannya.
"Berikan tidak, cepat berikan atau aku akan membuat kamu menyesal."
"Gak akan!" Wulan bersikeras hingga tanpa ia sadari karena terlalu menghindari dari Vino wanita itu terhuyung kebelakang, atau lebih tepatnya sawah.
Vino yang melihat itu hendak menolong Wulan pun ikut terjatuh ke arah istrinya itu. Pria itu kehilangan keseimbangannya.
"Aaaaaaa ...."
Vino terjatuh dengan tubuh menindih Wulan. Pakaiannya sudah basah terkena percikan lumpur. Begitu juga dengan Wulan. Seluruh tubuhnya sepenuhnya basa apalagi menahan Vino diatasnya.
Tanpa sengaja kedua bibir sepasang sejoli itu menyatukan seketika, Vino terdiam begitupun juga dengan Wulan. Pandangan mereka tidak berjarak keduanya saling beradu pandang.
"Aaaaaaa ...." Wulan yang tersadar segera mendorong tubuh Vino agar menjauh darinya. Membuat laki-laki tampan itu terjatuh disampingnya dan tentu saja bertambah basah dibuangnya.
"Aaagggrrr ...." Vino menatap dirinya sendiri rasa jijik dan mual langsung bergejolak ditubuh laki-laki.
"Huekkk." Vino terus sama muntah-muntah tapi tak tak asa satupun apapun yang keluar dari dalam mulutnya itu.
"Dasar mesum." tukas Wulan kesal sekaligus marah karena Vino tidak berani ciuman pertamanya. Yang sangat ia jagain.
"Huekkk ...." Vino masih saja muntah-muntah. Dia sangat tidak tahan dengan baik lumpur begitu bau dan menjijikkan. Sungguh ini pertama kalinya laki-laki itu terkena lumpur.
"Dasar mesummmm" tukas lagi Wulan sembari melempar lumpur kearah wajah tampan suaminya itu.
"Kau," geram Vino dengan apa yang dilakukan Wulan terhadapnya. Kedua bola matanya langsung berubah memangsa menatap kearah Wulan. "Awas kau, tidak akan kuampuni!" sambung lagi laki-laki itu, beranjak berdiri.
Wulan yang melihat itu tidak tinggal diam, dia langsung ketakutannya dan berlari berkeliling sawah sembari tertawa renyah melihat Vino tak kunjung berhasil menangkapnya. Keahlian Wulan berlari di sawah sungguh tidak diragukan lagi, karena memegang dia besar dalam kampung sawah.
Vino terus saja mengejar Wulan, laki-laki itu tak tinggal diam. Mengajar Wulan sekuat tenaganya. Sudah seperti Rahul dan Anjani.
***
"Hahhhhh hahhhhh hahhhhh" suara nafas keduanya terengah-engah karena sangking lelahnya. Sembari tertidur menatap langit-langit yang sudah berwarna jingga, keduanya tertawa lepas. Menertawakan diri mereka sudah seperti kerbau.
"Ya Allah, apa yang kalian lakukan hah, Wulan," seru nenek Jamila nampaknya sangat terkejut melihat Vino dan Wulan tergeletak di tanah dengan penuh lumpur sawah di seluruh tubuh keduanya.
"Hehehe .... Nenek." Wulan tersenyum memamerkan gigi putihnya itu.
"Kamu ya, Nenek suruh mencabut pohon ubi kenapa kamu malah ngajak suamimu main lumpur hah," tutur nenek Jamila lagi tak habis pikir dengan cucunya yang satu itu.
"Mas Vino mah, dia katanya pengen main lumpur." sahut Wulan cepat memalingkan sekilas wajah Vino nampak polos terkena tuduhan.
"Kenapa aku?" Vino mengerutkan keningnya. Padahal ini murni salah Wulan yang tadi merampas ponselnya.
"Ponselku!" Vino sontak bangkit, dia baru saja tersadar kalau ponselnya terjatuh dalam lumpur bersamaan dengan Wulan tadi.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved