Bab 12 Sleep Tight Relax
by Hannadhif
13:17,Jan 15,2021
Cala sedang bersiap-siap untuk pulang ke Malang karena hari Minggu nanti sepupu dekatnya, Mbak Intan, akan melangsungkan pernikahan. Cala akan berada di Malang selama dua hari sebab tidak banyak waktu luang yang ia miliki. Dari tiga bulan yang lalu ayahnya sudah mewanti-wanti Cala untuk mengosongkan jadwalnya. Mbak Intan adalah anak dari Budhe Tati, kakaknya sang ayah. Budhe Tati berjasa sekali dalam hidup ayahnya, beliau rela tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena harus bekerja membiayai sekolah adik-adiknya. Budhe Tati harus menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya—eyang Cala—meninggal dunia. Ayah Cala selalu menjadikan perilaku Budeh Tati sebagai pedoman bagi Cala tentang bagaimana seharusnya anak sulung bersikap. “Kau harus selalu memberikan contoh yang baik untuk adik-adikmu.” Begitu beliau bilang.
Saat ini Mbak Intan bekerja sebagai salah satu manajer cabang di restoran cepat saji. Ia akan melepaskan masa lajangnya di usia dua puluh lima tahun. “Itu memang usia yang paling tepat untuk menikah.”
“Baguslah akhirnya menikah juga, jangan kelamaan nanti malah jadi perawan tua.”
“Dua lima itu sudah paling pas bagi wanita untuk menikah, jangan ditunda-tunda lagi.”
Begitulah kira-kira komentar para Budhe dan Pakdhe. Keluarga besar Cala memang tergolong keluarga konvensional yang masih menjunjung adat dan kebiasaan lama.
“Semuanya sudah beres?” Tanya Lilly yang sejak tadi membantu Cala berkemas. Cala mengingat-ngingat barang apalagi yang harus ia bawa. Tapi kenyataannya memang tidak banyak yang harus dibawa, semua peralatan dan perlengkapan untuk hari H sudah ada di rumahnya. Cala hanya perlu membawa ponsel, dompet, laptop, chargeran, tempat make up, beberapa pasang pakaian terbaiknya, dan alat untuk curly rambut milik Brenda. Cala tidak ingin rambutnya disanggul, ia lebih memilih untuk menggerai dan meng-curly rambutnya.
“Sudah.” Jawabnya yakin.
“Tidak perlu diantar ke stasiun?” Lilly bertanya untuk kesekian kalinya.
“Tidak, Lilly. Reino akan mengantarku.”
Itu adalah kesempatan bagi Lilly untuk menggoda sahabatnya, “Jadi, apa keputusanmu?” Cala tahu maksud dari pertanyaan Lilly, ia sudah menceritakan semuanya pada Lilly dan Brenda mengenai kejadian di restoran kemarin. Cala merapatkan bibirnya, seolah tidak ingin memberitahu Lilly.
“Jangan membuatku mati penasaran!” Protes Lilly.
“Aku harus memberitahu Reino terlebih dahulu sebelum memberitahu kalian berdua.”
“Dan kau akan memberitahu Reino saat di stasiun nanti?”
Cala mengangguk sambil tersenyum, entah sedang membayangkan apa.
Malam ini ia harus tidur lebih awal karena keretanya dijadwalkan akan berangkat pukul tujuh pagi. Karena esok adalah hari Sabtu, jadi Reino bisa menjemputnya pukul setengah enam pagi.
“Aku berharap sesuatu yang baik akan terjadi padamu dan Reino.” Ucapnya sambil berjalan keluar kamar Cala, setelah memastikan bahwa persiapan Cala untuk esok telah selesai. Cala tidak menanggapi perkataan Lilly, “Ngomong-ngomong, mana sahabatmu?” Yang Cala maksud tentu saja Brenda.
Lilly kini sudah berada di ujung pintu, “Kemana lagi kalau bukan sedang berduaan dengan Bastian.”
“Mau taruhan? Kira-kira berapa lama hubungan Brenda dan Bastian akan bertahan?”
“Kau jahat, Cala. Tapi menurutku, mungkin tiga bulan?” Tebaknya sambil menahan tawa.
Cala memasang ekspresi misterius yang membuat Lilly menjadi penasaran. “Tidak sampai tiga bulan Brenda akan tahu kekurangan Bastian.”
“Kau tahu sesuatu tentang Bastian?” tanyanya.
Cala mengendikkan bahu, “Entahlah, aku harap itu hanya dugaanku saja.” Ucapnya sambil menyimpan tas ransel dan tas kecil di atas meja. Lilly sudah pergi dari Cala karena tidak ingin melanjutkan obrolan yang hanya berisi dugaan-dugaan tidak jelas. Prinsip lain yang Lilly miliki adalah tidak membuang-buang energi untuk memikirkan hal negatif yang belum jelas kebenarannya.
Cala memasang earphone pada ponselnya dan membuka aplikasi streaming musik yang saat ini hampir digunakan oleh semua orang. Aplikasi berwarna hijau tersebut memiliki jutaan koleksi lagu dan fitur lainnya, salah satunya adalah fitur poadcast. Ada banyak konten poadcast yang dibuat oleh public figure, mulai dari pelawak, musisi, presenter, penulis, artis, penceramah, bahkan pembuat konten horror pun ikut membuat poadcast. Setiap dari mereka memiliki pasarnya masing-masing. Ada poadcast yang membahas tentang kehidupan, cerita horror, komedi, materi pengembangan diri, sajak, belajar bahasa asing, dan lainnya. Sudah beberapa bulan ini Cala selalu mendengarkan poadcast sebelum tidur. Poadcast kesukaan Cala adalah Sleep Tight Relax. Seperti deskripsi dalam profilnya, “Bersiaplah untuk tertidur dengan tenang mendengarkan suara alam yang menenangkan, musik yang menenangkan, dan beragam cerita pengantar tidur. Diciptakan untuk remaja namun aman untuk segala usia. Sleep Tight Relax dapat membuat waktu tidur menjadi waktu yang berkualitas dengan cara mengalihkan pikiran yang sibuk menjadi tenang dan rileks. Setiap episode menampilkan rutinitas relaksasi dan bebas dari iklan cerita.” Sleep Tight Relax merupakan kanal poadcast yang cocok sekali didengarkan sebagai pengantar tidur karena konten-kontennya yang dapat menenangkan hati dan pikiran setelah seharian disibukkan dengan berbagai aktivitas. Selain itu, alasan Cala menyukai poadcast Sleep Tight Relax karena poadcast tersebut menggunakan bahasa Inggris sehingga bisa melatih kemampuan listening-nya. Sebab bagi Cala, mendengarkan poadcast merupakan suatu kegiatan yang bisa menambah pengetahuan, menghibur, dan sebagai pengantar tidurnya. Cala selalu tertidur lelap ketika sedang mendengarkan poadcast, seolah seseorang dibalik poadcast tersebut murni diutus untuk meninabobokan dirinya. Dan karena Cala sudah mengatur poadcastnya dengan mode malam, maka ia tidak perlu repot-repot menghentikan putaran poadcastnya, sebab poadcast akan otomatis terhenti setelah tiga puluh menit sejak pertama kali diputar. Malam itu Cala memutuskan untuk mendengarkan episode yang berjudul The Time Machine, empat puluh enam detik pertama hanya berisi alunan musik tanpa kata-kata apapun, baru lah di detik ke-empat puluh tujuh hingga selanjutnya Cala mendengarkan cerita yang menenangkan sampai tertidur pulas.
Alarm ponsel Cala berdering tepat pukul empat pagi. Ia benar-benar merasakan tidur yang berkualitas setelah mendengarkan Sleep Tight Relax. Tapi tetap saja, bagaimana pun juga perlu waktu bagi Cala—setidaknya lima belas menit—untuk sekedar “mengumpulkan nyawa.” Butuh effort yang besar untuk bangun ketika orang lain masih tertidur pulas di atas ranjang empuknya. Terpujilah bagi orang-orang yang bekerja dengan system shift. Seperti orang lain pada umumnya, hal yang pertama kali ia lakukan ketika bangun tidur adalah memeriksa ponselnya. Sebenernya itu adalah salah satu kebiasaan buruk yang dapat memberikan dampak negatif. Beberapa artikel pernah membahas bahwa ketika seseorang bangun tidur, maka otak berganti dari gelombang delta ke gelombang teta. Saat itulah seseorang memiliki kesempatan untuk meningkatkan kreativitas dan kecerdasan emosional. Tahap tersebut akan berpengaruh pada suasana hati seseorang. Namun, ketika seseorang langsung mengecek ponsel ketika bangun tidur, maka momen pergantian dari gelombang delta ke gelombang teta tidak akan terjadi, orang tersebut akan langsung beralih ke gelombang beta. Dimana saat memasuki gelombang beta, itu berarti otak kita berada dalam mode stress tinggi. Maka bukan tidak mungkin, mood kita langsung berubah menjadi jelek setelah melakukan hal tersebut. Dan tentu saja akan berpengaruh pada produktivitas kita selama sehari penuh. Mungkin itu mengapa Lilly selalu berpikiran positif, sebab wanita itu tak pernah sekalipun mengecek ponsel ketika bangun tidur. Lilly biasanya akan bersih-bersih terlebih dahulu baru kemudian mengaktifkan ponselnya. Hal itu Lilly lakukan agar otak dan hatinya yang masih fresh di pagi hari tidak dipengaruhi oleh hal-hal buruk yang ia terima lewat ponsel.
Cala bergegas menuju kamar mandi setelah nyawanya terkumpul penuh. Tak banyak yang perlu ia siapkan di pagi hari selain membuat sarapan. Kemarin sore, Cala sempat membeli roti tawar, salada, mentimun, tomat, dan beberapa lembar beef. Pagi ini ia akan membuat sandwich, memang bukan sandwich yang ada di restoran-restoran Amerika, hanya sandwich ala kadarnya, yang terpenting adalah perutnya tidak boleh kosong dan harus terisi makanan. Sarapan merupakan salah satu elemen penting dalam hidup. Sarapan dapat meningkatkan konsentrasi, imunitas, dan menyiapkan energi untuk beraktifitas seharian. Hari yang baik dimulai dengan sarapan yang baik pula. Sarapan tidak perlu mengeyangkan, tetapi menyehatkan. Cala bergegas menuju dapur kos-kosan untuk segera membuat sandwich karena waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi. Wanita itu membuat dua porsi sandwich, satu untuk dirinya dan satu untuk Reino. Berbeda dengan Cala yang menyukai semua jenis sayur, Reino sama sekali tidak menyukai tomat. Tidak lupa ia menuangkan mayonnaise, saos sambal dan saos tomat di atas sandwich yang telah tersusun rapi, terakhir tentu saja ditutup dengan selembar roti. Jadilah sandwich ala Calandra. Saat Cala sedang membereskan perlengkapan masaknya, Lilly yang masih mengenakan baju tidur tiba-tiba datang menghampiri.
“Cala, sepertinya Reino sudah berada di depan.” Ujarnya seperti seseorang yang memang ditugaskan untuk memantau kedatangan Reino.
Cala melihat arlojinya dan tersenyum, ia senang kali ini Reino sangat tepat waktu. “Dia tidak telat, bukan? Kau pasti senang.” Tebak Lilly.
Cala mengangguk sambil tersenyum, “Kau bisa bilang pada Reino untuk menunggu sebentar? Aku harus membereskan ini semua.” Mata Cala beralih pada teflon dan spatula yang belum dicucinya.
“Kau berangkat saja sekarang, biar aku yang mencucinya.” Ucapnya sambil mengeluarkan beberapa bahan masakan dari kulkas. Itu adalah kulkas milik ibu kos yang dijadikan inventaris untuk para penghuni kos. Jika ada yang mau menyimpan sesuatu di dalam kulkas, maka mereka wajib melebeli atau memberi nama. Seperti misalnya menulis nama “Cala, Kamar No. 26” di atas tempat makan yang berisi lembaran beef.
“Serius?” Sejujurnya saat itu Cala benar-benar mengharapkan bantuan Lilly.
“Yes, Cala, lagi pula aku memang ingin membuat sarapan untukku dan Brenda.” Lilly meletakkan mie, telur, sayur kol, cabai, daun bawang, keju, dan sosis di atas meja. Pagi itu ia akan membuat omelet special.
Cala menatap Lilly dengan penuh haru—bercandaan yang sering ia dan Brenda lakukan ketika menerima bantuan dari Lilly—“Lilly, aku dan Brenda sungguh beruntung karena memiliki sahabat sepertimu.”
“Jangan banyak drama, Cala, atau kau akan ketinggalan keretamu.”
“Aku mencintaimu, Lilly, sekarang dan selamanya!!!” Ucapnya terburu-buru sambil berjalan meninggalkan dapur. Cala menutup tempat makannya dan bergegas menuju kamar untuk mengambil barang-barangnya. Benar kata Lilly, Reino sudah berdiri di depan gerbang kos. Pria itu melambaikan tangan begitu melihat Cala keluar dari pintu utama. Reino tahu maksud tatapan Cala, “Ini mobil kakakku, aku sengaja meminjamnya.”
“Untuk?” Tanya Cala.
“Untuk mengantarmu pergi ke stasiun.”
“Padahal aku tidak masalah jika harus naik motor.”
“Aku ingin kau memberi jawaban dengan nyaman.”
Cala menaikkan satu alisnya, ia tahu bahwa Reino sedang menagih janjinya. “Well, tentu saja aku tak lupa. Tapi aku akan memberikan jawaban saat di stasiun nanti, tepat lima menit sebelum aku menaiki kereta.”
Reino mengangguk paham. “Bisa kita berangkat sekarang?” Tanya Cala.
“Tentu.”
Awalnya, Reino berniat membukakan pintu mobil untuk Cala, tapi dengan tegas Cala menolaknya. “Aku benci hal-hal seperti ini, aku masih mampu untuk membuka pintu mobil sendiri, Reino, persetan dengan perilaku romantis.” Reino hanya tersenyum simpul, sudah biasa mendengar perkataan Cala yang selalu terus terang.
Saat Reino sedang fokus menyetir, Cala mengeluarkan tempat makan dari dalam tasnya. Ia kemudian membuka tutup tempat makannya dan menyodorkan sandwich ke arah Reino, “Kau pasti belum sarapan.”
“Bagaimana kau bisa tahu?”
“Hanya menebak. Cepat ambil, aku juga ingin memakan sandwich-ku.”
“Aku sedang menyetir, Cala, mana bisa memegang sandwich?” Tentu saja itu hanya alasan agar ia disuapi Cala, sebenarnya Reino bisa saja menyetir dengan satu tangan. Reino belajar mengendarai mobil sejak umur tujuh belas tahun, dan saat ini kemampuan menyetirnya tidak perlu diragukan lagi.
Cala memutar kedua matanya, menangkap kode yang Reino berikan. “Jangan banyak bicara dan cepat habiskan sandwich-nya.” Ucapnya sambil menyuapi sandwich ke mulut Reino, pria itu tersenyum puas. Merasa senang karena bisa “mengendalikan” Cala, sebab dari semua mantan kekasihnya, Cala merupakan satu-satunya wanita yang paling sulit untuk dikendalikan.
Tanpa sadar, Cala juga tersenyum saat sedang menyuapi Reino. Mereka seperti pasangan suami istri yang hendak pergi mudik, dimana sang istri menyuapi suaminya karena sedang fokus menyetir. Cala buru-buru menyadarkan diri sebelum tenggelam dalam pikiran bodohnya. Pasangan suami istri? Menikah? Sama sekali tak pernah terlintas dibenaknya untuk menikah sebelum ia menjadi wanita karier yang sukses. Ya, Cala adalah salah satu orang yang “menentang” gagasan nikah muda.
Kondisi lalu lintas ibukota di hari itu cukup bersahabat, jalanan tidak macet tetapi tidak juga lenggang. Tepat pukul setengah tujuh pagi mereka berdua sudah tiba di Stasiun Gambir. Ya, Cala akan berangkat dari Stasiun Gambir menuju Stasiun Malang. Stasiun Malang adalah stasiun kereta api terbesar di Kota Malang yang dibuka sejak tahun 1879. Stasiun Malang terletak di Kiduldalem, Klojen, Malang. Letaknya yang strategis membuat stasiun ini terus berkembang setiap tahunnya. Bagaimana tidak, Stasiun Malang terletak tidak jauh dari Alun-alun Bundar, kawasan SMA Tugu; SMA Negeri 1 Malang, SMA Negeri 3 Malang, dan SMA Negeri 4 Malang, Gedung DPRD Kota Malang, Balai Kota Malang, Pasar Klojen, dan tentu saja, Stasiun Malang adalah stasiun terdekat dari rumah orangtua Cala. Cala sudah tidak asing lagi dengan lingkungan itu, sebab ia menghabiskan masa remajanya di sana. Cala merupakan alumni dari SMA Negeri 3 Malang, Sekolah Menengah Atas terbaik di Kota Malang. Sejak dulu, SMA Negeri 3 Malang terkenal dengan sistem pendidikannya yang sangat mengutamakan kedisiplinan. Sebab kedisiplinan merupakan akar dari kesuksesan. Selain itu, SMA Negeri 3 Malang juga memiliki beberapa program unggulan bertaraf internasional, seperti International Competitions and Assessment for School (ICAS), Student Exchange Program, dan Kelas Akselerasi.
Setiap tahunnya SMA Negeri 3 Malang selalu menyaring siswa-siswi terbaik untuk bersekolah di sana, tak heran jika persaingan untuk masuk ke sekolah tersebut begitu ketat. Begitu pula dengan para alumninya, setiap tahun SMA Negeri 3 Malang selalu melahirkan anak-anak terbaik yang berhasil masuk ke universitas terkemuka baik dalam maupun luar negeri, salah satunya adalah Calandra yang berhasil masuk ke Universitas Indonesia. Banyak pula teman-teman seangkatan Cala yang berhasil melanjutkan pendidikan di luar negeri, terutama mereka yang terlahir dari keluarga kaya raya. Well, sebenarnya Cala pun mau melanjutkan kuliah di luar negeri, tapi nyatanya keluarganya tak cukup kaya untuk membiayai pendidikan di luar negeri dan otaknya tak kelewat genius untuk mendapat beasiswa.
Cala dan Reino berjalan cepat memasuki Stasiun Gambir agar tak ketinggalan kereta. Nyatanya, tidak hanya Cala yang harus melakukan perjalanan ke luar kota di pagi hari, ada puluhan bahkan ratusan orang yang harus pergi dari ibukota entah hanya untuk beberapa hari, bulan, bahkan tahun, atau mungkin di antara mereka ada yang memutuskan untuk meninggalkan ibukota dan tidak akan pernah kembali. Entah mengapa setiap kali berada di stasiun kereta api Cala mendapat banyak pelajaran tentang kehidupan. Belajar arti kerja keras dari para pekerja yang berangkat ke kantor menggunakan KRL Commuter Line, belajar arti kesabaran dan keikhlasan dari orang-orang yang harus memberikan tempat duduknya untuk orang lain, serta arti ketegaran dari mereka yang harus pergi merantau ke luar kota dan meninggalkan orang-orang tersayang. Itulah alasan mengapa Cala suka sekali menggunakan transportasi publik. Tidak hanya kereta, tapi juga busway, bus, angkutan umum, ojek, bahkan becak sekalipun.
Kini mereka berdua berada tidak jauh dari peron kereta yang akan Cala naiki. Mereka berdua tampak sedikit canggung karena itulah saat dimana Cala harus menyampaikan apa yang menjadi keputusannya. Pengumuman agar para penumpang segera menaiki kereta pun sudah terdengar. Reino menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil berkata, “Aku menunggu jawabanmu, Cala.”
Cala menoleh ke arah keretanya yang sudah bersiap untuk tancap gas, kini ia kembali menatap Reino. Sejujurnya, Cala memang masih sangat mencintai Reino. Wanita itupun memutuskan untuk menerima cinta Reino kembali. “Ya, aku mau kembali menjalin hubungan denganmu.” Ucapnya dengan suara pelan, jelas sekali bahwa Cala tampak malu-malu.
“Aku tak bisa mendengar ucapanmu, Cala, bukankah biasanya suaramu selalu tegas dan lantang?” Tentu saja Reino hanya menggoda Cala, sebenarnya ia bisa mendengar apa yang Cala ucapkan.
Cala sedikit kesal dan mengulangi ucapannya, “YA, AKU MAU MENJADI PACARMU LAGI, REINO.” Kali ini suara Cala bahkan bisa terdengar oleh para pengunjung lain.
Reino tersenyum puas, tanpa ragu ia langsung memeluk Cala. “Terima kasih atas kesempatan keduanya, Cala.” Ucap Reino.
Cala melingkarkan kedua tangannya di tubuh Reino, mereka berdua persis seperti sepasang kekasih yang sedang melakukan salam perpisahan sebelum satu di antara mereka harus pergi ke luar kota, “Aku harap kita bisa menjadi lebih baik pada hubungan ini.”
“Dan aku harap kita bisa menjadi pasangan yang saling mengerti satu sama lain dan mau menurunkan ego masing-masing.” Sejujurnya itu adalah harapan terbesar Reino untuk hubungan mereka.
Cala mengangguk setuju. Mereka terpaksa harus melepas pelukan hangat itu karena kereta benar-benar akan jalan dengan atau tanpa Cala. Wanita itu berjalan cepat ke arah kereta sambil sesekali membalikkan tubuhnya agar tetap bisa melihat Reino. Terakhir, ia melambaikan tangan saat berdiri di pintu kereta, sebagai salam perpisahan terakhir. Dan pasangan “baru” itupun harus menjalani Long Distance Relationship walau hanya beberapa hari.
Saat ini Mbak Intan bekerja sebagai salah satu manajer cabang di restoran cepat saji. Ia akan melepaskan masa lajangnya di usia dua puluh lima tahun. “Itu memang usia yang paling tepat untuk menikah.”
“Baguslah akhirnya menikah juga, jangan kelamaan nanti malah jadi perawan tua.”
“Dua lima itu sudah paling pas bagi wanita untuk menikah, jangan ditunda-tunda lagi.”
Begitulah kira-kira komentar para Budhe dan Pakdhe. Keluarga besar Cala memang tergolong keluarga konvensional yang masih menjunjung adat dan kebiasaan lama.
“Semuanya sudah beres?” Tanya Lilly yang sejak tadi membantu Cala berkemas. Cala mengingat-ngingat barang apalagi yang harus ia bawa. Tapi kenyataannya memang tidak banyak yang harus dibawa, semua peralatan dan perlengkapan untuk hari H sudah ada di rumahnya. Cala hanya perlu membawa ponsel, dompet, laptop, chargeran, tempat make up, beberapa pasang pakaian terbaiknya, dan alat untuk curly rambut milik Brenda. Cala tidak ingin rambutnya disanggul, ia lebih memilih untuk menggerai dan meng-curly rambutnya.
“Sudah.” Jawabnya yakin.
“Tidak perlu diantar ke stasiun?” Lilly bertanya untuk kesekian kalinya.
“Tidak, Lilly. Reino akan mengantarku.”
Itu adalah kesempatan bagi Lilly untuk menggoda sahabatnya, “Jadi, apa keputusanmu?” Cala tahu maksud dari pertanyaan Lilly, ia sudah menceritakan semuanya pada Lilly dan Brenda mengenai kejadian di restoran kemarin. Cala merapatkan bibirnya, seolah tidak ingin memberitahu Lilly.
“Jangan membuatku mati penasaran!” Protes Lilly.
“Aku harus memberitahu Reino terlebih dahulu sebelum memberitahu kalian berdua.”
“Dan kau akan memberitahu Reino saat di stasiun nanti?”
Cala mengangguk sambil tersenyum, entah sedang membayangkan apa.
Malam ini ia harus tidur lebih awal karena keretanya dijadwalkan akan berangkat pukul tujuh pagi. Karena esok adalah hari Sabtu, jadi Reino bisa menjemputnya pukul setengah enam pagi.
“Aku berharap sesuatu yang baik akan terjadi padamu dan Reino.” Ucapnya sambil berjalan keluar kamar Cala, setelah memastikan bahwa persiapan Cala untuk esok telah selesai. Cala tidak menanggapi perkataan Lilly, “Ngomong-ngomong, mana sahabatmu?” Yang Cala maksud tentu saja Brenda.
Lilly kini sudah berada di ujung pintu, “Kemana lagi kalau bukan sedang berduaan dengan Bastian.”
“Mau taruhan? Kira-kira berapa lama hubungan Brenda dan Bastian akan bertahan?”
“Kau jahat, Cala. Tapi menurutku, mungkin tiga bulan?” Tebaknya sambil menahan tawa.
Cala memasang ekspresi misterius yang membuat Lilly menjadi penasaran. “Tidak sampai tiga bulan Brenda akan tahu kekurangan Bastian.”
“Kau tahu sesuatu tentang Bastian?” tanyanya.
Cala mengendikkan bahu, “Entahlah, aku harap itu hanya dugaanku saja.” Ucapnya sambil menyimpan tas ransel dan tas kecil di atas meja. Lilly sudah pergi dari Cala karena tidak ingin melanjutkan obrolan yang hanya berisi dugaan-dugaan tidak jelas. Prinsip lain yang Lilly miliki adalah tidak membuang-buang energi untuk memikirkan hal negatif yang belum jelas kebenarannya.
Cala memasang earphone pada ponselnya dan membuka aplikasi streaming musik yang saat ini hampir digunakan oleh semua orang. Aplikasi berwarna hijau tersebut memiliki jutaan koleksi lagu dan fitur lainnya, salah satunya adalah fitur poadcast. Ada banyak konten poadcast yang dibuat oleh public figure, mulai dari pelawak, musisi, presenter, penulis, artis, penceramah, bahkan pembuat konten horror pun ikut membuat poadcast. Setiap dari mereka memiliki pasarnya masing-masing. Ada poadcast yang membahas tentang kehidupan, cerita horror, komedi, materi pengembangan diri, sajak, belajar bahasa asing, dan lainnya. Sudah beberapa bulan ini Cala selalu mendengarkan poadcast sebelum tidur. Poadcast kesukaan Cala adalah Sleep Tight Relax. Seperti deskripsi dalam profilnya, “Bersiaplah untuk tertidur dengan tenang mendengarkan suara alam yang menenangkan, musik yang menenangkan, dan beragam cerita pengantar tidur. Diciptakan untuk remaja namun aman untuk segala usia. Sleep Tight Relax dapat membuat waktu tidur menjadi waktu yang berkualitas dengan cara mengalihkan pikiran yang sibuk menjadi tenang dan rileks. Setiap episode menampilkan rutinitas relaksasi dan bebas dari iklan cerita.” Sleep Tight Relax merupakan kanal poadcast yang cocok sekali didengarkan sebagai pengantar tidur karena konten-kontennya yang dapat menenangkan hati dan pikiran setelah seharian disibukkan dengan berbagai aktivitas. Selain itu, alasan Cala menyukai poadcast Sleep Tight Relax karena poadcast tersebut menggunakan bahasa Inggris sehingga bisa melatih kemampuan listening-nya. Sebab bagi Cala, mendengarkan poadcast merupakan suatu kegiatan yang bisa menambah pengetahuan, menghibur, dan sebagai pengantar tidurnya. Cala selalu tertidur lelap ketika sedang mendengarkan poadcast, seolah seseorang dibalik poadcast tersebut murni diutus untuk meninabobokan dirinya. Dan karena Cala sudah mengatur poadcastnya dengan mode malam, maka ia tidak perlu repot-repot menghentikan putaran poadcastnya, sebab poadcast akan otomatis terhenti setelah tiga puluh menit sejak pertama kali diputar. Malam itu Cala memutuskan untuk mendengarkan episode yang berjudul The Time Machine, empat puluh enam detik pertama hanya berisi alunan musik tanpa kata-kata apapun, baru lah di detik ke-empat puluh tujuh hingga selanjutnya Cala mendengarkan cerita yang menenangkan sampai tertidur pulas.
Alarm ponsel Cala berdering tepat pukul empat pagi. Ia benar-benar merasakan tidur yang berkualitas setelah mendengarkan Sleep Tight Relax. Tapi tetap saja, bagaimana pun juga perlu waktu bagi Cala—setidaknya lima belas menit—untuk sekedar “mengumpulkan nyawa.” Butuh effort yang besar untuk bangun ketika orang lain masih tertidur pulas di atas ranjang empuknya. Terpujilah bagi orang-orang yang bekerja dengan system shift. Seperti orang lain pada umumnya, hal yang pertama kali ia lakukan ketika bangun tidur adalah memeriksa ponselnya. Sebenernya itu adalah salah satu kebiasaan buruk yang dapat memberikan dampak negatif. Beberapa artikel pernah membahas bahwa ketika seseorang bangun tidur, maka otak berganti dari gelombang delta ke gelombang teta. Saat itulah seseorang memiliki kesempatan untuk meningkatkan kreativitas dan kecerdasan emosional. Tahap tersebut akan berpengaruh pada suasana hati seseorang. Namun, ketika seseorang langsung mengecek ponsel ketika bangun tidur, maka momen pergantian dari gelombang delta ke gelombang teta tidak akan terjadi, orang tersebut akan langsung beralih ke gelombang beta. Dimana saat memasuki gelombang beta, itu berarti otak kita berada dalam mode stress tinggi. Maka bukan tidak mungkin, mood kita langsung berubah menjadi jelek setelah melakukan hal tersebut. Dan tentu saja akan berpengaruh pada produktivitas kita selama sehari penuh. Mungkin itu mengapa Lilly selalu berpikiran positif, sebab wanita itu tak pernah sekalipun mengecek ponsel ketika bangun tidur. Lilly biasanya akan bersih-bersih terlebih dahulu baru kemudian mengaktifkan ponselnya. Hal itu Lilly lakukan agar otak dan hatinya yang masih fresh di pagi hari tidak dipengaruhi oleh hal-hal buruk yang ia terima lewat ponsel.
Cala bergegas menuju kamar mandi setelah nyawanya terkumpul penuh. Tak banyak yang perlu ia siapkan di pagi hari selain membuat sarapan. Kemarin sore, Cala sempat membeli roti tawar, salada, mentimun, tomat, dan beberapa lembar beef. Pagi ini ia akan membuat sandwich, memang bukan sandwich yang ada di restoran-restoran Amerika, hanya sandwich ala kadarnya, yang terpenting adalah perutnya tidak boleh kosong dan harus terisi makanan. Sarapan merupakan salah satu elemen penting dalam hidup. Sarapan dapat meningkatkan konsentrasi, imunitas, dan menyiapkan energi untuk beraktifitas seharian. Hari yang baik dimulai dengan sarapan yang baik pula. Sarapan tidak perlu mengeyangkan, tetapi menyehatkan. Cala bergegas menuju dapur kos-kosan untuk segera membuat sandwich karena waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi. Wanita itu membuat dua porsi sandwich, satu untuk dirinya dan satu untuk Reino. Berbeda dengan Cala yang menyukai semua jenis sayur, Reino sama sekali tidak menyukai tomat. Tidak lupa ia menuangkan mayonnaise, saos sambal dan saos tomat di atas sandwich yang telah tersusun rapi, terakhir tentu saja ditutup dengan selembar roti. Jadilah sandwich ala Calandra. Saat Cala sedang membereskan perlengkapan masaknya, Lilly yang masih mengenakan baju tidur tiba-tiba datang menghampiri.
“Cala, sepertinya Reino sudah berada di depan.” Ujarnya seperti seseorang yang memang ditugaskan untuk memantau kedatangan Reino.
Cala melihat arlojinya dan tersenyum, ia senang kali ini Reino sangat tepat waktu. “Dia tidak telat, bukan? Kau pasti senang.” Tebak Lilly.
Cala mengangguk sambil tersenyum, “Kau bisa bilang pada Reino untuk menunggu sebentar? Aku harus membereskan ini semua.” Mata Cala beralih pada teflon dan spatula yang belum dicucinya.
“Kau berangkat saja sekarang, biar aku yang mencucinya.” Ucapnya sambil mengeluarkan beberapa bahan masakan dari kulkas. Itu adalah kulkas milik ibu kos yang dijadikan inventaris untuk para penghuni kos. Jika ada yang mau menyimpan sesuatu di dalam kulkas, maka mereka wajib melebeli atau memberi nama. Seperti misalnya menulis nama “Cala, Kamar No. 26” di atas tempat makan yang berisi lembaran beef.
“Serius?” Sejujurnya saat itu Cala benar-benar mengharapkan bantuan Lilly.
“Yes, Cala, lagi pula aku memang ingin membuat sarapan untukku dan Brenda.” Lilly meletakkan mie, telur, sayur kol, cabai, daun bawang, keju, dan sosis di atas meja. Pagi itu ia akan membuat omelet special.
Cala menatap Lilly dengan penuh haru—bercandaan yang sering ia dan Brenda lakukan ketika menerima bantuan dari Lilly—“Lilly, aku dan Brenda sungguh beruntung karena memiliki sahabat sepertimu.”
“Jangan banyak drama, Cala, atau kau akan ketinggalan keretamu.”
“Aku mencintaimu, Lilly, sekarang dan selamanya!!!” Ucapnya terburu-buru sambil berjalan meninggalkan dapur. Cala menutup tempat makannya dan bergegas menuju kamar untuk mengambil barang-barangnya. Benar kata Lilly, Reino sudah berdiri di depan gerbang kos. Pria itu melambaikan tangan begitu melihat Cala keluar dari pintu utama. Reino tahu maksud tatapan Cala, “Ini mobil kakakku, aku sengaja meminjamnya.”
“Untuk?” Tanya Cala.
“Untuk mengantarmu pergi ke stasiun.”
“Padahal aku tidak masalah jika harus naik motor.”
“Aku ingin kau memberi jawaban dengan nyaman.”
Cala menaikkan satu alisnya, ia tahu bahwa Reino sedang menagih janjinya. “Well, tentu saja aku tak lupa. Tapi aku akan memberikan jawaban saat di stasiun nanti, tepat lima menit sebelum aku menaiki kereta.”
Reino mengangguk paham. “Bisa kita berangkat sekarang?” Tanya Cala.
“Tentu.”
Awalnya, Reino berniat membukakan pintu mobil untuk Cala, tapi dengan tegas Cala menolaknya. “Aku benci hal-hal seperti ini, aku masih mampu untuk membuka pintu mobil sendiri, Reino, persetan dengan perilaku romantis.” Reino hanya tersenyum simpul, sudah biasa mendengar perkataan Cala yang selalu terus terang.
Saat Reino sedang fokus menyetir, Cala mengeluarkan tempat makan dari dalam tasnya. Ia kemudian membuka tutup tempat makannya dan menyodorkan sandwich ke arah Reino, “Kau pasti belum sarapan.”
“Bagaimana kau bisa tahu?”
“Hanya menebak. Cepat ambil, aku juga ingin memakan sandwich-ku.”
“Aku sedang menyetir, Cala, mana bisa memegang sandwich?” Tentu saja itu hanya alasan agar ia disuapi Cala, sebenarnya Reino bisa saja menyetir dengan satu tangan. Reino belajar mengendarai mobil sejak umur tujuh belas tahun, dan saat ini kemampuan menyetirnya tidak perlu diragukan lagi.
Cala memutar kedua matanya, menangkap kode yang Reino berikan. “Jangan banyak bicara dan cepat habiskan sandwich-nya.” Ucapnya sambil menyuapi sandwich ke mulut Reino, pria itu tersenyum puas. Merasa senang karena bisa “mengendalikan” Cala, sebab dari semua mantan kekasihnya, Cala merupakan satu-satunya wanita yang paling sulit untuk dikendalikan.
Tanpa sadar, Cala juga tersenyum saat sedang menyuapi Reino. Mereka seperti pasangan suami istri yang hendak pergi mudik, dimana sang istri menyuapi suaminya karena sedang fokus menyetir. Cala buru-buru menyadarkan diri sebelum tenggelam dalam pikiran bodohnya. Pasangan suami istri? Menikah? Sama sekali tak pernah terlintas dibenaknya untuk menikah sebelum ia menjadi wanita karier yang sukses. Ya, Cala adalah salah satu orang yang “menentang” gagasan nikah muda.
Kondisi lalu lintas ibukota di hari itu cukup bersahabat, jalanan tidak macet tetapi tidak juga lenggang. Tepat pukul setengah tujuh pagi mereka berdua sudah tiba di Stasiun Gambir. Ya, Cala akan berangkat dari Stasiun Gambir menuju Stasiun Malang. Stasiun Malang adalah stasiun kereta api terbesar di Kota Malang yang dibuka sejak tahun 1879. Stasiun Malang terletak di Kiduldalem, Klojen, Malang. Letaknya yang strategis membuat stasiun ini terus berkembang setiap tahunnya. Bagaimana tidak, Stasiun Malang terletak tidak jauh dari Alun-alun Bundar, kawasan SMA Tugu; SMA Negeri 1 Malang, SMA Negeri 3 Malang, dan SMA Negeri 4 Malang, Gedung DPRD Kota Malang, Balai Kota Malang, Pasar Klojen, dan tentu saja, Stasiun Malang adalah stasiun terdekat dari rumah orangtua Cala. Cala sudah tidak asing lagi dengan lingkungan itu, sebab ia menghabiskan masa remajanya di sana. Cala merupakan alumni dari SMA Negeri 3 Malang, Sekolah Menengah Atas terbaik di Kota Malang. Sejak dulu, SMA Negeri 3 Malang terkenal dengan sistem pendidikannya yang sangat mengutamakan kedisiplinan. Sebab kedisiplinan merupakan akar dari kesuksesan. Selain itu, SMA Negeri 3 Malang juga memiliki beberapa program unggulan bertaraf internasional, seperti International Competitions and Assessment for School (ICAS), Student Exchange Program, dan Kelas Akselerasi.
Setiap tahunnya SMA Negeri 3 Malang selalu menyaring siswa-siswi terbaik untuk bersekolah di sana, tak heran jika persaingan untuk masuk ke sekolah tersebut begitu ketat. Begitu pula dengan para alumninya, setiap tahun SMA Negeri 3 Malang selalu melahirkan anak-anak terbaik yang berhasil masuk ke universitas terkemuka baik dalam maupun luar negeri, salah satunya adalah Calandra yang berhasil masuk ke Universitas Indonesia. Banyak pula teman-teman seangkatan Cala yang berhasil melanjutkan pendidikan di luar negeri, terutama mereka yang terlahir dari keluarga kaya raya. Well, sebenarnya Cala pun mau melanjutkan kuliah di luar negeri, tapi nyatanya keluarganya tak cukup kaya untuk membiayai pendidikan di luar negeri dan otaknya tak kelewat genius untuk mendapat beasiswa.
Cala dan Reino berjalan cepat memasuki Stasiun Gambir agar tak ketinggalan kereta. Nyatanya, tidak hanya Cala yang harus melakukan perjalanan ke luar kota di pagi hari, ada puluhan bahkan ratusan orang yang harus pergi dari ibukota entah hanya untuk beberapa hari, bulan, bahkan tahun, atau mungkin di antara mereka ada yang memutuskan untuk meninggalkan ibukota dan tidak akan pernah kembali. Entah mengapa setiap kali berada di stasiun kereta api Cala mendapat banyak pelajaran tentang kehidupan. Belajar arti kerja keras dari para pekerja yang berangkat ke kantor menggunakan KRL Commuter Line, belajar arti kesabaran dan keikhlasan dari orang-orang yang harus memberikan tempat duduknya untuk orang lain, serta arti ketegaran dari mereka yang harus pergi merantau ke luar kota dan meninggalkan orang-orang tersayang. Itulah alasan mengapa Cala suka sekali menggunakan transportasi publik. Tidak hanya kereta, tapi juga busway, bus, angkutan umum, ojek, bahkan becak sekalipun.
Kini mereka berdua berada tidak jauh dari peron kereta yang akan Cala naiki. Mereka berdua tampak sedikit canggung karena itulah saat dimana Cala harus menyampaikan apa yang menjadi keputusannya. Pengumuman agar para penumpang segera menaiki kereta pun sudah terdengar. Reino menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil berkata, “Aku menunggu jawabanmu, Cala.”
Cala menoleh ke arah keretanya yang sudah bersiap untuk tancap gas, kini ia kembali menatap Reino. Sejujurnya, Cala memang masih sangat mencintai Reino. Wanita itupun memutuskan untuk menerima cinta Reino kembali. “Ya, aku mau kembali menjalin hubungan denganmu.” Ucapnya dengan suara pelan, jelas sekali bahwa Cala tampak malu-malu.
“Aku tak bisa mendengar ucapanmu, Cala, bukankah biasanya suaramu selalu tegas dan lantang?” Tentu saja Reino hanya menggoda Cala, sebenarnya ia bisa mendengar apa yang Cala ucapkan.
Cala sedikit kesal dan mengulangi ucapannya, “YA, AKU MAU MENJADI PACARMU LAGI, REINO.” Kali ini suara Cala bahkan bisa terdengar oleh para pengunjung lain.
Reino tersenyum puas, tanpa ragu ia langsung memeluk Cala. “Terima kasih atas kesempatan keduanya, Cala.” Ucap Reino.
Cala melingkarkan kedua tangannya di tubuh Reino, mereka berdua persis seperti sepasang kekasih yang sedang melakukan salam perpisahan sebelum satu di antara mereka harus pergi ke luar kota, “Aku harap kita bisa menjadi lebih baik pada hubungan ini.”
“Dan aku harap kita bisa menjadi pasangan yang saling mengerti satu sama lain dan mau menurunkan ego masing-masing.” Sejujurnya itu adalah harapan terbesar Reino untuk hubungan mereka.
Cala mengangguk setuju. Mereka terpaksa harus melepas pelukan hangat itu karena kereta benar-benar akan jalan dengan atau tanpa Cala. Wanita itu berjalan cepat ke arah kereta sambil sesekali membalikkan tubuhnya agar tetap bisa melihat Reino. Terakhir, ia melambaikan tangan saat berdiri di pintu kereta, sebagai salam perpisahan terakhir. Dan pasangan “baru” itupun harus menjalani Long Distance Relationship walau hanya beberapa hari.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved