Bab 2 Classy Woman: Brenda

by Hannadhif 14:32,Jan 14,2021
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Brenda merupakan seorang mahasiswi semester enam jurusan Ilmu Komunikasi. Di antara mereka bertiga, Brenda adalah wanita yang paling cantik dan berkelas. Bagaimana tidak, Brenda terlahir dari seorang ayah yang berprofesi sebagai pengacara kondang serta ibunya merupakan seorang manajer di perusahaan fashion terkenal. Dapat dikatakan Brenda adalah Sendok emas.

Akhir-akhir ini Teori Kelas Sendok sering digunakan untuk mengklasifikasin individu dalam keadaan sosial ekonomi yang berdasarkan pada kekayaan orangtuanya. Teori ini awalnya digunakan oleh komunitas maya di Korea Selatan. Sendok emas merupakan "kasta" yang paling tinggi dalam teori kelas sendok. Sendok emas adalah sebutan untuk anak-anak yang terlahir dari orangtua kaya raya. Sementara sendok kotoran merupakan "kasta" yang paling rendah. Sendok kotoran adalah sebutan untuk anak-anak yang terlahir dari orangtua miskin. Cala sendiri tidak tahu masuk dalam klasifikasi mana, mungkin sendok perunggu? Atau sendok kayu? Entahlah.

Brenda memiliki wajah cantik bukan tanpa sebab, dalam tubuhnya mengalir darah Jerman dan Indonesia. Ibu Brenda merupakan anak yang lahir dari seorang ayah berkebangsaan Jerman dan ibu berdarah manado. Singkatnya, kakek Brenda dari pihak ibunya adalah orang Jerman. Sedangkan ayah Brenda sendiri berasal dari Medan. Kalian bisa bayangkan bukan bagaimana jika darah Jerman, Manado, dan Medan bersatu? Ya, sudah pasti akan melahirkan anak yang sangat rupawan. Brenda memiliki bentuk wajah oval, hidung mancung, mata bulat, pipi tirus serta berambut pirang. Brenda memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang model dengan tinggi 175 centimeter dan berat badan 60 kilogram. Tubuh yang indah, bukan? Tidak heran ketika meraka sedang bersama, semua mata hanya tertuju pada Brenda. Wanita blasteran itu tidak pernah merasakan patah hati. Tak ada satu pun laki-laki yang tidak jatuh cinta dengan fisik Brenda. Bahkan karena kecantikan yang dimiliki, sudah tidak terhitung ada berapa banyak laki-laki yang ia tolak cintanya.

Kalian pasti bertanya-tanya, mengapa wanita sekelas Brenda bisa kos di tempat yang sama dengan Cala? Cala bertemu Brenda di hari pertama masa orientasi mahasiswa baru. Kebetulan saat itu mereka berada dalam satu kelompok. Salah satu hal yang dilakukan oleh para senior pada masa orientasi adalah mencari kesalahan junior. Sejak awal, keberadaan Brenda cukup menarik perhatian para senior dan mahasiswa baru lainnya. Terlihat beberapa senior laki-laki sudah mengincar Brenda dan berharap bisa berpacaran dengannya. Hal itu menjadikan para senior wanita tak menyukai Brenda. Mereka menyebut Brenda sebagai wanita genit dan suka menggoda. Berbagai cara mereka lakukan untuk mengganggunya. Pada hari pertama dan kedua Cala masih menahan diri untuk tidak ikut campur, tapi tidak dengan hari ketiga. Kalian tahu Cala, bukan? Ia cukup kritis dan tidak bisa membiarkan sesuatu yang tidak benar terjadi di depan matanya. Di hari terakhir masa orientasi mahasiswa baru, para senior menggeledah isi tas seluruh mahasiswa baru. Ada beberapa benda yang dilarang untuk dibawa, seperti alat make up, ponsel, aksesories, rokok dan senjata tajam. Beberapa menit sebelum penggeledahan dimulai—tepatnya saat seluruh mahasiswa baru berkumpul di lapangan dan meninggalkan tasnya di dalam kelas ia sempat masuk kelas untuk mengambil buku yang tertinggal. Ketika itu dirinya melihat ada dua orang senior wanita sedang memasukkan sesuatu ke dalam tas, Cala tidak tahu tas itu milik siapa. Ketika semua mahasiswa baru kembali masuk ke dalam kelas, penggeledahan pun dimulai. Tentu saja ia aman, sebab kala itu dirinya memang tidak membawa benda-benda yang dilarang. Namun beberapa saat kemudian kekacauan mulai terjadi. Seorang senior wanita menemukan mascara dan lipstick dalam salah satu tas.

"Perhatian semua, tolong mengaku, siapa pemilik tas ini??" ucapnya dengan suara lantang sambil mengangkat tas ransel berwarna hijau muda. Itu adalah tas ransel yang aku lihat tadi, tas yang sedang dipegang oleh senior wanita. Seseorang di baris belakang mengangkat tangannya dan berkata, "Itu tas saya, Kak." Ucapnya pelan. Orang itu adalah Brenda. Semua orang melihat ke arahnya, termasuk Cala. Wajah Brenda saat itu terlihat sangat ketakutan. Cala masih diam, ingin tahu permainan apa yang sedang dilakukan oleh para senior. Salah seorang senior wanita dengan tatapan sinis tiba-tiba mengambil alih pembicaraan. "Oh, jadi kamu yang membawa lipstick dan mascara? Buat apa? Memangnya kamu pikir ini mall?!" Disusul dengan senyuman sinis penuh kepuasan dari tiga senior wanita lainnya. "Tapi saya bersumpah kalau lipstick dan mascara itu bukan milik saya." Suara Brenda terdengar bergetar, menandakan bahwa dirinya merasa terancam. "Jangan banyak alasan, jelas-jelas lipstick dan mascara ini ada di dalam tas kamu." Ucap senior wanita yang memiliki keriput di bagian mata. Jelas sekali bahwa ia iri dengan keindahan mata Brenda. Dia kemudian menghampiri Brenda dan memintanya untuk pergi ke Black Room. Black Room adalah tempat yang berisikan para pelanggar. Para mahasiswa baru yang melanggar peraturan akan mendapat hukuman di ruang tersebut. Entah hukuman apa yang akan diberikan oleh para senior yang haus akan kekuasaan.

Tepat ketika Brenda melangkahkan kakinya untuk pergi ke Black Room, Cala melakukan sesuatu yang membuat semua orang terkejut. "Itu semua bohong, aku tahu kenyataan yang sebenarnya." Ia mengatakannya tanpa ragu penuh rasa percaya diri. Sekarang perhatian semua orang beralih padanya. "Dia..." Cala menunjuk senior wanita yang tadi siang memasukkan sesuatu ke dalam tas Brenda. "...Dia yang melakukan itu semua. Tadi siang aku melihatnya sedang memasukkan barang secara diam-diam ke dalam tas ransel berwarna hijau. Dan ternyata tas itu adalah milik Brenda. Sudah jelas bahwa dia atau mungkin mereka memang sengaja menjebak Brenda." Ekspresi para senior wanita itu berubah, mereka seolah tidak percaya dengan apa yang Cala katakan.

Begitupun dengan senior laki-laki, mereka terlihat kebingungan, sementara para mahasiswa baru lainnya pasti berpikir bahwa Cala sudah gila. Bagaimana tidak, ia merelakan dirinya untuk seseorang yang baru dikenal selama tiga hari. Tapi hal itu tidak masalah karena ia memiliki prinsip "Aku akan melakukan apapun untuk mengungkap kebenaran. Aku akan selalu berdiri di atas kejujuran."

Brenda melihat ke arahnya, dari tatapan matanya jelas sekali kalau dia sedang menaruh harapan pada Cala. Tidak ingin terjadi kekacauan di depan para mahasiswa baru lainnya, seorang senior laki-laki yang sejak tadi diam saja tiba-tiba buka suara. "Sebaiknya kita selesaikan masalah ini di ruang panitia. Semua senior wanita, Brenda, dan..." ia melihat ke arah Cala untuk memastikan siapa namanya, "Calandra." Ucapnya singkat. Wow, rupanya dia hanya mengingat nama Brenda. "...dan Calandra, kita ke ruang panitia sekarang, ya." Cala mengangguk santai. Tidak ada rasa takut dalam dirinya selagi ia melakukan sesuatu yang benar. Sementara wajah Brenda sudah terlihat lebih tenang, kini giliran wajah keempat senior wanita yang terlihat tegang, persis seperti sekelompok pencuri yang tertangkap basah.

Di ruang panitia, senior laki-laki bernama Reino sedang menunggu kedatangan mereka. Reino adalah ketua panitia yang bertanggungjawab penuh atas semua yang terjadi selama masa orientasi mahasiswa baru. Kala itu Reino merupakan mahasiwa semester lima jurusan Teknik Industri. Reino meminta Cala untuk menceritakan semua yang terjadi, ia pun berkata sejujurnya dengan penuh rasa percaya diri. Tak peduli meskpun para senior wanita memberinya tatapan sinis. Salah seorang di antara mereka masih saja berusaha untuk membela diri.

"Bohong, apa buktinya kalau kita ingin menjebak Brenda?" Kuat sekali mentalnya, walau salah tapi masih berani bicara seperti itu. Sayangnya, dia berhadapan dengan orang yang salah. "Bukti?" Tanyanya sambil menaikkan satu alis, "Kenapa tidak kita lihat saja CCTV? Setiap ruangan di kampus ini dilengkapi dengan CCTV, bukan?" Wajah mereka semua terlihat semakin tegang. Reino mengangguk pelan. "Ok, saya akan menghubungi pihak keamanan dan meminta izin untuk melihat CCTV."

Hanya butuh waktu beberapa menit bagi Reino untuk mendapatkan izin tersebut. Kita semua akhirnya pergi ke ruang monitoring CCTV dan melihat kejadian yang sebenarnya. Reino menggeleng putus asa, malu karena anggotanya telah berbuat curang. Brenda akhirnya bebas dari tuduhan tersebut, sementara para senior wanita mendapat sanksi yang entah apa.

Tepat ketika mereka berdua keluar dari ruang monitoring CCTV, Brenda memeluknya erat. Di saat semua mahasiswa baru sudah bau keringat karena banyaknya kegiatan di luar ruangan, tubuh Brenda masih saja wangi parfum mahal. Cala tahu parfum itu, parfum seharga seratus dollar memang memiliki harum yang tahan lama. Begitupun dengan rambut pirangnya yang tetap lembut, beda sekali dengan rambutnya yang mulai terasa lepek karena hanya mengenakan shampoo murahan.

"Terima kasih banyak karena telah menolongku." Ucapnya ramah.

Sejak saat itu Cala dan Brenda mulai dekat. Brenda adalah teman pertamanya di kampus, begitupun sebaliknya. Mereka menjalin hubungan yang sangat baik sebagai seorang teman. Di awal perkuliahan, ketika jadwal kuliah mereka masih normal, Brenda sering main ke tempat kos Cala sambil menunggu jadwal kuliah selanjutnya. Selama ini Brenda dan keluarganya tinggal di Jakarta, namun kini Brenda tinggal di apartemen mewah yang letaknya lima kilometer dari kampus. Anehnya, Brenda justru lebih merasa nyaman berada di tempat kos Cala, apartemen itu pun jarang ditinggali. Pada semester dua, dia malah memilih untuk mengekos di tempat yang sama dengan Cala dan menempati kamar nomor 19. Hal itu membuat hubungan mereka menjadi semakin erat dan berubah menjadi persahabatan. 

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

36