Bab 7 One of Lilly's Dream
by Hannadhif
18:54,Jan 14,2021
Lilly berkata bahwa hari ini dia akan datang ke tempat kursus menjahit untuk melakukan pendaftaran. Cala meminta maaf padanya karena tidak bisa menemani, sebab ia harus bertemu dengan Bapak Rio, ada beberapa hal yang ingin Bapak Rio sampaikan padanya. Begitu pula dengan Brenda, ia tidak bisa menemani Lilly karena hari ini syuting sudah dimulai.
“Tidak apa-apa, aku akan ditemani oleh Andre.” Ucap Lilly. “Lilly, aku sungguh iri dengan kisah cintamu.” Ujar Brenda sambil bercermin, ngomong-ngomong itu sudah yang keseribu kalinya ia bercermin.
“Aku juga! Aku sungguh berharap suatu saat akan mendapatkan kekasih seperti Andre.” Cala ikut-ikutan mengakui rasa irinya pada hubungan Lilly.
“Brenda, kalau kau mau, kau bahkan bisa menjalin kisah cinta yang sempurna seperti di film-film...” Ucap Lilly pada Brenda, “Dan kau Cala, kau harus mendapatkan kekasih yang bisa menerima segala kekurangan dan kelebihanmu, bukan kekasih yang seperti Andre.” Ucap Lilly pada Cala.
Saat ini mereka sedang berkumpul di kamar Brenda. Lilly membuatkan salad buah untuk Brenda sebagai menu sarapannya, sementara Cala membantu Brenda menata rambutnya.
“Mungkin…” Jawab Brenda, seolah tidak begitu yakin dengan apa yang dikatakan Lilly. “Ah, itu tidak penting, yang terpenting sekarang adalah hari ini aku akan menjadi bintang iklan dan menjadi pemeran utama.” Tentu saja Brenda terlihat begitu bahagia, sebab di tiga iklan sebelumnya, ia hanyalah pemeran pendukung. “Tolong nanti kunci pintu kamarku dan pegang kuncinya hingga aku pulang.” Ucapnya sambil berjalan meninggalkan Cala dan Lilly yang masih nyaman berada di kamarnya. Mereka memang sudah saling percaya satu sama lain, tidak ada yang patut untuk dicurigai.
“Kau akan bertemu dengan Bapak Rio jam berapa?” Tanya Lilly.
“Jam sepuluh di ruangannya. Aku sungguh penasaran, apa yang ingin dia bicarakan padaku?”
Tentu saja Lilly juga tidak bisa menjawab pertanyaannya. Ia hanya bisa memperkirakan beberapa kemungkinan, “Mungkin kontrak kerja? Atau peraturan-peraturan tertentu?” Ucapnya tak yakin.
Cala hanya mengendikkan bahu. “Entahlah. Jam berapa Andre akan menjemputmu?”
Lilly melihat layar ponselnya dan tersenyum, “Andre sudah sampai.”
Cala berjalan keluar mengikuti langkah Lilly, sudah ada Andre sedang menunggu Lilly di atas sepeda motornya. Motor matic dengan warna dasar hitam tersebut merupakan satu-satunya kendaraan kesayangan Andre. Ia selalu menggunakan motor itu kapanpun dan dimanapun. “Kau benar-benar tepat waktu, seperti Cala.” Ucap Lilly. Andre tertawa, “Sudah siap?” tanyanya. “Sebentar, aku ambil tas dulu.” Jawab Lilly, ia kemudian pergi menuju kamarnya untuk mengambil tas.
Cala duduk di teras depan kos-kosan. Teras itu biasa digunakan oleh para mahasiswa atau pengunjung kosan untuk berbincang. “Hari ini kau jadi bertemu dengan dosenmu?” Cala mengerutkan kening, bingung mengapa Andre bisa tahu bahwa hari ini dirinya akan bertemu dengan Bapak Rio. “Bagaimana kau tahu?” tanyanya penasaran.
“Lilly bercerita padaku.” Jawabnya. Cala menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan hubungan mereka yang terlalu “terbuka” mengenai segala hal. “Apa tidak ada rahasia di antara kalian?”
“Tidak, aku sangat nyaman dapat berbagi segala rasa dengan Lilly, aku pikir Lilly juga demikian.” Sungguh, Andre adalah lelaki nomor dua yang paling setia yang pernah aku temui, dan yang pertama tentu saja ayahku.
“Kalian membicarakanku?” ujar Lilly saat tiba di teras depan. “Iya, Andre bilang bahwa dia benar-benar cinta mati padamu.” Jawab Cala asal. Lilly dan Andre tertawa, mereka tahu bahwa Cala hanya asal bicara.
Lilly dan Andre berangkat menuju tempat kursus menjahit yang terletak di daerah Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Lokasinya berada dekat stasiun Universitas Pancasila. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit, mereka akhirnya sampai di tempat kursus menjahit. Tempat itu berada di sebuah rumah toko berlantai dua. Di depannya terdapat spanduk bertuliskan, “Ingin mahir menjahit? Kursus menjahit di Rudy’s Tailor Training sekarang juga!”
Ada beberapa sepeda motor dan satu unit mobil yang sedang terparkir di halamannya. Lilly dan Andre masuk ke rumah toko tersebut dan menghampiri sang resepsionis. “Permisi, saya ingin melakukan pendaftaran kursus menjahit.” Ucap Lilly.
Sang resepsionis yang ditafsir berusia tiga puluh tahunan itu berdiri dari kursinya dan tersenyum ramah pada Lilly. “Selamat siang, mohon maaf sebelumnya, atas nama siapa?”
Lilly mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan resepsionis tersebut. “Saya Lilly, saya ingin mendaftar kursus menjahit untuk kelas pemula.”
“Oh, ya, ini formulir pendaftaran, anda bisa mengisinya di ruang tunggu.” Sang resepsionis itu meyerahkan tiga lembar kertas kepada Lilly dan menunjuk ruang tunggu yang terdiri dari beberapa kursi.
Lilly pun berjalan menuju ruang tunggu bersama Andre. Ia mengisi beberapa informasi data diri, seperti nama, alamat, tempat tanggal lahir, dan lainnya. Di lembar terakhir, Lilly juga harus memilih kelas menjahit apa yang akan ia ikuti.
Terdapat empat tingkatan kelas yang ada di Rudy’s Tailor Training, di antaranya tingkat pemula, tingkat menengah, tingkat mahir, dan tingkat professional. Tentu saja Lilly memilih tingkat pemula, sebab ia tidak memiliki kemampuan dasar menjahit sebelumnya. Tingkat pemula akan berlangsung selama tiga bulan, nantinya Lilly juga bisa melanjutkan ke tingkat menengah dan seterusnya. Kursus akan dilakukan setiap dua minggu sekali. Biaya pendaftaran yang harus Lilly bayar sebesar tiga ratus ribu rupiah, dan setiap bulannya ia harus membayar biaya kursus sebesar delapan ratus ribu rupiah. Lilly yang selalu berhemat tentu punya tabungan untuk membayar biaya tersebut tanpa harus minta pada ibunya. Rupanya selama ini ada alasan tersendiri mengapa dirinya selalu menabung, ia ingin menggunakan sebagian uang saku yang diberikan oleh ibunya untuk hal-hal yang berguna. Setelah mengisi semua informasi data diri, Lilly menyerahkan formulir tersebut ke bagian administrasi untuk menyelesaikan registrasi. Lilly kemudian diantar masuk ke sebuah ruangan untuk proses pengambilan foto. Selesai foto, pegawai administrasi meminta Lilly untuk menunggu selama lima belas menit untuk proses verifikasi dan pencetakan kartu anggota. Setiap peserta kursus menjahit akan mendapatkan kartu identitas sebagai bukti bahwa orang tersebut merupakan anggota Rudy’s Tailor Training. Setelah lima belas menit berlalu, pegawai administrasi menghampiri Lilly dan menyerahkan map yang berisi beberapa dokumen, seperti kartu identitas, kwitansi pembayaran, brosur Rudy’s Tailor Training dan buku panduan yang berisi tentang sejarah didirikannya Rudy’s Tailor Training, peraturan yang harus Lilly patuhi, serta penjelasan mengenai keuntungan dari mengikuti kursus menjahit di Rudy’s Tailor Training. “Anda bisa mengikuti kursus menjahit mulai minggu depan.” Ucap pegawai administrasi tersebut.
“Terima kasih.” Jawab Lilly.
Lilly sudah menyesuaikan jadwal kursus dengan jadwal kuliah. Ia akan mengikuti kursus setiap hari rabu dan jumat dari pukul tiga sampai pukul lima sore.
Selesai melakukan pendaftaran, Lilly dan Andre bergegas menuju kampus karena mereka memiliki jadwal kuliah hari itu. Ya, Lilly dan Andre berada dalam kelas yang sama dalam beberapa mata kuliah, selalu seperti itu setiap semester. Mereka bahkan dijuluki sebagai best couple di jurusan administrasi negara. Sungguh mereka tidak bisa dipisahkan oleh apapun dan siapapun. Beberapa dosen bahkan sudah tahu mengenai hubungan Lilly dan Andre, tentu saja mereka mendukung penuh hubungan tersebut, sebab mereka tahu bahwa Lilly dan Andre memiliki kepribadian yang baik.
Sementara itu, Cala berjalan menuju ruangan Bapak Rio untuk menemuinya. Setelah dipersilahkan masuk ke dalam ruangan oleh salah satu staff kampus, Cala mengetuk pintu dengan sangat hati-hati. Terdengar suara berat dari dalam ruangan, “Ya, silahkan masuk.”
“Selamat siang, Pak.” Ucapnya.
“Siang, silahkan duduk, Calandra.”
Bapak Rio adalah seorang dosen bergelar doctor di bidang manajemen. Selain disibukkan dengan pekerjaannya sebagai seorang dosen, pengisi seminar, dan ahli yang sering dimintai pendapat oleh berbagai pihak, saat ini Bapak Rio sedang mempersiapkan diri untuk mendapat gelar professor. Sebelum melamar menjadi asistennya, Cala sempat mencari tahu tentang data diri Bapak Rio. Bapak Rio merupakan pria berusia empat puluh lima tahun dan sudah mengajar selama sepuluh tahun di Universitas Indonesia. Beliau juga menyelesaikan pendidikan sarjana dan pascasarjana di Universitas Indonesia. Setelah itu, ia menempuh pendidikan doctor di University of Melbourne. Bapak Rio memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi dan perut yang sedikit buncit. Beberapa helai rambutnya sudah terlihat memutih, mungkin itu salah satu tanda bahwa beliau adalah seseorang yang selalu berpikir. Seringkali Cala melihat Bapak Rio mengenakan kemeja polos berwarna gelap dengan setelan celana bahan yang begitu pas di kakinya.
Bapak Rio kemudian duduk di bangku yang ada di depan Cala, ia memberikan sebotol air mineral kepadanya. “Silahkan diminum, Calandra.”
“Terima kasih, Pak.” Jawab Cala. Untuk menghargai penawarannya, wanita itu membuka tutup botol yang masih disegel dan meminumnya secara sopan.
Bapak Rio menyederkan tubuhnya di sofa, nampaknya ia ingin berbicara secara santai dengan Cala. “Sebelumnya, terima kasih Calandra karena telah menggantikan saya dipertemuan pertama kemarin.” Ucapnya sebagai kalimat pembuka. “Jadi bagaimana pengalaman pertama kemarin? Ada keluhan atau sesuatu yang ingin dilaporkan?” Tanya ramah. Berbeda dengan wajahnya yang terlihat begitu sangar, kepribadian Bapak Rio justru sangat friendly.
“Sama-sama, Pak. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih pada Bapak karena telah memilih saya untuk menjadi asisten bapak. Sungguh, ini merupakan suatu kehormatan bagi saya. Untuk pertemuan kemarin, semuanya berjalan dengan lancar, Pak, tidak ada masalah apapun.” Cala mengatakannya dengan tenang. Ia memang sudah terbiasa berhadapan dengan para dosen secara personal, maklum Cala sering menjadi ketua kelas di beberapa mata kuliah. Sehingga ia tidak merasa kaku lagi jika harus berbicara atau berdiskusi dengan dosen.
“Saya memilih kamu bukan tanpa alasan, Calandra. Ada puluhan lamaran yang masuk untuk menjadi asisten saya, tapi saya tertarik dengan kemampuan dan kepribadian kamu. Kamu adalah kandidat terbaik dari semua kandidat. Jadi saya sangat berharap ke depannya kamu akan melakukan yang terbaik dan bekerja semaksimal mungkin.” Ucap calon professor itu.
Cala tersenyum walau dalam hatinya merasa sedikit tertekan, ya, lagi-lagi semua orang menaruh ekspektasi tinggi pada dirinya. “Saya akan melakukan yang terbaik, Pak.” Jawab Cala ramah, bagaimanapun juga ia harus tetap bisa bersikap professional.
Gini giliran Bapak Rio yang membuka tutup botol air mineral di depannya, sepertinya ia mulai merasa kehausan. Diteguknya air mineral itu hingga tinggal menyisakan setengah botol. “Begini Calandra, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan agar ke depannya hubungan pekerjaan ini bisa berjalan dengan baik. Langsung saja kita mulai ya.” Bapak Rio mengeluarkan sebuah buku agenda yang didalamnya sudah terdapat beberapa catatan. Ia membuka halaman di bagian tengah dan menunjukkannya pada Cala. “Jadi, selama menjadi asisten saya, kamu akan menggantikan saya mengajar dua kali dalam sebulan di kelas pengantar ilmu manajemen. Ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan, mereview materi yang telah saya jelaskan sebelumnya, mengadakan kuis, dan memandu jalannya presentasi yang dilakukan oleh para mahasiswa. Untuk pemberian materi baru biarlah menjadi tugas saya. Ketika kamu mengadakan kuis serta memandu jalannya presentasi, kamu harus mencatat siapa-siapa saja mahasiswa yang aktif, dan yang terpenting adalah jangan sampai penilaian yang kamu lakukan dipengaruhi oleh urusan pribadi. Saya mau kamu bersikap professional, sebab saya memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan dengan salah satu asisten saya di semester sebelumnya. Dia melebihkan nilai beberapa mahasiswa yang sudah dikenalnya dan mengurangi nilai mahasiwa yang tidak disukainya. Kamu tahu mengapa dia tidak menyukai mahasiswi itu?” Tanya Bapak Rio, belum sempat Cala menjawab, beliau langsung melanjutkan kalimatnya. “Karena mahasiswi itu berpacaran dengan mantan pacarnya.” Jelas Bapak Rio, dari raut wajahnya terlihat sekali bahwa ia tak habis pikir mengapa dirinya bisa merekrut mahasiswi seperti itu untuk menjadi asistennya. Cala pun demikian, ia berusaha menahan tawanya. Cala tidak menyangka bahwa seorang wanita bisa melakukan hal yang begitu memalukan hanya karena seorang pria. “Sungguh kekanak-kanakan sekali, bukan?” Tanya Bapak Rio. Cala mengangguk setuju, sambil sedikit tersenyum. Bagaimanapun juga ia tidak bisa tertawa terbahak-bahak di depan sang dosen.
“Baik, Pak, saya berjanji tidak akan melakukan hal seperti itu. Bagaimana dengan mengoreksi jawaban Tugas, UTS dan UAS, pak?” Tanyanya. Sebab yang Cala tahu, ada beberapa dosen yang menyerahkan jawaban dari para mahasiswanya untuk dikoreksi oleh asisten mereka.
Bapak Rio menggeleng, “Untuk itu tidak perlu, saya akan mengoreksi semua jawaban tugas, UTS, dan UAS para mahasiswa saya. Karena kamu tahu kan Cala, bobot nilai UAS di kampus ini sangatlah tinggi. Jadi saya ingin membaca langsung jawaban dari semua mahasiswa saya, serta yang harus kamu tahu, saya dapat membedakan mana mahasiswa yang berbuat curang dan mana mahasiswa yang jujur ketika ujian.” Ya, Bapak Rio memang seperti itu. Beliau adalah dosen yang sangat teliti dan paham karakter dari semua mahasiswanya. Cala tahu karena ia pernah diajar oleh Bapak Rio. “Tapi Cala, tidak menutup kemungkinan bahwa saya akan membutuhkan bantuan kamu di luar hal yang saya sebutkan tadi ya. Terkadang saya juga suka meminta mahasiswa yang menjadi asisten saya untuk membantu saya menyiapkan materi seminar, dan lainnya.”
Cala mengangguk paham, “Baik pak, saya mengerti.”
“Oh iya satu lagi, saya akan membayar gaji kamu setiap dua bulan sekali, jadi totalnya kamu akan mendapatkan gaji pokok sebanyak tiga kali selama menjadi asisten saya.” Jelasnya.
Cala sangat suka dengan kepribadian Bapak Rio, beliau sangat terinci dan memperhatikan hal-hal detail, sama seperti dirinya. Setelah membicarakan beberapa hal selama kurang lebih empat puluh menit, Cala akhirnya berpamitan dengan Bapak Rio. Mereka berdua pun bersalaman sebagai simbol bahwa dirinya kini telah resmi menjadi asisten dosen, dosen yang sebentar lagi akan menjadi professor. Dan tentunya hal itu akan bermanfaat bagi portofolionya. Ya, begitulah Calandra, semua hal selalu ia kaitkan dengan pencapaian kariernya di masa depan.
“Tidak apa-apa, aku akan ditemani oleh Andre.” Ucap Lilly. “Lilly, aku sungguh iri dengan kisah cintamu.” Ujar Brenda sambil bercermin, ngomong-ngomong itu sudah yang keseribu kalinya ia bercermin.
“Aku juga! Aku sungguh berharap suatu saat akan mendapatkan kekasih seperti Andre.” Cala ikut-ikutan mengakui rasa irinya pada hubungan Lilly.
“Brenda, kalau kau mau, kau bahkan bisa menjalin kisah cinta yang sempurna seperti di film-film...” Ucap Lilly pada Brenda, “Dan kau Cala, kau harus mendapatkan kekasih yang bisa menerima segala kekurangan dan kelebihanmu, bukan kekasih yang seperti Andre.” Ucap Lilly pada Cala.
Saat ini mereka sedang berkumpul di kamar Brenda. Lilly membuatkan salad buah untuk Brenda sebagai menu sarapannya, sementara Cala membantu Brenda menata rambutnya.
“Mungkin…” Jawab Brenda, seolah tidak begitu yakin dengan apa yang dikatakan Lilly. “Ah, itu tidak penting, yang terpenting sekarang adalah hari ini aku akan menjadi bintang iklan dan menjadi pemeran utama.” Tentu saja Brenda terlihat begitu bahagia, sebab di tiga iklan sebelumnya, ia hanyalah pemeran pendukung. “Tolong nanti kunci pintu kamarku dan pegang kuncinya hingga aku pulang.” Ucapnya sambil berjalan meninggalkan Cala dan Lilly yang masih nyaman berada di kamarnya. Mereka memang sudah saling percaya satu sama lain, tidak ada yang patut untuk dicurigai.
“Kau akan bertemu dengan Bapak Rio jam berapa?” Tanya Lilly.
“Jam sepuluh di ruangannya. Aku sungguh penasaran, apa yang ingin dia bicarakan padaku?”
Tentu saja Lilly juga tidak bisa menjawab pertanyaannya. Ia hanya bisa memperkirakan beberapa kemungkinan, “Mungkin kontrak kerja? Atau peraturan-peraturan tertentu?” Ucapnya tak yakin.
Cala hanya mengendikkan bahu. “Entahlah. Jam berapa Andre akan menjemputmu?”
Lilly melihat layar ponselnya dan tersenyum, “Andre sudah sampai.”
Cala berjalan keluar mengikuti langkah Lilly, sudah ada Andre sedang menunggu Lilly di atas sepeda motornya. Motor matic dengan warna dasar hitam tersebut merupakan satu-satunya kendaraan kesayangan Andre. Ia selalu menggunakan motor itu kapanpun dan dimanapun. “Kau benar-benar tepat waktu, seperti Cala.” Ucap Lilly. Andre tertawa, “Sudah siap?” tanyanya. “Sebentar, aku ambil tas dulu.” Jawab Lilly, ia kemudian pergi menuju kamarnya untuk mengambil tas.
Cala duduk di teras depan kos-kosan. Teras itu biasa digunakan oleh para mahasiswa atau pengunjung kosan untuk berbincang. “Hari ini kau jadi bertemu dengan dosenmu?” Cala mengerutkan kening, bingung mengapa Andre bisa tahu bahwa hari ini dirinya akan bertemu dengan Bapak Rio. “Bagaimana kau tahu?” tanyanya penasaran.
“Lilly bercerita padaku.” Jawabnya. Cala menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan hubungan mereka yang terlalu “terbuka” mengenai segala hal. “Apa tidak ada rahasia di antara kalian?”
“Tidak, aku sangat nyaman dapat berbagi segala rasa dengan Lilly, aku pikir Lilly juga demikian.” Sungguh, Andre adalah lelaki nomor dua yang paling setia yang pernah aku temui, dan yang pertama tentu saja ayahku.
“Kalian membicarakanku?” ujar Lilly saat tiba di teras depan. “Iya, Andre bilang bahwa dia benar-benar cinta mati padamu.” Jawab Cala asal. Lilly dan Andre tertawa, mereka tahu bahwa Cala hanya asal bicara.
Lilly dan Andre berangkat menuju tempat kursus menjahit yang terletak di daerah Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Lokasinya berada dekat stasiun Universitas Pancasila. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit, mereka akhirnya sampai di tempat kursus menjahit. Tempat itu berada di sebuah rumah toko berlantai dua. Di depannya terdapat spanduk bertuliskan, “Ingin mahir menjahit? Kursus menjahit di Rudy’s Tailor Training sekarang juga!”
Ada beberapa sepeda motor dan satu unit mobil yang sedang terparkir di halamannya. Lilly dan Andre masuk ke rumah toko tersebut dan menghampiri sang resepsionis. “Permisi, saya ingin melakukan pendaftaran kursus menjahit.” Ucap Lilly.
Sang resepsionis yang ditafsir berusia tiga puluh tahunan itu berdiri dari kursinya dan tersenyum ramah pada Lilly. “Selamat siang, mohon maaf sebelumnya, atas nama siapa?”
Lilly mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan resepsionis tersebut. “Saya Lilly, saya ingin mendaftar kursus menjahit untuk kelas pemula.”
“Oh, ya, ini formulir pendaftaran, anda bisa mengisinya di ruang tunggu.” Sang resepsionis itu meyerahkan tiga lembar kertas kepada Lilly dan menunjuk ruang tunggu yang terdiri dari beberapa kursi.
Lilly pun berjalan menuju ruang tunggu bersama Andre. Ia mengisi beberapa informasi data diri, seperti nama, alamat, tempat tanggal lahir, dan lainnya. Di lembar terakhir, Lilly juga harus memilih kelas menjahit apa yang akan ia ikuti.
Terdapat empat tingkatan kelas yang ada di Rudy’s Tailor Training, di antaranya tingkat pemula, tingkat menengah, tingkat mahir, dan tingkat professional. Tentu saja Lilly memilih tingkat pemula, sebab ia tidak memiliki kemampuan dasar menjahit sebelumnya. Tingkat pemula akan berlangsung selama tiga bulan, nantinya Lilly juga bisa melanjutkan ke tingkat menengah dan seterusnya. Kursus akan dilakukan setiap dua minggu sekali. Biaya pendaftaran yang harus Lilly bayar sebesar tiga ratus ribu rupiah, dan setiap bulannya ia harus membayar biaya kursus sebesar delapan ratus ribu rupiah. Lilly yang selalu berhemat tentu punya tabungan untuk membayar biaya tersebut tanpa harus minta pada ibunya. Rupanya selama ini ada alasan tersendiri mengapa dirinya selalu menabung, ia ingin menggunakan sebagian uang saku yang diberikan oleh ibunya untuk hal-hal yang berguna. Setelah mengisi semua informasi data diri, Lilly menyerahkan formulir tersebut ke bagian administrasi untuk menyelesaikan registrasi. Lilly kemudian diantar masuk ke sebuah ruangan untuk proses pengambilan foto. Selesai foto, pegawai administrasi meminta Lilly untuk menunggu selama lima belas menit untuk proses verifikasi dan pencetakan kartu anggota. Setiap peserta kursus menjahit akan mendapatkan kartu identitas sebagai bukti bahwa orang tersebut merupakan anggota Rudy’s Tailor Training. Setelah lima belas menit berlalu, pegawai administrasi menghampiri Lilly dan menyerahkan map yang berisi beberapa dokumen, seperti kartu identitas, kwitansi pembayaran, brosur Rudy’s Tailor Training dan buku panduan yang berisi tentang sejarah didirikannya Rudy’s Tailor Training, peraturan yang harus Lilly patuhi, serta penjelasan mengenai keuntungan dari mengikuti kursus menjahit di Rudy’s Tailor Training. “Anda bisa mengikuti kursus menjahit mulai minggu depan.” Ucap pegawai administrasi tersebut.
“Terima kasih.” Jawab Lilly.
Lilly sudah menyesuaikan jadwal kursus dengan jadwal kuliah. Ia akan mengikuti kursus setiap hari rabu dan jumat dari pukul tiga sampai pukul lima sore.
Selesai melakukan pendaftaran, Lilly dan Andre bergegas menuju kampus karena mereka memiliki jadwal kuliah hari itu. Ya, Lilly dan Andre berada dalam kelas yang sama dalam beberapa mata kuliah, selalu seperti itu setiap semester. Mereka bahkan dijuluki sebagai best couple di jurusan administrasi negara. Sungguh mereka tidak bisa dipisahkan oleh apapun dan siapapun. Beberapa dosen bahkan sudah tahu mengenai hubungan Lilly dan Andre, tentu saja mereka mendukung penuh hubungan tersebut, sebab mereka tahu bahwa Lilly dan Andre memiliki kepribadian yang baik.
Sementara itu, Cala berjalan menuju ruangan Bapak Rio untuk menemuinya. Setelah dipersilahkan masuk ke dalam ruangan oleh salah satu staff kampus, Cala mengetuk pintu dengan sangat hati-hati. Terdengar suara berat dari dalam ruangan, “Ya, silahkan masuk.”
“Selamat siang, Pak.” Ucapnya.
“Siang, silahkan duduk, Calandra.”
Bapak Rio adalah seorang dosen bergelar doctor di bidang manajemen. Selain disibukkan dengan pekerjaannya sebagai seorang dosen, pengisi seminar, dan ahli yang sering dimintai pendapat oleh berbagai pihak, saat ini Bapak Rio sedang mempersiapkan diri untuk mendapat gelar professor. Sebelum melamar menjadi asistennya, Cala sempat mencari tahu tentang data diri Bapak Rio. Bapak Rio merupakan pria berusia empat puluh lima tahun dan sudah mengajar selama sepuluh tahun di Universitas Indonesia. Beliau juga menyelesaikan pendidikan sarjana dan pascasarjana di Universitas Indonesia. Setelah itu, ia menempuh pendidikan doctor di University of Melbourne. Bapak Rio memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi dan perut yang sedikit buncit. Beberapa helai rambutnya sudah terlihat memutih, mungkin itu salah satu tanda bahwa beliau adalah seseorang yang selalu berpikir. Seringkali Cala melihat Bapak Rio mengenakan kemeja polos berwarna gelap dengan setelan celana bahan yang begitu pas di kakinya.
Bapak Rio kemudian duduk di bangku yang ada di depan Cala, ia memberikan sebotol air mineral kepadanya. “Silahkan diminum, Calandra.”
“Terima kasih, Pak.” Jawab Cala. Untuk menghargai penawarannya, wanita itu membuka tutup botol yang masih disegel dan meminumnya secara sopan.
Bapak Rio menyederkan tubuhnya di sofa, nampaknya ia ingin berbicara secara santai dengan Cala. “Sebelumnya, terima kasih Calandra karena telah menggantikan saya dipertemuan pertama kemarin.” Ucapnya sebagai kalimat pembuka. “Jadi bagaimana pengalaman pertama kemarin? Ada keluhan atau sesuatu yang ingin dilaporkan?” Tanya ramah. Berbeda dengan wajahnya yang terlihat begitu sangar, kepribadian Bapak Rio justru sangat friendly.
“Sama-sama, Pak. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih pada Bapak karena telah memilih saya untuk menjadi asisten bapak. Sungguh, ini merupakan suatu kehormatan bagi saya. Untuk pertemuan kemarin, semuanya berjalan dengan lancar, Pak, tidak ada masalah apapun.” Cala mengatakannya dengan tenang. Ia memang sudah terbiasa berhadapan dengan para dosen secara personal, maklum Cala sering menjadi ketua kelas di beberapa mata kuliah. Sehingga ia tidak merasa kaku lagi jika harus berbicara atau berdiskusi dengan dosen.
“Saya memilih kamu bukan tanpa alasan, Calandra. Ada puluhan lamaran yang masuk untuk menjadi asisten saya, tapi saya tertarik dengan kemampuan dan kepribadian kamu. Kamu adalah kandidat terbaik dari semua kandidat. Jadi saya sangat berharap ke depannya kamu akan melakukan yang terbaik dan bekerja semaksimal mungkin.” Ucap calon professor itu.
Cala tersenyum walau dalam hatinya merasa sedikit tertekan, ya, lagi-lagi semua orang menaruh ekspektasi tinggi pada dirinya. “Saya akan melakukan yang terbaik, Pak.” Jawab Cala ramah, bagaimanapun juga ia harus tetap bisa bersikap professional.
Gini giliran Bapak Rio yang membuka tutup botol air mineral di depannya, sepertinya ia mulai merasa kehausan. Diteguknya air mineral itu hingga tinggal menyisakan setengah botol. “Begini Calandra, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan agar ke depannya hubungan pekerjaan ini bisa berjalan dengan baik. Langsung saja kita mulai ya.” Bapak Rio mengeluarkan sebuah buku agenda yang didalamnya sudah terdapat beberapa catatan. Ia membuka halaman di bagian tengah dan menunjukkannya pada Cala. “Jadi, selama menjadi asisten saya, kamu akan menggantikan saya mengajar dua kali dalam sebulan di kelas pengantar ilmu manajemen. Ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan, mereview materi yang telah saya jelaskan sebelumnya, mengadakan kuis, dan memandu jalannya presentasi yang dilakukan oleh para mahasiswa. Untuk pemberian materi baru biarlah menjadi tugas saya. Ketika kamu mengadakan kuis serta memandu jalannya presentasi, kamu harus mencatat siapa-siapa saja mahasiswa yang aktif, dan yang terpenting adalah jangan sampai penilaian yang kamu lakukan dipengaruhi oleh urusan pribadi. Saya mau kamu bersikap professional, sebab saya memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan dengan salah satu asisten saya di semester sebelumnya. Dia melebihkan nilai beberapa mahasiswa yang sudah dikenalnya dan mengurangi nilai mahasiwa yang tidak disukainya. Kamu tahu mengapa dia tidak menyukai mahasiswi itu?” Tanya Bapak Rio, belum sempat Cala menjawab, beliau langsung melanjutkan kalimatnya. “Karena mahasiswi itu berpacaran dengan mantan pacarnya.” Jelas Bapak Rio, dari raut wajahnya terlihat sekali bahwa ia tak habis pikir mengapa dirinya bisa merekrut mahasiswi seperti itu untuk menjadi asistennya. Cala pun demikian, ia berusaha menahan tawanya. Cala tidak menyangka bahwa seorang wanita bisa melakukan hal yang begitu memalukan hanya karena seorang pria. “Sungguh kekanak-kanakan sekali, bukan?” Tanya Bapak Rio. Cala mengangguk setuju, sambil sedikit tersenyum. Bagaimanapun juga ia tidak bisa tertawa terbahak-bahak di depan sang dosen.
“Baik, Pak, saya berjanji tidak akan melakukan hal seperti itu. Bagaimana dengan mengoreksi jawaban Tugas, UTS dan UAS, pak?” Tanyanya. Sebab yang Cala tahu, ada beberapa dosen yang menyerahkan jawaban dari para mahasiswanya untuk dikoreksi oleh asisten mereka.
Bapak Rio menggeleng, “Untuk itu tidak perlu, saya akan mengoreksi semua jawaban tugas, UTS, dan UAS para mahasiswa saya. Karena kamu tahu kan Cala, bobot nilai UAS di kampus ini sangatlah tinggi. Jadi saya ingin membaca langsung jawaban dari semua mahasiswa saya, serta yang harus kamu tahu, saya dapat membedakan mana mahasiswa yang berbuat curang dan mana mahasiswa yang jujur ketika ujian.” Ya, Bapak Rio memang seperti itu. Beliau adalah dosen yang sangat teliti dan paham karakter dari semua mahasiswanya. Cala tahu karena ia pernah diajar oleh Bapak Rio. “Tapi Cala, tidak menutup kemungkinan bahwa saya akan membutuhkan bantuan kamu di luar hal yang saya sebutkan tadi ya. Terkadang saya juga suka meminta mahasiswa yang menjadi asisten saya untuk membantu saya menyiapkan materi seminar, dan lainnya.”
Cala mengangguk paham, “Baik pak, saya mengerti.”
“Oh iya satu lagi, saya akan membayar gaji kamu setiap dua bulan sekali, jadi totalnya kamu akan mendapatkan gaji pokok sebanyak tiga kali selama menjadi asisten saya.” Jelasnya.
Cala sangat suka dengan kepribadian Bapak Rio, beliau sangat terinci dan memperhatikan hal-hal detail, sama seperti dirinya. Setelah membicarakan beberapa hal selama kurang lebih empat puluh menit, Cala akhirnya berpamitan dengan Bapak Rio. Mereka berdua pun bersalaman sebagai simbol bahwa dirinya kini telah resmi menjadi asisten dosen, dosen yang sebentar lagi akan menjadi professor. Dan tentunya hal itu akan bermanfaat bagi portofolionya. Ya, begitulah Calandra, semua hal selalu ia kaitkan dengan pencapaian kariernya di masa depan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved