Bab 5 One of Cala's Dream
by Hannadhif
15:57,Jan 14,2021
Cala pergi ke kampus pukul sembilan pagi dan langsung menuju ke perpustakaan kampus. Di sana, ia mengambil beberapa buku pengantar ilmu manajemen yang akan digunakan sebagai bahan mengajar nanti sore. Bapak Rio mempercayakan semuanya pada Cala. Saat melamar menjadi asisten dosen, ia menyerahkan beberapa berkas, seperti surat lamaran, curriculum vitae, self introduction, motivation letter, dan lembar nilai akademik dari semester satu hingga semester lima. Dapat dikatakan bahwa beliau sudah memiliki banyak informasi tentangnya. Itulah mengapa ia yakin dan percaya bahwa Cala dapat diandalkan. Sebelum pergi ke kampus, Brenda menyampaikan pesan padanya, “Cala, ingat, alangkah baiknya jika kau tidak membuat para mahasiswa kepusingan di hari pertama kuliah.” Ucap seorang mahasiswi yang tidak suka belajar di kelas. Tentu saja Cala tahu itu, ia tidak mungkin langsung memberikan puluhan pertanyaan tentang pengantar ilmu manajemen.
Sebelumnya, Cala sudah diberi tahu oleh Bapak Rio mengenai ruang kelas tempat dimana ia harus mengajar. Matakuliah Cala selesai pukul dua siang, itu berarti masih ada waktu untuk makan siang. Tepat saat itu, ponselnya berdering. Terdapat panggilan masuk yang berasal dari seseorang berhati malaikat, siapa lagi kalau bukan Lilly. “Kau sudah makan siang?” tanyanya cepat. “Belum.” Cala menjawab tak kalah cepat. “Aku dan Andre sedang makan siang di taman utama, masih ada ayam teriyaki untukmu.” Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, Lilly selalu membawakan makan siang untuk Andre. Ia juga selalu mengajak Cala dan Brenda untuk bergabung jika ada waktu ulang. Karena kemampuan memasaknya, Lilly selalu bisa menghemat uang untuk kemudian ditabung. Jadi, dapat dikatakan bahwa Lilly adalah orang yang paling hemat dan Brenda adalah orang yang paling boros. Kalau Cala? Dirinya berada di tengah-tengah. Ia cukup pintar mengatur keuangan agar tetap bisa menabung sekaligus membeli sesuatu yang diinginkan. Tanpa menunggu lama, Cala langsung menuju taman utama untuk menyantap ayam teriyaki buatan Lilly yang rasanya sangat lezat. Lilly melambaikan tangan, iapun menghampirinya. “Kalian sungguh tidak bisa bertengkar, bukan?” Cala bertanya seperti itu karena selama ini ia tidak pernah melihat mereka bertengkar. Paling hanya salah paham sedikit dan masalah itupun bisa terselesaikan dalam hitungan jam. Lilly menyerahkan sekotak tempat makan berisi ayam teriyaki, nasi, dan sedikit salad. “Bertengkar hanya membuat hidupmu lebih sulit.” Jawab Lilly. Sementara Andre hanya tersenyum mendengar pertanyaan Cala. Karena sudah dua setengah tahun berpacaran dengan Lilly, Andre menjadi cukup dekat dengan Cala dan Brenda. Mereka berempat sering menghabiskan waktu bersama, seperti menonton film di ruang tv yang berada di kosan, atau sekedar kumpul di halaman kosan untuk mencicipi menu baru buatan Lilly.
Cala menghabiskan makanannya dalam waktu tiga puluh menit. Setelah itu ia segera berpamitan pada Lilly dan Andre karena harus menjalankan tugasnya sebagai seorang asisten dosen. “Good luck, Miss. Cala.” Ucap Lilly. “Thankyou, Mrs. Andre.” Jawabnya sambil berjalan meninggalkan sepasang kekasih itu. Andre menyerahkan kotak makan pada Lilly, ia telah melahap semua makanannya. “Kau tidak ingin menjadi asistenn dosen seperti Cala?” tanya Andre. Lilly menggeleng cepat, ia kemudian menunjukkan layar ponselnya pada Andre, “Aku lebih ingin mengikuti kursus menjahit.” Ucapnya. Dalam layar ponsel Lilly terlihat sebuah poster yang berisi tentang pembukaan pendaftaran kursus menjahit untuk bulan ini. “Kursus menjahit?” Andre mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu alasan mengapa Lilly ingin mengikuti kursus menjahit. “Suatu saat aku ingin membuatkan baju untukmu dan anak-anak kita.” Seperti itulah Lilly, selalu berpikir secara sederhana. “Jika kau ingin melakukan hal itu, maka lakukanlah.” Dan Andre yang selalu memahami Lilly.
Cala memasuki ruangan A 4.21, di sana sudah banyak mahasiswa yang menunggu kedatangan Bapak Rio. Tentu saja mereka tidak tahu kalau hari ini Bapak Rio tidak datang dan akan digantikan olehnya. “Selamat sore.” Ucapnya sambil meletakkan tas di atas meja. Beberapa di antara mereka ada yang sedang asik berbincang, bermain ponsel, atau bahkan sibuk mengambil foto selfie. “Selamat sore, ini kelasnya Bapak Rio, bukan?” Kali ini suaranya terdengar lebih lantang. Seorang mahasiswi dari baris depan menjawab, “Iya kak, kelas pengantar ilmu manajemen.” Jawabnya sopan. “Lantas, bisa kita mulai kelasnya sekarang?” Semua mahasiswa terlihat kebingungan. Mungkin pada awalnya mereka hanya menganggap Cala sebagai senior yang mengulang mata kuliah pengantar ilmu manajemen karena nilai yang rendah, mereka tidak tahu bahwa Cala akan ikut menentukan nilai akademik mereka di akhir semester nanti. Mereka langsung kembali duduk di kursi masing-masing begitu melihatnya menyalakan layar notebook. Cala baru mulai berbicara ketika situasi sudah kondusif. “Perkenalkan, saya Calandra, saya adalah asisten dosen dari Bapak Rio. Apa kalian belum pernah diajar oleh asisten dosen sebelumnya?” Cala mengajukan pertanyaan itu karena wajah mereka terlihat kebingungan. “Belum, Madam.” Jawab mereka kompak. Oh God, aku lupa kalau mereka adalah mahasiswa semester dua, di semester satu mereka pasti masih diajar oleh dosen-dosen yang tidak terlalu sibuk. Cala mengangguk paham. “Tolong jangan panggil saya Ibu, panggil saja saya Sist Cala.” Usianya baru dua puluh tahun dan tidak tidak mau dipanggil “Ibu”.
Hal pertama yang Cala lakukan setelah memperkenalkan diri adalah melihat daftar absensi di kelas itu. Terlihat ada dua puluh lima orang yang mengambil kelas Bapak Rio dalam mata kuliah pengantar ilmu manajemen. Cala memanggil nama mereka satu persatu dan meminta mereka untuk memperkenalkan diri. Ia juga mengajukan pertanyaan kepada mereka mengenai pengertian dari manajemen, bukan menurut pendapat para ahli melainkan menurut pendapat mereka sendiri. Cala ingin tahu sejauh apa pemahaman dan persiapan mereka dalam mata kuliah ini. Entahlah, mungkin ia menganggap semua mahasiswa sama seperti dirinya. Sejak dulu, Cala selalu mempersiapkan diri sebelum mengikuti perkuliahan. Malam harinya, ia mempelajari beberapa materi dasar agar ketika berada di kelas pengetahuannya tidak nol besar. Dan cara itu selalu berhasil membuat para dosen kagum dengannya di setiap pertemuan.
“Lisa, apa yang kamu ketahui tentang manajemen?” tanyanya pada seorang gadis yang duduk di baris kedua. “Manajemen adalah kegiatan mengatur atau menggerakkan sumber daya agar melakukan sesuatu yang kita inginkan untuk mencapai tujuan tertentu.” Jawabnya cukup yakin. “Ok, selanjutnya…Rei…Reino?” Cala tidak yakin saat mengucapkan nama tersebut. Lelaki bermata sipit yang duduk di baris paling belakang mengangkat tangannya. “Ya, saya.” Tanpa sadar Cala berharap bahwa dia adalah Reino yang dikenalnya, walau itu tidak mungkin terjadi. Oh, God! Kenapa tiba-tiba aku kembali memikirkan Reino di saat seperti ini? Bukankah aku bertekad untuk melupakannya? Sadar, Cala, ada dua puluh lima pasang mata yang sedang memperhatikanmu di ruangan ini.
“Jadi, Reino, apa pengertian manajemen menurutmu?” Syukurlah, ia bisa cepat-cepat mengendalikan diri dan kembali bersikap professional. “Menurut saya, manajemen adalah serangkaian kegiatan yang dimulai dari planning, organizing, actuating and controlling, dimana kegiatan itu perlu dilakukan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia agar tujuan yang telah ditetapkan sejak awal bisa tercapai. Sumber daya yang dimaksud bisa sumber daya manusia, sumber daya finansial, sumber daya waktu, atau sarana prasarana.” Jawabnya sangat yakin. Terlihat beberapa mahasiswa lain mencatat beberapa kata kunci dari jawaban Reino untuk digunakan saat tiba gilirannya. Cala tersenyum kecil, walau tak sempurna, tetapi jawaban Reino cukup tepat sasaran. “Good job, Reino.” Ucapnya. Tidak banyak yang ingin ia bahas dipertemuan pertama ini—bagaimapun ia teringat pesan Brenda—setelah bertanya tentang pengertian manajemen, Cala juga bertanya mengenai alasan mengapa mereka memilih untuk kuliah jurusan manajemen. Jawaban dari mereka sangat beragam, mulai dari jawaban yang serius, seperti “Aku ingin menjadi manager di salah satu perusahaan multinasional” hingga jawaban yang membuatnya tak habis pikir, seperti “Aku tak sengaja memilih jurusan manajemen saat seleksi SNMPTN kala itu.”
Mata kuliah selesai tepat pukul lima sore, sesuai dengan jadwal yang diberikan oleh pihak kampus. Cala tidak ingin melakukan korupsi waktu dengan memulai dan mengakhiri kelas kurang atau lebih dari jadwal yang telah ditetapkan. Itu lah mengapa orang-orang berkata bahwa ia memiliki manajemen waktu yang baik. Cala tidak pernah datang terlambat dan tidak suka jika harus menunggu seseorang yang datang terlambat. Tetapi perlahan, dirinya mulai mentoleransi hal tersebut setelah bersahabat dengan Brenda, seseorang yang paling sering terlambat. Sebelum kembali ke kos-kosan, Cala menyempatkan diri pergi ke minimarket untuk membeli beberapa kebutuhan yang sudah habis.
Iapun mengirim pesan di grup chat:
Cala: “Aku sedang berada di minimarket, ada yang ingin kalian beli?” tanyanya.
Brenda membalas pesan dengan cepat, dia selalu saja memegang ponselnya dimanapun dan kapanpun.
Brenda: “Ya, tolong belikan aku salad buah dan yogurt.”
Sepertinya Brenda sudah mulai diet lagi. Beberapa menit kemudian, Lilly muncul di grup chat.
Lilly: “Cala, tolong belikan kentang dan wortel untuk makan malam.”
Cala: “Ok.”
Brenda: “Memangnya kau ingin memasak apa?”
Lilly: “Sup ayam.”
Brenda: “Oh, shit! Baiklah, aku akan mulai diet esok hari, tidak hari ini.”
Lilly: “Bukannya kau bilang bahwa kau tidak ada jadwal pemotretan selama beberapa hari ke depan?”
Brenda: “Akan kuberitahu nanti malam!”
Lilly: ”Aku juga ingin memberitahu sesuatu pada kalian.”
Cala: “Kalian sungguh membuatku penasaran.”
Cala memasukkan semua barang yang ingin dibeli ke dalam keranjang, kemudian memastikan bahwa barang-barang tersebut sudah sesuai dengan daftar belanjaan yang telah dibuat sebelumnya. Cara itu ia gunakan untuk mencegah pembelian barang-barang yang tidak diperlukan. Hidupnya sangat terencana, bukan? Cala tidak suka jika sesuatu terjadi namun tidak sesuai dengan rencananya. Ia ingin hidup selalu berjalan sesuai dengan rencananya. Tapi, apakah bisa?
Sebelumnya, Cala sudah diberi tahu oleh Bapak Rio mengenai ruang kelas tempat dimana ia harus mengajar. Matakuliah Cala selesai pukul dua siang, itu berarti masih ada waktu untuk makan siang. Tepat saat itu, ponselnya berdering. Terdapat panggilan masuk yang berasal dari seseorang berhati malaikat, siapa lagi kalau bukan Lilly. “Kau sudah makan siang?” tanyanya cepat. “Belum.” Cala menjawab tak kalah cepat. “Aku dan Andre sedang makan siang di taman utama, masih ada ayam teriyaki untukmu.” Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, Lilly selalu membawakan makan siang untuk Andre. Ia juga selalu mengajak Cala dan Brenda untuk bergabung jika ada waktu ulang. Karena kemampuan memasaknya, Lilly selalu bisa menghemat uang untuk kemudian ditabung. Jadi, dapat dikatakan bahwa Lilly adalah orang yang paling hemat dan Brenda adalah orang yang paling boros. Kalau Cala? Dirinya berada di tengah-tengah. Ia cukup pintar mengatur keuangan agar tetap bisa menabung sekaligus membeli sesuatu yang diinginkan. Tanpa menunggu lama, Cala langsung menuju taman utama untuk menyantap ayam teriyaki buatan Lilly yang rasanya sangat lezat. Lilly melambaikan tangan, iapun menghampirinya. “Kalian sungguh tidak bisa bertengkar, bukan?” Cala bertanya seperti itu karena selama ini ia tidak pernah melihat mereka bertengkar. Paling hanya salah paham sedikit dan masalah itupun bisa terselesaikan dalam hitungan jam. Lilly menyerahkan sekotak tempat makan berisi ayam teriyaki, nasi, dan sedikit salad. “Bertengkar hanya membuat hidupmu lebih sulit.” Jawab Lilly. Sementara Andre hanya tersenyum mendengar pertanyaan Cala. Karena sudah dua setengah tahun berpacaran dengan Lilly, Andre menjadi cukup dekat dengan Cala dan Brenda. Mereka berempat sering menghabiskan waktu bersama, seperti menonton film di ruang tv yang berada di kosan, atau sekedar kumpul di halaman kosan untuk mencicipi menu baru buatan Lilly.
Cala menghabiskan makanannya dalam waktu tiga puluh menit. Setelah itu ia segera berpamitan pada Lilly dan Andre karena harus menjalankan tugasnya sebagai seorang asisten dosen. “Good luck, Miss. Cala.” Ucap Lilly. “Thankyou, Mrs. Andre.” Jawabnya sambil berjalan meninggalkan sepasang kekasih itu. Andre menyerahkan kotak makan pada Lilly, ia telah melahap semua makanannya. “Kau tidak ingin menjadi asistenn dosen seperti Cala?” tanya Andre. Lilly menggeleng cepat, ia kemudian menunjukkan layar ponselnya pada Andre, “Aku lebih ingin mengikuti kursus menjahit.” Ucapnya. Dalam layar ponsel Lilly terlihat sebuah poster yang berisi tentang pembukaan pendaftaran kursus menjahit untuk bulan ini. “Kursus menjahit?” Andre mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu alasan mengapa Lilly ingin mengikuti kursus menjahit. “Suatu saat aku ingin membuatkan baju untukmu dan anak-anak kita.” Seperti itulah Lilly, selalu berpikir secara sederhana. “Jika kau ingin melakukan hal itu, maka lakukanlah.” Dan Andre yang selalu memahami Lilly.
Cala memasuki ruangan A 4.21, di sana sudah banyak mahasiswa yang menunggu kedatangan Bapak Rio. Tentu saja mereka tidak tahu kalau hari ini Bapak Rio tidak datang dan akan digantikan olehnya. “Selamat sore.” Ucapnya sambil meletakkan tas di atas meja. Beberapa di antara mereka ada yang sedang asik berbincang, bermain ponsel, atau bahkan sibuk mengambil foto selfie. “Selamat sore, ini kelasnya Bapak Rio, bukan?” Kali ini suaranya terdengar lebih lantang. Seorang mahasiswi dari baris depan menjawab, “Iya kak, kelas pengantar ilmu manajemen.” Jawabnya sopan. “Lantas, bisa kita mulai kelasnya sekarang?” Semua mahasiswa terlihat kebingungan. Mungkin pada awalnya mereka hanya menganggap Cala sebagai senior yang mengulang mata kuliah pengantar ilmu manajemen karena nilai yang rendah, mereka tidak tahu bahwa Cala akan ikut menentukan nilai akademik mereka di akhir semester nanti. Mereka langsung kembali duduk di kursi masing-masing begitu melihatnya menyalakan layar notebook. Cala baru mulai berbicara ketika situasi sudah kondusif. “Perkenalkan, saya Calandra, saya adalah asisten dosen dari Bapak Rio. Apa kalian belum pernah diajar oleh asisten dosen sebelumnya?” Cala mengajukan pertanyaan itu karena wajah mereka terlihat kebingungan. “Belum, Madam.” Jawab mereka kompak. Oh God, aku lupa kalau mereka adalah mahasiswa semester dua, di semester satu mereka pasti masih diajar oleh dosen-dosen yang tidak terlalu sibuk. Cala mengangguk paham. “Tolong jangan panggil saya Ibu, panggil saja saya Sist Cala.” Usianya baru dua puluh tahun dan tidak tidak mau dipanggil “Ibu”.
Hal pertama yang Cala lakukan setelah memperkenalkan diri adalah melihat daftar absensi di kelas itu. Terlihat ada dua puluh lima orang yang mengambil kelas Bapak Rio dalam mata kuliah pengantar ilmu manajemen. Cala memanggil nama mereka satu persatu dan meminta mereka untuk memperkenalkan diri. Ia juga mengajukan pertanyaan kepada mereka mengenai pengertian dari manajemen, bukan menurut pendapat para ahli melainkan menurut pendapat mereka sendiri. Cala ingin tahu sejauh apa pemahaman dan persiapan mereka dalam mata kuliah ini. Entahlah, mungkin ia menganggap semua mahasiswa sama seperti dirinya. Sejak dulu, Cala selalu mempersiapkan diri sebelum mengikuti perkuliahan. Malam harinya, ia mempelajari beberapa materi dasar agar ketika berada di kelas pengetahuannya tidak nol besar. Dan cara itu selalu berhasil membuat para dosen kagum dengannya di setiap pertemuan.
“Lisa, apa yang kamu ketahui tentang manajemen?” tanyanya pada seorang gadis yang duduk di baris kedua. “Manajemen adalah kegiatan mengatur atau menggerakkan sumber daya agar melakukan sesuatu yang kita inginkan untuk mencapai tujuan tertentu.” Jawabnya cukup yakin. “Ok, selanjutnya…Rei…Reino?” Cala tidak yakin saat mengucapkan nama tersebut. Lelaki bermata sipit yang duduk di baris paling belakang mengangkat tangannya. “Ya, saya.” Tanpa sadar Cala berharap bahwa dia adalah Reino yang dikenalnya, walau itu tidak mungkin terjadi. Oh, God! Kenapa tiba-tiba aku kembali memikirkan Reino di saat seperti ini? Bukankah aku bertekad untuk melupakannya? Sadar, Cala, ada dua puluh lima pasang mata yang sedang memperhatikanmu di ruangan ini.
“Jadi, Reino, apa pengertian manajemen menurutmu?” Syukurlah, ia bisa cepat-cepat mengendalikan diri dan kembali bersikap professional. “Menurut saya, manajemen adalah serangkaian kegiatan yang dimulai dari planning, organizing, actuating and controlling, dimana kegiatan itu perlu dilakukan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia agar tujuan yang telah ditetapkan sejak awal bisa tercapai. Sumber daya yang dimaksud bisa sumber daya manusia, sumber daya finansial, sumber daya waktu, atau sarana prasarana.” Jawabnya sangat yakin. Terlihat beberapa mahasiswa lain mencatat beberapa kata kunci dari jawaban Reino untuk digunakan saat tiba gilirannya. Cala tersenyum kecil, walau tak sempurna, tetapi jawaban Reino cukup tepat sasaran. “Good job, Reino.” Ucapnya. Tidak banyak yang ingin ia bahas dipertemuan pertama ini—bagaimapun ia teringat pesan Brenda—setelah bertanya tentang pengertian manajemen, Cala juga bertanya mengenai alasan mengapa mereka memilih untuk kuliah jurusan manajemen. Jawaban dari mereka sangat beragam, mulai dari jawaban yang serius, seperti “Aku ingin menjadi manager di salah satu perusahaan multinasional” hingga jawaban yang membuatnya tak habis pikir, seperti “Aku tak sengaja memilih jurusan manajemen saat seleksi SNMPTN kala itu.”
Mata kuliah selesai tepat pukul lima sore, sesuai dengan jadwal yang diberikan oleh pihak kampus. Cala tidak ingin melakukan korupsi waktu dengan memulai dan mengakhiri kelas kurang atau lebih dari jadwal yang telah ditetapkan. Itu lah mengapa orang-orang berkata bahwa ia memiliki manajemen waktu yang baik. Cala tidak pernah datang terlambat dan tidak suka jika harus menunggu seseorang yang datang terlambat. Tetapi perlahan, dirinya mulai mentoleransi hal tersebut setelah bersahabat dengan Brenda, seseorang yang paling sering terlambat. Sebelum kembali ke kos-kosan, Cala menyempatkan diri pergi ke minimarket untuk membeli beberapa kebutuhan yang sudah habis.
Iapun mengirim pesan di grup chat:
Cala: “Aku sedang berada di minimarket, ada yang ingin kalian beli?” tanyanya.
Brenda membalas pesan dengan cepat, dia selalu saja memegang ponselnya dimanapun dan kapanpun.
Brenda: “Ya, tolong belikan aku salad buah dan yogurt.”
Sepertinya Brenda sudah mulai diet lagi. Beberapa menit kemudian, Lilly muncul di grup chat.
Lilly: “Cala, tolong belikan kentang dan wortel untuk makan malam.”
Cala: “Ok.”
Brenda: “Memangnya kau ingin memasak apa?”
Lilly: “Sup ayam.”
Brenda: “Oh, shit! Baiklah, aku akan mulai diet esok hari, tidak hari ini.”
Lilly: “Bukannya kau bilang bahwa kau tidak ada jadwal pemotretan selama beberapa hari ke depan?”
Brenda: “Akan kuberitahu nanti malam!”
Lilly: ”Aku juga ingin memberitahu sesuatu pada kalian.”
Cala: “Kalian sungguh membuatku penasaran.”
Cala memasukkan semua barang yang ingin dibeli ke dalam keranjang, kemudian memastikan bahwa barang-barang tersebut sudah sesuai dengan daftar belanjaan yang telah dibuat sebelumnya. Cara itu ia gunakan untuk mencegah pembelian barang-barang yang tidak diperlukan. Hidupnya sangat terencana, bukan? Cala tidak suka jika sesuatu terjadi namun tidak sesuai dengan rencananya. Ia ingin hidup selalu berjalan sesuai dengan rencananya. Tapi, apakah bisa?
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved