Bab 6 One of Brenda's Dream
by Hannadhif
16:19,Jan 14,2021
Mereka sudah berkumpul di kamar Brenda untuk menikmati sup ayam buatan Lilly. Brenda akhirnya berhasil menahan diri untuk tidak makan nasi, ia hanya mengambil sepotong ayam, beberapa potong kentang dan wortel serta kuah kaldu yang banyak. “Jadi, siapa yang ingin bicara lebih dulu?” Cala memulai pembicaraan.
“Aku!” Jawab Brenda penuh semangat.
“Aku baru saja mendapat panggilan dari salah satu sutradara untuk mengikuti casting iklan body lotion.” Cala membelalakkan mata. “Serius?” Tanyanya.
“Kau pasti lolos casting itu, Brenda.” Ucap Lilly. “Aku serius! Tiga hari lagi aku akan ikut casting. Huaaaa, I’m so happy guys. Aku berharap kali ini aku bisa lolos casting.”
Meski memiliki wajah cantik dan tubuh yang indah, Brenda sudah sering gagal dalam casting iklan. Sejauh ini, Brenda baru membintangi tiga iklan. Iklan yang pertama adalah iklan minuman kemasan, kedua adalah iklan bimbingan belajar online, dan ketiga adalah iklan layanan masyarakat tentang perlunya menjaga kebersihan lingkungan. Brenda ingin sekali menjadi bintang iklan produk kecantikan, entah make up, body care, atau skincare. Ia ingin memamerkan wajah dan tubuh indahnya pada semua orang. Lebih dari itu, Brenda ingin membuktikan kepada orangtuanya bahwa ia bisa sukses berkarier di industry hiburan. Orangtua Brenda memang tidak setuju jika dirinya menjadi seorang aktris. Mereka ingin Brenda menjadi seorang pengacaranya seperti ayahnya, atau bekerja di perusahaan besar seperti ibunya. Itu lah sebabnya mengapa hubungan antara Brenda dan orangtuanya tidak terjalin baik. Sejak kuliah, Brenda sudah jarang pulang ke rumah orangtuanya, ia hanya tinggal di kos-kosan atau apartemenya. Orangtua Brenda hanya rutin memberikan uang saku dengan jumlah yang sangat besar setiap bulannya, mereka tidak pernah memberi perhatian pada Brenda. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Walau impiannya tidak didukung oleh orangtuanya, Brenda tetap bersikeras untuk menjadi seorang aktris.
“Sekarang giliran kau.” Ucap Cala pada Lilly.
Lilly mengeluarkan ponselnya, menunjukkan poster yang sebelumnya telah ia tunjukkan pada Andre. “Kursus menjahit?” Ucap Cala dan Brenda secara bersamaan. Lilly mengangguk yakin.
Cala bertanya, “Untuk apa?”
“Kau ingin menjadi penjahit?” Tanya Brenda.
“Aku ingin suatu saat bisa membuat baju untuk Andre dan anak-anakku. Ketika menjadi seorang ibu rumah tangga, terkadang aku harus menjahit seragam anakku atau kemeja suamiku yang sobek. Dengan begitu, aku tidak perlu membawa ke penjahit, aku bisa menyelesaikannya sendiri.” Jelas Lilly.
Cala tetap tidak mengerti dengan tujuan Lilly mengikuti kursus menjahit. Menurutnya itu tak masuk akal, untuk apa repot-repot belajar menjahit jika saat ini sudah banyak sekali penjahit? Kita hanya perlu membawa baju yang robek ke penjahit, lalu membayarnya. Sederhana, bukan? Kita bisa melakukan pekerjaan yang lain bukannya buang-buang waktu dengan menjahit seragam sekolah yang robek. Dan tadi Lilly bilang apa? Membuatkan baju untuk suami dan anak-anaknya? Untuk apa melakukan itu sementara toko baju sudah tak terhitung jumlahnya? Terlebih di era ini, kita bisa berbelanja hanya dengan satu sentuhan di layar ponsel. Jadi menurut Cala, pemikiran Lilly sangat tidak masuk akal.
Berbeda dengan Cala yang tidak setuju dengan rencana Lilly, Brenda justru mendukungnya. “Aku setuju! Suatu saat aku ingin dibuatkan gaun olehmu, dan akan kugunakan di acara gala premier film pertamaku.” Ucapnya semangat. Mata Lilly berbinar membayangkan hal itu. Mereka seperti dua gadis kecil yang sedang berkhayal untuk menjadi princess. Cala menghela napas. “Guys, please. Pertama, Brenda, kau bisa mengenakan gaun yang dibuat oleh desainer terkenal. Dan kedua, Lilly, ayolah, kursus menjahit hanya akan membuang waktumu. Kau bisa melakukan sesuatu yang lebih penting dari itu, menjadi asisten dosen sepertiku misalnya.”
Brenda menggerak-gerakan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri, tidak setuju dengan ucapan Cala. “No, no, tidak semua orang ingin menjadi sepertimu, Cala.” Lilly tersenyum, matanya kini melihat ke arah Cala. “Brenda benar, tidak semua orang ingin menjadi asisten dosen. Aku lebih suka melakukan sesuatu yang bisa mengembangkan kemampuan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga.” Cala mengalah, lagi pula ia kalah suara, Brenda berada di pihak Lilly. Cala hanya berpesan pada Lilly agar kursus menjahit itu tidak menganggu jadwal kuliahnya. Sesekali ia melirik ke arah Brenda, tentu saja Cala sedang menyindirnya. “Maksudmu jadwal pemotretan mengganggu jadwal kuliahku?” tanyanya. “Brenda, tolonglah, itu bukan pertanyaan yang harus dijawab.” Jawab Cala cepat. Mereka semua tertawa. Malam itu tidak terjadi perdebatan panjang, mereka lebih memilih untuk menikmati sup ayam buatan Lilly yang penuh dengan kehangatan.
******
Hari ini adalah hari libur. Cala dan Lilly memutuskan untuk membantu Brenda menyiapkan segalanya. Ya, Brenda akan ikut casting iklan hari ini. Pertama, di pagi hari mereka akan mengantar Brenda pergi ke salon kecantikan dengan mengenakan mobilnya. Selain diberikan uang saku yang banyak, Brenda juga difasilitasi sebuah mobil oleh ayahnya. Di salon, rambut Brenda akan di tata sedemikian indah, serta ia juga akan dirias oleh make up artis langganannya. Tidak sedikit biaya yang ia keluarkan sebagai modal menjadi bintang iklan. “Terkadang, kita harus lebih dulu mengorbankan sesuatu yang kita miliki untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.” Begitu ucap Brenda ketika Cala dan Lilly terkejut mendengar biaya yang ia bayarkan ke salon kecantikan, membeli baju baru dan perawatan tubuhnya.
Brenda terlihat cantik mengenakan dress berwarna baby pink dengan rambut curly terurai. Riasan wajahnya terlihat sangat natural, seolah tidak ingin menutupi kecantikan yang sudah ada dalam dirinya. Setiap kali melihat Brenda, Cala selalu berpikir bahwa Jerman dan Indonesia adalah perpaduan yang sangat luar biasa. Dress dengan panjang tujuh centimeter di atas lutut itu membuat kaki Brenda terlihat lebih jenjang. Tak lupa ia juga mengenakan sepatu high heels setinggi delapan centimeter. Sungguh, tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan Brenda. Namun meskipun begitu, entah kenapa Cala tidak pernah merasa iri dengan “kesempurnaan” fisik Brenda. Ia selalu berpikir bahwa setiap orang memiliki keunggulan masing-masing, wajahnya memang tidak secantik Brenda, tapi dirinya yakin bahwa kemampuan dan kompetensi yang ia miliki dapat bersaing dengan siapapun. Tidak masalah baginya jika lebih mengandalkan otak dibanding fisik.
Mobil Brenda sudah terparkir di salah satu basement gedung Production House yang akan memproduksi iklan body lotion. Sebelum keluar dari mobil, mereka memastikan sekali lagi penampilan Brenda untuk yang terakhir kalinya. “Lipstikmu terlalu tebal.” Ucap Lilly sambil memberikan selembar tissue pada Brenda. Brenda menghapus sedikit lipsticknya agar terlihat natural. Cala yang duduk di bangku samping Brenda merapikan rambutnya yang sedikit—sungguh hanya sedikit—berantakan karena tadi ia harus menyetir mobilnya sendiri. “Ok, sekarang kau terlihat sempurna.” Ujar Cala. “Sungguh?” tanyanya dengan wajah sedikit cemas. Lilly menyatukan ujung jari telunjuk dan ibu jarinya, sebagai tanda bahwa ia setuju dengan pendapat Cala. “Aku yakin kali ini kau akan lolos casting.” Ucap Lilly.
Mereka turun dari mobil dan langsung menuju lantai 6, tempat dimana casting akan diadakan. Rupanya, tidak hanya Brenda saja yang akan mengikuti casting hari itu, terlihat ada beberapa wanita cantik lainnya sedang bersiap diri menunggu nama mereka dipanggil. Kini giliran nama Brenda yang dipanggil, ia pun langsung memasuki ruangan. “Semangat!” Ucap Cala dan Lilly. Brenda mengangguk, “Semangat!” Ucapnya pada diri sendiri. Di dalam sudah ada empat orang yang akan melihat penampilan Brenda. Mereka adalah sutradara, perwakilan dari tim casting, perwakilan dari perusahaan body lotion, dan satu orang kameramen yang akan merekam acting Brenda. Sebelum casting dimulai, Brenda diminta untuk memperkenalkan diri.
Brenda menarik napas dan menghembuskannya. Ia melakukan itu agar merasa releks. “Hallo, saya Brenda, seorang model dan bintang iklan berusia dua puluh tahun. Saat ini saya juga merupakan seorang mahasiswi jurusan ilmu komunikasi di Universitas Indonesia.” Brenda mengatakannya dengan penuh rasa percaya diri. Ia sudah terbiasa memperkenalkan diri di depan banyak orang.
Sang sutradara membaca lembar profile Brenda dan berkata, “Brenda Amanda Kiehl, sebelumnya pernah membintangi tiga iklan, benar?” Tanyanya untuk memastikan.
Brenda memberikan senyum terbaiknya, “Benar, iklan minuman kemasan, iklan bimbingan belajar online, dan iklan layanan masyarakat.” Jelasnya.
Lelaki berkacamata itu mengangguk paham, “Sejak kapan kamu mulai tertarik dengan dunia modeling?”
“Saat kelas empat sekolah dasar, saya pernah mengikuti perlombaan menari di sekolah, perlombaan itu diadakan dalam rangka perayaan ulangtahun sekolah. Kebetulan saat itu, ada salah satu tamu undangan yang merupakan seorang reporter, dimana dia bertugas untuk meliput acara. Tetapi kemudian, dia tertarik melihat penampilan saya di atas panggung dan berkata bahwa saya memiliki bakat di industri hiburan. Beliau kemudian menawarkan saya untuk menjadi cover model di salah satu majalah parenting bersama model senior lainnya. Dan ternyata kala itu saya sangat menikmati proses yang saya jalani selama pemotretan. Sejak saat itulah saya tertarik dengan modeling.”
Semua orang yang berada di ruangan tersebut seolah tertarik dengan cerita Brenda. Kini giliran perwakilan dari tim casting yang mengajukan pertanyaan pada Brenda. “Lalu, dimana kamu belajar acting hingga akhirnya bisa menjadi bintang iklan?”
Walau pertanyaan itu diajukan oleh satu orang, namun ketika menjawab Brenda berusaha untuk melihat ke arah semua orang secara bergiliran. Hal itu agar semua merasa bahwa Brenda sangat menghargai mereka. “Saya sering mengikuti pelatihan acting yang diadakan oleh beberapa lembaga. Selain itu setiap hari saya terus berlatih di rumah agar ilmu yang saya dapatkan di kelas acting tidak terlupakan begitu saja. Dan tentu saja, saya terus membangun networking yang baik dengan pihak-pihak terkait.”
Kini semua orang tersenyum mendengar jawaban Brenda. Seseorang yang merupakan perwakilan dari perusahaan kemudian memberi produk body lotion pada Brenda. “Silahkan sekarang kamu gunakan body lotion tersebut kemudian promosikan, saya ingin kamu berimprovisasi.” Ucap sang sutradara.
Brenda tersenyum, “Baiklah.” Ia melihat ke arah kamera. Dibukanya tutup botol body lotion dengan anggun, kemudian ia tuangkan di telapak tangan, dan setelah itu ia oleskan di sepanjang tangannya yang mulus dan ramping. “Ingin kulitmu terlihat mulus dan putih? Pakai Whitening Plus setiap hari.” Tak lupa Brenda mencium punggung tangannya dan berkata, “Wanginya tahaaaan lama.” Ditutup dengan senyum dari bibirnya yang seksi. Sang kameramen tidak berkedip melihat penampilan Brenda di layar kamera. Semua orang yang ada di ruangan tersebut dibuat terpesona dengan penampilannya. Casting selesai, sang sutradara berkata bahwa dalam waktu satu minggu mereka akan memberi kabar pada Brenda apakah ia lolos audisi atau tidak.
Sebelum keluar ruangan, Brenda bersalaman secara personal dengan mereka semua. Saat ingin membuka pintu keluar, Brenda mengatakan sesuatu yang lagi-lagi membuat semua orang tersenyum, “Saya tunggu kabar baiknya.” Ucapnya dengan sedikit kedipan mata.
Cala dan Lilly harap-harap cemas menunggu Brenda selesai casting. Mereka khawatir apakah Brenda bisa menjalaninya dengan baik atau tidak. “Brenda pasti bisa, dia sudah cukup professional.” Begitulah Lilly, selalu berpikiran positif kapanpun dan dimanapun. Cala mencoba meyakinkan diri. Walau sebenarnya yang ia khawatirkan bukanlah kemampuan Brenda, melainkan orang-orang yang menjadi saingannya. Semua model yang akan mengikuti casting terlihat begitu rupawan. Mereka juga terlihat sudah sangat professional, ada yang memiliki asisten pribadi, ada yang bersama managernya, dan ada satu wanita yang nampaknya tidak asing, Cala seperti sering melihatnya dilayar kaca. Bahkan Menurut Cala, ada seorang wanita yang secara fisik jauh lebih cantik dibanding Brenda. Jika Brenda saja sudah sangat cantik, apa kau bisa bayangkan secantik apa wanita itu? Well, meski sebenarnya cantik itu relative.
Cala melihat Brenda keluar dari ruangan dengan wajah berseri-seri. Ia kemudian langsung memeluk kedua sahabatnya, “Semuanya berjalan lancar.” Jelasnya.
Saat itu, beberapa wanita cantik lainnya melihat Brenda dengan tatapan sinis. Tapi Brenda bersikap tidak peduli dan berkata bahwa ia akan menceritakan semuanya saat di mobil nanti. Seperti dugaan Lilly, Brenda mengakui bahwa ia menikmati proses casting hari itu dan cukup optimis dengan hasilnya.
Karena suasana hatinya sedang baik, Brenda mengajak Cala dan Lilly untuk pergi ke salah satu warung mie ayam kesukaan mereka. Warung itu terletak tidak jauh dari lingkungan kampus. Tidak terhitung sudah berapa puluh kali mereka makan di warung tersebut. Harganya yang murah dan rasanya yang lezat membuat semua orang tetap setia membeli Mie Ayam Pondok Cina. Cala dan Lilly memesan seporsi mie ayam dengan toping lengkap, sementara Brenda—karena sedang diet—ia hanya memesan satu porsi sup tahu dan pangsit. Untuk minumannya, mereka bertiga memesan segelas es jeruk yang begitu menyegarkan. Warung itu selalu dipadati pengunjung setiap harinya, semua karyawan tampak sibuk mengantar pesananan ke meja para pembeli. Salah satu karyawan akhirnya mengantar pesanan mereka. Tanpa banyak bicara, mereka bertiga langsung melahap mie ayam yang sangat menggugah selera. Satu porsi mie ayam lengkap terdiri dari mie ayam, potongan dada ayam yang melimpah di atasnya, tahu, pangsit, ceker, dan bakso.
Sementara Brenda terlihat sangat menikmati sup tahu dengan kuah kaldu yang sangat gurih, serta ada juga pangsit basah berisi udang halus dengan tekstur yang lembut. “Kau harus belajar membuat pangsit seperti ini, Lilly.” Ucap Brenda. “Baiklah, tapi kau harus membelinya, tidak gratis!” Itulah kebiasaan mereka, selalu tertawa bersama ketika sedang menikmati makanan lezat.
Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah seminggu yang lalu Cala dan Lilly menemani Brenda casting iklan. Dan hari ini, Brenda akan mendapat kabar apakah dirinya lolos casting atau tidak. Sejak pagi, mereka semua sudah berkumpul di kamar Brenda. Brenda tidak bisa berpaling dari layar ponselnya, ia menunggu panggilan masuk dari pihak casting. Tepat pukul sembilan pagi, ponsel Brenda berdering. Tertera dua belas digit angka yang tidak dikenalnya pada layar ponsel, ia pun langsung menjawab panggilan tersebut. Cala dan Lilly tidak tahu apa yang dikatakan oleh seseorang di balik ponsel Brenda, tetapi yang pasti Brenda berkata bahwa ia lolos casting untuk menjadi bintang iklan body lotion. “Aku lolos! Aku lolos! Aku akan menjadi bintang iklan body lotion!” Brenda mengatakannya dengan semangat yang luar biasa. “Selamat, Brenda.” Ucap Cala dan Lilly secara bersamaan. Mereka bertiga kemudian saling berpelukan, turut bahagia dengan pencapaian yang Brenda raih.
“Aku!” Jawab Brenda penuh semangat.
“Aku baru saja mendapat panggilan dari salah satu sutradara untuk mengikuti casting iklan body lotion.” Cala membelalakkan mata. “Serius?” Tanyanya.
“Kau pasti lolos casting itu, Brenda.” Ucap Lilly. “Aku serius! Tiga hari lagi aku akan ikut casting. Huaaaa, I’m so happy guys. Aku berharap kali ini aku bisa lolos casting.”
Meski memiliki wajah cantik dan tubuh yang indah, Brenda sudah sering gagal dalam casting iklan. Sejauh ini, Brenda baru membintangi tiga iklan. Iklan yang pertama adalah iklan minuman kemasan, kedua adalah iklan bimbingan belajar online, dan ketiga adalah iklan layanan masyarakat tentang perlunya menjaga kebersihan lingkungan. Brenda ingin sekali menjadi bintang iklan produk kecantikan, entah make up, body care, atau skincare. Ia ingin memamerkan wajah dan tubuh indahnya pada semua orang. Lebih dari itu, Brenda ingin membuktikan kepada orangtuanya bahwa ia bisa sukses berkarier di industry hiburan. Orangtua Brenda memang tidak setuju jika dirinya menjadi seorang aktris. Mereka ingin Brenda menjadi seorang pengacaranya seperti ayahnya, atau bekerja di perusahaan besar seperti ibunya. Itu lah sebabnya mengapa hubungan antara Brenda dan orangtuanya tidak terjalin baik. Sejak kuliah, Brenda sudah jarang pulang ke rumah orangtuanya, ia hanya tinggal di kos-kosan atau apartemenya. Orangtua Brenda hanya rutin memberikan uang saku dengan jumlah yang sangat besar setiap bulannya, mereka tidak pernah memberi perhatian pada Brenda. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Walau impiannya tidak didukung oleh orangtuanya, Brenda tetap bersikeras untuk menjadi seorang aktris.
“Sekarang giliran kau.” Ucap Cala pada Lilly.
Lilly mengeluarkan ponselnya, menunjukkan poster yang sebelumnya telah ia tunjukkan pada Andre. “Kursus menjahit?” Ucap Cala dan Brenda secara bersamaan. Lilly mengangguk yakin.
Cala bertanya, “Untuk apa?”
“Kau ingin menjadi penjahit?” Tanya Brenda.
“Aku ingin suatu saat bisa membuat baju untuk Andre dan anak-anakku. Ketika menjadi seorang ibu rumah tangga, terkadang aku harus menjahit seragam anakku atau kemeja suamiku yang sobek. Dengan begitu, aku tidak perlu membawa ke penjahit, aku bisa menyelesaikannya sendiri.” Jelas Lilly.
Cala tetap tidak mengerti dengan tujuan Lilly mengikuti kursus menjahit. Menurutnya itu tak masuk akal, untuk apa repot-repot belajar menjahit jika saat ini sudah banyak sekali penjahit? Kita hanya perlu membawa baju yang robek ke penjahit, lalu membayarnya. Sederhana, bukan? Kita bisa melakukan pekerjaan yang lain bukannya buang-buang waktu dengan menjahit seragam sekolah yang robek. Dan tadi Lilly bilang apa? Membuatkan baju untuk suami dan anak-anaknya? Untuk apa melakukan itu sementara toko baju sudah tak terhitung jumlahnya? Terlebih di era ini, kita bisa berbelanja hanya dengan satu sentuhan di layar ponsel. Jadi menurut Cala, pemikiran Lilly sangat tidak masuk akal.
Berbeda dengan Cala yang tidak setuju dengan rencana Lilly, Brenda justru mendukungnya. “Aku setuju! Suatu saat aku ingin dibuatkan gaun olehmu, dan akan kugunakan di acara gala premier film pertamaku.” Ucapnya semangat. Mata Lilly berbinar membayangkan hal itu. Mereka seperti dua gadis kecil yang sedang berkhayal untuk menjadi princess. Cala menghela napas. “Guys, please. Pertama, Brenda, kau bisa mengenakan gaun yang dibuat oleh desainer terkenal. Dan kedua, Lilly, ayolah, kursus menjahit hanya akan membuang waktumu. Kau bisa melakukan sesuatu yang lebih penting dari itu, menjadi asisten dosen sepertiku misalnya.”
Brenda menggerak-gerakan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri, tidak setuju dengan ucapan Cala. “No, no, tidak semua orang ingin menjadi sepertimu, Cala.” Lilly tersenyum, matanya kini melihat ke arah Cala. “Brenda benar, tidak semua orang ingin menjadi asisten dosen. Aku lebih suka melakukan sesuatu yang bisa mengembangkan kemampuan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga.” Cala mengalah, lagi pula ia kalah suara, Brenda berada di pihak Lilly. Cala hanya berpesan pada Lilly agar kursus menjahit itu tidak menganggu jadwal kuliahnya. Sesekali ia melirik ke arah Brenda, tentu saja Cala sedang menyindirnya. “Maksudmu jadwal pemotretan mengganggu jadwal kuliahku?” tanyanya. “Brenda, tolonglah, itu bukan pertanyaan yang harus dijawab.” Jawab Cala cepat. Mereka semua tertawa. Malam itu tidak terjadi perdebatan panjang, mereka lebih memilih untuk menikmati sup ayam buatan Lilly yang penuh dengan kehangatan.
******
Hari ini adalah hari libur. Cala dan Lilly memutuskan untuk membantu Brenda menyiapkan segalanya. Ya, Brenda akan ikut casting iklan hari ini. Pertama, di pagi hari mereka akan mengantar Brenda pergi ke salon kecantikan dengan mengenakan mobilnya. Selain diberikan uang saku yang banyak, Brenda juga difasilitasi sebuah mobil oleh ayahnya. Di salon, rambut Brenda akan di tata sedemikian indah, serta ia juga akan dirias oleh make up artis langganannya. Tidak sedikit biaya yang ia keluarkan sebagai modal menjadi bintang iklan. “Terkadang, kita harus lebih dulu mengorbankan sesuatu yang kita miliki untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.” Begitu ucap Brenda ketika Cala dan Lilly terkejut mendengar biaya yang ia bayarkan ke salon kecantikan, membeli baju baru dan perawatan tubuhnya.
Brenda terlihat cantik mengenakan dress berwarna baby pink dengan rambut curly terurai. Riasan wajahnya terlihat sangat natural, seolah tidak ingin menutupi kecantikan yang sudah ada dalam dirinya. Setiap kali melihat Brenda, Cala selalu berpikir bahwa Jerman dan Indonesia adalah perpaduan yang sangat luar biasa. Dress dengan panjang tujuh centimeter di atas lutut itu membuat kaki Brenda terlihat lebih jenjang. Tak lupa ia juga mengenakan sepatu high heels setinggi delapan centimeter. Sungguh, tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan Brenda. Namun meskipun begitu, entah kenapa Cala tidak pernah merasa iri dengan “kesempurnaan” fisik Brenda. Ia selalu berpikir bahwa setiap orang memiliki keunggulan masing-masing, wajahnya memang tidak secantik Brenda, tapi dirinya yakin bahwa kemampuan dan kompetensi yang ia miliki dapat bersaing dengan siapapun. Tidak masalah baginya jika lebih mengandalkan otak dibanding fisik.
Mobil Brenda sudah terparkir di salah satu basement gedung Production House yang akan memproduksi iklan body lotion. Sebelum keluar dari mobil, mereka memastikan sekali lagi penampilan Brenda untuk yang terakhir kalinya. “Lipstikmu terlalu tebal.” Ucap Lilly sambil memberikan selembar tissue pada Brenda. Brenda menghapus sedikit lipsticknya agar terlihat natural. Cala yang duduk di bangku samping Brenda merapikan rambutnya yang sedikit—sungguh hanya sedikit—berantakan karena tadi ia harus menyetir mobilnya sendiri. “Ok, sekarang kau terlihat sempurna.” Ujar Cala. “Sungguh?” tanyanya dengan wajah sedikit cemas. Lilly menyatukan ujung jari telunjuk dan ibu jarinya, sebagai tanda bahwa ia setuju dengan pendapat Cala. “Aku yakin kali ini kau akan lolos casting.” Ucap Lilly.
Mereka turun dari mobil dan langsung menuju lantai 6, tempat dimana casting akan diadakan. Rupanya, tidak hanya Brenda saja yang akan mengikuti casting hari itu, terlihat ada beberapa wanita cantik lainnya sedang bersiap diri menunggu nama mereka dipanggil. Kini giliran nama Brenda yang dipanggil, ia pun langsung memasuki ruangan. “Semangat!” Ucap Cala dan Lilly. Brenda mengangguk, “Semangat!” Ucapnya pada diri sendiri. Di dalam sudah ada empat orang yang akan melihat penampilan Brenda. Mereka adalah sutradara, perwakilan dari tim casting, perwakilan dari perusahaan body lotion, dan satu orang kameramen yang akan merekam acting Brenda. Sebelum casting dimulai, Brenda diminta untuk memperkenalkan diri.
Brenda menarik napas dan menghembuskannya. Ia melakukan itu agar merasa releks. “Hallo, saya Brenda, seorang model dan bintang iklan berusia dua puluh tahun. Saat ini saya juga merupakan seorang mahasiswi jurusan ilmu komunikasi di Universitas Indonesia.” Brenda mengatakannya dengan penuh rasa percaya diri. Ia sudah terbiasa memperkenalkan diri di depan banyak orang.
Sang sutradara membaca lembar profile Brenda dan berkata, “Brenda Amanda Kiehl, sebelumnya pernah membintangi tiga iklan, benar?” Tanyanya untuk memastikan.
Brenda memberikan senyum terbaiknya, “Benar, iklan minuman kemasan, iklan bimbingan belajar online, dan iklan layanan masyarakat.” Jelasnya.
Lelaki berkacamata itu mengangguk paham, “Sejak kapan kamu mulai tertarik dengan dunia modeling?”
“Saat kelas empat sekolah dasar, saya pernah mengikuti perlombaan menari di sekolah, perlombaan itu diadakan dalam rangka perayaan ulangtahun sekolah. Kebetulan saat itu, ada salah satu tamu undangan yang merupakan seorang reporter, dimana dia bertugas untuk meliput acara. Tetapi kemudian, dia tertarik melihat penampilan saya di atas panggung dan berkata bahwa saya memiliki bakat di industri hiburan. Beliau kemudian menawarkan saya untuk menjadi cover model di salah satu majalah parenting bersama model senior lainnya. Dan ternyata kala itu saya sangat menikmati proses yang saya jalani selama pemotretan. Sejak saat itulah saya tertarik dengan modeling.”
Semua orang yang berada di ruangan tersebut seolah tertarik dengan cerita Brenda. Kini giliran perwakilan dari tim casting yang mengajukan pertanyaan pada Brenda. “Lalu, dimana kamu belajar acting hingga akhirnya bisa menjadi bintang iklan?”
Walau pertanyaan itu diajukan oleh satu orang, namun ketika menjawab Brenda berusaha untuk melihat ke arah semua orang secara bergiliran. Hal itu agar semua merasa bahwa Brenda sangat menghargai mereka. “Saya sering mengikuti pelatihan acting yang diadakan oleh beberapa lembaga. Selain itu setiap hari saya terus berlatih di rumah agar ilmu yang saya dapatkan di kelas acting tidak terlupakan begitu saja. Dan tentu saja, saya terus membangun networking yang baik dengan pihak-pihak terkait.”
Kini semua orang tersenyum mendengar jawaban Brenda. Seseorang yang merupakan perwakilan dari perusahaan kemudian memberi produk body lotion pada Brenda. “Silahkan sekarang kamu gunakan body lotion tersebut kemudian promosikan, saya ingin kamu berimprovisasi.” Ucap sang sutradara.
Brenda tersenyum, “Baiklah.” Ia melihat ke arah kamera. Dibukanya tutup botol body lotion dengan anggun, kemudian ia tuangkan di telapak tangan, dan setelah itu ia oleskan di sepanjang tangannya yang mulus dan ramping. “Ingin kulitmu terlihat mulus dan putih? Pakai Whitening Plus setiap hari.” Tak lupa Brenda mencium punggung tangannya dan berkata, “Wanginya tahaaaan lama.” Ditutup dengan senyum dari bibirnya yang seksi. Sang kameramen tidak berkedip melihat penampilan Brenda di layar kamera. Semua orang yang ada di ruangan tersebut dibuat terpesona dengan penampilannya. Casting selesai, sang sutradara berkata bahwa dalam waktu satu minggu mereka akan memberi kabar pada Brenda apakah ia lolos audisi atau tidak.
Sebelum keluar ruangan, Brenda bersalaman secara personal dengan mereka semua. Saat ingin membuka pintu keluar, Brenda mengatakan sesuatu yang lagi-lagi membuat semua orang tersenyum, “Saya tunggu kabar baiknya.” Ucapnya dengan sedikit kedipan mata.
Cala dan Lilly harap-harap cemas menunggu Brenda selesai casting. Mereka khawatir apakah Brenda bisa menjalaninya dengan baik atau tidak. “Brenda pasti bisa, dia sudah cukup professional.” Begitulah Lilly, selalu berpikiran positif kapanpun dan dimanapun. Cala mencoba meyakinkan diri. Walau sebenarnya yang ia khawatirkan bukanlah kemampuan Brenda, melainkan orang-orang yang menjadi saingannya. Semua model yang akan mengikuti casting terlihat begitu rupawan. Mereka juga terlihat sudah sangat professional, ada yang memiliki asisten pribadi, ada yang bersama managernya, dan ada satu wanita yang nampaknya tidak asing, Cala seperti sering melihatnya dilayar kaca. Bahkan Menurut Cala, ada seorang wanita yang secara fisik jauh lebih cantik dibanding Brenda. Jika Brenda saja sudah sangat cantik, apa kau bisa bayangkan secantik apa wanita itu? Well, meski sebenarnya cantik itu relative.
Cala melihat Brenda keluar dari ruangan dengan wajah berseri-seri. Ia kemudian langsung memeluk kedua sahabatnya, “Semuanya berjalan lancar.” Jelasnya.
Saat itu, beberapa wanita cantik lainnya melihat Brenda dengan tatapan sinis. Tapi Brenda bersikap tidak peduli dan berkata bahwa ia akan menceritakan semuanya saat di mobil nanti. Seperti dugaan Lilly, Brenda mengakui bahwa ia menikmati proses casting hari itu dan cukup optimis dengan hasilnya.
Karena suasana hatinya sedang baik, Brenda mengajak Cala dan Lilly untuk pergi ke salah satu warung mie ayam kesukaan mereka. Warung itu terletak tidak jauh dari lingkungan kampus. Tidak terhitung sudah berapa puluh kali mereka makan di warung tersebut. Harganya yang murah dan rasanya yang lezat membuat semua orang tetap setia membeli Mie Ayam Pondok Cina. Cala dan Lilly memesan seporsi mie ayam dengan toping lengkap, sementara Brenda—karena sedang diet—ia hanya memesan satu porsi sup tahu dan pangsit. Untuk minumannya, mereka bertiga memesan segelas es jeruk yang begitu menyegarkan. Warung itu selalu dipadati pengunjung setiap harinya, semua karyawan tampak sibuk mengantar pesananan ke meja para pembeli. Salah satu karyawan akhirnya mengantar pesanan mereka. Tanpa banyak bicara, mereka bertiga langsung melahap mie ayam yang sangat menggugah selera. Satu porsi mie ayam lengkap terdiri dari mie ayam, potongan dada ayam yang melimpah di atasnya, tahu, pangsit, ceker, dan bakso.
Sementara Brenda terlihat sangat menikmati sup tahu dengan kuah kaldu yang sangat gurih, serta ada juga pangsit basah berisi udang halus dengan tekstur yang lembut. “Kau harus belajar membuat pangsit seperti ini, Lilly.” Ucap Brenda. “Baiklah, tapi kau harus membelinya, tidak gratis!” Itulah kebiasaan mereka, selalu tertawa bersama ketika sedang menikmati makanan lezat.
Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah seminggu yang lalu Cala dan Lilly menemani Brenda casting iklan. Dan hari ini, Brenda akan mendapat kabar apakah dirinya lolos casting atau tidak. Sejak pagi, mereka semua sudah berkumpul di kamar Brenda. Brenda tidak bisa berpaling dari layar ponselnya, ia menunggu panggilan masuk dari pihak casting. Tepat pukul sembilan pagi, ponsel Brenda berdering. Tertera dua belas digit angka yang tidak dikenalnya pada layar ponsel, ia pun langsung menjawab panggilan tersebut. Cala dan Lilly tidak tahu apa yang dikatakan oleh seseorang di balik ponsel Brenda, tetapi yang pasti Brenda berkata bahwa ia lolos casting untuk menjadi bintang iklan body lotion. “Aku lolos! Aku lolos! Aku akan menjadi bintang iklan body lotion!” Brenda mengatakannya dengan semangat yang luar biasa. “Selamat, Brenda.” Ucap Cala dan Lilly secara bersamaan. Mereka bertiga kemudian saling berpelukan, turut bahagia dengan pencapaian yang Brenda raih.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved