Bab 1 Hard Working Woman: Calandra
by Hannadhif
14:27,Jan 14,2021
Calandra adalah seorang perempuan berusia dua satu puluh tahun. Saat ini ia merupakan mahasiswi semester enam jurusan Manajemen di perguruan tinggi negeri di Indonesia. Seperti namanya, Calandra yang berati pekerja keras. Dia adalah seorang perempuan yang mandiri, keras kepala, pantang menyerah, kritis, dan yang terpenting ia tidak suka bergantung pada orang lain. Sebenarnya karakter itu tidak langsung melekat pada dirinya ketika dilahirkan ke dunia. Pengalaman dan pola asuh dari orangtua lah yang membentuk kepribadiannya seperti sekarang. Keluarga Calandra bukan orang kaya raya, namun selalu berkecukupan untuk membeli semua kebutuhan. Walau begitu, sejak kecil ayah Calandra selalu memintanya untuk membuat keputusan terhadap sesuatu yang menyangkut hidupnya. Bahkan untuk hal-hal kecil yang sebenarnya tak butuh pertimbangan. Ketika usianya tujuh tahun, Cala pernah minta dibelikan boneka teddy bear dan crayon dalam waktu yang bersamaan. Tentu saja ayahnya tak langsung menuruti permintaan tersebut. Cala diminta untuk memilih satu di antara keduanya. Sang ayah juga memberi nasihat agar Cala mempertimbangkan keputusannya. Beliau bilang bahwa Cala harus memilih barang yang memiliki nilai guna. Di kemudian hari, nilai guna itu akan membantu untuk membeli barang lain yang ia inginkan. Saat itu Cala berpikir keras, nilai guna boneka teddy bear tentu hanya menjadi teman saat main dan tidur. Cala bertanya dalam hati, "Apa hal itu bisa membuatku mendapatkan crayon? Tentu tidak." Ia kemudian mempertimbangkan hal lain. "Bagaimana jika aku memilih crayon?" Kebetulan ketika itu, Cala membutuhkan crayon untuk mengikuti lomba mewarnai di Sekolah Dasar. Akan ada hadiah yang diberikan pada tiga pemenang, seperti piala dan uang tunai. Dengan penuh keyakinan akan memenangkan lomba tersebut, ia akhirnya memilih crayon. Cala dibelikan crayon oleh sang ayah dengan varian warna yang paling lengkap, itu adalah crayon impiannya sebab memiliki 55 warna yang cantik. Ambisinya semakin besar, ia bertekad untuk memenangkan lomba tersebut agar bisa mendapat uang tunai untuk membeli boneka teddy bear. Latihan dan kerja keras yang ia lakukan rupanya tak sia-sia, Cala berhasil memenangkan juara kedua. Pada akhirnya, dia memiliki crayon dan boneka teddy bear sesuai dengan harapannya. Dari pengalaman itulah Cala sadar kalau sang ayah ingin mengajarkan bahwa kita harus berusaha dan bekerja keras untuk mendapat sesuatu yang kita inginkan. Tidak semua hal bisa didapat begitu saja. Selain itu Cala juga belajar bahwa terkadang kita harus mengorbankan sesuatu bukan karena kita tidak benar-benar menginginkan sesuatu itu, namun karena kita lebih membutuhkan sesuatu yang lain.
Begitupun dengan ibunda Cala, beliau selalu memberi kebebasan pada Cala untuk memilih "jalan" hidupnya sendiri. Sebagai contoh, saat memasuki Sekolah Menengah Pertama, para orangtua sibuk memasukkan anaknya ke tempat bimbingan belajar. Kala itu, Cala bilang pada ibunya bahwa ia hanya ingin mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya. Cala berpikir bahwa pelajaran umum seperti matematika, sains, sosial, dan lainnya dapat dipelajari sendiri di rumah. Berbeda dengan pelajaran bahasa Inggris, dimana ia membutuhkan seorang tutor untuk membimbingnya. Ibu akhirnya mendaftarkan Cala ke tempat bimbingan belajar bahasa Inggris. Dan hasilnya? Cala menjadi siswi yang paling menguasai bahasa Inggris di kelas serta nilai pelajaran lain tak kalah baik dengan teman-temannya yang mengikuti bimbingan belajar. Wali kelasnya berkata pada orangtuanya bahwa Cala adalah anak yang terlahir pintar. Padahal beliau tidak tahu seberapa keras Cala belajar setiap malam. Terkadang orang-orang hanya ingin tahu hasilnya, tidak mau tahu bagaimana prosesnya. Sebenarnya ada alasan lain mengapa Cala lebih memilih untuk mengambil bimbingan belajar bahasa Inggris daripada pelajaran umum. Cala tahu bahwa keuangan keluarganya tidak berlebih-meskipun begitu kedua orangtuanya selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam bidang pendidikan-ia tidak bisa mendapat dua bimbingan belajar sekaligus, sebab akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Terlebih kala itu, Cala sudah mulai sadar bahwa dalam beberapa hal, kemampuan bahasa Inggris lebih berguna daripada kemampuan pelajaran umum lainnya. Eits, itu hanya pendapat pribadi Cala. Hidup Cala tidak hanya tentang dirinya dan kedua orangtuanya. Cala merupakan anak pertama dengan dua orang adik. Adiknya yang pertama bernama Farista. Saat ini Farista duduk di bangku kelas dua SMA, usianya sudah enam belas tahun. Sementara adiknya yang kedua merupakan seorang laki-laki bernama Raka. Tahun depan Raka akan masuk SMA, sekarang usianya genap empat belas tahun, ia kelas dua SMP. Jika kalian bertanya-tanya apakahFarista dan Raka memiliki karakter yang sama dengan sang kakak? Jawabannya jelas tidak. Entah mengapa, kedua orangtuanya menggunakan cara yang berbeda dalam mendidik Farista dan Raka. Orangtua Cala mulai melonggarkan aturan pada Farista dan Raka, bahkan dalam beberapa kasus mereka tidak perlu bersusah payah untuk mendapat apa yang mereka inginkan. Seolah ayah dan ibu benar-benar mendidik Cala untuk menjadi anak sulung yang tangguh, agar kelak bisa bertanggungjawab atas kedua adiknya. Dan saat pikiran tersebut terlintas di benaknya,Cala merasa bahwa itu tidaklah adil. Mengapa seseorang harus bertanggungjawab atas hidup orang lain?
Saat kelas tiga SMA, semua orang memiliki ekspektasi tinggi padanya. Keluarga, teman, para guru bahkan tetangga satu komplek yakin bahwa Cala bisa masuk perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Tentu saja ia sangat menginginkan hal itu juga, ada beberapa kelebihan dari perguruan tinggi negeri bila dibandingkan dengan swasta. Salah satunya perihal biaya. Karena sang ayah harus banting tulang membiayai pendidikan ketiga anaknya, Cala sadar bahwa ia harus masuk perguruan tinggi negeri untuk menghemat biaya. Tetapi di samping itu, sejujurnya Cala merasa sangat terbebani ketika semua orang berekspektasi tinggi terhadap dirinya. Jika sudah seperti itu maka Cala harus berusaha dan bekerja keras untuk mencapai ekspektasi mereka. Kala itu ia hanya tidur selama empat jam sehari, selebihnya ia gunakan untuk belajar ujian masuk perguruan tinggi negeri. Hasil yang diperoleh pun sesuai dengan usaha yang dilakukan, Cala berhasil masuk ke universitas negeri terbaik di Indonesia; Universitas Indonesia jurusan Manajemen. Detik itu juga semua orang bersorak riang atas keberhasilannya. Para kerabat, guru, dan tetangga memberi selamat kepada orangtuanya karena memiliki putri yang "cerdas dari lahir." Lagi-lagi mereka tidak tahu bahwa beberapa kali Cala harus mengalami mimisan karena terlalu lelah belajar, berat badannya turun hampir tiga kilogram. Tapi yang mereka tahu hanya "Calandra kini sudah resmi menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia karena dia memang terlahir pintar."
Sama seperti mahasiswa lainnya yang harus mengekos selama kuliah, Cala pun demikian. Universitas Indonesia terletak di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, sementara Cala tinggal di Malang, Jawa Timur. Setelah survey lokasi, ia menemukan tempat kos yang sangat nyaman dan tidak terlalu mahal. Keluarganya pun secara resmi mengantarkan kepindahan Cala. Farista adalah orang yang paling bahagia begitu tahu bahwa sang kakak akan mengekos. Selama ini mereka harus berbagi kamar tidur karena di rumah hanya ada tiga kamar; satu untuk ayah dan ibunya, satu untuk Raka, serta satu untuk Cala dan Farista. Tentu saja dalam beberapa moment hal itu membuatnya tak nyaman. Mereka seakan tidak memiliki "privasi." Cala bahkan harus menunggu Farista tidur untuk dapat menghubungi cinta pertamanya agar Farista tak menguping pembicaraan mereka. Tapi di sini Cala tidak akan pernah membahas cinta pertamanya, sebab dia hanyalah cinta masa SMA yang tidak terlalu penting. Toh sekarang mereka sudah menjadi mantan kekasih. Cala berpacaran dengannya selama kurang lebih satu tahun. Mereka putus saat kelas tiga semester kedua, alasannya karena ia ingin fokus belajar untuk Ujian Nasional dan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Tentu saja awalnya dia menolak, dia bilang bahwa Cala tetap bisa fokus belajar sambil berpacaran. "Kamu sudah terlahir pintar, Cala, tidak perlu belajar terlalu giat." Dan saat itu juga, Cala semakin yakin untuk mengakhiri hubungan dengannya.
Kos-kosan yang Cala tempati dari semester satu hingga sekarang terdiri dari dua lantai. Lantai satu berisi dua puluh kamar dan lantai dua berisi sepuluh kamar. Kamar-kamar tersebut saling berhadapan dan bersebelahan. Di bagian belakang kosan terdapat halaman luas yang biasa digunakan oleh para mahasiswi untuk sekedar bersantai atau bahkan kerja kelompok dengan teman laki-laki. Itu karena kosan ini merupakan kosan khusus perempuan yang memiliki aturan "Dilarang membawa laki-laki masuk ke dalam kamar." Namun sejak dulu aturan dibuat hanya untuk dilanggar, bukan? Selain itu, ada juga ruang tamu, ruang televisi, dapur dan balkon yang biasa digunakan oleh para penghuni kos untuk menjemur pakaian. Di sana tersedia dua pilihan kamar; kamar yang menggunakan Air Conditioner (AC) dan kamar yang tidak menggunakan AC. Untuk menghemat biaya, Cala memilih kamar yang tidak menggunakan AC, sang ayah kemudian membelikan kipas angin yang harganya jauh lebih murah. Well, Cala tidak pernah keberatan akan hal itu. Penjaga kos memberinya kamar nomor dua puluh enam yang terletak di lantai dua. Saat itu memang tak banyak pilihan kamar yang tersedia, semuanya hampir terisi penuh. Penjaga kos yang dimaksud adalah seorang wanita paruh baya berusia lima puluh tahun yang biasa dipanggil Bibi-beliau sendiri yang ingin dipanggil seperti itu-Bibi sudah enam tahun menjaga kosan ini. Sang pemilik kos yang saat ini tinggal di Bandung mempercayakan Bibi dan anak laki-lakinya-Mang Ujang-untuk menjaga dan membersihkan kos-kosan. Bibi selalu ramah kepada semua penghuni kos, ia juga baik dan peduli jika ada anak kos yang kesulitan. Sementara Mang Ujang tidak banyak bicara karena sifatnya yang pemalu. Tetapi bagaimana pun juga dia adalah orang yang pertama kali menangani segala keluhan penghuni kos, seperti air keran yang mati, gagang pintu kamar rusak, atau bahkan jika toilet tersumbat. Itu mengapa Cala betah berada di sini selama tiga tahun lamanya, tentu terlepas dari berbagai kelakuan penghuni kos.
Di kosan ini juga Cala bertemu dengan kedua sahabatnya; Brenda dan Lilly. Brenda adalah seorang mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi, sementara Lilly mengambil jurusan Administrasi Negara. Mereka semua berada dalam satu angkatan. Walau berbeda jurusan, mereka sangat dekat. Semua orang menyebutnya sebagai "Tiga Srikandi." Banyak suka duka yang Cala lalui selama bersahabat dengan Brenda dan Lilly. Perbedaan karakter dan sudut pandang terkadang membuat mereka harus bersitegang, berkata kasar dan menangis bersama. Namun meskipun begitu, entah mengapa ketiganya selalu kembali bersama, seolah ada magnet yang dapat menyatukan mereka. Dan kisah ini bercerita tentang tiga wanita bernama Calandra, Brenda dan Lilly. Tiga orang wanita yang memiliki impian dan cita-cita yangberbeda. Setiap dari mereka memiliki perjalanan hidup yang tidak sama dengan yanglainnya. Cala, Brenda dan Lilly harus berjuang menghadapi segala tantangan dan hambatan agar semua impian dan cita-citanya dapat terwujud. Inilah kisah mereka, tentang impian tiga orang wanita yang mungkin mewakili impian para wanita di luar sana.
Begitupun dengan ibunda Cala, beliau selalu memberi kebebasan pada Cala untuk memilih "jalan" hidupnya sendiri. Sebagai contoh, saat memasuki Sekolah Menengah Pertama, para orangtua sibuk memasukkan anaknya ke tempat bimbingan belajar. Kala itu, Cala bilang pada ibunya bahwa ia hanya ingin mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya. Cala berpikir bahwa pelajaran umum seperti matematika, sains, sosial, dan lainnya dapat dipelajari sendiri di rumah. Berbeda dengan pelajaran bahasa Inggris, dimana ia membutuhkan seorang tutor untuk membimbingnya. Ibu akhirnya mendaftarkan Cala ke tempat bimbingan belajar bahasa Inggris. Dan hasilnya? Cala menjadi siswi yang paling menguasai bahasa Inggris di kelas serta nilai pelajaran lain tak kalah baik dengan teman-temannya yang mengikuti bimbingan belajar. Wali kelasnya berkata pada orangtuanya bahwa Cala adalah anak yang terlahir pintar. Padahal beliau tidak tahu seberapa keras Cala belajar setiap malam. Terkadang orang-orang hanya ingin tahu hasilnya, tidak mau tahu bagaimana prosesnya. Sebenarnya ada alasan lain mengapa Cala lebih memilih untuk mengambil bimbingan belajar bahasa Inggris daripada pelajaran umum. Cala tahu bahwa keuangan keluarganya tidak berlebih-meskipun begitu kedua orangtuanya selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam bidang pendidikan-ia tidak bisa mendapat dua bimbingan belajar sekaligus, sebab akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Terlebih kala itu, Cala sudah mulai sadar bahwa dalam beberapa hal, kemampuan bahasa Inggris lebih berguna daripada kemampuan pelajaran umum lainnya. Eits, itu hanya pendapat pribadi Cala. Hidup Cala tidak hanya tentang dirinya dan kedua orangtuanya. Cala merupakan anak pertama dengan dua orang adik. Adiknya yang pertama bernama Farista. Saat ini Farista duduk di bangku kelas dua SMA, usianya sudah enam belas tahun. Sementara adiknya yang kedua merupakan seorang laki-laki bernama Raka. Tahun depan Raka akan masuk SMA, sekarang usianya genap empat belas tahun, ia kelas dua SMP. Jika kalian bertanya-tanya apakahFarista dan Raka memiliki karakter yang sama dengan sang kakak? Jawabannya jelas tidak. Entah mengapa, kedua orangtuanya menggunakan cara yang berbeda dalam mendidik Farista dan Raka. Orangtua Cala mulai melonggarkan aturan pada Farista dan Raka, bahkan dalam beberapa kasus mereka tidak perlu bersusah payah untuk mendapat apa yang mereka inginkan. Seolah ayah dan ibu benar-benar mendidik Cala untuk menjadi anak sulung yang tangguh, agar kelak bisa bertanggungjawab atas kedua adiknya. Dan saat pikiran tersebut terlintas di benaknya,Cala merasa bahwa itu tidaklah adil. Mengapa seseorang harus bertanggungjawab atas hidup orang lain?
Saat kelas tiga SMA, semua orang memiliki ekspektasi tinggi padanya. Keluarga, teman, para guru bahkan tetangga satu komplek yakin bahwa Cala bisa masuk perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Tentu saja ia sangat menginginkan hal itu juga, ada beberapa kelebihan dari perguruan tinggi negeri bila dibandingkan dengan swasta. Salah satunya perihal biaya. Karena sang ayah harus banting tulang membiayai pendidikan ketiga anaknya, Cala sadar bahwa ia harus masuk perguruan tinggi negeri untuk menghemat biaya. Tetapi di samping itu, sejujurnya Cala merasa sangat terbebani ketika semua orang berekspektasi tinggi terhadap dirinya. Jika sudah seperti itu maka Cala harus berusaha dan bekerja keras untuk mencapai ekspektasi mereka. Kala itu ia hanya tidur selama empat jam sehari, selebihnya ia gunakan untuk belajar ujian masuk perguruan tinggi negeri. Hasil yang diperoleh pun sesuai dengan usaha yang dilakukan, Cala berhasil masuk ke universitas negeri terbaik di Indonesia; Universitas Indonesia jurusan Manajemen. Detik itu juga semua orang bersorak riang atas keberhasilannya. Para kerabat, guru, dan tetangga memberi selamat kepada orangtuanya karena memiliki putri yang "cerdas dari lahir." Lagi-lagi mereka tidak tahu bahwa beberapa kali Cala harus mengalami mimisan karena terlalu lelah belajar, berat badannya turun hampir tiga kilogram. Tapi yang mereka tahu hanya "Calandra kini sudah resmi menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia karena dia memang terlahir pintar."
Sama seperti mahasiswa lainnya yang harus mengekos selama kuliah, Cala pun demikian. Universitas Indonesia terletak di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, sementara Cala tinggal di Malang, Jawa Timur. Setelah survey lokasi, ia menemukan tempat kos yang sangat nyaman dan tidak terlalu mahal. Keluarganya pun secara resmi mengantarkan kepindahan Cala. Farista adalah orang yang paling bahagia begitu tahu bahwa sang kakak akan mengekos. Selama ini mereka harus berbagi kamar tidur karena di rumah hanya ada tiga kamar; satu untuk ayah dan ibunya, satu untuk Raka, serta satu untuk Cala dan Farista. Tentu saja dalam beberapa moment hal itu membuatnya tak nyaman. Mereka seakan tidak memiliki "privasi." Cala bahkan harus menunggu Farista tidur untuk dapat menghubungi cinta pertamanya agar Farista tak menguping pembicaraan mereka. Tapi di sini Cala tidak akan pernah membahas cinta pertamanya, sebab dia hanyalah cinta masa SMA yang tidak terlalu penting. Toh sekarang mereka sudah menjadi mantan kekasih. Cala berpacaran dengannya selama kurang lebih satu tahun. Mereka putus saat kelas tiga semester kedua, alasannya karena ia ingin fokus belajar untuk Ujian Nasional dan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Tentu saja awalnya dia menolak, dia bilang bahwa Cala tetap bisa fokus belajar sambil berpacaran. "Kamu sudah terlahir pintar, Cala, tidak perlu belajar terlalu giat." Dan saat itu juga, Cala semakin yakin untuk mengakhiri hubungan dengannya.
Kos-kosan yang Cala tempati dari semester satu hingga sekarang terdiri dari dua lantai. Lantai satu berisi dua puluh kamar dan lantai dua berisi sepuluh kamar. Kamar-kamar tersebut saling berhadapan dan bersebelahan. Di bagian belakang kosan terdapat halaman luas yang biasa digunakan oleh para mahasiswi untuk sekedar bersantai atau bahkan kerja kelompok dengan teman laki-laki. Itu karena kosan ini merupakan kosan khusus perempuan yang memiliki aturan "Dilarang membawa laki-laki masuk ke dalam kamar." Namun sejak dulu aturan dibuat hanya untuk dilanggar, bukan? Selain itu, ada juga ruang tamu, ruang televisi, dapur dan balkon yang biasa digunakan oleh para penghuni kos untuk menjemur pakaian. Di sana tersedia dua pilihan kamar; kamar yang menggunakan Air Conditioner (AC) dan kamar yang tidak menggunakan AC. Untuk menghemat biaya, Cala memilih kamar yang tidak menggunakan AC, sang ayah kemudian membelikan kipas angin yang harganya jauh lebih murah. Well, Cala tidak pernah keberatan akan hal itu. Penjaga kos memberinya kamar nomor dua puluh enam yang terletak di lantai dua. Saat itu memang tak banyak pilihan kamar yang tersedia, semuanya hampir terisi penuh. Penjaga kos yang dimaksud adalah seorang wanita paruh baya berusia lima puluh tahun yang biasa dipanggil Bibi-beliau sendiri yang ingin dipanggil seperti itu-Bibi sudah enam tahun menjaga kosan ini. Sang pemilik kos yang saat ini tinggal di Bandung mempercayakan Bibi dan anak laki-lakinya-Mang Ujang-untuk menjaga dan membersihkan kos-kosan. Bibi selalu ramah kepada semua penghuni kos, ia juga baik dan peduli jika ada anak kos yang kesulitan. Sementara Mang Ujang tidak banyak bicara karena sifatnya yang pemalu. Tetapi bagaimana pun juga dia adalah orang yang pertama kali menangani segala keluhan penghuni kos, seperti air keran yang mati, gagang pintu kamar rusak, atau bahkan jika toilet tersumbat. Itu mengapa Cala betah berada di sini selama tiga tahun lamanya, tentu terlepas dari berbagai kelakuan penghuni kos.
Di kosan ini juga Cala bertemu dengan kedua sahabatnya; Brenda dan Lilly. Brenda adalah seorang mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi, sementara Lilly mengambil jurusan Administrasi Negara. Mereka semua berada dalam satu angkatan. Walau berbeda jurusan, mereka sangat dekat. Semua orang menyebutnya sebagai "Tiga Srikandi." Banyak suka duka yang Cala lalui selama bersahabat dengan Brenda dan Lilly. Perbedaan karakter dan sudut pandang terkadang membuat mereka harus bersitegang, berkata kasar dan menangis bersama. Namun meskipun begitu, entah mengapa ketiganya selalu kembali bersama, seolah ada magnet yang dapat menyatukan mereka. Dan kisah ini bercerita tentang tiga wanita bernama Calandra, Brenda dan Lilly. Tiga orang wanita yang memiliki impian dan cita-cita yangberbeda. Setiap dari mereka memiliki perjalanan hidup yang tidak sama dengan yanglainnya. Cala, Brenda dan Lilly harus berjuang menghadapi segala tantangan dan hambatan agar semua impian dan cita-citanya dapat terwujud. Inilah kisah mereka, tentang impian tiga orang wanita yang mungkin mewakili impian para wanita di luar sana.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved